Anda di halaman 1dari 6

Tugas Hukum Kesehatan

CONTOH KASUS PELANGGARAN HUKUM TENTANG


KESEHATAN

OLEH:

SELVI SAEMANI PIKIRI


P00331016052

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
PRODI DIII JURUSAN GIZI
2018
1. KASUS KECURANGAN DIRUT PT IBU ATAS PENCANTUMAN AKG DAN SNI

Jakarta - Mabes Polri menetapkan Dirut PT Indo Beras Unggul (IBU) berinisial TW
menjadi tersangka. PT IBU diduga melakukan kecurangan dalam pencantuman Acuan
Kecukupan Gizi (AKG) dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Beras merek Maknyuss dan
Ayam Jago produksi PT IBU mencantumkan AKG dalam label kemasan. Padahal AKG
hanya dicantumkan pada makanan olahan .

"AKG ini ditampilkan dalam kemasan di luar sebuah makanan olahan. Bukan bahan
baku, tapi yang sudah diolah," ujar Kabag Penerangan Umum Polri Kombes Martinus
Sitompul dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Rabu (2/8/2017).

Pencantuman AKG dalam kemasan pangan olahan menurut Martinus menjadi acuan bagi
para konsumen. Namun AKG yang terdiri dari energi, protein, lemak, karbohidrat ditegaskan
Martinus hanya untuk produk olahan.

"Tapi PT IBU cantumkan AKG. AKG bila sesorang ingin butuh karbo rendah, maka kita
bisa tahu angka karbonya berapa. Di situ kita bisa memilih atau nggak memilih, itu (untuk)
bahan olahan. Tapi kalau beras belum ada AKG-nya di situ," papar dia.

Kedua, PT IBU diduga memperdagangkan beras Maknyuss dan Ayam Jago dengan mutu
yang tidak sesuai hasil uji laboratorium. Mutu asli beras tidak sesuai dengan kualitas mutu
sebagaimana SNI yang tercantum dalam kemasan.

"Ditampilkan (beras) ini memiliki SNI 2008. Setelah dicek dengan sertifikat yang
dimiliki, ada yang menyatakan dia mutu satu. Tapi setelah diperiksa di lab, bukan mutu satu,
dua, malah di bawahnya," sambung Martinus.

Dugaan pelanggaran ketiga terkait dengan aturan kemasan. Beras Maknyuss dan Ayam
Jago menggunakan sertifikat SNI PT Sukses Abadi Karya Inti (Sakti).

"Kemasan yang ada seharusnya sesuai dengan di mana (produk) itu diproduksi, (tapi)
ternyata nggak. PT Sakti ternyata diproduksi PT IBU. Ini menyulitkan pengawasan
stakeholder terkait berapa jumlah produksi dan berapa yang didistribusi," paparnya.
Polisi dalam kasus ini sudah memeriksa 24 orang saksi dari manajemen, supplier dan
pihak terkait produksi, distribusi dan penjualan. Polisi juga memeriksa 11 orang ahli yang
sudah menguji beras secara laboratorium.

Atas dugaan pidana ini, TW disangkakan dengan pasal berlapis yakni Pasal 144 jo Pasal
100 (2) UU Nomor 18/2012 tentang Pangan, Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf e,f,i dan atau
Pasal 9 h UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 3 UU Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) dan Pasal 382 KUHP.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3583584/sangkaan-pelanggaran-kasus-beras-
maknyuss-gizi-sni-dan-kemasan

2. BPOM Pastikan Produk Makanan Bayi Bebiluck Tidak Higienis

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny
K. Lukito menyebut produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dengan merek
Bebiluck di produksi secara tidak higienis.

"Cara pembuatan tidak higienis, itu dari kasat mata saja kami bisa lihat. Itu bisa
memberikan kontaminasi (terhadap makanan bayi)," kata Penny setelah meninjau pabrik
Bebiluck milik CV Hassana Babyfood Sejahtera di Kawasan Pergudangan Taman Tekno,
Tangerang Selatan, Minggu (18/9).

Penny mengatakan produksi yang tidak higienis di kawasan pergudangan itu dilakukan
dalam kondisi ruangan yang berair. Selain itu, pengepakan dilakukan berdekatan dengan
proses pembuatan.

Selain secara kasat mata, Penny memastikan hasil uji laboratorium yang dilakukan
BPOM menunjukkan, makanan bayi Bebiluck positif mengandung bakteri coliform. Menurut
Penny, bakteri itu berasal dari ginjal manusia dan berbahaya bagi pertumbuhan bayi.

"Bakteri itu bisa menyebabkan diare, pencernaan terganggu dan implikasinya berat sekali
untuk bayi," ujar Penny.
Untuk korban pengguna Bebiluck, Penny menyebut masih harus melakukan penelusuran
lebih lanjut. Sebab, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa penyakit yang diderita
anaknya, ada kaitannya dengan produk yang dikonsumsi tersebut.

Penny mengimbau agar setiap membeli makanan instan untuk baik agar mengecek KIK
yaitu, Kemasan, Izin edar, dan Kadaluarsa. Bukan Industri Rumah Tangga

Ia mengaku tergerak untuk langsung meninjau pabrik Bebiluck di Tangerang Selatan,


guna memastikan kualitas produksi dari makanan bayi tersebut.

Namun di lokasi, BPOM tak bisa masuk ke dalam pabrik karena dikunci dan tidak bisa
bertemu dengan pemilik. BPOM hanya bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai
kuasa hukum Bebiluck.

Menurut Penny, Bebiluck bukan lagi termasuk dalam industri rumah tangga. "Tempatnya
itu kelihatan bukan industri. Harusnya dikawasan industri bukan di pergudangan seperti itu,"
tutur Penny.

Ia juga tidak bisa mengkategorikan usaha makanan bayi Bebiluck sebagai Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) karena sudah diproduksi secara massal, dan menggunakan mesin
modern.

Produk Bebiluck yang mulai diproduksi pada 2009 secara rumahan itu hanya memiliki
izin edar Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang telah dicabut Maret 2016. BPOM
mengaku telah memeriksa Bebiluck pada Mei 2015 dengan hasil memiliki level kebersihan
sarana sanitasi yang buruk.

BPOM dan Polda Merto Jaya akhirnya menyegel pabrik Bebiluck pada Kamis (15/9),
karena masih tetap berproduksi dan mengedarkan produk walau tidak memiliki izin edar.
Penny menolak disebut lambat melakukan penindakan terhadap Bebiluck. Menurutnya,
BPOM melakukan pembinaan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan. "Tahap
penindakan adalah tahap terakhir dan sangat tidak mengenakkan melakukan itu. Kami tidak
ingin melakukan penindakan asal-asalan," ujar Penny.
Saat dilakukan penindakan ditemukan 12 makanan bayi berjenis bubur, puding dan enam
menu produk lainnya. Produk itu mencantumkan nomor izin PIRT yang sudah tidak berlaku.
Selain itu, polisi juga menyita mesin-mesin produksi.

Pemilik pabrik dengan omzet Rp1,3 miliar per bulan dikenakan ancaman dikenakan pasal
140 dan 142 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dengan ancaman
maksimal dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp 4 miliar. Selain itu juga melanggar
pasal 52 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen debgan ancaman penjara
paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160918144800-12-159151/bpom-pastikan-
produk-makanan-bayi-bebiluck-tidak-higienis

3. KASUS MALPRAKTIK PADA PERAWAT


Seorang perawat yang juga Kepala Puskesmas Pembantu di Kuala Samboja, Kutai
Kertanegara, Kalimantan Timur, Misran, dipidana 3 bulan penjara oleh hakim karena
memberikan resep obat kepada masyarakat. Peristiwa tersebut bermula ketika paruh waktu
Maret 2009 dia memberikan obat penyembuh rasa sakit kepada pasiennya. Tapi tanpa
pemberitahuan, tiba-tiba polisi dari Direktorat Reserse dan Narkoba (Direskoba)
menggelandangnya ke Mapolda Kaltim dengan tuduhan memberikan resep tanpa keahlian.
Tapi aparat penegak hukum, yaitu polisi dan jaksa terus memproses Misran dan
berakhir di meja hijau. Dalam putusannya tertanggal 19 November 2009, hakim PN
Tengarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus
Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan
penjara. Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal
82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan.
Pada pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004 dijelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan
pada Pasal 73 merupakan tindak pidana. Secara terperinci yaitu: ”Setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat
izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).
Perbuatan memberikan resep dan obat yang dilakukan oleh perawat Misran adalah
tindak malpraktik yang masIh dalam ranah hukum pidana karena melawan UU No. 29 Tahun
2010 tentang Praktik Kedokteran. Namun, setelah terbit Peraturan Menteri Kesehatan No.
148 Tahun 2010, apabila terjadi kasus serupa maka perbuatan tersebut adalah legal sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai