Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY ”A”

DI RUANG MAWAR RSU ANWAR MEDIKA


KRIAN SIDOARJO

Di Susun Oleh :

Nama : Ikhashotun Nadhiroh


NIM : 201803049

PROGAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2018/2019
Jalan Jabon Km.6 Mojokerto Telp/Fax. (0321)3902032
www.stikes.ppni.ac
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM (NIFAS)

A. Definisi

Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Hadijono,2008)

Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi


lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil (Bobak,2004:492)

Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah


kelahiran plasenta danberakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil, masa nifasberlangsung selama ± 6 minggu (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

B. Klasifikasi

Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :

a. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah


diperbolehkan berdiri dan berjalan
b. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara
menyeluruh dengan lama ± 6-8 minggu
c. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.
C. Perubahan fisiologi post partum
1. Tanda-tanda vital Sign
a) Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 38 0 C sebagai suatu
akibat dari dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh demam.
b) Nadi
Bradikardi umumnya ditemukan pada 6 – 8 jam pertama setelah
persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi peningkatan
cardiac out put dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan cardia
output dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan sebelum hamil
3 bulan setelah persalinan. Nadi antara 50 sampai 70 x/m dianggap
normal.
c) Respirasi
Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal seperti sebelum
hamil
d) Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali.
Hipotensi yang diindikasikan dengan perasaan pusing atau pening
setelah berdiri dapat berkembang dalam 48 jam pertama sebagai suatu
akibat gangguan pada daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah
persalinan.
2. Adaptasi sistim cardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah itu stabil tapi biasanya terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 20 mmHg jika ada perubahan dari posisi tidur ke
posisi duduk. Hal ini disebut hipotensi orthostatik yang merupakan
kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan resitensi didaerah panggul.
Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan oleh instabilitas
vasmotor secara klinis, hal ini tidak berarti jika tidak disertai demam.
3. Adaptasi kandung kemih
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan
oedema menurunnya sensifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini
menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih
yang tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari
pertama post partum.
4. Adaptasi sistem endokrim
Sistem endokrim mulai mengalami perubahan kala Iv persalinan mengikuti
lahirnya placenta, terjadi penurunan yang cepat dari estrogen progesteron
dan proaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap
dimana produksi ASI mulai disekitar hari ketiga post partum. Adanya
pembesaran payudara terjadi karena peningkatan sistem vaskulan dan
linfatik yang mengelilingi payudara menjadi besar, kenyal, kencang dan
nyeri bila disentuh.
5. Adaptasi sistem gastrointestinal
Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu
pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan penurunan motilitas usus,
kehilangan cairan dan ketidaknyamanan parineal.
6. Adaptasi sistem muskuloskletal
Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang
mengakibatkan berkurangnya tonus otot yang tampak pada masa post
partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan kotor. Selama kehamilan
otot abdomen terpisah yang disebut distasi recti abdominalis, juga terjadi
pemisahan, maka uteri dan kandung kemih mudah dipalpasi melalui dinding
bila ibu terlentang.
7. Adaptasi sistem integument
Cloasma gravidrum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan,
hyperpigmenntasi pada areola mammae dan linea nigra, mungkin belum
menghilang sempurna setelah melahirkan.
8. Adaptasi Reproduksi
1) Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan
pengecilan ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi
fundus uteri (TFU) post partum menurut masa involusi :

Tabel 1. TFU menurut masa involusi


Involusi terjadi disebabkan oleh :
a). Kontraksi retraksi serabut otot yang terjadi terus-menerus
sehingga mengakibatkan kompresi pembuluh darah dan anemia
setempat (iskemia).
b). Otolisis yang disebabkan sitoplasma sel yang berlebihan akan
tercernah sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro-elastik dalam
jumlah renik sebagai buktimkehamilan.
c). Atrofi merupakan jaringan yang berproliferasi dengan adanya
estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofit
sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. selain perubahan atrofik pada otot-
otot uterus, lapisannya (desidua) mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi
menjadi endometrium yang baru. Luka bekas pelekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total

2) Vagina dan Perineum


Vagina Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul vugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang
tidak berhubungan dengan perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat
ekstrasi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar,
robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.
Perubahan pada perineum terjadi robekan perineum hampir pada
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar dan pada sirkumfarensia
suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah
kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik
(Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009)

Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal


dari kavum uteri dan vagina. Macam – macam lochia :
a). Lochia rubra
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
selsel darah desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam
keadaan hamil), venix caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep
terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel epitel yang
mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu halus pada anak yang
baru lahir), dan mekonium (yakni isi usus janin cukup bulan yang
terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau)
b). Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, terjadi hari ke 3 – 7 pasca persalinan
c). Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning.
Terjadi hari ke 7 – 14 hari pasca persalinan
d). Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
3) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium ekstern dapat dimasuki oleh dua hingga tiga tangan : setelah 6
minggu postnatal, serviks menutup. Karena robekan kecil-kecil yang
terjadi selama dilatasi. Serviks tidak pernah kembali kekeadaan
sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum ;
serviks hanya kembali pada keadaan tidak hamil yang berupa lubang
yang sudah sembuh, tertutup tapi berbentuk celah. Dengan demikian, os
servisis wanita yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu
tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran lewat vagina
4) Payudara
Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas
kecuali jika laktasi disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar lebih
kencang dan mulamula lebih nyeri tekan status hormonal serta
dimulainya laktasia.
5) Traktus urinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasme sfigner dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.

D. Perubahan-perubahan psikis ibu nifas


Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan
serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk
ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-
fase sebagai berikut (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009)
1. Fase taking in
Yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama
sampai kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
2. Fase taking hold
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada
fase ini ibu timbul rasa kawatir akan ketidakmampuan dan tanggung jawab
dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif mudah
tersinggung dan gampang marah.
3. Fase letting go
Yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya.
E. Penanganan Masa Nifas (Puerperium)
1. Kebersihan diri
a) Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh
b) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah alat kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa klien mengerti untuk membersihkan
daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.
d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
berlebihan.
b) Sarankan untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam mengurangi jumlah asi
yang diproduksi, Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan dan Menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

3. Latihan
a) Diskusikan pentingnya otot-otot panggul kembali normal. Ibu akan
merasa lebihmkuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat
sehingga mengurangi rasa sakit pada panggul.
b) Jelaskan pentingnya latihan untuk memperkuat tonus otot jalan lahir
dan dasar panggul (kelgel exercise). Mulai dengan mengerjakan 5 kali
latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5
kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus
mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup
c) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui.
d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama
40 hari post partum.
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayi melalui air asinya.
5. Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama pada puting susu
b) Menggunakan Bra yang menyokong payudara
c) Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali menyusui. Tetap menyusui dimulai dari
puting susu yang tidak lecet.
d) Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminumkan menggunakan sendok.
e) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet.
f) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu dan gunakan sisi
tangan untuk mengurut payudara.
g) Keluarkan ASI sebagian dari depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
h) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI, sisanya keluarkan dengan tangan. Letakkan kain dingin pada
payudara setelah menyusui.
6. Senggama
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri
b. Banyaknya budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai pada masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan

F. Perawatan post partum

1. Perineum

Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan


daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering.
Pengamatan dan perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar daerah
tersebut sembuh dengan cepat dan mudah. Pencucian daerah perineum
memberikan kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama pada
daerah tersebut dan mengurangi rasa sakitnya.

2. Mobilisasi

Karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8
jam post partum, kemudian boleh miring-miring kekiri dan kekanan untuk
mencegah terjadinya trobosis dan tramboemboli. Pada hari kedu duduk-
duduk, hari ketiga jalanjalan dan pada hari keempat atau lima boleh pulang.
Mobilisasi diatas mempunyai variasi tergantung pada adanya komplikasi
persalinan nifas dan sembuhnya luka-luka

3. Diet
Makanan harus bermutu dan bergizi cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayuran-sayuran dan
buah-buahan.

4. Miksi

Hendaknya berkemih dapat dilakukan sendiri dngan secepatnya. Kadang-


kadang wanita sulit berkemih karena sphineter uretrae mengalami tekanan
oleh kepala janin dan spasme otot iritasi musculus sphicterani selama
persalinan bila kandung kemih penuh dan wanita sulit berkemih sebaiknya
lakukan kateterisasi.

5. Defakasi

Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari post partum. Bila masih sulit
buang air besar dan terjadi optipasi apabila faeces keras harus diberikan obat
laksans atau perectal, jika masih belum bisa dilakukan klisma.

6. Laktasi

Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu
tidak keras, lemas dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Laktasia dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu
(ASI). Keuntungan ASI yakni :

1) Bagi ibu

a) Mudah didapatkan
b) Praktis dan murah
c) Memberi kepuasan
2) Bagi bayi

a) ASI mengandung zat ASI yang sesuai dengan kebutuhan


b) ASI mengandung berbagai zat antibody untuk mencegah infeksi
c) ASI mengandung laktoperin untuk mengikat zat gizi
d) Susu tepat dan selalu segar
e) Memperindah gigi dan rahang

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Carpenito, L. J. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi


6. EGC. Jakarta

Doengoes, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta:


EGC

Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta

Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina Pustakahttp://www. Us


elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and interventionsNANDA.
2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification.

PhiladelphiaSarwono, P. 1994. Ilmu Kebidanan. Balai Penerbit UI.


JakartaYayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2002.Buku Panduan Praktis PelayananKesehatan


Maternal dan Neonatal.

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


A. Definisi

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung
dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu
maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002)

Ketuban pecah dini / Early Premature Rupture Of membrane (PROM)


adalahpecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm (Sarwono Prawirohardjo,
2005)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda


tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukupwaktu atau
kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010; Manuaba, 2009). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan

B. Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan


membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut :

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)


Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan
tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan
selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002)
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli / Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002)
c. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006)
d. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi
nyata dalam waktu beberapa hari saja.
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran
organisme vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu

C. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini

1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari,
namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat
membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga
keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya
dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan
pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan hindari/kurangi
melakukan pekerjaan yang berat (Abdul, 2010).
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga .pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan,berulang dan banyak tantangan. Bekerja pada
umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak aktivitas yang
berlebihan mempengaruhi kehamilan ibu untuk menghadapi proses
persalinanya

2. Paritas

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab


terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi,
risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/ dicegah dengan
keluarga berencana (Wiknjosastro, 2011).

3. Umur
Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2013). Dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin
baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk
mecegah komplikasi pada masa persalinan.
4. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD
aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang
mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-
4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena
komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen
yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006)
5. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal.
Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan
aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam1minggu. Usia kehamilan
pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan janin yang
paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan
pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih lanjut,
pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat penting
karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang penanganannya
bergantung pada usia janin. Periode waktu dari KPD sampai kelahiran
berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika
ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga
kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan,
antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk
mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta
situasi maternal (Astuti, 2012)
6. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan
persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala
janin dengan panggul ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya
ketuban pada pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi serta asdosis,dan
infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara
pemeriksaanyang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak
tentang keadaan panggul (Prawirohardjo, 2011)

D. Manifestasi Klinik
Menurut Mansjoer ( 2000) Achadiat (2004) manifestasi ketuban pecah dini
adalah:
1. Keluar air krtuban warna keruh. Jernih,kuning, hijau, atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
2. Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air ketuban sidah
kering
5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada dan
air ketuban sudah kering
6. Usia kehamilan vible (>20 minggu)
7. Bunyi jantung bisa tetap normal
E. Patofisiologi

F. Pengaruh KPD

Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:

1. Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin


sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan,jadi akan
meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan
pada janin meliputi prematuritas, infeksi, mal presentasi, prolaps tali pusat dan
mortalitas perinatal.

2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi intrapartum,apa lagi
terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi peupuralis
(nifas), peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi
cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan
pada ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.

G. Komplikasi Kpd

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden SC, atau gagalnya persalinan normal.

1. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.

3. Hipoksia dan asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.

4. Syndrom deformitas janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan


janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonal

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Achadiat (2004) adalah:

1. Pemeriksaan leukosit/WBC, bila >15.000/ml kemungkinan telah terjadi


infeksi
2. Ultrasonografi (USG) sangat membantu dalam menentukan usia
kehamilan, letak atau persentasi janin, berat janin, letak dan gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban.
3. Monitor DJJ dengan fetoskoplaennec atau Doppler atau dengan
melakikan pemeriksaan atau kardiotokografi ( bila usia kehamial >32
mmingu).
4. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kassceosa,
rambut lanugo/ telah terinfeksi atau berbau
5. Inspekulo: lihat dan oerhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servik dan apakah ada bagian yang sudah pecah
6. Gunakan kertas lakmus
7. Bila menjadi biru (basa): air ketuban
8. Bila menjadi merah(asam): air kemih (urine)
9. Pemeriksaan PH forniks posterior pada prom PH adalah basa air ketuban
10. Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
11. Aborization dan sitologi air ketuban
I. Penatalaksanaa KPD

Ketuban pecah dini termasuk dalam beresiko tinggi, kesalahan dalam


mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilemma
bagi sebahagian ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera
mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau
menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis
(yatini, Mufdillah dan Hidayat, 2009 Penatalaksanaan ketuban pecah dini
menurut Prawirohardjo,S (2008,) dibagi menjadi konservatif dan aktif.

1. Konservatif

Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau


eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan
32-37 minggu, belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda infeksi tes busa
negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamila 32-37
minggu, ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia
kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksa
metason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif

a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio


sesarea, dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali. Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis
tinggi dan persalinan diakhiri.

 Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian di


induksi, bila tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan

3. Penatalaksanaan Agresif menurut Morgan dan Hamilton (2003,) adalah

a. Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui


penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengandokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkain induksi Pitocin bila serviks tidak
berespon.
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan.
d. Bila tidak ada tanda, mulai pemberian pitocin.
e. Berikan cairan per IV, pantau janin
f. Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
g. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan speculum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan,
baik manupulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan
dimulai atau induksi dimulai
h. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi.
i. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin
yang merupakan salah satu tanda infeksi
j. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila:
 Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
 Terjadi takikardia janin
 Lokia tampak keruh
 Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
 Kultur vagina menunjukkan kenaikan sel darah putih
k. Menurut Manuaba IBG (2003,) Induksi oxytocin/prostagl andin persalinan
dapat dilakukan dengan waktu yaitu:

o Setelah 6 jam PRM.


o Setelah 12 jam PRM.
o Setelah 24 jam PRM
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a) Biodata klien
berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan ,
Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
b) Keluhan utama :
keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit
/ banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak
ada dan air ketuban sudah kering
c) Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal
partus
d) Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan
sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua ?
e) Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG ,
darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan
impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.
f) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah
penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang
g) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di
derita oleh keluarga
h) Kebiasaan sehari –hari
o Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan
o Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan
pada perineum)
o Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol
blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa
takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB,
freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan
penggunaan toilet.
o Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata
rias rambut dan wajah.
o Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
KPD di anjurkan untuk bedresh total
o Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi.


b.Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut
hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung
normal.
c. Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan
untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karna cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrasin dapat dipakai
untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrasin menjadi biru bila ada cairan
alkali amnion. Bila diagnose tidak pasti adanya skuama anukleat, lanugo,
atau bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat membantu.
d. Pemeriksaan vagina steril: menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian presentasi dan stasi
bagian presentasi dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d peredaran karakteristik kontraksi
b. Intoleran aktifitas b/d tirah baring
c. Kurang pengetahuan mengenai prosedur b/d kurang informasi
d. Ketakutan/ansietas b/d kondisi janin yang menurun
e. Resiko tinggi infeksi b/d rembesan cairan ketuban
5. Intervensi
A. Nyeri akut b/d peredaran karakteristik kontraksi
Tujuan:
- Pasien menunjukkan ekspresi wajah rileks
- Pasien tidak mengeluh kesakitan
- Pasien menyatakan nyerinya berkurang
Intervensi :
a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-5),
frekuensi, dan waktu. Menandai gejala nonverbal. Misalnya:
gelisah, takikardia, dan meringis.
b) Dorong pengungkapan perasaan
c) Berikan aktivitas hiburan, misalnya: membaca, berkunjung, dan
lain-lain.
d) Lakukan tindakan paliatif, misalkan: pengubahan posisi, massase,
rentang gerak pada sendi yang sakit.
e) Intruksikan pasien/dorong untuk menggunakan
visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas
dalam.

B. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring Tujuan :


o Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
o Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas
yang mungkin)
o Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas
(nadi, tekanan darah, pernapasan)
Intervensi :
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas
b. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
c. Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktivitas.
d. Instruksikan klien untuk konsulasi kepada dokter atau ahli terapi fisik
untuk program latihan jangka panjang.
e. Rujuk kepada perawat komunitas untuk tindak lanjut jika diperlukan.
C. Kurang pengetahuan mengenai prosedur b/d kurang informasi
Tujuan:
o Menggungkapkan pengetahuan tentang prosedur/situasi
o Berpartisipasi dalam prosedur pembuatan ketuban
Intervensi :
a) Tinjauan ulang ketuban terhadap induksi/augmentasi persallin
b) Jelaskan prosedur yang akan dirasakan klien,kontraksi dan DJJ adan
dipantau secara kontinus
c) Tinjau prosedur secara amniotomi
d) Demontrasikan dan jelaskan penggunaan peralatatan
D. Ketakutan/ansietas b/d kondisi janin yang menurun
Tujuan :
o Gangguan sistem dukungan secara efektif
o Menyelesaikan persalinan dengan sukses
Intervensi :
a) Kaji status psikologi dan emosi
b) Anjurkan untuk mengungkapkan perasaan
c) Gunakan berminologi positif, hindari penggunaan istilah yang
menendakan abnormalitas prosedur atau proses
d) Anjurkan penggunaan/tehnik pernafasan
e) Nyeri perabaan/perbedaan yang diantisipasi dalam pola persalinan dan
kontrasi
f) Tinjau ulang atau berikan instruksi tehnik pernafasan sederhana
g) Anjurkan klien untuk menggunakan tehnik relaksasi
E. Resiko tinggi infeksi b/d rembesan cairan ketuban
Tujuan :
 Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit
 Memperlihatkan kemampuan tentang faktor-faktor risiko yang berkaitan
dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk
mencegah infeksi
Intervensi :
a) Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial
b) Kurangi organisme-organisme yang masuk ke dalam tubuh
c) Lindungi individu yang defisit imun dari infeksi
d) Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
e) Amati terhadap manifestasi klinik infeksi (mis; demam, urine keruh,
drainase purulen)
f) Instruksikan individu dan keluarga mengenal penyebab, risiko-risiko
dan kekuatan penularan infeksi.
g) Laporkan penyakit-penyakit menular
DAFTAR PUSTAKA

chadiat, 2004, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather T. 2010. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Manuaba. 2009. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta : FKUI.

Yulaikhah, 2009. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta : Pallmall.Varney,

Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4, Vol. 1. Jakarta : EGC. 2007.

Wilkinson, M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta


: EGC.

Anda mungkin juga menyukai