Maharani adalah seorang wanita cantik berusia 28 tahun. Ia membuat ibunya khawatir
karena enggan menerima lamaran dari para pria yang menyukainya. Ibunya pun meminta
sang kakak, Galih, untuk membujuk Maharani agar segera menikah. Namun, Maharani justru
mengirimkan sebuah surat kepada kakaknya. Dalam surat itu, ia menceritakan kisah cintanya
dengan seorang seniman bernama Mas Har yang menjadi alasan mengapa ia enggan
membukakan hati untuk pria lain.
TOKOH
Maharani Kakak
Cantik Tampan
Kulit putih Kulit putih
Rambut lurus panjang Tinggi
Peduli Formal
Perasa Bertanggungjawab
IBU (V.O)
Iya, ibu tahu kok kamu kalau sudah kerja itu suka asyik sendiri.
GALIH
Bukan begitu, bu.
IBU (V.O)
Iya gak apa-apa. Ibu tahu kok kamu memang sibuk. Galih, ada yang
ingin ibu bicarakan sama kamu.
GALIH
Tentang apa, bu? Sakit ibu kumat lagi?
IBU (V.O)
Bukan, bukan tentang itu. Kamu besok sibuk?
GALIH
Enggak, bu. Besok saya libur.
IBU (V.O)
Bisa gak besok kamu menyempatkan waktu untuk pulang ke Bandung? Ada
yang ingin ibu bicarakan sama kamu.
GALIH
Oh iya, bu. Besok saya ke Bandung.
IBU (V.O)
Ibu tunggu ya besok. Oh iya, Galih, jangan terlalu giat bekerja.
Bermalas-malasan sesekali itu baik, nak.
GALIH
(Tersenyum) Iya, bu.
SC.07 EXT. JALAN TOL (PAGI)
Suasana jalan tol dengan mobil-mobil yang melaju sangat cepat.
IBU
Galih, ibu senang kamu datang. Ayo cepat masuk. (memegang tangan
Galih, mengiringnya masuk ke dalam rumah)
GALIH
Ibu sehat, kan?
IBU
Iya, ibu sehat kok.
IBU
(Meletakan gelas berisi air putih di atas meja) Ini minum. Kamu
pasti capek, ya?
GALIH
Ah enggak kok. Bu, itu lukisan Maharani ya?
IBU
Ah, iya. Dulu itu dibuat sama Har.
GALIH
Siapa Har?
IBU
Har itu pelukis. Dia pernah sewa kamar di garasi rumah kita. Kira-
kira sewaktu Maharani masih SMA dan kamu masih kuliah di Inggris.
GALIH
Oh begitu. Lalu, apa yang ingin ibu bicarakan dengan saya?
IBU
Kamu tahu kan usia Maharani berapa? Dia sudah 28 tahun. Ibu merasa
umur 28 tahun itu sudah lebih dari cukup untuk mulai berumah tangga.
Ibu sudah mencoba mengenalkan Maharani dengan anak dari teman-teman
Ibu. Tapi dia selalu saja menolak.
Jadi ibu ingin kamu membujuk Maharani supaya dia mau menikah. Karena
Maharani pasti lebih mendengar kamu ketimbang ibu.
Ibu ini pasti gak akan hidup selamanya. Ibu sudah menimang cucu dari
kamu, setidaknya ibu juga ingin menimang cucu dari Maharani.
GALIH
Iya, bu. Saya paham.
Tiba-tiba suara sebuah mobil terdengar. Ibu dan Galih bangkit dari
duduk dan berjalan menuju teras rumah.
GALIH
Maharani, ada yang ini saya bicarakan dengan kamu.
MAHARANI
(menganggukkan kepala)
GALIH
Maharani, kamu tahu ibu sudah tidak muda lagi? Ibu sudah sering
sakit. Dia tidak mungkin bisa merawat dan tinggal bersama kamu
selamanya.
MAHARANI
Apa yang ingin kak Galih bicarakan?
GALIH
Ibu tidak ingin kamu menyia-nyiakan masa muda kamu. Kamu sudah 28
tahun. Kamu sudah punya karir bagus, penghasilan yang cukup, dan
kamu itu cantik. Saya tahu ada banyak laki-laki yang mengantri
supaya bisa mendapatkan kamu.
Coba renungkan. Bagaimana perasaan ibu jika kamu terus-terusan
begini? Saya mohon janganlah jadi orang yang egois, Maharani.
IBU
Gak boleh gitu, nak. Dia itu Har. Dia sewa garasi kita untuk dia
jadikan tempat tinggal. Ibu memang sengaja menyewakan garasi kita.
Lagipula mobil kita kan sudah dijual. Rasanya sayang jika garasinya
kita biarkan kosong begitu saja.
MAHARANI
Oh gitu.
IBU
Har itu anak yang baik. Ingat, kita gak boleh menilai seseorang dari
luarnya.
MAHARANI
Iya, bu. Maharani minta maaf. Maharani ke kamar dulu ya.
IBU
Iya, nak.
MAS HAR
Ibumu meninggalkan ini. (menyodorkan surat)
MAHARANI
(mengambil surat) Apa ini? (membaca surat)
MAS HAR
Surat dari ibumu. Tadi malam dia dapat telepon mendadak dari pamanmu
di Surabaya. Katanya nenekmu sedang sakit keras.
MAHARANI
Kenapa ibu menitipkan surat ini ke kamu?
MAS HAR
Dia tidak tega membangunkanmu. Tidurmu tadi malam lelap sekali.
MAHARANI
Ibu selalu aja gak tega.
MAS HAR
Mukamu tampak pucat. Kau sakit?
MAHARANI
Enggak. (menggelengkan kepala)
MAS HAR
Sepertinya kau sakit. Lebih baik istirahat saja di rumah.
MAS HAR
Astaga! 41 derajat celcius. Kau benar-benar harus beristirahat di
rumah.
MAHARANI
Kamu gak perlu berpura-pura baik. Aku bisa menanganinya sendiri.
MAS HAR
(menatap Maharani sebentar kemudian pergi meninggalkannya)
Mas Har menutup pintu kamar Maharani. Maharani berusaha untuk bangun
dari tempat tidur. Namun badannya terasa sangat lemas. Ia pun tetap
berbaring dan memejamkan matanya.
MAHARANI
Apa aku harus bilang “terima kasih”?
MAS HAR
Janganlah tersipu dulu. Awalnya saya membeli obat ke apotek untuk
diri saya sendiri. Kebetulan kau sedang sakit, jadi saya sekalian
saja belikan obat itu untukmu.
MAS HAR
Ini air putihnya. (menyimpan gelas di atas meja belajar)
Minumlah obat itu. Tenang saja, itu bukan obat Anthelmintik.
MAHARANI
Anthelmintik?
MAS HAR
Lupakan saja. Selera humorku sangat buruk.
MAHARANI
MAS HAR
MAHARANI
MAS HAR
MAHARANI
(meletakkan tangan di dahi Mas Har) Tidak apa-apa? Ini Mas Har
demam. Panasnya tinggi.
MAS HAR
Saya punya penyakit Malaria. Demam seperti ini adalah hal yang
wajar.
MAHARANI
MAS HAR
MAHARANI
MAS HAR
Tidak usah.
MAHARANI
MAS HAR
(tersenyum) Saya jadi teringat masa ketika ibu merawat saya ketika
sakit.
MAHARANI
MAS HAR
MAS HAR
Bukannya setiap yang bernyawa pasti akan mati? Sudahlah, tidak perlu
merasa bersalah. Justru saya ingin berterima kasih kepada kau. Kau
berhasil menghidupkan kembali kenangan manisku bersama ibu.
MAHARANI
Kenangan manis?
MAS HAR
Yang kau lakukan padaku sekarang ini mengingatkan saya pada ibu.
Rasanya sudah lama sekali ada seseorang yang merawatku ketika sakit
seperti ini.
MAHARANI
(muka memerah)
MAS HAR
Sudah tidak perlu merasa malu. Saya memang tahu bahwa kau adalah
gadis yang baik.
MAS HAR
MAS HAR
MAHARANI
Aneh?
MAS HAR
MAHARANI
Dari kecil aku selalu membawa tas dengan cara begitu.
MAS HAR
MAHARANI
Mungkin karena ketika aku masih kecil, aku melihat ayahku selalu
mendekapkan tasnya ke dada. Jadi aku pikir begitulah cara membawa
tas yang benar.
MAS HAR
Padahal itu adalah cara yang aneh. Kecuali jika ada benda berharga
di dalam tas itu, orang-orang pasti akan mendekapkan tasnya ke dada.
MAHARANI
MAS HAR
Contohnya?
MAHARANI
Buku?
MAS HAR
(tertawa)
MAHARANI
MAS HAR
Tidak.
MAHARANI
MAS HAR
Saya tidak tertawa. Saya hanya senang karena kondisi saya sudah
membaik dari sebelumnya.
MAHARANI
MAS HAR
Tidak, tidak. Saya sudah merasa lebih baik. Saking baiknya, saya
ingin melukismu.
MAHARANI
Melukis? Aku?
MAS HAR
(bangun dari tempat tidur) Iya. Kau duduk saja di kursi itu. Biarkan
lukisan ini jadi ucapan terima kasih.
MAHARANI
IBU
MAHARANI
Syukurlah kalau begitu. Lebih baik ibu istirahat dulu. Pasti ibu
capek, kan? Mau aku buatkan teh hangat?
IBU
MAHARANI
Ibu, Mas Har gak akan sarapan bersama kita?
IBU
Mas Har tadi pagi sudah pergi.
MAHARANI
(kaget) Pergi ke mana?
IBU
Mungkin pergi melukis. Ayo cepat makan, nak.
MAHARANI
Mas Har udah pulang, bu?
IBU
MAS HAR
Ada apa? Kau marah?
MAS HAR
MAHARANI
MAS HAR
Saya tahu bahwa kau sedang marah. Apakah kau marah karena aku pergi
ke luar kota untuk membuat skets gambar?
MAHARANI
Aku tahu Mas Har adalah seorang pelukis. Tapi setidaknya Mas Har
harus pamit sebelum pergi. Apalagi Mas Har pergi tanpa kabar selama
seminggu. Jangan buat aku khawatir, mas.
MAS HAR
Maharani… (menyentuh pipi Maharani dengan kedua tangan)
MAHARANI
(wajah memerah)
MAS HAR