Anda di halaman 1dari 22

SINOPSIS

Maharani adalah seorang wanita cantik berusia 28 tahun. Ia membuat ibunya khawatir
karena enggan menerima lamaran dari para pria yang menyukainya. Ibunya pun meminta
sang kakak, Galih, untuk membujuk Maharani agar segera menikah. Namun, Maharani justru
mengirimkan sebuah surat kepada kakaknya. Dalam surat itu, ia menceritakan kisah cintanya
dengan seorang seniman bernama Mas Har yang menjadi alasan mengapa ia enggan
membukakan hati untuk pria lain.

TOKOH
Maharani Kakak
Cantik Tampan
Kulit putih Kulit putih
Rambut lurus panjang Tinggi
Peduli Formal
Perasa Bertanggungjawab

Mas Har Ibu


Berkumis Rambut bergelombang sebahu
Rambut gondrong Kulit putih
Kulit sawo matang Mungil
Tinggi Lemah lembut
Peduli Peduli
Lembut
Formal
SKENARIO

SC.01 EXT. JALAN MH THAMRIN (PAGI)


Sebuah jalan raya yang macet disesaki oleh mobil.

SC.02 EXT. GEDUNG KANTOR (SIANG)


Sebuah gedung kantor yang sangat tinggi.

SC.03 INT. LOBBY DEPAN KANTOR (SIANG)


Sebuah lobby kantor yang ramai dengan meja resepsionis di antara dua
elevator.

SC.04 INT. RUANG KERJA (SIANG)


CAST: GALIH
Sebuah ruang kerja yang luas dan dikelilingi oleh jendela kaca yang
lebar. Meja kerja berjejer. Di setiap meja terdapat layar monitor
dan berkas-berkas kantor yang tersusun rapi. Para pegawai sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing.
Galih mengenakan kemeja biru dengan lengan panjang dan celana
berwarna hitam. Kancing kerahnya dibiarkan terbuka dan tanpa dasi.
Galih sedang duduk di depan komputer sambil mengetik menggunakan
keyboard yang ada di atas meja. Sesekali ia menyeruput kopi yang
kemudian ia letakan di sebelah kanan keyboardnya. Di sebelah kiri
keyboard terdapat ponsel pintar miliknya yang sedang dalam mode
silent. Tiba-tiba layar ponsel pintarnya menyala. Ada telepon dari
ibunya. Namun Galih tidak menyadarinya dan terus fokus bekerja.

SC.05 INT. LOBBY DEPAN KANTOR (MALAM)


Sebuah lobby kantor yang sepi dengan meja resepsionis di antara dua
elevator. Terdengar suara dari elevator di sebelah kanan berbunyi
‘beep’. Pintu elevator terbuka. Seorang pegawai wanita keluar dari
elevator.

SC.06 INT. RUANG KERJA (MALAM)


CAST: GALIH
Sebuah ruang kerja yang sepi dan menyisakan Galih seorang diri.
Galih berhenti mengetik dan kemudian menggeliat. Ia mengambil ponsel
pintar yang ada di sebelah kiri keyboardnya. Ia melihat notifikasi 1
panggilan tidak terjawab dari Ibu. Galih kaget. Ia mendekatkan
ponsel ke telinganya.
GALIH
Halo, bu? Maaf tadi saya tidak jawab. Tadi saya banyak pekerjaan.

IBU (V.O)
Iya, ibu tahu kok kamu kalau sudah kerja itu suka asyik sendiri.

GALIH
Bukan begitu, bu.

IBU (V.O)
Iya gak apa-apa. Ibu tahu kok kamu memang sibuk. Galih, ada yang
ingin ibu bicarakan sama kamu.

GALIH
Tentang apa, bu? Sakit ibu kumat lagi?

IBU (V.O)
Bukan, bukan tentang itu. Kamu besok sibuk?

GALIH
Enggak, bu. Besok saya libur.

IBU (V.O)
Bisa gak besok kamu menyempatkan waktu untuk pulang ke Bandung? Ada
yang ingin ibu bicarakan sama kamu.

GALIH
Oh iya, bu. Besok saya ke Bandung.

IBU (V.O)
Ibu tunggu ya besok. Oh iya, Galih, jangan terlalu giat bekerja.
Bermalas-malasan sesekali itu baik, nak.

GALIH
(Tersenyum) Iya, bu.
SC.07 EXT. JALAN TOL (PAGI)
Suasana jalan tol dengan mobil-mobil yang melaju sangat cepat.

SC.08 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (SIANG)


CAST: GALIH, IBU
Sebuah rumah tua dengan dinding berwarna putih. Di depan rumah itu
terdapat teras rumah. Di sebelahnya terdapat sebuah garasi lengkap
dengan rolling door berwarna abu-abu. Rumah itu dikelilingi oleh
pohon-pohon besar yang rindang.
Ibu mengenakan blus berwarna biru laut dan celana hitam panjang.
Rambutnya sebahu dan bergelombang. Ia sedang duduk di kursi tua
berbahan kayu jati yang ada di teras rumahnya.
Sebuah mobil hatchback berwarna putih tiba-tiba datang dan berhenti
tepat di depan rumah itu.
Ibu bangkit dari kursinya dan menghampiri mobil itu.
Galih mengenakan kaos polo berwarna abu-abu dengan kancing kerah
dibiarkan terbuka dan celana panjang berwarna cokelat tua. Galih
keluar dari mobil dan menghampiri ibunya kemudian mencium tangan
ibunya.

IBU
Galih, ibu senang kamu datang. Ayo cepat masuk. (memegang tangan
Galih, mengiringnya masuk ke dalam rumah)

GALIH
Ibu sehat, kan?

IBU
Iya, ibu sehat kok.

SC.09 INT. RUANG TAMU RUMAH IBU (SIANG)


CAST: GALIH, IBU
Sebuah ruang tamu yang tidak begitu luas. Terdapat sebuah lemari
kayu tua dengan pintu kaca transparan sehingga terlihat bagian
dalamnya yang menyimpan buku-buku dan beberapa foto keluarga. Di
sebelah kirinya terdapat lukisan potret Maharani dengan bingkai
cokelat yang dipajang di dinding. Ada sofa tua berwarna cokelat dan
meja berbahan kayu dengan sebuah vas bunga kecil di atasnya. Di
depan sofa terdapat sebuah televisi tabung yang diletakkan di atas
meja kayu berbentuk persegi.
Galih duduk di sebuah sofa sementara Ibu meninggalkannya. Galih
memandangi lukisan Maharani yang dipajang di dinding. Kemudian ibu
datang.

IBU
(Meletakan gelas berisi air putih di atas meja) Ini minum. Kamu
pasti capek, ya?

GALIH
Ah enggak kok. Bu, itu lukisan Maharani ya?

IBU
Ah, iya. Dulu itu dibuat sama Har.

GALIH
Siapa Har?

IBU
Har itu pelukis. Dia pernah sewa kamar di garasi rumah kita. Kira-
kira sewaktu Maharani masih SMA dan kamu masih kuliah di Inggris.

GALIH
Oh begitu. Lalu, apa yang ingin ibu bicarakan dengan saya?

IBU
Kamu tahu kan usia Maharani berapa? Dia sudah 28 tahun. Ibu merasa
umur 28 tahun itu sudah lebih dari cukup untuk mulai berumah tangga.
Ibu sudah mencoba mengenalkan Maharani dengan anak dari teman-teman
Ibu. Tapi dia selalu saja menolak.
Jadi ibu ingin kamu membujuk Maharani supaya dia mau menikah. Karena
Maharani pasti lebih mendengar kamu ketimbang ibu.
Ibu ini pasti gak akan hidup selamanya. Ibu sudah menimang cucu dari
kamu, setidaknya ibu juga ingin menimang cucu dari Maharani.

GALIH
Iya, bu. Saya paham.
Tiba-tiba suara sebuah mobil terdengar. Ibu dan Galih bangkit dari
duduk dan berjalan menuju teras rumah.

SC.10 EXT. TERAS RUMAH IBU (SIANG)


CAST: MAHARANI, GALIH, IBU
Maharani mengenakan sebuah pakaian tunik berwarna hijau tua dengan
celana pipa berwarna putih.
Maharani terkejut melihat Galih. Ia menghampiri Galih dan Ibu lalu
mencium tangan Ibu kemudian tangan Galih.

GALIH
Maharani, ada yang ini saya bicarakan dengan kamu.

MAHARANI
(menganggukkan kepala)

SC.11 INT. RUANG TAMU RUMAH IBU (SIANG)


CAST: MAHARANI, GALIH
Galih dan Maharani duduk berhadapan. Sedangkan Ibu meninggalkan
mereka berdua.

GALIH
Maharani, kamu tahu ibu sudah tidak muda lagi? Ibu sudah sering
sakit. Dia tidak mungkin bisa merawat dan tinggal bersama kamu
selamanya.

MAHARANI
Apa yang ingin kak Galih bicarakan?

GALIH
Ibu tidak ingin kamu menyia-nyiakan masa muda kamu. Kamu sudah 28
tahun. Kamu sudah punya karir bagus, penghasilan yang cukup, dan
kamu itu cantik. Saya tahu ada banyak laki-laki yang mengantri
supaya bisa mendapatkan kamu.
Coba renungkan. Bagaimana perasaan ibu jika kamu terus-terusan
begini? Saya mohon janganlah jadi orang yang egois, Maharani.

Maharani hanya menunduk dan diam tanpa kata.


SC.12 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (SORE)
CAST: MAHARANI, GALIH, IBU
Galih berpamitan kepada Ibu dan Maharani. Galih masuk ke dalam
mobilnya dan pergi meninggalkan rumah itu.

SC.13 EXT. GERBANG DEPAN RUMAH GALIH (PAGI)


CAST: GALIH
Sebuah gerbang rumah hitam yang minimalis. Di sebelah kanan pintu
gerbang terdapat sebuah kotak surat yang menyatu ke dinding lengkap
dengan nomor rumah di atasnya.
Galih mengenakan kaos polos putih dengan celana pendek berwarna
hitam. Ia membuka kotak surat dan mengambil semua surat yang ada di
kotak surat tersebut.
Ia melihat dan membaca amplop surat itu satu per satu. Kebanyakan
adalah surat tagihan. Galih terhenti ketika melihat sebuah amplop
surat dari Maharani.

SC.14 EXT. TERAS RUMAH GALIH (PAGI)


CAST: GALIH
Sebuah teras rumah yang sederhana dengan sebuah kursi santai
berbahan kayu tepat di sebelah kanan pintu rumah.
Galih duduk di kursi. Ia membuka surat dari Maharani dan mulai
membacanya.

SC.15 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (SORE)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Maharani mengenakan seragam putih abu-abu. Ia menggendong tas ransel
dan mendekapnya di dada. Rambutnya panjang sepunggung dan lurus.
Maharani tiba di rumah. Ia bingung melihat seorang pria gondrong
dengan baju lusuh (Mas Har) mondar mandir sambil membawa kardus ke
garasinya. Maharani pun masuk ke dalam rumahnya.

SC.16 INT. RUANG TAMU RUMAH IBU (SORE)


CAST: MAHARANI, IBU
Ibu mengenakan daster berwarna merah dengan motif bunga.
Maharani menghampiri ibu yang sedang duduk di sofa sambil merajut
sebuah syal. Ibunya berhenti sejenak kemudian Maharani mencium
tangan ibunya.
MAHARANI
Bu, laki-laki yang di luar itu siapa? Kelihatannya kayak orang yang
mencurigakan.

IBU
Gak boleh gitu, nak. Dia itu Har. Dia sewa garasi kita untuk dia
jadikan tempat tinggal. Ibu memang sengaja menyewakan garasi kita.
Lagipula mobil kita kan sudah dijual. Rasanya sayang jika garasinya
kita biarkan kosong begitu saja.

MAHARANI
Oh gitu.

IBU
Har itu anak yang baik. Ingat, kita gak boleh menilai seseorang dari
luarnya.

MAHARANI
Iya, bu. Maharani minta maaf. Maharani ke kamar dulu ya.

IBU
Iya, nak.

Maharani pergi meninggalkan ibunya.

SC.17 INT. KAMAR MAHARANI (SORE)


CAST: MAHARANI
Sebuah kamar berukuran cukup kecil dengan dinding dihiasi foto-foto
polarid yang dijepitkan pada tali jerami. Tempat tidurnya terletak
tepat di sebelah kanan dan diapit oleh sebuah lemari kayu berisi
pakaian dan sebuah meja belajar. Terdapat banyak buku yang tersusun
rapi di atas meja belajar. Tepat di depan pintu terdapat sebuah
jendela yang dapat dibuka dengan engsel di bagian samping sehingga
dapat dibuka lebar.
Maharani meletakkan tas ranselnya di atas meja belajar. Kemudian ia
membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
Maharani memejamkan mata. Suara berisik palu yang sedang menancapkan
paku tedengar. Maharani terbangun dan merasa kesal. Kemudian ia
menutup kedua telinganya dengan bantal.
SC.18 INT. RUANG MAKAN RUMAH IBU (PAGI)
CAST: MAHARANI, MAS HAR
Sebuah ruang makan yang sempit. Terdapat empat kursi dan satu meja
makan terbuat dari kayu yang diletakkan tepat di tengah ruangan. Di
dinding ruangan terdapat sebuah lukisan buah apel dan pir dengan
latar belakang hitam.
Maharani mengenakan seragam putih abu-abu. Wajahnya tampak pucat. Ia
berjalan ke arah meja makan. Di atas meja ia melihat dua piring, dua
sendok, dua gelas, ketel berbahan alumunium, bakul nasi dan dua
telur mata sapi di atas piring. Maharani duduk di kursi. Tiba-tiba
Mas Har yang mengenakan kaos hitam dengan gambar Kurt Cobain dan
celana boxer datang dan ikut duduk di kursi. Maharani dan Mas Har
duduk saling berhadapan. Maharani mulai mengambil nasi dan telur
mata sapi kemudian meletakkanya ke atas piring. Mas Har hanya
mengambil ketel dan menuangkan air putih ke gelasnya.

MAS HAR
Ibumu meninggalkan ini. (menyodorkan surat)

MAHARANI
(mengambil surat) Apa ini? (membaca surat)

MAS HAR
Surat dari ibumu. Tadi malam dia dapat telepon mendadak dari pamanmu
di Surabaya. Katanya nenekmu sedang sakit keras.

MAHARANI
Kenapa ibu menitipkan surat ini ke kamu?

MAS HAR
Dia tidak tega membangunkanmu. Tidurmu tadi malam lelap sekali.

MAHARANI
Ibu selalu aja gak tega.

MAS HAR
Mukamu tampak pucat. Kau sakit?

MAHARANI
Enggak. (menggelengkan kepala)

MAS HAR
Sepertinya kau sakit. Lebih baik istirahat saja di rumah.

Maharani bangkit dari kursi. Tiba-tiba pandangan Maharani berkunang-


kunang. Tubuh Maharani hampir jatuh ke lantai. Mas Har berhasil
menangkap tubuh Maharani dan kemudian merangkulnya dan membawahnya
ke dalam kamar.

SC.19 INT. KAMAR MAHARANI (PAGI)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Mas Har merangkul Maharani dan membaringkannya ke tempat tidur.
Kemudian Mas Har menutup tubuh Maharani dengan selimut. Mas Har
keluar dari kamar Maharani. Wajah Maharani tampak lebih pucat dari
sebelumnya.
Mas Har masuk ke kamar Maharani dan menghampiri Maharani yang sedang
berbaring di tempat tidur. Ia memasukan ujung termometer pada mulut
Maharani.

MAS HAR
Astaga! 41 derajat celcius. Kau benar-benar harus beristirahat di
rumah.

MAHARANI
Kamu gak perlu berpura-pura baik. Aku bisa menanganinya sendiri.

MAS HAR
(menatap Maharani sebentar kemudian pergi meninggalkannya)

Mas Har menutup pintu kamar Maharani. Maharani berusaha untuk bangun
dari tempat tidur. Namun badannya terasa sangat lemas. Ia pun tetap
berbaring dan memejamkan matanya.

Maharani sedang tertidur. Ia terbangun ketika mendengar suara


decitan pintu yang terbuka.
MAS HAR
Ini obat penurun panas. (menyimpan keresek putih berisi obat di atas
meja belajar)

MAHARANI
Apa aku harus bilang “terima kasih”?

MAS HAR
Janganlah tersipu dulu. Awalnya saya membeli obat ke apotek untuk
diri saya sendiri. Kebetulan kau sedang sakit, jadi saya sekalian
saja belikan obat itu untukmu.

Mas Har pergi meninggalkan Maharani. Selang beberapa detik, tiba-


tiba Mas Har datang kembali dan membawakan gelas berisi air putih.

MAS HAR
Ini air putihnya. (menyimpan gelas di atas meja belajar)
Minumlah obat itu. Tenang saja, itu bukan obat Anthelmintik.

MAHARANI
Anthelmintik?

MAS HAR
Lupakan saja. Selera humorku sangat buruk.

Mas Har menutup pintu kamar Maharani. Maharani membangunkan


tubuhnya. Ia mengambil dan membuka keresek putih. Ia mengambil obat
dan memasukan obat berupa kapsul ke dalam mulutnya. Ia mengambil
gelas berisi air putih dan meminumnya.

SC.20 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (MALAM)


Suasana halaman depan rumah yang sepi. Terdengar suara angin yang
berhembus kencang. Pohon-pohon yang awalnya tegak menjadi miring
karena tertiup angin.

SC.21 INT. RUANG MAKAN RUMAH IBU (MALAM)


CAST: MAHARANI
Maharani menutup pintu kamarnya. Ia melihat ke kanan dan ke kiri
seperti orang kebingungan. Ia membuka pintu yang terletak tepat di
sebelah pintu kamarnya. Ia memegang ganggang pintu. Kemudian ia
melepaskannya. Ia kembali memegang gaggang pintu. Ia membuka pintu
dan masuk ke ruangan itu.

SC.22 INT. KAMAR MAS HAR (MALAM)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Sebuah ruangan yang pengap tanpa adanya jendela. Pencahayaan sedikit
redup. Terdapat sebuah meja kayu berbentuk persegi panjang yang
terletak tepat di tengah ruangan. Di atas meja terdapat kanvas,
kuas, palet dan cat minyak tersebar tidak beraturan. Di sebelah meja
terdapat easel. Di sudut ruangan terdapat sebuah tempat tidur. Mas
Har sedang berbaring di tempat tidur itu. Maharani menghampiri Mas
Har.

MAHARANI

Mas? Mas Har?

MAS HAR

(menoleh ke belakang) Maharani?

MAHARANI

Mas Har sakit?

MAS HAR

Saya tidak apa-apa.

MAHARANI

(meletakkan tangan di dahi Mas Har) Tidak apa-apa? Ini Mas Har
demam. Panasnya tinggi.

MAS HAR

Saya punya penyakit Malaria. Demam seperti ini adalah hal yang
wajar.
MAHARANI

Mas Har mau obat yang tadi?

MAS HAR

Saya sudah minum obat.

MAHARANI

Bagaimana kalau kompres dengan air hangat?

MAS HAR

Tidak usah.

Maharani keluar dari ruangan. Ia kembali dengan membawa lap dan


baskom kecil berisikan air hangat. Maharani menghampiri Mas Har yang
sedang berbaring kemudian ia duduk di sebuah kursi kecil yang
memiliki sandaran tangan di kiri dan kanannya. Kursi itu terletak di
pinggir tempat tidur. Maharani membasahi lap dengan air hangat yang
ada di baskom. Lap tersebut ia tempelkan pada dahi Mas Har.

MAHARANI

Aku hanya membalas budi.

MAS HAR

(tersenyum) Saya jadi teringat masa ketika ibu merawat saya ketika
sakit.

MAHARANI

Ibu Mas Har sekarang tinggal dimana?

MAS HAR

Ibu saya sudah meninggal. Itulah alasan mengapa saya selalu


berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Rasanya terlalu
menyakitkan jika tetap tinggal di rumah ibu.
MAHARANI

Ma-maaf. Aku bukan bermaksud untuk…

MAS HAR

Bukannya setiap yang bernyawa pasti akan mati? Sudahlah, tidak perlu
merasa bersalah. Justru saya ingin berterima kasih kepada kau. Kau
berhasil menghidupkan kembali kenangan manisku bersama ibu.

MAHARANI

Kenangan manis?

MAS HAR

Yang kau lakukan padaku sekarang ini mengingatkan saya pada ibu.
Rasanya sudah lama sekali ada seseorang yang merawatku ketika sakit
seperti ini.

MAHARANI

(muka memerah)

MAS HAR

Sudah tidak perlu merasa malu. Saya memang tahu bahwa kau adalah
gadis yang baik.

SC.23 EXT. TERAS RUMAH IBU (PAGI)


CAST: MAHARANI
Terdengar suara angin yang berhembus. Daun-daun yang berjatuhan di
tanah mulai berterbangan.

Maharani mengenakan seragam putih abu-abu. Ia menggendong tas ransel


dan mendekapnya di dada. Ia berjalan keluar dari rumah.
SC.24 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (SORE)
CAST: MAHARANI
Maharani menggendong tas ransel dan mendekapnya di dada. Ia berjalan
masuk ke dalam rumah.

SC.25 INT. KAMAR MAS HAR (SORE)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Maharani membuka pintu kamar. Ia berjalan mendekati meja persegi
panjang dan meletakkan tas ranselnya di atas meja. Kemudian ia
mengambil sebuah botol obat yang ada di atas meja itu. Ia
menghampiri tempat tidur dimana Mas Har sedang berbaring.

MAS HAR

Kau sudah pulang?

Maharani tidak menjawab pertanyaan Mas Har. Ia menuangkan cairan


obat dari botol ke sebuah sendok alumunium. Mas Har membuka
mulutnya. Maharani memasukan sendok berisi obat itu ke dalam mulut
Mas Har. Mas Har meminum obat itu. Maharani menarik kembali sendok
dari mulut Mas Har dan meletakkanya kembali di atas meja.

MAS HAR

Caramu membawa tas sangat aneh.

MAHARANI

Aneh?

MAS HAR

Iya, tas ransel biasanya digendong di punggung. Bukan didekapkan ke


dada.

MAHARANI
Dari kecil aku selalu membawa tas dengan cara begitu.

MAS HAR

Tidak ada alasan lain?

MAHARANI

Mungkin karena ketika aku masih kecil, aku melihat ayahku selalu
mendekapkan tasnya ke dada. Jadi aku pikir begitulah cara membawa
tas yang benar.

MAS HAR

Padahal itu adalah cara yang aneh. Kecuali jika ada benda berharga
di dalam tas itu, orang-orang pasti akan mendekapkan tasnya ke dada.

MAHARANI

Mungkin memang ada benda barharga di tas itu.

MAS HAR

Contohnya?

MAHARANI

Buku?

MAS HAR

(tertawa)

MAHARANI

Apa ada yang lucu?

MAS HAR
Tidak.

MAHARANI

Lalu apa yang kamu tertawakan?

MAS HAR

Saya tidak tertawa. Saya hanya senang karena kondisi saya sudah
membaik dari sebelumnya.

MAHARANI

Mas Har sudah merasa baikan? Tapi mukamu masih pucat.

MAS HAR

Tidak, tidak. Saya sudah merasa lebih baik. Saking baiknya, saya
ingin melukismu.

MAHARANI

Melukis? Aku?

MAS HAR

(bangun dari tempat tidur) Iya. Kau duduk saja di kursi itu. Biarkan
lukisan ini jadi ucapan terima kasih.

Mas Har mendekati meja persegi panjang. Ia meletakkan kanvas putih


di easel. Kemudian ia menuangkan cat minyak ke palet. Maharani hanya
duduk terdiam di kursi. Mas Har mulai melukis Maharani dengan kuas
yang telah dibalut oleh cat minyak.

SC.26 INT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (MALAM)


Angin yang berhembus kencang. Sebuah mobil taksi datang dan berhenti
tepat di depan rumah ibu.
SC.27 INT. KAMAR MAS HAR (MALAM)
CAST: MAHARANI, MAS HAR
Maharani mengenakan sweater rajut berwarna merah muda dan celana
panjang berwarna putih. Mas Har mengenakan kaos hitam polos yang
lusuh dan celana boxer. Pintu kamar dibiarkan terbuka. Maharani dan
Mas Har sedang tertawa bersama. Tiba-tiba terdengar suara bel rumah
berbunyi. Maharani berjalan keluar dari kamar.

SC.28 INT. RUANG TAMU RUMAH IBU (MALAM)


CAST: MAHARANI, IBU
Maharani berjalan mendekati pintu. Ia membuka pintu. Ibu mengenakan
blus batik dengan lengan panjang dan celana hitam. Ia juga membawa
sebuah tas koper berukuran sedang.

MAHARANI

Ibu udah pulang? Gimana kondisi nenek?

IBU

Alzheimernya sudah membaik.

MAHARANI

Syukurlah kalau begitu. Lebih baik ibu istirahat dulu. Pasti ibu
capek, kan? Mau aku buatkan teh hangat?

IBU

Gak perlu, nak. Ibu mau langsung tidur saja.

SC.29 INT. KAMAR MAS HAR (MALAM)


CAST: MAS HAR
Mas Har mencorehkan kuas berbalut cat minyak ke kanvas yang
diletakkan pada easel. Mas Har kemudian tersenyum.

SC.30 INT. KAMAR MAHARANI (MALAM)


CAST: MAHARANI
Maharani melentangkan tubuhnya di atas kasur. Pandangannya menghadap
menghadap ke langit. Maharani tersenyum. Kemudian ia memejamkan
matanya dan berbaring menghadap ke kiri.

SC.31 INT. RUANG MAKAN (PAGI)


CAST: MAHARANI, IBU
Maharani mengenakan seragam putih abu-abu. Ibu mengenakan daster
dengan motif batik.
Maharani duduk di kursi. Maharani melirikkan pandangan ke pintu
kamar Mas Har. Ibu meletakkan piring berisi dua telur mata sapi ke
atas meja.

MAHARANI
Ibu, Mas Har gak akan sarapan bersama kita?

IBU
Mas Har tadi pagi sudah pergi.

MAHARANI
(kaget) Pergi ke mana?

IBU
Mungkin pergi melukis. Ayo cepat makan, nak.

Ibu duduk menghadap ke arah Maharani. Maharani mengambil nasi dari


bakul kemudian meletakkanya di atas piring. Maharani terlihat tidak
berselera untuk makan.

SC.32 INT. RUANG TAMU (SIANG)


CAST: MAHARANI, IBU
Maharani menggendong tas ransel dan mendekapnya di dada. Ibunya
sedang duduk sambil menonton televisi. Maharani menghampiri ibunya
kemudian ia mencium tangannya.

MAHARANI
Mas Har udah pulang, bu?

IBU

Belum, nak. Sepertinya dia gak akan pulang hari ini.

Maharani tampak kecewa. Ia kemudian berjalan menjauh dari ibunya.

SC.33 INT. KAMAR MAHARANI (MALAM)


CAST: MAHARANI
Maharani meletakkan tas ranselnya di atas meja. Ia membaringkan
tubuhnya ke atas tempat tidur. Maharani menatap ke langit-langit
kamar.

SC.34 EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH IBU (SIANG)


CAST: MAS HAR
Suasana halaman depan rumah yang sepi. Terdengar suara angin yang
berhembus kencang. Daun-daun yang jatuh dari pohon berterbangan. Mas
Har mengenakan kaos putih polos yang lusuh dan celana jeans yang
sobek pada bagian lutut. Ia membawa tas selempang. Mas Har berjalan
memasuki rumah.

SC.35 INT. RUANG TAMU RUMAH IBU (SIANG)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Maharani mengenakan blus sifon cokelat dan celana pendek berwarna
hitam. Maharani dan Mas Har saling menatap satu sama lain. Mas Har
tersenyum pada Maharani. Maharani mengabaikan senyum Mas Har.
Maharani akan berjalan pergi namun langkahnya terhenti ketika Mas
Har memegang erat tangan Maharani.

MAS HAR
Ada apa? Kau marah?

Maharani tidak menjawab pertanyaan Mas Har. Maharani melepaskan


genggaman tangan Mas Har dan berjalan keluar dari rumah. Mas Har
hanya terdiam.

SC.36 EXT. TERAS RUMAH IBU (SIANG)


CAST: MAHARANI
Maharani duduk di kursi berbahan kayu yang ada di sebelah kanan
pintu rumah. Maharani menutup wajahnya dengan kedua telapak
tangannya. Kemudian Maharani bangkit dari kursi. Ia masuk ke dalam
rumah.

SC.37 INT. DEPAN PINTU KAMAR MAHARANI (SIANG)


CAST: MAHARANI
Maharani menggenggam gagang pintu kamarnya. Pintunya susah terbuka.
Ia melihat secarik kertas di bawah pintu. Di kertas itu tertulis
‘Jika kau ingin kunci kamarmu kembali, masuklah ke kamarku. Kita
harus bicara.’

SC.38 INT. KAMAR MAS HAR (SIANG)


CAST: MAHARANI, MAS HAR
Maharani berjalan menuju Mas Har. Mas Har sedang duduk di tempat
tidurnya.

MAS HAR

Maharani, kenapa kau marah?

MAHARANI

Aku gak marah.

MAS HAR

Saya tahu bahwa kau sedang marah. Apakah kau marah karena aku pergi
ke luar kota untuk membuat skets gambar?

MAHARANI

Aku tahu Mas Har adalah seorang pelukis. Tapi setidaknya Mas Har
harus pamit sebelum pergi. Apalagi Mas Har pergi tanpa kabar selama
seminggu. Jangan buat aku khawatir, mas.

MAS HAR
Maharani… (menyentuh pipi Maharani dengan kedua tangan)

MAHARANI

(wajah memerah)

MAS HAR

Sepertinya kita saling jatuh cinta.

Wajah Maharani memerah. Mas Har dan Maharani memejamkan matanya,


kemudian Mas Har mencium bibir Maharani untuk beberapa detik. Mas
Har melepaskan bibirnya dari bibir Maharani. Maharani dan Mas Har
saling menatap satu sama lain.

SC.39 EXT. TERAS RUMAH GALIH (PAGI)


CAST: GALIH
Galih duduk di kursi. Ia menatap surat dari Maharani dengan wajah
yang sendu. Kemudian ia melihat akhir dari surat itu.
“Lima hari kemudian, Mas Har meninggal dunia.
Aku tidak ingin menjadi egois. Tapi untuk apa mencari cinta yang
baru jika aku sudah pernah merasakan cinta yang sesungguhnya?”

Anda mungkin juga menyukai