Anda di halaman 1dari 11

DIFERENSIAL LEUKOSIT

Oleh:
Nama : Farhan Ibnu Zamil
NIM : B1A017059
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Klausa Media Rani

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah merupakan suatu jaringan yang terdiri atas eritrosit (sel darah merah),
leukosit (sel darah putih), dan trombosit yang terendam dalam plasma darah cair.
Darah beredar dalam system vascular, mengangkut oksigen dari paru dan nutrien
dari saluran cerna ke jaringan lain ke seluruh tubuh. Eritrosit adalah korpuskel-
korpuskel kecil kecil yang memberi warna merah pada darah. Trombosit adalah
badan kecil tanpa nukleus dan tidak berwarna yang ditemukan dalam darah semua
mamalia. Badan kecil ini berfungsi untuk pembekuan darah pada tempat cedera
pembuluh darah dan berfungsi mencegah kehilangan darah yang berlebihan.
Leukosit merupakan jenis sel darah putih yang memiliki nucleus dan tidak
berwarna dalam keadaan segar (Bloom & Fawcett, 1994).
Sistem imun melindungi tubuh dari segala serangan pathogen seperti virus,
bakteri, dan cacing parasit. Sistem imun ini merupakan tugas dari leukosit. Tipe
leukosit yang bervariasi mulai dari myeloid dan limfoid secara keseluruhan dapat
mengenali dan sekaligus mengatasi patogen maupun substansi molekuler yang
dapat membahayakan tubuh. Leukosit dapat selalu memberikan proteksi imunitas
dan menjaga tubuh dari segala ancaman dengan bekerja secara bersama-sama
dalam aktivitas imunitasnya (Swirski & Nahrendorf, 2013).
Sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu komponen dalam darah
yang berfungsi sebagai pembasmi bibit penyakit yang masuk ke dalam jaringan
RES (sistem retikuloendotel) melalui darah dan juga sebagai pengangkut zat lemak
dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Leukosit dibentuk di
dalam sumsum tulang dan disimpan dalam sumsum sampai diperlukan di sistem
sirkulasi. Leukosit dapat dikelompokan menjadi dua macam berdasarkan jenis
granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma yang terdiri dari
neutrofil, eosinofil, dan basofil sedangkan agranulosit merupakan leukosit tanpa
granula sitoplasma yang terdiri dari limfosit dan monosit (Suryani et al., 2014).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis leukosit


beserta bentuknya.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop cahaya,


gelas objek, gelas penutup, kertas tisu, beaker glass, spuit 1ml, dan lancet steril.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah darah manusia,
metanol absolut, alkohol 70%, pewarna Giemza 7%, minyak imersi dan air
mengalir.

B. Cara Kerja

1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan dengan baik.


2. Gelas objek dibersihkan dengan alcohol 70%.
3. Sampel darah diambil menggunakan lancet.
4. Darah diteteskan ke gelas objek di bagian ujungnya, kemudian gelas objek lain
diambil dan disentuhkan ke tetesan darah yang ada di gelas objek pertama
membentuk sudut 450 kemudian diapuskan kea rah depan secara merata.
5. Peparat darah kemudian difiksasi oleh methanol absolut selama 5 menit.
6. Preparat darah dikeringanginkan.
7. Preparat darah direndam dalam pewarna Giemza 7% selama 20 menit.
8. Preparat darah dicuci dengan air mengalir.
9. Preparat diamati di bawah mikroskop.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Diferensial Leukosit


Diferensial Leukosit
Kelompok
Neutrofil Eosinofil Basofil Monosit Lomfosit

1 √ √ √ √ √

2 - √ - - √

3 √ - - √ √

4 √ √ - √ √

5 - - - - -

Gambar 3.1 Leukosit Tipe Gambar 3.2 Leukosit Tipe


Granulosit Bentuk Neutrofil Granulosit Bentuk Eosinofil
Perbesaran 400 X Perbesaran 400 X
Gambar 3.3 Leukosit Tipe Gambar 3.4 Leukosit Tipe
Agranulosit Bentuk Limfosit Granulosit Bentuk Basofil
Perbesaran 400 X Perbesaran 400 X

Gambar 3.5 Leukosit Tipe


Agranulosit Bentuk Monosit
Perbesaran 400 X
B. Pembahasan

Hasil pengamatan menunjukan bahwa sel darah putih atau leukosit darah
manusia mempunyai lima tipe yaitu eosinofil, basofil, neutrophil, monosit dan
limfosit. Hasil ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa terdapat lima
tipe sel leukosit yaitu eosinofil, basofil, neutrophil, monosit dan limfosit. (Gosh et
al., 2015). Menurut Effendi (2003), leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu
agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak
homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular
mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah
cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak
variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang
terdiri dari sel-sel kecil dengan inti yang hampir memenuhi semua sel dan monosit
yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak.
Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrophil yang memiliki 3-5 lobus,
basophil yang memiliki inti seperti huruf S, dan asidofil (eosinofil) memiliki 2
lobus.
Pengamatan diferensial leukosit dapat dilakukan dengan membuat apusan
darah. Proses pembuatan apusan darah diawali dengan pengambilan sampel darah
yang akan diamati. Darah yang telah diambil kemudian diletakan dan diratakan di
gelas objek hingga membentuk lapisan darah yang tipis pada gelas objek dan
dibiarkan hingga mongering. Setelah itu, preparat ditetesi pewarna secukupnya,
pearna yang dapat digunakan pada pengamatan diferensial leukosit misalnya adalah
Giemza 7% . Setelah pewarnaan, preparat di cuci dengan air mengalir untuk
membersihkan sisa pewarnaan yang berlebihan dan kemudian preparat ditutup
dengan gelas preparat penutup. Langkah terakhir adalah preparat yang sudah
disiapkan diamati di bawah mikroskop (Tjokronegoro & Utama, 1996).
Pembentukan sel darah putih terjadi di sumsum tulang belakang
(Rahmawati, 2016). Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit.
Leukosit mempunyai dua jenis pembentukan, sehingga pembentukannya juga
sesuai dengan seri leukositnya. Pembentukan sel pada seri granulosit
(granulopoiesis) dimulai dengan fase mieloblast, sedangkan pada seri agranulosit
ada dua jenis sel yaitu monosit dan limfosit. Pembentukan limfosit (limfopoiesis)
diawali oleh fase limphoblast, sedangkan pada monosit (monopoiesis) diawali oleh
fase monoblast. Granulopoiesis adalah evolusi paling dini menjadi myeloblas dan
akhirnya menjadi sel yang paling matang, yang disebut basofil, eosinofil dan
neutrofil. Proses ini memerlukan waktu 7 sampai 11 hari. Mieloblas, promielosit,
dan mielosit semuanya mampu membelah diri dan membentuk kompartemen
proliferasi atau mitotik. Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi pembelahan, dan sel
mengalami pematangan melalui beberapa fase yaitu: metamielosit, neutrofil batang
dan neutrofil segmen. Limfopoiesis adalah pertumbuhan dan pematangan limfosit.
Hampir 20% dari sumsum tulang normal terdiri dari limfosit yang sedang
berkembang. Setelah pematangan, limfosit masuk ke dalam pembuluh darah,
beredar dengan interval waktu yang berbeda bergantung pada sifat sel, dan
kemudian berkumpul di kelenjar limfatik (Sacher, 2004). Monopoiesis berawal dari
sel induk pluripoten menghasilkan berbagai sel induk dengan potensi lebih terbatas,
diantaranya adalah unit pembentuk koloni granulosit yang bipotensial. Turunan sel
ini menjadi perkusor granulosit atau menjadi monoblas. Pembelahan monoblas
menghasilkan promonosit, yang sebagiannya berpoliferasi menghasilkan monosit
yang masuk peredaran dan yang sebagiannya lagi merupakan cadangan sel yang
sangat lambat berkembang. Waktu yang dibutuhkan sel induk sampai menjadi
monosit adalah sekitar 55 jam. Monosit tidak tersedia dalam sumsum dalam jumlah
besar, namun bermigrasi ke dalam sinus setelah dibentuk. Monosit bertahan dalam
pembuluh darah kurang dari 36 jam sebelum akhirnya masuk ke dalam jaringan
(Bloom & Fawcett, 1994).
Leukosit adalah unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh individu.
Leukosit berfungsi sebagai pertahanan tubuh, melawan infeksi secara langsung dan
toksin yang dihasilkan akan dinetralisir oleh antibodi yang berada dalam plasma
darah. Jumlah leukosit di dalam tubuh setiap individu berbeda dan berubah sesuai
dengan kondisi tubuh. Perubahan komposisi leukosit dapat terjadi pada keadaan
stres, umur, status gizi, dan aktivitas fsiologis (Maheshwari et al., 2017). Infeksi
atau kerusakan jaringan mengakibatkan peningkatan jumlah total leukosit. Leukosit
memiliki kemampuan untuk menembus pori-pori membran kapiler dan masuk ke
dalam jaringan yang disebut diapedesis. Leukosit juga memiliki sifat kemotaksis,
yaitu jika ada pelepasan zat kimia oleh jaringan yang rusak menyebabkan leukosit
bergerak mendekati (kemotaksis positif) atau bergerak menjauhi (kemotaksis
negatif) (Sloane, 2004). Leukosit mampu bergerak amuboid yaitu leukosit dapat
bergerak sendiri seperti amuba, beberapa sel mampu bergerak tiga kali panjang
tubuhnya dalam satu menit (D’Hiru, 2013).
Sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu komponen dalam darah
yang berfungsi sebagai pembasmi bibit penyakit yang masuk ke dalam jaringan
RES (sistem retikuloendotel) melalui darah dan juga sebagai pengangkut zat lemak
dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Leukosit dibentuk di
dalam sumsum tulang dan disimpan dalam sumsum sampai diperlukan di sistem
sirkulasi. Leukosit dapat dikelompokan menjadi dua macam berdasarkan jenis
granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma yang terdiri dari
neutrofil, eosinofil, dan basofil sedangkan agranulosit merupakan leukosit tanpa
granula sitoplasma yang terdiri dari limfosit dan monosit (Suryani et al., 2014).
Granula neutrofil memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
leukosit granular lainnya, tersebar, dan berwarna putih pucat. Nukleusnya memiliki
dua hingga lima lobus, masing-masing terhubung oleh helaian tipis yang terbentuk
dari material nukleus. Lobus-lobus dalam nukleus akan semakin bertambah banyak
seiring bertambahnya usia sel (Tortora & Derrickson, 2014). Sel neutrofil
berdiameter 12–15 µm memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat
di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak
granula merah jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Neutrofil berfungsi untuk
membunuh bakteri dengan menelannya secara langsung, proses ini disebut dengan
fagositosis. proses tersebut dapat diketahui dan ditemukan pada saat luka yang
bernanah. Neutrofil dapat bertahan hidup 6 sampai 10 jam. Kemampuan neutrofil
untuk hidup di lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena sel ini dapat
membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik
(Hoffbrand, 1996).
Granula eosinofil memiliki bentuk yang besar serta seragam. Granula-
granula eosinofil biasanya tidak menyelubungi atau menyamarkan nukleus, yang
memiliki paling banyak dua lobus terhubungkan oleh helaian tipis maupun tebal
dari material nucleus (Tortora & Derrickson, 2014). Eosinofil memiliki dua fungsi
istimewa, yaitu pertama mampu menyerang dan menghancurkan larva cacing
(parasit), sedangkan fungsi kedua adalah enzim yang dihasilkan eosinofil mampu
menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil pada proses
hipersensivitas. Fungsi utama eosinofil adalah menetralisiradanya bahan-bahan
toksik, sehingga keberadaannya dalam jumlah besar di tempattempat tertentu
berhubungan dengan adanya reaksi antigen-antibodi serta pada tempat tertentu
tersebut melakukan penetrasi terhadap bahan asing di dalam tubuh (Lokapirnasari
et al., 2014).
Granula basofil berbentuk bulat, dan bervariasi satu sama lain. Granula-
granula basofil dapat menyamarkan nukleus yang memiliki dua lobus (Tortora &
Derrickson, 2014). Basofil merupakan granulosit yang bersifat polimorfonuklear
basofilik yang bentuk dan ukurannya hampir sama dengan heterofil. Granulosit ini
cenderung menjadi sel yang bulat dengan sebuah inti bulat di tengah. Intinya
berwarna biru dan sering ditutupi oleh granul sitoplasmik. Basofil adalah leukosit
yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5-1,5% dari seluruh leukosit yang beredar
dalam aliran darah. Basofil berperan sebagai mediator untuk aktivitas perbarahan
dan aleri, memiliki reseptor immunoglobulin-E (IgE) dan immunoglobulin-G (IgG)
yang menyebabkan degranulasi dan membangkitkan reaksi hipersensitif dengan
sekresi yang bersifat vasioaktif (Lokapirnasari et al., 2014).
Limfosit adalah sel berbentuk sferis, dengan diameter 6-8 µm. Inti relatif
besar dan bulat. Sitoplasma sedikit sekali dan sedikit basofilik. Limfosit adalah sel
darah putih yang berjumlah 40 hingga 50% dari sel darah putih yang jumlah
terbesar kedua. Limfosit terbagi atas sel T, sel B dan sel pembunuh alami. Sel T dan
sel pembunuh alami berperan dalam menyerang sel-sel asing dan membuat racun
sedangkan sel B yakni membuat anti bodi. Limfosit memiliki 1 nukleus dan tidak
motil. Fungsi secara umum limfosit adalah membuat anti bodi dan menjaga
kekebalan tubuh (Hoffbrand, 1996). Monosit biasanya lebih besar daripada leukosit
darah tepi yaitu diameter 16-20 µm dan memiliki inti besar di tengah oval atau
berlekuk dengan kromatin mengelompok. Inti biasanya eksentris dan berbentuk
seperti tapal kuda (Bell & Rodak, 2002). Monosit berperan sebagai prekursor untuk
makrofag dan sel ini akan mencerna serta membaca antigen (Lokapirnasari et al.,
2014).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


leukosit dapat dikelompokan menjadi dua tipe sel yaitu granulosit dan agranulosit
berdasarkan ada tidaknya granula di dalam selnya. Granulosit terdiri atas basofil,
neutrofil, dan eosinofil. Agranulosit terdiri atas monosit dan limfosit. Neutrofil
memiliki lobus nukleus yang banyak di dalam selnya. Eosinofil memiliki lobus
nukleus yang besar dan seragam di dalam selnya. Basofil memiliki lobus nukleus yang
besar dan bervariasi bentuknya hingga dapat menyelubungi nukleusnya. Limfosit
memiliki bentuk yang bulat atau datar. Monosit berbentuk menyerupai ginjal atau tapal
kuda.
DAFTAR REFERENSI

Bell. & Rodak., 2002. Hematology: Clinical Principles and Applications.


Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Bloom. & Fawcett., 1994. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
D’Hiru., 2013. Live Blood Analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Effendi, Z., 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Sumatra Utara : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Gosh, P., Bhattacharjee, D. & Nasipuri, M., 2016. Blood Smear Analyzer for White
Blood Cell Counting: A Hybrid Microscopic Image Analyzing Technique.
Applied Soft Computing, 46, pp. 629-638.
Hoffbrand, A. V., 1996. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Lokapirnasari, W. P. & Yulianto, A. B. 2014. Gambaran Sel Eosinofil, Monosit, dan
Basofil Setelah Pemberian Spirulina Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus Flu
Burung. Jurnal Veteriner, 15(4), pp. 499-505.
Maheshwari, H., Sasmita, A.N., Farajallah, A., Achmadi, P. & Santoso, K., 2017.
Pengaruh Suhu Terhadap Diferensial Leukosit Serta Kadar Malondialdehide
(MDA) Burung Puyuh (Cortunix cortunix Japonica). Bioma, 13(1), pp. 81-89.
Rahmawati, R.N., 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Gracinia
mangostana) Terhadap Jumlah Eritrosit, Leukosit, Hemoglobin (Hb) dan
Gambaran Histologik Jantung Mencit (Mus musculus) Yang Terpapar Asap
Rokok. Jurnal Biologi, 5(8), pp. 69-78.
Sacher, R.A. & Pherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Cetakan 1. Jakarta: EGC.
Sloane, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Suryani, E., Salamah, U., Wiharto. & Wijaya, A.A., 2014. Identifikasi Penyakit Acute
Myeloid Leukemia (AML)Menggunakan ‘ Rule Based System’ Berdasarkan
Morfologi Sel Darah Putih Studi Kasus : AML2 dan AML4. Seminar Nasional
Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan, 4(1), pp. 193-199.
Swirski, F. K. & Nahrendorf, M., 2013. Leukocyte Behavior in Atherosclerosis,
Myocardial Infraction, and Heart Failure. Science, 161(339), pp. 161-166.
Tjokronegoro, A. & Hendra, U., 1996. Pemeriksaan Hematologi Sederhana. Jakarta :
FKUI.
Tortora, G. J. & Derrickson, B., 2014. Principles of Anatomy & Physiology. Fourteenth
Edition. New York: John Wiley & Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai