Anda di halaman 1dari 23

PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

FERTILITAS
Dr. Desy Safitri, M.Si

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2015

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah………………………………………………………. 4
C. Tujuan Penyusunan Makalah…………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Fertilitas……………………………………………………… 5
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas…………………………. 6
C. Pengukuran Fertilitas…………………………………………………. 7
D. Dampak yang ditimbulkan dari Fertilitas…………………………….. 11
E. Upaya menanggulangi fertilitas………………………………………. 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………… 15
B. Saran………………………………………………………………….. 15
C. Lampiran……………………………………………………………… 16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Fertilitas”.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kependudukan Lingkungan Hidup dan untuk mengetahui permasalahan fertilitas
yang terjadi di Indonesia sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah
pengetahuan. Selain itu, kami menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran sekiranya membangun dari para pembaca
agar kekurangan dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat
memenuhi kebutuhan pembaca dan menambah wawasan mengenai fertilitas yang terjadi di
Indonesia.

Jakarta, 16 Mei 2016

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar, akan melonjak menjadi
sembilan miliar pada tahun 2045. Lebih dari tiga perempat penduduk dunia bertempat
tinggal di negara berkembang, salah satunya adalah negara Indonesia. Ada tiga elemen
utama tantangan kependudukan Indoenesia dewasa ini. Pertama, kuantitas, merupakan
negara keempat terpadat di dunia dengan pertumbuhan penduduk tinggi. Kedua, kualitas
sumber daya manusia relative rendah, tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang menempatkan Indonesia di urutan ke 124. Ketiga, persebaran dan mobilitas yang
timpang.
Salah satu komponen yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah kelahiran
(fertilitas) yang bersifat menambah jumlah penduduk. Fertilitas adalah kemampuan
menghasilkan keturunan yang dikaitkan dengan kesuburan wanita (fekunditas). Untuk itu
menurut Sugiri Indonesia harus memiliki Grand Design Pembangunan Kependudukan
(GDPK), yang meliputi fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk. Kondisi yang
diinginkan adalah penduduk tumbuh seimbang sebagai prasyarat tercapainya penduduk
tanpa pertumbuhan, dimana tingkat fertilitas , mortalitas semakin menurun, dan persebaran
lebih merata. Dalam hal fertilitas adalah tercapainya kondisi penduduk tumbuh seimbang
pada tahun 2015 dan terus berlanjut hingga tahun 2035. Untuk mencapai Kondisi Penduduk
Tumbuh Seimbang (PTS), diharapkan angka kelahiran total (TFR) 2,1 per wanita atau net
reproduction (NRR) sebesar 1 per wanita pada tahun 2015. Kesejahteraan keluarga dan
masyarakat akan lebih mudah dicapai apabila anak pada keluarga inti jumlahnya ideal, yaitu
“dua anak lebih baik”, dengan cara mengatur jarak kelahiran dan jumlah anak.1
Tingkat fertilitas di suatu negara dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti umur,
jenis kelamin, status perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi atau karakteristik lainnya.
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas adalah variabel antara
yaitu variabel yang secara langsung mempengaruhi dan variabel tak langsung, seperti faktor
soaial, ekonomi dan budaya. Menurut Easterlin tingkat fertilitas sebagiannya ditentukan
1
P.Todaro M, C.Smith S. Pembangunan Ekonomi. Edisi 9 . Jakarta: Erlangga; 2012. ISBN 139780321311955

4
oleh karakteristik latar belakang seperti persepsi nilai anak, agama, kondisi pemukiman,
pendidikan, status kerja, umur kawin pertama, pendapatan, kematian bayi/anak. Setiap
keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang didasarkan atas karakteristik di
atas.2

B. Rumusan Masalah
Berdasasrkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari Fertilitas ?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi Fertilitas ?
3. Bagaimana cara pengukuran Fertilitas ?
4. Apa dampak dari Fertilitas ?
5. Bagaimana upaya penanggulangan fertilitas yang semakin tinggi ?

C. Tujuan Penyusunan Makalah


Tujuan penyusunan makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari fertilitas
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
3. Untuk mengetahui pengukuran fertilitas
4. Untuk mengetahui dampak dari fertilitas
5. Untuk mengetahui upaya penanggulangan fertilitas

2
Ushie MA, Ogaboh AAm, E.O O, F A. Socio-cultureal and Economic Determinant of Fertility Differentiala in
Rural and Urban Cross Rivers State, Nigeria. Journal of Geography and Regional Planning 2011;4(7):383-91.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Fertilitas

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya
bayi yang lahir hidup. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk.
Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari
rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya berteriak, bernafas,
jantung berdenyut, dan sebagainya. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan disebut dengan lahir mati (still birth) yang di dalam peristiwa demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Disamping istilah fertilitas juda ada istilah
fekunditas (fecundity), yaitu kemampuan fisiologis untuk melahirkan yang dinyatakan
dalam jumlah kelahiran yang secara fisiologis (teoritis) mungkin terjadi.3
Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu melahirkan anak-
anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan
alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit
untuk diukur. Ahli demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live
birth).
Richard (1983) dalam United Nation (2001) mengatakan bahwa tingkat fertilitas
merupakan bagian dari sistem yang sangat kompleks dalam bidang sosial, biologi, dan
interaksinya dengan faktor lingkungan. Dalam penentuan tinggi rendahnya tingkat fertilitas
seseorang, keputusan diambil oleh isteri atau suami-isteri atau secara luas oleh keluarga.
Penentuan keputusan ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang dan lingkungan, misalnya
pendidikan, pendapatan, pekerjaan, norma keluarga besar, umur perkawinan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan fertilitas antar masyarakat maupun antar waktu dari
suatu masyarakat baru dapat diketahui atau dipahami apabila telah memahami beragam
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan fertilitas.

3
Ida Bagus Mantra.2003.Demografi Umum.hal.145

6
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas
Menurut Ida Bagus Mantra (1985), terdapat sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi fertilitas yang dibedakan atas faktor-faktor demografi dan faktor-faktor non
demografi. Factor-faktor demografi antara lain: struktur atau komposisi umur, status
perkawinan, umur kawin pertama, keperidian atau fekunditas, dan proporsi penduduk yang
kawin. Factor-faktor non demografi antaranya keadaan ekonomi penduduk, tingkat
pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan industrialisasi. Factor-faktor tersebut
dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap fertilitas.4

Kingsley Davis dan Judith Blake (1956 dalam Ida Bagus Mantra,1985) memperinci
pengaruh factor social melalui 11 “variable antara” yang dikelompokkan sebagai berikut:

a. Variable-variabel yang mempengaruhi hubungan kelamin


1. Umur memulai hubungan kelamin (kawin)
2. Selibat permanen, yaitu proporsi wanita yang tidak pernah adakan hubungan
kelamin
3. Lamanya masa reproduksi yang hilang karena perceraian, perpisahan atau
ditinggal pergi oleh suami dan suami meninggal.
4. Abstinensi sukarela
5. Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara yang tidak dapat
dihindari)
6. Frekuensi hubungan seks.
b. Variable-variabel yang mempengaruhi kemungkinan konsepsi
1. Keperidian dan kemandulan (fekunditas dan infekunditas).
2. Menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
3. Kesuburan atau kemandulan yang disengaja (sterilitas)
c. Variable-variabel yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran dengan selamat
1. Kematian janin oleh factor-faktor yang tidak di sengaja
2. Kematian janin oleh factor-faktor yang disengaja

4
Baguoes Mantra,Ida.2010.Demografi Umum.Pustaka Pelajar,Jakarta

7
C. Faktor Pendorong dan Penghambat
a. Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain :
a. Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan
malu
b.Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.
c.Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
d.Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
e. Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada
anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.

b. Faktor-faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi


besar, Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain :
a. Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah anak
b. Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan
bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
c. Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
d. Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak
diberikan hanya anak ke-2
e. Penundaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.

D. Pengukuran Fertilitas
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas,
karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Disamping itu seorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti
mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang
perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari
perempuan tersebut menurun.
Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas tersebut, maka
memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua macam pendekatan :

8
pertama, Pengukuran Fertilitas Tahunan (Yearly Performance) dan kedua, Pengukuran
Fertilitas Kumulatif (Reproductive History).5

1. Yearly Performance (current fertility)


Mencerminkan fertilitas dari suatu kelompok penduduk/berbagai kelompok penduduk
untuk jangka waktu satu tahun. Yearly Performance terdiri dari :
a. Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)
Angka Kelahiran Kasar dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu
tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis
sebagai berikut :
𝐵
𝐶𝐵𝑅 = 𝑥𝑘
𝑃𝑚
Dimana :
CBR : Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar
Pm : Penduduk pertengahan tahun
k : Bilangan konstan yang biasanya 1.000
B : Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya
memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari perhitungan CBR ini adalah tidak
memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang
berumur 50 tahun keatas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.

b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)


Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita yang berumur
15-49 tahun atau 15-44 tahun. Dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :
𝐵
𝐺𝐹𝑅 = 𝑥𝑘
𝑃𝑓 (15 − 49)

Dimana :
GFR : Tingkat Fertilitas Umum

5
Rodolfo AB, Lee RD, Hollerbach PE, Boangaarts J. Determinants of Fertility in Development Countries.
Washington,D.C: National Academy Press; 1983.

9
B : Jumlah kelahiran
Pf (15-49) : Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan
Tahun
Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat daripada
CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk
yang exposed to risk. Kelemahan dari perhitungan GFR ini adalah tidak membedakan risiko
melahirkan dari berbagai kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap
mempunyai risiko melahirkan yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun.

c. Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility Rate (ASFR)
Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok penduduk
tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut: jenis kelamin,
umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok penduduk yang lain. Diantara kelompok
perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu
dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur Age Specific Fertility
Rate (ASFR). Sehingga, ASFR dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu
wanita pada kelompok umur tertentu, dengan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑖
𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖 = 𝑥𝑘
𝑃𝑓𝑖

Dimana:
ASFR : Age Specific Fertility Rate
Bi : Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur
Pfi : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun
k : Angka konstanta 1.000
Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat dari GFR
Karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke dalam berbagai kelompok umur.
Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis perbedaan fertilitas (current fertility)
menurut berbagai karakteristik wanita. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi
fertilitas menurut kohor. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan
reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

10
Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data yang terinci yaitu
banyaknya kelahiran untuk kelompok umur. Sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap
negara/daerah, terutama di negara yang sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar
sekali mendapat ukuran ASFR. Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran
fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.

2. Reproductive History (cummulative fertility)

a. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)

Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan
perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan
catatan:
1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksinya

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.

Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan


hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat Fertilitas Total dikerjakan
dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut
berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama
dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari Tingkat
Fertilitas Total atau TFR adalah sebagai berikut :
𝑇𝐹𝑅 = 5 ∑7𝑖=1 𝐴𝑆𝐹𝑅 ( i = 1,2….)
Dimana:
ASFR = Angka kelahiran menurut kelompok umur.
i = Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.
Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran untuk seluruh
wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur
(Hatmadji, 2004 :63).

b. Gross Reproduction Rate (GRR) atau Angka Reproduksi Bruto

11
Angka Reproduksi Bruto adalah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000
perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang
meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya, seperti TFR, perhitungan GRR adalah
sebagai berikut:

𝐺𝑅𝑅 = 5 ∑ 𝐴𝑆𝐹𝑅
𝑖

Dimana :
ASFRfi adalah tingkat fertilitas menurut umur ke-I dari kelompok berjenjang 5
tahunan
c. Net Reproduction Rate (NRR) atau Angka Reproduksi Bersih
Angka Reproduksi Bersih adalah kelahiran jumlah bayi perempuan oleh sebuah kohor
hipotesis dari 1000 perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan
perempuan-perempuan itu sebelum mengakhiri masa reproduksinya. Dalam prakteknya,
perhitungan NRR adalah sebagai berikut:

𝑁𝑅𝑅 = ∑ 𝐴𝑆𝐹𝑅 𝑥 𝑛𝑖 − 𝑥/𝑙𝑜

E. Dampak Negatif dan Positif dari Fertilitas


Dampak Negatif yang ditimbulkan dari fertilitas :
1. Persaingan Lapangan Pekerjaan
Persaingan lapangan kerja ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk di Negara kita
yang sangat tinggi dan rupanya pertumbuhan penduduk ini tidak sebanding dengan
jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah selama ini sehingga
yang terjadi adalah bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia.

12
2. Persaingan untuk Mendapatkan Pemukiman
Persaingan untuk mendapatkan permukiman yang layak ini biasanya terjadi didaerah
perkotaan yang padat, dan permasalahan seperti ini biasa terjadi karena perumahan
yang tidak memadai dan kondisi rumah yang sudah tak layak huni. Namun tidak
semua masyarakat bersaing untuk mendapatkan permukiman yang layak, nyatanya
banyak juga masyarakat yang memilih tetap tinggal yang sudah bertahun-tahun
menjadi tempat tinggalnya dengan alasan sudah terbiasa dan warisan dari nenek
moyang sehingga mereka enggan untuk meninggalkannya.
3. Meningkatnya Jumlah Kemiskinan
Dampak dari kepadatan penduduk selanjutnya adalah meningkatnya jumlah
kemiskinan. Meningkatnya jumlah kemiskinan ini di sebabkan oleh kurang
berkembangnya kreatifitas dari masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan
sendiri hal tersebut bukan tanpa alasan karena untuk membuka lapangan pekerjaan
sendiri membutuhkan keterampilan dan keahilian khusus yang mana untuk
mendapatkan itu semua masyarakat membutuhkan sarana pendidikan, sedangkan di
negeri kita ini sarana perndidikan masiih belum dapat dirasakan semua rakyatnya
karena factor kemiskinan.
4. Rendahnya Kesempatan Pendidikan
Di Negara kita ini memiliki tingkat kelahiran yang tinggi namun tidak didampingi
dengan tingkat kematian, dengan demikian tentu semakkin banyak fasilitas dan
jumlah tenaga kerja guru yang diperlukan, namun sebagai hasilnya tidak setiap anak
memiliki kesempatan untuk bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak dan
memadai.

Dampak Positif yang ditimbulkan dari fertilitas :


1. Berlimpahnya Sumber Daya Manusia
Kita bisa memanfaatkannya sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari Negara kita
sendiri, tanpa membutuhkan tenaga dari luar negeri untuk memakmurkan bangsa ini
sendiri dan bisa mengirim tenaga kerja dari Indonesia ke luar negeri, karena
berlimpahnya ketersediaannya Sumber Daya Manusia dari Indonesia itu sendiri.
2. Dapat Meningkatkan Produksi

13
Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, berarti banyak pula tenaga
pekerja pekerja di indonesia yang memproduksi suatu kebutuhan hidup untuk
masyarakat Indonesia itu sendiri, tanpa harus membutuhkan produksi dari luar negeri
yang tidak kalah saing hasil produktivitasnya.
3. Meningkatnya Solidaritas antar Bangsa
Bertambahnya penduduk, berarti makin banyak juga aneka ragam suku bangsa di
tanah air ini, kita bisa meningkatkan solidaritas antar sesama bangsa setanah air untuk
mempersatukan jiwa tanah air, dengan bersosialisasi antar sesame, sehingga dapat
mencapai tujuan bangsa bersama-sama dengan jiwa solidaritas yang tinggi.
4. Berkesempatan Berwirausaha menjadi lebih besar
Banyaknya jumlah penduduk bisa dimanfaatkan untuk berwirausaha, dalam kata lain
dapat membuka lapangan kerja baru bagi sebagian besar penduduk di Indonesia,
sehingga dapat memproduksi suatu barang atau teknologi yang berguna untuk bangsa
itu sendiri, dan memajukan bangsa Indonesia yang saat ini masih dikategorikan
sebagai Negara berkembang.6

F. Upaya menanggulangi Fertilitas


Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk antara
lain:
Bidang Kependudukan :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak
dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah
angka kelahiran dan melaksanakan program transmigrasi,
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang
tinggi.
3. Meratakan pertumbuhan penduduk
4. Pembangunan lebih intensif di Kawasan Indonesia Timur

6
http://satriaa14.blogspot.com/2013/11/soft-skill-ilmu-sosial-dasar-dampak.html diakses pada tgl 15 Mei 2016
pukul 21.20 WIB

14
Bidang Pendidikan :
1. Melaksanakan program wajib belajar 9 Tahun,
2. Penambahan fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan merata di semua daerah
Indonesia,
3. Penciptaan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja,
4. Peningkatan kualitas tenaga pengajar (guru dan dosen) di lembaga pendidikan milik
pemerintah,
5. Penyediaan program pelatihan bagi para pengajar dan pencari kerja,
6. Memperoleh riset dan penemuan baru dalam bidang IPTEK di lembaga-lemabaga
pemerintah,
7. Mendirikan sekolah non-formal.

Bidang Ekonomi :
1. Mengadakan pelatihan tenaga kerja industri,
2. Mengembangkan kegiatan industri padat karya,
3. Usaha industri kecil dan koperasi,
4. Penciptaan perangkat hukum yang menjamin tumbuh dan berkembangnya
usaha/investasi, baik PMDN ataupun PMA,
5. Optimalisasi peranan BUMN dalam kegiatan perekonomian, sehingga dapat lebih
banyak menyerap tenaga kerja,
6. Penyederhanaan birokrasi dalam perizinan usaha. Pembangunan/menyediakan
fasilitas umum (jalan,telepon) sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi.

Bidang Kesehatan :
1. Menambah fasilitas kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),
2. Mengadakan program penyuluhan kesehatan,
3. Pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin,
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga medis.7

7
dzakibelajar.blogspot.com/2013/permasalahan-kependudukan-dan-upaya-penanggulangan diakses pada tgl 15
Mei 2016 pukul 21.48 WIB

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengukuran fertilitas dapat dilaksanakan melalui dua macam yaitu pengukuran
fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif, dan tinggi rendahnya fertilitas
penduduk dapat dipengaruhi oleh factor demografi dan factor nondemografi, variabel-
variabel dari kedua factor tersebut dapat mempengaruhi secara langsung dan secara tidak
langsung terhadap fertilitas, serta berdasarkan teori penduduk menurut aliran Malthusian,
jika jumlah kelahiran tidak dibatasi akan menyebabkan terjadinya kemelaratan dan
kemiskinan manusia.

B. Saran
Diharapkan bagi pihak dinas kesehatan perlu mengembangkan program layanan
kepada masyarakat untuk membantu pengaturan fertilitas dalam keluarga, seperti
meningkatkan akses layanan, menyediakan petugas di lapangan yang mudah dihubungi
masyarakat. Bagi petugas kesehatan agar lebih meningkatkan layanan konseling sosialisasi
tentang hak reproduksi, gender ,serta meningkatkan pemahaman dan komunikasi pasangan
suami istri tentang pengaturan fertilitas.

16
C. Lampiran
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan salah satu survei yang
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kondisi sosial ekonomi nasional. Susenas
dirancang memiliki representatif hingga tingkat kabupaten dan kota. Jumlah sampel yang
terkumpul sebanyak 61.769.433 rumah tangga dan 1.104.839 individu. Jumlah sampel di
daerah perkotaan sebanyak 44,7 persen dan di perdesaan sebanyak 55,3 persen. Perkiraan
jumlah penduduk berdasarkan data Susenas 2010 berjumlah 223,3 juta dan ini jauh
dibawah hasil Sensus Penduduk 2010 yang mencapai 237,6 juta jiwa. Pada tabel dibawah
ini disajikan distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Persentase balita
diperkirakan mencapai 9,3 juta atau 20,8 juta jiwa, sedangkan jumlah rumah tangga yang
memiliki balita pada tahun 2010 sebanyak 19,4 juta ruta atau 31,3 persen. Sementara
penduduk usia 15 – 49 mencapai 54 persen. Sedangkan jumlah WUS mencapai 60,6 juta
atau sekitar 54,5 persen dari total penduduk perempuan.

Tabel 1.1: Distribusi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
0-4 10,781,659 9.6 10,017,319 9.0 20,798,977 9.3
5-14 22,538,875 20.1 21,065,056 18.9 43,603,931 19.5
15 - 49 59,993,949 53.6 60,619,140 54.5 120,613,089 54.0
50+ 18,681,698 16.7 19,588,337 17.6 38,270,035 17.1
Total 111,996,179 100 111,289,852 100 223,286,031 100
Sumber: Susenas 2010, diolah
Pada Tabel 1.2 disajikan distribusi penduduk menurut hubungan dengan kepala
rumah tangga dan jenis kelamin. Jumlah penduduk yang menjadi kepala rumah tangga
(KRT) mencapai 58,4 juta atau 26,1 persen, sedangkan yang berstatus sebagai pasangan
KRT berjumlah 46,2 juta atau 20,7 persen. Persentase penduduk yang paling besar yaitu
memiliki status sebagai anak, yaitu mencapai 40,9 persen. Tingginya persentase anak ini

17
mengindikasikan bahwa rumah tangga tersebut merupakan keluarga inti yang terdiri dari
orang tua dan anak-anaknya.
Tabel 1.2: Distribusi Penduduk menurut Hubungan dengan KRT dan Jenis
Kelamin.
Jenis Kelamin
Hubungan Dengan Laki-laki Perempuan Total
Kepala Tangga n % n % n %
Rumah
Kepala 50,240,533 44.9 8,138,535 7.3 58,379,069 26.1
rumah
tangga
Istri/suami 62,335 0.1 46,153,812 41.5 46,216,146 20.7
Anak 48,764,841 43.5 42,511,362 38.2 91,276,203 40.9
Menantu 2,774,211 2.5 1,932,950 1.7 4,707,161 2.1
Cucu 4,902,127 4.4 4,461,299 4.0 9,363,426 4.2
Orang 978,909 0.9 3,744,295 3.4 4,723,203 2.1
tua/mertua
Famili 3,437,011 3.1 3,063,207 2.8 6,500,218 2.9
lain
Pembantu 101,420 0.1 684,248 0.6 785,668 0.4
Ruta
Lainnya 734,793 0.7 600,144 0.5 1,334,937 0.6
Total 111,996,179 100 111,289,852 100 223,286,031 100
Sumber: Susenas 2010, diolah

Demografi Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara


Seiring dengan perjalanan waktu dengan perubahan struktur pemerintahan ke
otonomi daerah, segala kewenangan di limpahkan ke daerah. Harapan pemerintah pusat
adalah dengan pelimpahan kewenangan tersebut pemerintah daerah dapat melanjutkan
program yang ada dengan konsistensi pada penurunan TFR. Namun harapan itu tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada, pemerintah daerah justru terkosentrasi pada

18
pertumbuhan ekonomi semata sementara pembangunan kependudukan seakan terlupakan.
Kondisi ini bukan hanya terjadi di satu daerah namun hampir di setiap daerah. Hal ini
dapat terlihat TFR Indonesia mengalami peningkatan dari 2,26 pada SUPAS 2005
menjadi 2,6 pada SDKI 2007 namun pada SP 2010 TFR Indonesia stagnan pada angka
2,6 (BPS,2010). Sementara itu pertumbuhan penduduk 1,49% pada tahun 2010 pertahun.
Jika memperhatikan penurunan yang di capai sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa
perlu ada evaluasi kebijakan yang terkait dengan penurunan TFR.
Kondisi peningkatan Total Fertility Rate (TFR) juga terjadi di Propinsi Sulawesi
tenggara. Dari hasil SP 2000 Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Sulawesi Tenggara
adalah 3,31 menjadi 3,24 pada SP 2010. Jumlah penduduk Sulawesi tenggara pada SP
2010 adalah 2.232.586 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,09% pertahun (BPS Sulawesi
Tenggara, 2010). Jika di bandingkan dengan TFR nasional maupun tingkat pertumbuhan
nasional Provinsi Sulawesi Tenggara masih jauh di atas kondisi TFR nasional. Tentunya
hal ini tidak terlepas dari input dari tingkat fertilitas penduduk di wilayah Sulawesi
Tenggara yang tersebar pada 13 kabupaten/kota.
Kabupaten Wakatobi adalah salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi
Sulawesi Tenggara memiliki jumlah penduduk sebesar 87.793 jiwa pada SP 2000
menjadi 10.3422 pada SP 2010, dengan laju pertumbuhan 1,92% pertahun pada SP 2010.
Sementara TFR kabupaten Wakatobi pada SP 2010 adalah 3,1 dan ratarata ALH
kabupaten Wakatobi 3,098 (BPS Kab. Wakatobi 2010). Data ini jika di banding dengan
TFR nasional pun masih jauh melampaui. Kondisi ini tidak terlepas dari produk faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas penduduk setempat dengan latar belakang
suku, budaya, agama, termasuk faktor demografi yang lain.

Tabel 1.1 Profil Demografi Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara dan
Indonesia Tahun 2000-2010
NO Profil Tahun 2000 Tahun 2010
Demografi
Wktb sultra Ind. Wktb Sultra Ind.
1 Jml. 87.793 1.776.292 206.264.595 103.422 2.232.586 237.641.326
Penduduk

19
2 Pert. * 3,15% 1,49% 1,92% 2,09% 1,49%
Penduduk
3 Komposisi * 669.335 61.250.199 30.230 782.541 68.603.263
Umur :
0-14
15-64 * 1.056.078 112.220.068 64.513 1.365.772 157.053.112
65+ * 50.879 9.130.795 8.679 84.273 11.984.951
4 TFR * 3,31 2,34 3,10 3,24 2,605
5 Rata-rata * 3,305 2,341 3,098 3,244 2,61
ALH
Sumber : Diolah dari BPS
*Wakatobi belum pemekaran jadi kabupaten

Salah satu suku bangsa yang terdapat di Kabupaten Wakatobi adalah suku Bajo
dimana suku bangsa ini mendiami wilayah pesisir Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.
Suku Bajo biasa juga disebut suku Sama‟ atau Bajau yaitu pelaut tangguh. Laut adalah
hidupnya. Pada umumnya mereka memilih hidup atau bermukim di lautan baik secara
nomaden maupun menetap dengan membangun rumah-rumah tiang di atas lautan yang
terpisah dari daratan. Menurut Mahmud (1980) suku Bajo diidentikkan dengan suku
pelaut yang memiliki banyak anak.
Sebahagian besar suku Bajo mempertahankan hidupnya dengan menjadi nelayan.
Sehingga untuk mendapatkan kebutuhan pangan dari hasil pertanian, keluarga Bajo
menukarkan hasil tangkapan ikannya dengan masyarakat daratan di pasar-pasar. Namun
sejalan dengan perkembangan sistem barter sudah jarang dilakukan, mereka memilih
menjual hasil tangkapannya dalam bentuk uang. Sebagai masyarakat nelayan, suku Bajo
menganggap anak laki-laki adalah tulang punggung keluarga dimana sejak kecil sudah
digunakan tenaganya. Anak laki-laki ikut melaut dan mencari ikan bergelut dengan
kerasnya ombak, sedangkan anak perempuan membantu ibunya di rumah.
Suku Bajo di perkampungan Mola adalah suku Bajo yang berbeda dengan suku
Bajo pada umumnya. Ada beberapa hal yang membedakan suku Bajo di perkampungan
Mola dengan suku Bajo yang lain; pertama, dengan adanya perubahan sistem
pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi (otonomi), Wakatobi mengalami

20
pemekaran menjadi kabupaten pada tahun 2002 yang menjadikan permukiman suku Bajo
di perkampungan Mola ke dalam wilayah administratif ibu kota kabupaten Wakatobi.
Tentunya hal ini sedikit memudahkan mereka menjangkau fasilitas publik seperti,
fasilitas pendidikan, kesehatan, perekonomian dan lain sebagainya yang diharapkan dapat
meningkatkan status sosial, ekonomi, tingkat kesehatan, dan lain sebagainya. Kedua,
Suku Bajo di perkampungan Mola merupakan suku Bajo yang sebagian besar sudah
mendarat dan membaur dengan masyarakat yang ada di darat. Dengan demikian dari dua
hal tersebut dapat diasumsikan bahwa dengan perubahan ke arah moderenisasi yaitu
dengan peningkatan status sosial, ekonomi, dan keterbukaan dengan masyarakat di darat
seyogyanya dapat merubah pola pikir mereka diantaranya adalah perencanaan keluarga
dan fertilitas.
Namun hal itu bertentangan dengan apa yang di kemukakan oleh Abdul Manan,
sang presiden suku Bajo Indonesia yang menuturkan bahwa betapa sulitnya suku Bajo
menghadapi kehidupan sosial dimana pendidikan belum dipandang sebagai prioritas
hidup mereka. Juga menurut laporan COREMAP Kabupaten Wakatobi kondisi sanitasi
masyarakat Bajo masih kurang baik. Sampah rumah tangga di buang ke laut. Akan tetapi
pada saat air laut pasang sampah-sampah kembali hanyut ke lokasi pemukiman mereka,
sehingga terkesan kotor. Sedangkan angka kematian bayi cukup tinggi yaitu rata-rata 12
kematian pertahun. COREMAP juga melaporkan bahwa angka kelahiran bayi masih
tinggi yaitu rata-rata 10 kelahiran setiap bulan. Hal itu diduga banyak pasangan usia
subur yang tidak ber-KB serta faktor-faktor lain yang belum diketahui (COREMAP
Wakatobi, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, setiap keluarga suku Bajo di perkampungan Mola
memiliki anak yang masih hidup rata-rata lebih dari 2 orang. Sementara dari hasil
observasi awal yang dilakukan peneliti yaitu dengan wawancara dengan beberapa tokoh
suku Bajo, peneliti memperoleh data bahwa pada umumnya suku. Bajo Mola
menginginkan anak lebih dari 2 orang. Adapun alasan klasik yang mendasari mereka
adalah sebagai berikut: (1) adanya pandangan dari mereka bahwa anak merupakan aset
masa depan bagi orang tua terutama anak laki-laki, (2) adanya kekhawatiran akan adanya
serangan wabah penyakit yang menimpa anak, sehingga jika satu atau dua yang
meninggal masih ada anak yang lain (3) banyak anak banyak rezeki.

21
Menurut Becker (1995) jika dilihat dari aspek permintaan bahwa harga anak lebih
besar pengaruhnya dibandingkan dengan income. Disamping itu nilai anak dipandang
aspek produksi. Berdasarkan aspek produksi, utilitas anak berbeda dengan aspek
konsumsi. Karena utilitas anak lebih dilihat dari aspek kuantitas dan bukan kualitas.
Artinya semakin memandang bahwa anak adalah merupakan modal maka permintaan
akan anak akan meningkat. Dengan demikian jika permintaan akan anak tinggi diduga
tingkat fertilitas dalam hal ini Total Fertility Rate (TFR) ikut meningkat.

22
Daftar Pustaka

Baguoes Mantra,Ida.2010.Demografi Umum.Pustaka Pelajar,Jakarta


Doda,Johosua.1989.Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.P2LPTK,Jakarta
Rusli,Said.1983.Pengantar Ilmu Kependudukan.LP3ES,Jakarta
Adioetomo SM, Samosir OB. Dasar-Dasar Demografi. Edisi 2 . Jakarta: Salemba Empat;
2011. ISBN9789790611160
Badan Pusat Statistik. Kota cimahi Dalam ngka Tahun 2012. Cimahi: Badan Pusat
statistik 2012
Mantra IB. Demografi Umum. Edisi Kedua ed. Yoyakarta: Pustaka Pelajar; 2012. ISBN
979928896610.
P.Todaro M, C.Smith S. Pembangunan Ekonomi. Edisi 9 . Jakarta: Erlangga; 2012. ISBN
139780321311955
Ushie MA, Ogaboh AAm, E.O O, F A. Socio-cultureal and Economic Determinant of
Fertility Differentiala in Rural and Urban Cross Rivers State, Nigeria. Journal of
Geography and Regional Planning 2011;4(7):383-91.
Ida Bagus Mantra.2003.Demografi Umum.hal.145
Rodolfo AB, Lee RD, Hollerbach PE, Boangaarts J. Determinants of Fertility in
Development Countries. Washington,D.C: National Academy Press; 1983.
http://satriaa14.blogspot.com/2013/11/soft-skill-ilmu-sosial-dasar-dampak.html diakses
pada tgl 15 Mei 2016 pukul 21.20 WIB
dzakibelajar.blogspot.com/2013/permasalahan-kependudukan-dan-upaya-
penanggulangan diakses pada tgl 15 Mei 2016 pukul 21.48 WIB
Badan Pusat Statistik. 2011. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010. BPS Pusat. Jakarta
________________. 2011. Sensus Penduduk 2010. BPS Pusat. Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai