SARKOMA KAPOSI
Oleh :
Astuti Clara Simanjuntak
2017-84-020
Pembimbing :
dr. Rita Sugiono Tanamal, Sp.KK
PENDAHULUAN
( HHV8 ) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi – dikaitkan dengan herpesvirus ( KSHV ).
Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama Moriz Kaposi
yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen sarcoma pada
kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah
ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru – paru dan traktus
pencernaannya.( 1-4 )
Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat ditularkan melalui
kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada. Bahkan, penyakit ini telah diidentifikasi
pada pasien transplantasi organ dengan HIV negative yang menerima terapi immunosupresif.
Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin diteliti hingga didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi
dengan manifestasi klinis yang berbeda namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik,
SK endemik pada orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait
AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari gangguan kulit
SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut Tengah atau keturunan
Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih muda terutama dari daerah Afrika Sub-
Sahara sebagai penyakit yang lebih agresif menyerang kulit terutama anggota badan bagian
bawah dengan prevalensi pria dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang menderita kanker di Afrika
penyebabnya adalah SK. SK pada pasien dengan terapi immunosupresan termasuk didalamnya
pasien post transplantasi organ dan terbanyak pada pasien dengan penyakit autoimun. Lebih dari
20 % penderita AIDS di Eropa menderita SK dan SK ini didapat pada pasangan muda
homoseksual. ( 1,2,4-10 )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sarkoma kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh virus bernama human
herpesvirus 8 ( HHV8 ) dan biasa disebut dengan istilah sarkoma kaposi – dikaitkan dengan
Pada beberapa dekade sebelumnya dapat dilihat dari epidemiologi yang ada dan
pemeriksaan mikroskopik yang pernah dilakukan yang menjelaskan etiologi dari sarkoma
kaposi. Sejak tahun 1994 ketika Chang dan rekan – rekannya menemukan DNA dari sebuah
virus pada lesi dari sarkoma kaposi yang belum diketahui jenisnya. Penemuan ini lalu diklon,
diisolasi dan diteliti dan ternyata virus tersebut merupakan sebuah virus herpes pada manusia
yang sekarang dikenal dengan sarkoma kaposi – terkait dengan herpesvirus ( KSHV ) atau
HHV8 ini adalah bagian dari family ɤ - herpesviridae, genus rhadinovirus. Terdiri dari
165-kb DNA genom yang menunjukkan 90 bentuk terbuka. HHV8 ini dikontrol oleh LANA-1, V
cyclin dan vFLIP atau replikasi virus lytic yang dikenal vGPCR, vIL6 dan v-bcl-2. HHV8 ini
masuk ke pejamu secara in vivo dan in vitro. Pada pemeriksaan darah dan sel endothelial
Transmisi HHV8 tidak diketahui pasti. Namun angka terbesar dari sarkoma kaposi ini
pada pria homoseksual dan biseksual. Perkembangan tumor ini berhubungan dengan aktivitas
seksual yang terjadi. Hal inilah yang menjadi alasan terhadap pernyataan yang ada bahwa
transmisi dari HHV8 tinggi melalui hubungan seksual, termasuk oral dan anal seks. Virus ini
paling banyak menyebar di Mediterania dan Afrika. Transmisi nonseksual bisa melalui air liur
khususnya di daerah endemik. Untuk tenaga medis perlu diketahui bahwa virus ini bertransmisi
melalui kontak darah termasuk pada kasus tranplantasi organ. Patogenesis dari HHV8 pada
1. Genom dari HHV8 dideteksi pada lesi sarkoma kaposi di semua stadium dari semua
2. Pada lesi sarkoma kaposi, HHV8 terdapat pada semua sel tumor.
3. Tumor sel sarkoma kaposi ini menunjukkan integrasi monoclonal dari virus DNA.
Di area dengan insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Eropa Utara, infeksi HHV8
sangat jarang ( dibawah 0,1% ). Namun, di daerah insidensi tinggi seperti Italia Selatan,
prevalensi dari HHV8 mencapai 20%. Dan prevalensi tertinggi di daerah Afrika Tengah yaitu 22
– 71% pada orang dewasanya yang menjadikan daerah tersebut merupakan endemik dari
sarkoma kaposi. Pada pasien dengan transplantasi organ ( khususnya pada resipien ), manifestasi
penyakit mulai terlihat 1 – 2 tahun setelah transplant dan pada pasien dengan HIV-1 menderita
Derivat histogenetik dari sel tumor pada sarkoma kaposi sudah diteliti lebih dari dua
dekade sebelumnya. Immunophenotipe dari sel ini (rWF+/-, PAL – E-, CD31+, CD34-, VEGFR3+)
memiliki karakteristik pada sel endothelial dari system limfatik. Beberapa kontroversi yang
menanyakan sarkoma kaposi itu merupakan suatu gangguan proliferasi yang reversible atau
merupakan suatu neoplasma sejati. Dan analisa pada reseptor androgen manusia menunjukkan
histopatologi dan peningkatan pada dermal dari pembuluh darah yang terlihat pada sel
endothelial. Pada beberapa pembuluh darah, lokasi di lapisan dermis superfisialisnya yang
berhubungan dengan kulit luar sehingga tampak ireguler. Pada lesi didapatkan hemosiderin,
deposit dan ekstravasasi dari eritrosit yang biasa ditemukan pada infiltrat dari radang yang
sedang. Patologi dari plak sarkoma kaposi yaitu proliferasi pembuluh darah pada setiap tingkat
dermis atau kulit dengan dilatasi multiple dan angulasi pembuluh darah yang menyebabkan
Papul dari jaringan keras dan fascicles dari sel spindel, nodul dari sel spindel yang
berkelompok, ireguler pada garis endothelial. Pada semua stadium dari sarkoma kaposi terdapat
peradangan yang umumnya berisi limfosit, histiosit, sel plasma, sporadic dan neutrofil.
Ditemukannya virus sarkoma kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun 1994
mengarahkan kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan epidemiologi
dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan perbedaan faktor resiko, seperti HIV
tak terkontrol dan obat imunosupresi yang dipakai pada pasien transplantasi.
Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang berlebihan. Walaupun asal
sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor endotel VIIIa antigen, marker spindle sel seperti
alpha – actin otot polos, dan marker makrofag seperti PAM – 1, CD68, dan CD14 yang
mengekspresikan spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel menjadi serat retikuler,
kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel plasma. Sel-sel ini cenderung
melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage) atau keseluruhan ketebalan dari dermis
KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen. Pemakaian ELISA
sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi
molekular disampaikan bahwa sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak
dibandingkan berasal dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang berasal
dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang menyerang sel
kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular dibandingkan dengan virus DNA HHV8
dari tumor tersebut menunjukkan sekitar 80% dari tumor berasal dari multiple sel.
Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel tunggal dan sarkoma
kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi berasal dari multifocal dan independen pada
beberapa tempat. Data ini sesuai dengan sarkoma kaposi kutaneus yang kurang agresif. Hal ini
tidak sesuai dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif. Virus HHV8 telah
diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan menggunakan polymerase
chain reaction (PCR), hipotesis terbaru mengatakan bahwa HHV8 harus ada untuk penyakit
tersebut dapat berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva. HIV meningkatkan resiko
imunosupresi.
Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi pada individu
yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin abnormal yang berasosiasi dengan infeksi HIV
dengan angiogenic sitokin-IL-1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic fibroblast
growth factor, endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor. Sitokin lain
factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan platelet-derived growth factor alpha
(PDGF-alpha berasal dari saluran pencernaan dan sel mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6,
fibroblast growth factor, tumor necrosis factor (TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal dari
sel T yang terinfeksi HIV berperan sebagai stimulant dari sel sarkoma kaposi.
Kesimpulan, komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari sarkoma kaposi.
Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan vascular endothelial growth factor yang
abnormal.
Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada suku Mediterania dan
Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-15 : 1. Dengan usia berkisar 50-70 tahun.
Penyakit ini jarang terdapat adanya benjolan limfe, membrane mukosa, atau keterlibatan organ
viseral. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetic, sejarah
pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga
Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas bawah baik unilateral
maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah sehingga terlihat seperti hematom. Lesi ini
perjalanannya perlahan bisa vertikal maupun horizontal dan berkembang sampai menjadi plak
atau kadang – kadang nodul. Awalnya tumor berwarna coklat dan hiperkeratosis dan pada
ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi. Tumor ini bisa menimbulkan pitting edema sampai
terjadi fibrosis.
Klasik SK bermanifestasi pada nodus limfatikus di membrane mukosa dan organ dalam
seperti traktus pencernaan yang seringnya jarang bergejala karena sarkoma kaposi tipe ini
banyak mengenai orang usia tua dan meninggal karena penyakit lainnya.
Gambar 1 dan 2. Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.
Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20% pada pasien HIV-1 di
Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang berhubungan seks, pada pengguna narkoba
suntik, hemofilia, resipien transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif HIV di kota
industri. Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan keganasan yang paling sering
dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada daerah yang terbatas ketersediaan HAART
terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala yang jelas
didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang, epidemic sarkoma kaposi
terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada anak-anak. Kaposi
sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang paling agresif.
kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya penurunan CD4 dan peningkatan jumlah virus HIV-1
merupakan ukuran prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV
memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini biasanya berkembang pada pasien
AIDS – SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan berkembang
menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah khususnya di hidung, alis, telinga dan bisa
juga di tenggorokan. Lesi bisa menjadi plak yang besar di area yang luas pada wajah,
tenggorokan atau ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa mulut bisa terkena
sarkoma kaposi juga pada 10 – 15% pada kasus ini. Dan lesi pada faring menyebabkan sulitnya
Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan
perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi, beberapa lesi tidak terdiagnosa
histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa dan bisa diambil dengan forsep biopsi.
Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk,
penurunan fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa
Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi organ atau pasien
yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti penderita penyakit autoimun. Insiden sarkoma
kaposi meningkat 100x lipat pada pasien yang menjalani transplantasi. Pada pasien dengan
penyakit kongenital yang menyebabkan imunodefisiensi tidak terjadi peningkatan resiko. Rata-
rata peningkatan terjadinya sarkoma kaposi pada pasien transplantasi di waktu 1 sampai 10 tahun
setelah transplantasi. Penanganan agresif perlu dilakukan bila ada keterlibatan organ viseral.
penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa keterlibatan immunosupresi
memegang peran penting dalam perkembangan sarkoma kaposi. Aktivasi sistem imun dan
Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan seperti SK tipe klasik
tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis, tipe obat serta onset yang lebih awal pada
dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa obat seperti glukokortikoid dan
azatriopine. Tumor akan lebih progresif bila dosis dinaikkan. Lesi pada tipe ini sama dengan tipe
klasik dan AIDS berkaitan dengan sarkoma kaposi. Dan lesi ini ditemukan pada > 85% pasien
dengan transplantasi dan < 15% memiliki kelainan pada organ viseralnya ( gastrointestinal, paru
Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-anak dengan seronegative
HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran penyakit AIDS, kejadian ini meningkat sampai 20x lipat.
Jarangnya pemakaian alas kaki berkaitan dengan endemik sarkoma kaposi. Lesi sarkoma kaposi
yang tampak yaitu berupa nodul, vegetatif atau infiltrat dan tipe limfadenopati. Tipe vegetatif
atau infiltrat ini memiliki karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih
dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopati dominan menyerang anak
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis
ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mucosa dan organ
visceral secara luas. Pada pasien yang menerima HAART, sarkoma kaposi lebih tersembunyi
akan tetapi dapat menjadi parah dengan mendadak. Morbiditas paling umum termasuk lesi
kutaneus yang parah, lymphedema, saluran pencernaan, atau terkaitnya paru-paru dalam
penyakit ini. Gangguan paru-paru merupakan penyebab umum mortalitas dikarenakan adanya
pendarahan paru.
2.8 GEJALA KLINIS ( 1-9,12,13 )
Lesi sarkoma kaposi berbentuk nodul atau plak yang berwarna merah, ungu, coklat atau
hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya
dapat menyebar kemanapun, terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan.
Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan
Lesi pada kulit biasanya menyerang anggota tubuh bagian bawah, wajah, mulut dan alat
kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu,
coklat atau hitam, tetapi kadang-kadang berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak
kaki), atau bahkan menyebabkan kerusakan kulit. Pembengkakan mungkin dapat berasal
dari peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan oleh lesi).
psikososial.
Gambar 3 dan 4. Lesi pada badan dan punggung berbentuk nodul warna merah atau ungu.
Gambar 5. Lesi pada telapak kaki Gambar 6. Lesi pada tungkai bawah
Pada mulut, sarkoma kaposi berperan sebesar 30%, dan merupakan 15% awal dari
sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada mulut, sarkoma kaposi paling
sering menyerang langit-langit keras, diikuti oleh gusi. Lesi pada mulut mudah rusak
dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu
Sarkoma kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi yang
berhubungan dengan transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat
muncul dengan tidak adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran
Sarkoma kaposi pada saluran pernapasan muncul dengan adanya sesak napas, demam,
batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau sebagai penemuan insiden
pada sinar x tulang rusuk. Diagnosis dikonfirmasi oleh bronkoskopi ketika lesi secara
a. Benign lymphangioendothelioma
Lesi datar sampai agak tinggi, meluas perlahan, dapat diamati warna coklat kemerahan
yang menyerupai memar. Kadang-kadang, nodul kulit merah-coklat atau massa subkutan
berwarna kulit dapat diamati, baik dalam bentuk patch atau sendirian (lihat gambar di
bawah).
b. Microvenular hemangioma
MH adalah tumor vaskular yang didapat; lesi terdiri dari papula, plak, atau nodul
asimptomatik berwarna ungu. Neoplasma hampir selalu soliter, meskipun tidak jarang
Lesi kulit dapat diamati pada bentuk ganas dan reaktif. Makula eritematosa-to-
violaceous, papula, nodul, atau plak sering diamati di daerah perut atau ekstremitas
bawah. Punggung, lengan, payudara, dan wajah, termasuk daun telinga, juga dapat
bentuk reaktif, lesi selalu terbatas pada kulit. Dalam bentuk ganas, sistem saraf
tampaknya menjadi target favorit penyakit ini. Selain itu, organ-organ berikut ini paling
sering terlibat: kelenjar adrenal, tiroid, pankreas, paru-paru, hati, limpa, kelenjar getah
bening, jantung, perut, dan ginjal. Sumsum tulang biasanya tidak terpengaruh.
d. Pyogenic granuloma
Granuloma piogenik adalah papula atau nodul polipoid berwarna merah terang,
mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Ukuran rata-rata adalah 6,5
luka pada pasien HIV-positif. Lesi klasik seperti raspberry seperti exophytic memiliki
permukaan yang lembab dan kerah epitel di pangkalan. Sering terjadi perdarahan, erosi,
ulserasi, purulensi, dan pengerasan kulit. Lesi yang regresi muncul sebagai fibroma
lunak. Kepala dan leher, punggung, dan ekstremitas bawah (terutama jari-jari) adalah
tempat predileksi, tetapi lesi terjadi di mana saja pada integumen, termasuk genitalia.
spesifik. Dengan demikian, diagnosis bandingnya luas dan meliputi: bekas luka,
dermatofibroma, neurofibroma atau lesi ganas seperti karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, dan sarcoma kaposi. Secara klinis, DM sering muncul sebagai nodul atau plak
amelanotik, atau sebagai lesi mirip bekas luka yang tidak jelas. Mengingat hubungannya
dengan lentigo maligna melanoma (LMM), disarankan untuk meraba kulit yang dicurigai
LMM untuk mendeteksi nodul subkutan kuat yang mungkin mengarah ke DM.
Dengan kata lain, pemeriksaan lebih mengarah pada biopsi. Pada kontras, DM mungkin
relatif tidak mencolok karena ini cenderung muncul sebagai nodul atau plak kulit yang
Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk
beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan. Terapi tergantung tipe dari sarkoma
kaposi, lesi dan sistem organ yang terkena. Pada sarkoma kaposi yang berhubungan dengan
defisiensi imun atau supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat
Dalam penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau “localized
cutaneous disease“ dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini termasuk eksisi,
destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical
dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak direkomendasikan karena
yang bisa diberikan sendiri ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan efek terapi
pada pasien sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar dan atau
yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik dengan interferon α 3 –
calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna untuk terapi sarkoma kaposi dengan
tipe lainnya.
Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien dengan sarkoma kaposi
yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan mengecil dengan pemberian terapi ini.
Terapi paliatif dengan kombinasi kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi
replikasi HIV-1 dan melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK – AIDS,
berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ). Terapi dengan
mg/m2 i.v setiap 2 – 4 minggu. Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m 2 setiap 2
minggu.
Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan pada
tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik sarkoma kaposi juga berkurang. Namun,
jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan jumlah pasien dengan
sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat kembali karena pasien tersebut
hidup lebih lama dengan infeksi HIV. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes
penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan apakah
pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan
Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan
lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan berisiko terjadi
keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa
terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena keganasan,
dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis
ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mukosa dan organ
visceral secara luas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering
menyebabkan perdarahan dan ileus dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan
baik. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus,
batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian untuk lesi di paru
Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki karakteristik
lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan
tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah kita telah mengetahui definisi, etiologi,
klasifikasi, gejala klinisnya serta mengenai pengobatan dan komplikasi dari penyakit ini.
Penyebabnya ialah human herpes virus 8 ( HHHV8 ) yang transmisinya bisa melalui in vivo dan
in vitro ke pejamu. Untuk itu kita harus lebih waspada khususnya pekerjaan kita di bidang medis
Klasifikasi yang ada untuk sarkoma kaposi diantaranya : sarkoma kaposi tipe klasik,
sarkoma kaposi terkait dengan AIDS, sarkoma kaposi terkait dengan pasien terapi
immunosupresan dan sarkoma kaposi di daerah endemik. Tipe yang progresif yaitu tipe sarkoma
kaposi terkait dengan AIDS serta yang lambat tipe klasik dan biasanya pasien sarkoma kaposi
tipe klasik bukan meninggal karena tumornya namun karena penyakit yang lain.
Pengobatan bisa terai lokal dan sistemik. Terapi lokal ini bermacam – macam seperti
eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi
topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi juga bisa diberikan pada lesi yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang dicurigai
memiliki lesi di organ viseralnya. Terapi sistemik ini tergantung pada variannya. Misalnya
kemoterapi pada pasien tipe klasik, penurunan dosis immunosupressan, sampai pemberian
Komplikasi dari sarkoma kaposi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem
pencernaannya, gangguan fungsi paru, gangguan berbicara dan makan serta yang paling akhir
adalah kematian. Untuk itu kita harus melakukan skrining dengan tes darah untuk mendeteksi
antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi, menentukan apakah pasien
memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining
1. Seventh Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2008. Pg. 1183 – 1188.
2. Wolff K, Johnson RA. Kaposi Sarcoma. In : Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2012.
3. DeVita V. AIDS-related malignancies. In: DeVita V, Vincent T Jr, eds. Cancer: Principles
and Practice of Clinical Oncology. Vol 8. 5th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott, Williams,
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrew’s Disease of The Skin
7. Antman K, Chang Y. Kaposi’s Sarcoma. The New England Journal of Medicine. 2010.
8. Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV Infection. In : Current Medical Diagnosis &
Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2016. Pg. 1318, 1320 – 1321.
9. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related
11. Rugo SH. Cancer. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York :
McGraw-Hill ; 2016.
12. Gasparetto TD, et al. Pulmonary involvement in Kaposi sarcoma: correlation between
13. Restrepo CS, et al. Imaging Manifestations of Kaposi Sarkoma. RadioGraphics. 2016.