Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

SARKOMA KAPOSI

Oleh :
Astuti Clara Simanjuntak
2017-84-020

Pembimbing :
dr. Rita Sugiono Tanamal, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD DR. M HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Sarkoma Kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8

( HHV8 ) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi – dikaitkan dengan herpesvirus ( KSHV ).

Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama Moriz Kaposi

yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen sarcoma pada

kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah

ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru – paru dan traktus

pencernaannya.( 1-4 )

Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat ditularkan melalui

kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada. Bahkan, penyakit ini telah diidentifikasi

pada pasien transplantasi organ dengan HIV negative yang menerima terapi immunosupresif.

Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin diteliti hingga didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi

dengan manifestasi klinis yang berbeda namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik,

SK endemik pada orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait

AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari gangguan kulit

ringan sampai mempengaruhi organ tubuh.( 1-7 )

SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut Tengah atau keturunan

Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih muda terutama dari daerah Afrika Sub-

Sahara sebagai penyakit yang lebih agresif menyerang kulit terutama anggota badan bagian

bawah dengan prevalensi pria dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang menderita kanker di Afrika

penyebabnya adalah SK. SK pada pasien dengan terapi immunosupresan termasuk didalamnya
pasien post transplantasi organ dan terbanyak pada pasien dengan penyakit autoimun. Lebih dari

20 % penderita AIDS di Eropa menderita SK dan SK ini didapat pada pasangan muda

homoseksual. ( 1,2,4-10 )

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sarkoma kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh virus bernama human

herpesvirus 8 ( HHV8 ) dan biasa disebut dengan istilah sarkoma kaposi – dikaitkan dengan

herpesvirus ( KSHV ). ( 1,3-5,9 )

2.2 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Pada beberapa dekade sebelumnya dapat dilihat dari epidemiologi yang ada dan

pemeriksaan mikroskopik yang pernah dilakukan yang menjelaskan etiologi dari sarkoma

kaposi. Sejak tahun 1994 ketika Chang dan rekan – rekannya menemukan DNA dari sebuah

virus pada lesi dari sarkoma kaposi yang belum diketahui jenisnya. Penemuan ini lalu diklon,

diisolasi dan diteliti dan ternyata virus tersebut merupakan sebuah virus herpes pada manusia

yang sekarang dikenal dengan sarkoma kaposi – terkait dengan herpesvirus ( KSHV ) atau

family human herpes virus 8 ( HHV8 ). ( 1,4,7,9 )

HHV8 ini adalah bagian dari family ɤ - herpesviridae, genus rhadinovirus. Terdiri dari

165-kb DNA genom yang menunjukkan 90 bentuk terbuka. HHV8 ini dikontrol oleh LANA-1, V

cyclin dan vFLIP atau replikasi virus lytic yang dikenal vGPCR, vIL6 dan v-bcl-2. HHV8 ini

masuk ke pejamu secara in vivo dan in vitro. Pada pemeriksaan darah dan sel endothelial

limfatik menyerupai sel hemopoetic dengan tipe yang berbeda.

Transmisi HHV8 tidak diketahui pasti. Namun angka terbesar dari sarkoma kaposi ini

pada pria homoseksual dan biseksual. Perkembangan tumor ini berhubungan dengan aktivitas

seksual yang terjadi. Hal inilah yang menjadi alasan terhadap pernyataan yang ada bahwa

transmisi dari HHV8 tinggi melalui hubungan seksual, termasuk oral dan anal seks. Virus ini
paling banyak menyebar di Mediterania dan Afrika. Transmisi nonseksual bisa melalui air liur

khususnya di daerah endemik. Untuk tenaga medis perlu diketahui bahwa virus ini bertransmisi

melalui kontak darah termasuk pada kasus tranplantasi organ. Patogenesis dari HHV8 pada

sarkoma kaposi yang ditemukan antara lain : ( 1,4,7,9 )

1. Genom dari HHV8 dideteksi pada lesi sarkoma kaposi di semua stadium dari semua

varian yang ada.

2. Pada lesi sarkoma kaposi, HHV8 terdapat pada semua sel tumor.

3. Tumor sel sarkoma kaposi ini menunjukkan integrasi monoclonal dari virus DNA.

Di area dengan insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Eropa Utara, infeksi HHV8

sangat jarang ( dibawah 0,1% ). Namun, di daerah insidensi tinggi seperti Italia Selatan,

prevalensi dari HHV8 mencapai 20%. Dan prevalensi tertinggi di daerah Afrika Tengah yaitu 22

– 71% pada orang dewasanya yang menjadikan daerah tersebut merupakan endemik dari

sarkoma kaposi. Pada pasien dengan transplantasi organ ( khususnya pada resipien ), manifestasi

penyakit mulai terlihat 1 – 2 tahun setelah transplant dan pada pasien dengan HIV-1 menderita

sarkoma kaposi pada 5 – 10 tahun setelah terinfeksi.

2.3 HISTOGENESIS ( 1,3,7,9-11 )

Derivat histogenetik dari sel tumor pada sarkoma kaposi sudah diteliti lebih dari dua

dekade sebelumnya. Immunophenotipe dari sel ini (rWF+/-, PAL – E-, CD31+, CD34-, VEGFR3+)

memiliki karakteristik pada sel endothelial dari system limfatik. Beberapa kontroversi yang

menanyakan sarkoma kaposi itu merupakan suatu gangguan proliferasi yang reversible atau

merupakan suatu neoplasma sejati. Dan analisa pada reseptor androgen manusia menunjukkan

lesi ini merupakan proliferasi klonal dan poliklonal.

2.4 HISTOPATOLOGI ( 1,3,7,11 )


Histopatologi tergantung pada stadium dari sarkoma kaposi. Terdapat perubahan

histopatologi dan peningkatan pada dermal dari pembuluh darah yang terlihat pada sel

endothelial. Pada beberapa pembuluh darah, lokasi di lapisan dermis superfisialisnya yang

berhubungan dengan kulit luar sehingga tampak ireguler. Pada lesi didapatkan hemosiderin,

deposit dan ekstravasasi dari eritrosit yang biasa ditemukan pada infiltrat dari radang yang

sedang. Patologi dari plak sarkoma kaposi yaitu proliferasi pembuluh darah pada setiap tingkat

dermis atau kulit dengan dilatasi multiple dan angulasi pembuluh darah yang menyebabkan

kekenyalan pada jaringan kolagen.

Papul dari jaringan keras dan fascicles dari sel spindel, nodul dari sel spindel yang

berkelompok, ireguler pada garis endothelial. Pada semua stadium dari sarkoma kaposi terdapat

peradangan yang umumnya berisi limfosit, histiosit, sel plasma, sporadic dan neutrofil.

Gambar . Penampang lesi sarkoma kaposi.

2.5 PATOFISIOLOGI ( 1,3,4,8,9 )

Ditemukannya virus sarkoma kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun 1994

mengarahkan kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan epidemiologi

dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan perbedaan faktor resiko, seperti HIV

tak terkontrol dan obat imunosupresi yang dipakai pada pasien transplantasi.
Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang berlebihan. Walaupun asal

sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor endotel VIIIa antigen, marker spindle sel seperti

alpha – actin otot polos, dan marker makrofag seperti PAM – 1, CD68, dan CD14 yang

mengekspresikan spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel menjadi serat retikuler,

kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel plasma. Sel-sel ini cenderung

melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage) atau keseluruhan ketebalan dari dermis

(plak atau tahap noduler).

KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen. Pemakaian ELISA

sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi

molekular disampaikan bahwa sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak

dibandingkan berasal dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang berasal

dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang menyerang sel

kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular dibandingkan dengan virus DNA HHV8

dari tumor tersebut menunjukkan sekitar 80% dari tumor berasal dari multiple sel.

Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel tunggal dan sarkoma

kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi berasal dari multifocal dan independen pada

beberapa tempat. Data ini sesuai dengan sarkoma kaposi kutaneus yang kurang agresif. Hal ini

tidak sesuai dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif. Virus HHV8 telah

diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan menggunakan polymerase

chain reaction (PCR), hipotesis terbaru mengatakan bahwa HHV8 harus ada untuk penyakit

tersebut dapat berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva. HIV meningkatkan resiko

imunosupresi.
Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi pada individu

yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin abnormal yang berasosiasi dengan infeksi HIV

dengan angiogenic sitokin-IL-1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic fibroblast

growth factor, endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor. Sitokin lain

termasuk IL-6, granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF), transforming growth

factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan platelet-derived growth factor alpha

(PDGF-alpha berasal dari saluran pencernaan dan sel mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6,

fibroblast growth factor, tumor necrosis factor (TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal dari

sel T yang terinfeksi HIV berperan sebagai stimulant dari sel sarkoma kaposi.

Kesimpulan, komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari sarkoma kaposi.

Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan vascular endothelial growth factor yang

abnormal.

2.6 KLASIFIKASI ( 1-9,12,13 )

Terdapat 4 variant tentang sarkoma kaposi, yaitu :

• Klasik (sporadic) sarkoma kaposi

Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada suku Mediterania dan

Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-15 : 1. Dengan usia berkisar 50-70 tahun.

Penyakit ini jarang terdapat adanya benjolan limfe, membrane mukosa, atau keterlibatan organ

viseral. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetic, sejarah

pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga

berpengaruh dalam resiko terjadinya sarkoma kaposi tipe klasik.

Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas bawah baik unilateral

maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah sehingga terlihat seperti hematom. Lesi ini
perjalanannya perlahan bisa vertikal maupun horizontal dan berkembang sampai menjadi plak

atau kadang – kadang nodul. Awalnya tumor berwarna coklat dan hiperkeratosis dan pada

ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi. Tumor ini bisa menimbulkan pitting edema sampai

terjadi fibrosis.

Klasik SK bermanifestasi pada nodus limfatikus di membrane mukosa dan organ dalam

seperti traktus pencernaan yang seringnya jarang bergejala karena sarkoma kaposi tipe ini

banyak mengenai orang usia tua dan meninggal karena penyakit lainnya.

Gambar 1 dan 2. Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.

• Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS – SK )

Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20% pada pasien HIV-1 di

Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang berhubungan seks, pada pengguna narkoba

suntik, hemofilia, resipien transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif HIV di kota

industri. Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan keganasan yang paling sering

dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada daerah yang terbatas ketersediaan HAART

(highly active antiretroviral therapy).


Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien homoseksual yang

terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala yang jelas

didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang, epidemic sarkoma kaposi

terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada anak-anak. Kaposi

sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang paling agresif.

Serokonversi dari human herpevirus 8 (HHV-8) secara positif meningkatkan epidemic

kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya penurunan CD4 dan peningkatan jumlah virus HIV-1

merupakan ukuran prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV

memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini biasanya berkembang pada pasien

dengan imunodefisiensi yang parah.

AIDS – SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan berkembang

menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah khususnya di hidung, alis, telinga dan bisa

juga di tenggorokan. Lesi bisa menjadi plak yang besar di area yang luas pada wajah,

tenggorokan atau ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa mulut bisa terkena

sarkoma kaposi juga pada 10 – 15% pada kasus ini. Dan lesi pada faring menyebabkan sulitnya

menelan, berbicara dan bernafas.

Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan

perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi, beberapa lesi tidak terdiagnosa

histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa dan bisa diambil dengan forsep biopsi.

Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk,

penurunan fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa

sarkoma kaposi pulmonal.


Gambar 3. Terdapat multipel lesi yaitu makula, papul dan nodul pada SK-AIDS

• Sarkoma kaposi pada pasien terapi immunosupresan

Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi organ atau pasien

yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti penderita penyakit autoimun. Insiden sarkoma

kaposi meningkat 100x lipat pada pasien yang menjalani transplantasi. Pada pasien dengan

penyakit kongenital yang menyebabkan imunodefisiensi tidak terjadi peningkatan resiko. Rata-

rata peningkatan terjadinya sarkoma kaposi pada pasien transplantasi di waktu 1 sampai 10 tahun

setelah transplantasi. Penanganan agresif perlu dilakukan bila ada keterlibatan organ viseral.

Pada pasien yang menjalani penanganan immunosupresi kemungkinan terjadinya

penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa keterlibatan immunosupresi

memegang peran penting dalam perkembangan sarkoma kaposi. Aktivasi sistem imun dan

immunosupresi memegang peran dalam perubahan komplek HHV-8.

Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan seperti SK tipe klasik

tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis, tipe obat serta onset yang lebih awal pada

pemberian immunosupresan sangatlah penting pengaruhnya terhadap perkembangan SK yang

dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa obat seperti glukokortikoid dan

azatriopine. Tumor akan lebih progresif bila dosis dinaikkan. Lesi pada tipe ini sama dengan tipe
klasik dan AIDS berkaitan dengan sarkoma kaposi. Dan lesi ini ditemukan pada > 85% pasien

dengan transplantasi dan < 15% memiliki kelainan pada organ viseralnya ( gastrointestinal, paru

ataupun nodus limfatikus ) tanpa gejala kulit yang terlihat.

• Sarkoma kaposi pada daerah endemik di Afrika

Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-anak dengan seronegative

HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran penyakit AIDS, kejadian ini meningkat sampai 20x lipat.

Jarangnya pemakaian alas kaki berkaitan dengan endemik sarkoma kaposi. Lesi sarkoma kaposi

yang tampak yaitu berupa nodul, vegetatif atau infiltrat dan tipe limfadenopati. Tipe vegetatif

atau infiltrat ini memiliki karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih

dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopati dominan menyerang anak

– anak dan usia muda.


2.7 MORTALITAS DAN MORBIDITAS ( 1,4,9,12 )

Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis

ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mucosa dan organ

visceral secara luas. Pada pasien yang menerima HAART, sarkoma kaposi lebih tersembunyi

akan tetapi dapat menjadi parah dengan mendadak. Morbiditas paling umum termasuk lesi

kutaneus yang parah, lymphedema, saluran pencernaan, atau terkaitnya paru-paru dalam

penyakit ini. Gangguan paru-paru merupakan penyebab umum mortalitas dikarenakan adanya

pendarahan paru.
2.8 GEJALA KLINIS ( 1-9,12,13 )

Lesi sarkoma kaposi berbentuk nodul atau plak yang berwarna merah, ungu, coklat atau

hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya

dapat menyebar kemanapun, terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan.

Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan dengan

mortalitas dan morbiditas yang penting.

• Lesi pada kulit

Lesi pada kulit biasanya menyerang anggota tubuh bagian bawah, wajah, mulut dan alat

kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu,

coklat atau hitam, tetapi kadang-kadang berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak

kaki), atau bahkan menyebabkan kerusakan kulit. Pembengkakan mungkin dapat berasal

dari peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan oleh lesi).

Lesi pada kulit memperburuk penampilan penderita, dan menyebabkan patologi

psikososial.

Gambar 3 dan 4. Lesi pada badan dan punggung berbentuk nodul warna merah atau ungu.
Gambar 5. Lesi pada telapak kaki Gambar 6. Lesi pada tungkai bawah

Gambar 7 dan 8. Tampak nodul berwarna merah dan ungu

• Lesi pada mulut

Pada mulut, sarkoma kaposi berperan sebesar 30%, dan merupakan 15% awal dari

sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada mulut, sarkoma kaposi paling

sering menyerang langit-langit keras, diikuti oleh gusi. Lesi pada mulut mudah rusak

dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu

penderita untuk makan dan berbicara.

Gambar 9 dan10. Lesi sarkoma kaposi pada mulut


• Lesi pada saluran cerna

Sarkoma kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi yang

berhubungan dengan transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat

muncul dengan tidak adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran

pencernaan menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah,

malabsorpsi, atau gangguan perut.

Gambar 11. Sarkoma kaposi pada lien

• Lesi pada pernafasan

Sarkoma kaposi pada saluran pernapasan muncul dengan adanya sesak napas, demam,

batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau sebagai penemuan insiden

pada sinar x tulang rusuk. Diagnosis dikonfirmasi oleh bronkoskopi ketika lesi secara

langsung terlihat dan biasanya dibiopsi.


Gambar 12. Sarkoma kaposi pulmonal Gambar 13. Sarkoma kaposi tracheal
DIFERENSIAL DIAGNOSIS

a. Benign lymphangioendothelioma

Lesi datar sampai agak tinggi, meluas perlahan, dapat diamati warna coklat kemerahan

yang menyerupai memar. Kadang-kadang, nodul kulit merah-coklat atau massa subkutan

berwarna kulit dapat diamati, baik dalam bentuk patch atau sendirian (lihat gambar di

bawah).
b. Microvenular hemangioma

MH adalah tumor vaskular yang didapat; lesi terdiri dari papula, plak, atau nodul

asimptomatik berwarna ungu. Neoplasma hampir selalu soliter, meskipun tidak jarang

juga ditemukan lesi multiple.


c. Angioendotheliomatosis

Lesi kulit dapat diamati pada bentuk ganas dan reaktif. Makula eritematosa-to-

violaceous, papula, nodul, atau plak sering diamati di daerah perut atau ekstremitas

bawah. Punggung, lengan, payudara, dan wajah, termasuk daun telinga, juga dapat

terpengaruh. Lesi-lesi tersebut mungkin indurasi, hemoragik, atau ulseratif. Dalam

bentuk reaktif, lesi selalu terbatas pada kulit. Dalam bentuk ganas, sistem saraf

tampaknya menjadi target favorit penyakit ini. Selain itu, organ-organ berikut ini paling

sering terlibat: kelenjar adrenal, tiroid, pankreas, paru-paru, hati, limpa, kelenjar getah

bening, jantung, perut, dan ginjal. Sumsum tulang biasanya tidak terpengaruh.

d. Pyogenic granuloma

Granuloma piogenik adalah papula atau nodul polipoid berwarna merah terang,

mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Ukuran rata-rata adalah 6,5

mm, meskipun granuloma piogenik berukuran 25 cm telah dilaporkan di lokasi bekas

luka pada pasien HIV-positif. Lesi klasik seperti raspberry seperti exophytic memiliki

permukaan yang lembab dan kerah epitel di pangkalan. Sering terjadi perdarahan, erosi,

ulserasi, purulensi, dan pengerasan kulit. Lesi yang regresi muncul sebagai fibroma
lunak. Kepala dan leher, punggung, dan ekstremitas bawah (terutama jari-jari) adalah

tempat predileksi, tetapi lesi terjadi di mana saja pada integumen, termasuk genitalia.

Lesi oral paling umum pada gingiva, bibir, dan lidah.

e. Desmoplastic malignant melanoma

Diagnosis DM sulit ditegakkan dikarenakan presentasi klinisnya sering tidak

spesifik. Dengan demikian, diagnosis bandingnya luas dan meliputi: bekas luka,

dermatofibroma, neurofibroma atau lesi ganas seperti karsinoma sel basal, karsinoma sel

skuamosa, dan sarcoma kaposi. Secara klinis, DM sering muncul sebagai nodul atau plak

amelanotik, atau sebagai lesi mirip bekas luka yang tidak jelas. Mengingat hubungannya

dengan lentigo maligna melanoma (LMM), disarankan untuk meraba kulit yang dicurigai

LMM untuk mendeteksi nodul subkutan kuat yang mungkin mengarah ke DM.

Gambaran klinis menurut subtipe histopatologis belum dijelaskan dengan baik.

Dengan kata lain, pemeriksaan lebih mengarah pada biopsi. Pada kontras, DM mungkin
relatif tidak mencolok karena ini cenderung muncul sebagai nodul atau plak kulit yang

biasanya tidak memiliki komponen epidermis dan pigmentasi.

2.9 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN ( 1,2,4-7 )

Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk

beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan. Terapi tergantung tipe dari sarkoma

kaposi, lesi dan sistem organ yang terkena. Pada sarkoma kaposi yang berhubungan dengan

defisiensi imun atau supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat

memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi.

Dalam penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau “localized

cutaneous disease“ dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini termasuk eksisi,

destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical

dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak direkomendasikan karena

sarkoma kaposi dapat muncul pada tepi luka.

Terapi pada organ sistemik bisa untuk beberapa varian, seperti :

• Pada klasik sarkoma kaposi

Dilakukan kemoterapi termasuk doxorubicin 20 – 30 mg/m 2, bleomycin 10 mg/m2,

vincristine 1 – 2 mg setiap 2 – 4 minggu. Bisa juga diberikan etoposide dan dacarbazine

yang bisa diberikan sendiri ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan efek terapi

pada pasien sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar dan atau

yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik dengan interferon α 3 –

30 juta unit rutin 3x seminggu, liposomal anthracycline (seperti Doksil) 20 – 40 mg/m 2

setiap 2 – 4 minggu atau vinblastin 6 mg i.v seminggu sekali.

• Pada sarkoma kaposi terkait pasien dengan terapi immunosupresan

Bisa dilakukan penurunan dosis untuk terapi immunosupresannya atau menekan

penambahan kortikosteroid pada terapi immunosupresive, mengganti penghambat

calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna untuk terapi sarkoma kaposi dengan

tipe lainnya.

• Pada sarkoma kaposi terkait AIDS

Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien dengan sarkoma kaposi

yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan mengecil dengan pemberian terapi ini.

Terapi paliatif dengan kombinasi kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi

replikasi HIV-1 dan melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK – AIDS,
berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ). Terapi dengan

liposomal anthracycline ( liposomal doxorubicin ) lebih efektif daripada kombinasi

bleomycin dan vincristine atau doxorubicin. Dosis liposomal anthracycline yaitu 20

mg/m2 i.v setiap 2 – 4 minggu. Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m 2 setiap 2

minggu.

Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan pada

tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik sarkoma kaposi juga berkurang. Namun,

jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan jumlah pasien dengan

sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat kembali karena pasien tersebut

hidup lebih lama dengan infeksi HIV. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes

penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan apakah

pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan

skrining terhadap sebuah organ yang akan digunakan untuk transplantasi.

2.10 KOMPLIKASI ( 1-4,6-9,12 )

Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan

lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan berisiko terjadi

keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa

terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena keganasan,

dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko

terjadinya klasik Kaposi sarcoma.

Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis

ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mukosa dan organ

visceral secara luas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering
menyebabkan perdarahan dan ileus dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan

baik. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus,

batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian untuk lesi di paru

dikarenakan adanya pendarahan paru.

Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki karakteristik

lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot dan

tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi

sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk makan dan berbicara.


BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah kita telah mengetahui definisi, etiologi,

klasifikasi, gejala klinisnya serta mengenai pengobatan dan komplikasi dari penyakit ini.

Penyebabnya ialah human herpes virus 8 ( HHHV8 ) yang transmisinya bisa melalui in vivo dan

in vitro ke pejamu. Untuk itu kita harus lebih waspada khususnya pekerjaan kita di bidang medis

karena virus ini bisa melalui kontak darah dan saliva.

Klasifikasi yang ada untuk sarkoma kaposi diantaranya : sarkoma kaposi tipe klasik,

sarkoma kaposi terkait dengan AIDS, sarkoma kaposi terkait dengan pasien terapi

immunosupresan dan sarkoma kaposi di daerah endemik. Tipe yang progresif yaitu tipe sarkoma

kaposi terkait dengan AIDS serta yang lambat tipe klasik dan biasanya pasien sarkoma kaposi

tipe klasik bukan meninggal karena tumornya namun karena penyakit yang lain.

Pengobatan bisa terai lokal dan sistemik. Terapi lokal ini bermacam – macam seperti

eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi

topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi juga bisa diberikan pada lesi yang sulit

dijangkau seperti lesi pada mukosa. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang dicurigai

memiliki lesi di organ viseralnya. Terapi sistemik ini tergantung pada variannya. Misalnya

kemoterapi pada pasien tipe klasik, penurunan dosis immunosupressan, sampai pemberian

HAART pada pasin AIDS.

Komplikasi dari sarkoma kaposi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem

pencernaannya, gangguan fungsi paru, gangguan berbicara dan makan serta yang paling akhir

adalah kematian. Untuk itu kita harus melakukan skrining dengan tes darah untuk mendeteksi
antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi, menentukan apakah pasien

memberikan risiko transmisi infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining

terhadap sebuah organ yang akan digunakan untuk transplantasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Tschachler E. Kaposi Sarcoma. In : Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Vol

1. Seventh Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2008. Pg. 1183 – 1188.

2. Wolff K, Johnson RA. Kaposi Sarcoma. In : Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of

Clinical Dermatology. Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies ; 2012.

Pg. 538 – 543, 1066.

3. DeVita V. AIDS-related malignancies. In: DeVita V, Vincent T Jr, eds. Cancer: Principles

and Practice of Clinical Oncology. Vol 8. 5th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott, Williams,

& Wilkins; 2018. Pg.2404-2407.

4. Rose LJ. Sarkoma Kaposi. Available at http://www.medscape.com/sarkoma-kaposi.

accessed on 12th April 2012.

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrew’s Disease of The Skin

Clinical Dermatology. Tenth Edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 2016. Pg.

418 – 419, 599 – 601.

6. National Cancer Institute. Kaposi Sarcoma Treatment. Available at

http://www.usa.gov/kaposi-sarcoma. accessed on 12th April 2012.

7. Antman K, Chang Y. Kaposi’s Sarcoma. The New England Journal of Medicine. 2010.

14. 1027 – 1038.

8. Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV Infection. In : Current Medical Diagnosis &

Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2016. Pg. 1318, 1320 – 1321.

9. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related

Disorders. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th Edition. New York :

McGraw-Hill ; 2015. Pg. 1098.


10. Handsfield HH. Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmited Disease. 3rd Edition.

New York : McGraw-Hill ; 2015. Pg. 174 – 175.

11. Rugo SH. Cancer. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York :

McGraw-Hill ; 2016.

12. Gasparetto TD, et al. Pulmonary involvement in Kaposi sarcoma: correlation between

imaging and pathology. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2009. 4. 1 – 7.

13. Restrepo CS, et al. Imaging Manifestations of Kaposi Sarkoma. RadioGraphics. 2016.

26. 1169 – 1185.

Anda mungkin juga menyukai