1jurnal JKK - Juni13 OK PDF
1jurnal JKK - Juni13 OK PDF
Pengaruh Home Visit terhadap Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat
Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Mamnu'ah 10-18
Tabel 7. Pola Perilaku Merokok Responden di SMP PGRI Kasihan, Bantul Tahun
Ajaran 2010/2011
kompleks seperti personal, sosial dan kebu- Sebagian besar responden memper-
dayaan yang dapat bervariasi sepanjang oleh rokok atau membeli rokok dari penjual
waktu dalam tiap tahap perkembangan yang asongan atau warung kecil yaitu sebesar
dapat berdampak pada laki-laki dan pe- 31%. Hal ini terkait dengan banyaknya wa-
rempuan (WHO, 2010). rung di sekitar lingkungan sekolah, sehingga
Sebagian besar responden merokok responden dapat dengan leluasa membeli
untuk menghilangkan kejenuhan (33,80%) rokok secara eceran. Beberapa penelitian
disertai alasan lain yaitu menghilangkan stres. menunjukkan hasil yang serupa yaitu pada
Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian Radityasari (2010) di mana
penelitian, diantaranya adalah penelitian sebagian besar subyek membeli rokok seca-
Prabandari (1994) bahwa alasan seorang ra ecer di warung pinggir jalan.
remaja merokok antara lain adalah coba- Data yang diperoleh menunjukkan
coba, terlihat macho, ditawari oleh teman, bahwa responden paling banyak menghisap
mempererat persahabatan, tidak ketinggalan rokok di tempat umum (pinggir jalan, mall,
jaman, menyenangkan dan mengurangi stres. warung/kafe/restoran dan angkutan umum)
Komalasari dan Helmi (2000) mengung- yaitu sebesar 53,33%. Hasil yang sama
kapkan bahwa remaja mempunyai suatu ditunjukkan pada penelitian Astuti, Kustanti,
pandangan bahwa rokok dapat membantu dan Hartini (2009) bahwa sebanyak 37,5
mengurangi beban masalah, namun jika % remaja dengan persentase terbesar mero-
remaja tidak menemukan pemecahan atas kok di tempat umum, karena bebas dari
masalah yang terjadi maka akan semakin pengawasan guru dan orangtua, sehingga
meningkatkan perilaku merokoknya. merasa aman.
Gani Apriningtyas B, dkk., Hubungan Antara Stres Psikososial... 7
PGRI Kasihan, Bantul dengan arah positif Harjanto, T., Purwanta., & Rahmat, I. 2004.
namun mempunyai kekuatan korelasi yang Faktor-faktor yang Mempenga-
lemah. ruhi Perilaku Merokok di Ka-
langan Pelajar SMU Negeri 1
Saran Kartasura Jawa Tengah. Skripsi.
Bagi SMP PGRI Kasihan, Bantul Tidak diterbitkan. Yogyakarta:
diharapkan dapat lebih meningkatkan Universitas Gadjah Mada.
pendidikan kesehatan tentang perilaku Komalasari, D., & Helmi, A. F. 2000.
merokok pada siswa-siswa terkait perilaku Faktor-faktor Penyebab Perila-
merokok siswa, agar menghentikan kebia- ku Merokok pada Remaja, (On-
saan merokok sedini mungkin. line), (http://avin.staff.ugm.ac.id/
data/jurnal/perilakumerokok_avin.
DAFTAR RUJUKAN pdf.2000§), diakses 3 Juni 2011.
Astuti, F., Kustanti, A., & Hartini, S. 2009. Koval, J. J., Linda, L. P., Stella, S. H., &
Gambaran Persepsi, Sikap, dan Pe- Chan. 2004. Psychosocial Variables
rilaku Merokok pada Siswa In A Cohort of Students In Grades
Sekolah Menengah Pertama 8 and 11: A Comparison of Current
(SMP) di Urban Kabupaten Slem- and Never Smokers. Preventive
an. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogya- Medicine, 39: 1017-1025.
karta: Universitas Gadjah Mada. Kusuma, M. T., & Prabandari, L. 2007.
Byrne, D. G., & Mazanov, L. 2003. Ado- Hubungan Antara Status Stres
lescent Stress and Future Smoking Psikososial dengan Status Gizi
Behavior A Prospective Investi- Siswi SMP Stella Duce 1 Yogya-
gation. Journal of Psychosomatic karta. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Research, 54: 313-321. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Mada.
Yogyakarta. 2010. Riset Kesehat- Nurkania, N., Hakimi, M., Prabandari, Y.
an Dasar Badan Penelitian dan S. 2007. Pengaruh Penerapan
Pengembangan Kesehatan Ke- Kawasan Tanpa Rokok di Seko-
menterian Kesehatan Republik lah Terhadap Sikap dan Perilaku
Indonesia. Jakarta: Dinas Kesehatan. Berhenti Merokok di Kalangan
Dwiyathitami, Ni. M. 2011. Mengenal Stres Siswa SMA di Kota Bogor. Tesis.
Pada Anak, (Online), (http://www. Tidak diterbitkan. Yogyakarta:
balipost.co.id/mediadetail.php§ Universitas Gadjah Mada.
module=detailberita&kid=24&id Prabandari, Y. S. 1994. Pendidikan
=48084§), diakses 15 Februari 2011. Kesehatan Melalui Seminar dan
Hidayati, N. 2011. Tiga dari 10 Pelajar Diskusi sebagai Alternatif Pe-
di RI Merokok Sebelum Umur 10 nanggulangan Perilaku Merokok
Tahun, (Online), (http://m.detik. pada Remaja Pelajar SLTA di
com dari browser ponsel anda! detik Kodya Yogyakarta. Tesis. Tidak
news.com), diakses 15 Februari diterbitkan. Yogyakarta: Universitas
2011. Gadjah Mada.
Gani Apriningtyas B, dkk., Hubungan Antara Stres Psikososial... 9
.
PENGARUH HOME VISIT TERHADAP KEMAMPUAN
PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA
KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA
Mamnu'ah
STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta
Email: nutriatma@yahoo.co.id
Keywords: home visit, family and patients ability to care, mental problem
salah satunya adalah melakukan berbagai yang mengalami gangguan jiwa. Penelitian
macam penelitian yang dibutuhkan untuk ini merupakan penelitian Pre-post Experi-
menentukan kebijakan pelaksanaan terapi ment dengan mengukur sebelum dan sesuah
keluarga yang dibutuhkan keluarga ketika diintervensi lalu diukur hasilnya (Noto-
merawat anggota keluarganya yang menga- atmodjo, 2010). Populasi adalah keselu-
lami gangguan jiwa. Melalui penelitian ini, ruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
diharapkan home visit yang dilakukan oleh (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian
perawat puskesmas akan membantu me- ini yaitu semua pasien dan keluarga yang
ningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang berjumlah 75 orang.
gangguan jiwa. Sampel adalah bagian populasi yang akan
Berdasarkan wawancara dengan pera- diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik
wat penanggung jawab program jiwa di yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Puskesmas Galur II didapatkan data bahwa Sampelnya adalah pasien dan keluarga yang
jumlah pasien gangguan jiwa di Desa Ba- bertanggungjawab merawat pasien yang
naran sebanyak 75 pasien, angka ini tertinggi mengalami gangguan jiwa di rumahnya. Tek-
dibandingkan dua desa lainnya yaitu di Desa nik sampel yang digunakan adalah random
Nomporejo 30 pasien dan di Desa Krang- sampling sebanyak 11 orang pasien dan ke-
gan sebanyak 34 pasien. Petugas juga men- luarga yang akan dilakukan intervensi.
jelaskan adanya 15 pasien yang tidak kontrol Instrumen yang digunakan dalam penelitian
lagi ke puskesmas padahal sebelumnya rutin ini adalah lembar kuesioner dalam bentuk
kontrol, kondisi ini menggambarkan salah satu pertanyaan tertutup dan ceklist. Instrumen
indikator kemampuan pasien dan ketidak- yang digunakan untuk intervensi home visit
mampuan keluarga dalam merawat anggota menggunakan standar prosedur operasional
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. yang telah disusun oleh peneliti.
Berdasarkan latar belakang dan per- Metode yang digunakan dalam pe-
masalahan, maka dapat diasumsikan bahwa ngumpulan data adalah dengan memberikan
home visit mampu meningkatkan kemam- kuesioner dan ceklist untuk mendapatkan
puan pasien dan keluarga dalam merawat data kemampuan keluarga dalam merawat.
anggota keluarga yang mengalami gangguan Kemampuan pasien diukur menggunakan
jiwa sehingga rumusan masalah dari peneli- ceklist. Home visit dilakukan empat kali
tian ini adalah “Bagaimana pengaruh home pertemuan, pertemuan pertama membica-
visit terhadap kemampuan pasien dan kelu- rakan tentang cara mengatasi gejala, perte-
arga dalam merawat anggota keluarga yang muan kedua cara memenuhi kebutuhan
mengalami gangguan jiwa?” Penelitian ini ADL, pertemuan ketiga cara bersosialisasi
bertujuan untuk menganalisis pengaruh dan pertemuan keempat manajemen obat.
home visit terhadap kemampuan pasien dan Kegiatan ini dilakukan selama satu bulan,
keluarga dalam merawat anggota keluarga tiap pertemuan dilakukan selama 60 menit.
yang mengalami gangguan jiwa. Pengukuran kemampuan keluarga dilak-
sanakan satu jam sebelum intervensi dan
METODE PENELITIAN satu jam setelah dilakukan intervensi pada
Penelitian ini merupakan penelitian pertemuan keempat. Dalam proses pengum-
Quasi Experiment untuk menilai pengaruh pulan data, peneliti dibantu oleh dua orang
home visit terhadap kemampuan pasien asisten. Data yang diperoleh dilakukan uji
keluarga dalam merawat anggota keluarga normalitas data. Hasilnya diperoleh data
Mamnu’ah, Pengaruh Home Visit ..... 13
Pasien Keluarga
Jenis Kelamin
Frekuensi % Frekuensi %
Laki-laki 5 45,5 6 54,5
Perempuan 6 54,5 5 45,5
Jumlah 11 100 11 100
14 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 10-18
intervensi adalah 8 dengan standar deviasi home visit, terjadi kenaikan sebanyak 8
4,242. Hasil uji statistik didapatkan nilai poin. Hal ini menunjukkan bahwa home visit
0,000 maka dapat disimpulkan ada yang dilakukan tenaga puskesmas selaku
perbedaan yang signifikan antara sebelum penanggung jawab program kesehatan jiwa
dan sesudah dilakukan home visit. di masyarakat memberikan dampak positif
untuk meningkatkan kemampuan pasien. Hal
Kemampuan Keluarga ini sesuai dengan teorinya Keliat (2012)
Kemampuan keluarga dalam merawat bahwa adanya perawat Community Men-
anggota keluarga yang mengalami gangguan tal Health Nursing (CMHN) di puskesmas
jiwa dapat dilihat pada tabel 7. mempunyai tugas salah satunya adalah
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa melakukan kunjungan kepada pasien akan
rata-rata kemampuan keluarga sebelum dila- mampu meningkatkan kemampuan pasien
kukan home visit adalah 11,18 dengan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
standar deviasi 6,20. Setelah dilakukan seperti mandi, berdandan, interaksi sosial
home visit didapatkan rata-rata 12,09 de- dan berobat secara teratur.
ngan standar deviasi 3,36. Terlihat nilai mean Kemampuan pasien mengalami pe-
perbedaan sebelum dan sesudah intervensi ningkatan hal ini didukung oleh pendidikan
adalah 0,909 dengan standar deviasi 4,109. pasien yang sebagian besar SMA sehingga
Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,480 ma- memudahkan dalam memberikan pendi-
ka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan dikan kesehatan. Notoatmodjo (2003)
yang signifikan antara sebelum dan sesudah memberikan gambaran bahwa kemampuan
dilakukan home visit. meliputi kognitif, afektif dan psikomotor.
Kemampuan pasien sebelum dilaku- Dalam home visit ini diberikan ketiga hal
kan home visit pada skor 43,63 dan me- tersebut kepada pasien. Kemampuan meng-
ningkat menjadi 51,63 setelah dilakukan atasi gejala gangguan jiwa yang dialami,
16 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 10-18
interaksi sosial, kepatuhan minum obat dan Penelitian terkait pernah dilakukan oleh
penggunaan fasilitas kesehatan yang diberi- Seloilwe (2006) tentang pengalaman dan
kan pemerintah. Usia pasien yang rata-rata kebutuhan keluarga dengan gangguan jiwa
berusia 39 tahun memudahkan transfer di rumah di Botswana. Hasilnya bahwa
kemampuan. Umur menjadi salah satu merawat anggota keluarga dengan gangguan
pendukung terjadinya peningkatan kemam- jiwa membuat keluarga bingung, sedih dan
puan pasien dalam menerima materi yang merupakan penderitaan tiada habisnya.
diberikan. Pemberi perawatan dituntut untuk melaku-
Home visit yang dilakukan perawat kan koping setiap hari, menjadi tidak jujur
puskesmas kepada pasien merupakan dengan anggota keluarga yang mengalami
bagian dari peran, fungsi dan tugas perawat. gangguan, manipulatif, akomodatif, mene-
Apalagi jika dilakukan secara teratur dan rima dan negosiasi terhadap situasi yang
terstruktur seperti dalam penelitian ini. terjadi. Kondisi inilah yang dialami keluarga
Dalam pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa dalam penelitian ini. Keluarga mengatakan
(DSSJ), peran perawat jiwa sebagai ma- sangat berat mempunyai anggota keluarga
najer pelayanan kesehatan jiwa di komunitas yang mengalami gangguan jiwa.
dapat memberi kewenangan membentuk Adanya sikap positif akan memudah-
kader-kader kesehatan jiwa yang bertugas kan keluarga melakukan perawatan. Psiko-
sebagai kepanjangan tangan perawat motor atau kemampuan praktek merujuk
puskesmas (Keliat, 2010). Tugas home visit pada pergerakan muskuler yang merupakan
bisa berkoordinasi dengan para kader hasil dari koordinasi pengetahuan dan
kesehatan jiwa sehingga pasien senantiasa menunjukkan penguasaan terhadap suatu
merasa diperhatikan oleh petugas. tugas atau ketrampilan (Craven, 2006).
Kemampuan keluarga sebelum dilaku- Kemampuan psikomotor akan ditunjukkan
kan home visit rata-rata 11,18 dan mening- keluarga dalam keseharian ketika merawat
kat menjadi 12,09, terjadi peningkatan pasien. Aspek tersebut penting dalam pera-
sebanyak 0,909. Peningkatan ini sangat watan pasien.
sedikit. Hasil uji statistik memperlihatkan Pada penelitian ini tidak semua kelu-
tidak ada pengaruh home visit terhadap arga mempunyai sikap positif, ada yang
kemampuan keluarga. Hal ini berkaitan de- mengatakan sama saja begitu-begitu terus.
ngan beban yang dirasakan keluarga dengan Ini merupakan tantangan besar bagi perawat
adanya anggota keluarga yang mengalami CMHN untuk membuat metode baru yang
gangguan jiwa merupakan hal sangat berat mampu membangun sikap positif keluarga
dan banyak sumber stresor di keluarga yang dalam memberikan perawatan kepada
mempengaruhi keberfungsian keluarga. anggota keluarga yang mengalami gangguan
Menurut Torrey (1988 dalam Arif, 2006) jiwa. Menurut Stuart dan Laraia (2005) juga
bahwa adanya klien gangguan jiwa dalam menjelaskan bahwa keyakinan positif terha-
keluarga merupakan stresor yang sangat dap suatu pengobatan akan mempercepat
berat yang harus ditanggung keluarga. kesembuhan pasien. Untuk itulah diperlukan
Keluarga sebagai matriks relasi maka seluruh sikap positif keluarga dalam melakukan
anggotanya terhubung satu sama lain akan perawatan kepada pasien.
terkena dampak yang besar. Keseimbangan Tidak adanya pengaruh home visit
keluarga sebagai suatu sistem mendapatkan terhadap kemampuan keluarga juga didu-
tantangan yang besar. kung usia keluarga yang merawat pasien
Mamnu’ah, Pengaruh Home Visit ..... 17
1 Dokter 7 1, 88
2 Asisten Apoteker 16 4, 29
3 Teknisi 3 0, 80
4 Perawat 179 47, 99
5 Ahli Gizi 2 0, 54
6 Analis Lab 12 3, 22
7 Radiografer 5 1, 34
8 Apoteker 3 0, 80
9 Administrasi 57 15, 28
10 Sanitarian 3 0, 80
11 Satpam 4 1, 07
12 Lain-lain (cleaning service, 80 21, 45
asisten perawat, )
gai perawat (47,99%), tenaga administrasi semua profesi di seluruh unit harus
sebesar 15,28%, analisis laboratorium se- memahami tentang budaya keselamatan
banyak 3,22%, radiografer 1,34%, satpam pasien, bekerja sesuai SOP yang ada dan
sejumlah 1,07% dan apoteker sejumlah mengupayakan keselamatan pasien sebagai
0,8%. Melihat data tersebut dapat diketahui fokus dalam pelayanan di unit kerjanya
bahwa profesi perawat merupakan jenis masing-masing. Hal ini sesuai dengan
profesi yang terbanyak jika dibandingkan pendapat Cahyono (2008) yang menyatakan
dengan jenis profesi lain. Menurut Yahya bahwa KTD dapat terjadi dimana-mana dan
(2011) semua profesi yang bekerja di suatu kapan saja di seluruh unit pelayanan di
rumah sakit memiliki risiko untuk melakukan rumah sakit yang sangat kompleks dan
suatu kesalahan (error). beragam.
Perawat bekerja dan bersama pasien
selama 24 jam, sekitar 60% dari keterampilan Tabel 3. Distribusi Frekuensi Res-
yang ada di rumah sakit adalah keterampilan ponden Berdasarkan Lama
keperawatan. Untuk mengantisipasi terjadinya Bekerja di RS Panti Rapih
KTD, seluruh perawat bekerja dengan Yogyakarta tahun 2012
mengunakan SOP (standar operasional pro-
sedur) yang ada di rumah sakit. Lama Bekerja Frekuensi Persentase
di RSPR
Karakteristik Responden Berdasarkan Kurang dari 1 tahun 30 8, 09
Unit Kerja 1 – 5 tahun 88 23, 72
Seluruh karyawan yang berkarya di 6 – 10 tahun 38 10, 24
11 – 15 tahun 63 16, 98
RS Panti Rapih terbagi dalam 44 unit kerja
16 – 20 tahun 78 21, 02
(Tabel 2). Responden yang paling besar 21 tahun atau lebih 74 19, 95
adalah yang berkarya di unit rawat inap yaitu
sebanyak 32,97%. Karyawan yang bekerja Dari hasil pengumpulan data diketahui
di seluruh unit di RS Panti Rapih berisiko bahwa sebagian besar responden (23,72%)
untuk terjadi kesalahan/KTD. Untuk itulah berada pada rentang 1-5 tahun bekerja di
Ag. Sri Oktri Hastuti, Penerapan Budaya Keselamatan Pasien... 23
rumah sakit, sedangkan yang bekerja (>75%) dan area budaya yang mem-
selama kurang dari 1 tahun merupakan butuhkan pengembangan (respon positif
jumlah yang terkecil, yaitu 8,09%. Robbins <50%).
(2003) berpendapat bahwa ada hubungan Area kekuatan budaya keselamatan
positif antara senioritas dengan produktivitas pasien yang mempunyai respon kekuatan
kerja. Jika dikaitkan dengan sistem jenjang tinggi adalah aspek pengembangan budaya
karier profesi perawat yang disusun oleh belajar berkelanjutan (81,67%), aspek
Depkes RI (2006) rentang pengalaman kerja tim antar unit dengan respon positif
kerja antara 1–5 tahun di rumah sakit setara sebesar 79,30% dan aspek dukungan
dengan tingkatan perawat antara perawat manajemen terhadap keselamatan pasien
klinik I (novice) dan perawat klinik II (respon positif 75,68%). Dari survei ini
(advance beginners). Kondisi ini kurang dapat diketahui area budaya keselamatan
aman dan perlu diwaspadai oleh pihak yang masih membutuhkan pengembangan
manajemen karena perawat dengan masa yaitu aspek banyaknya pelaporan insiden
kerja tersebut rata-rata berusia sekitar 21– dengan respon positif sebesar 21,09%,
25 tahun yang merupakan usia rentan untuk aspek ketenagaan/SDM (Sumber Daya
mencari pengalaman baru atau pun usia Manusia) memiliki respon positif sebesar
(menjelang pernikahan) sehingga memung- 43,12%, aspek respon tanpa hukuman
kinkan untuk pindah bekerja karena meng- dengan respon positif sebesar 41,81%.
ikuti suami ataupun alasan lain. Budaya organisasi berunsurkan nilai-
nilai atau keyakinan (core value) yang
Budaya Keselamatan Dalam 12 berfungsi sebagai perekat organisasi, yang
Dimensi Keselamatan dijadikan dasar dalam membentuk perilaku
Dari hasil pengumpulan data (Tabel 4) setiap individu dalam organisasi dalam
dapat diketahui area budaya keselamatan rangka mencapai visi organisasi. Nilai-nilai
yang mempunyai respon positif tinggi yang dimaksud diant aranya adalah
pesat terutama dalam dua dekade terakhir. dan penawarnya dan Dia telah menen-
Di samping itu, isu terkini yang berkait dengan tukan setiap penawar untuk setiap pe-
perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan nyakit. Jadi rawatlah dirimu sendiri de-
profil pasien, dimana pasien dengan kondisi ngan menggunakan obat-obatan sekuat-
penyakit degeneratif dan kelainan metabolik mu, tetapi jangan menggunakan sesuatu
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut yang jelas-jelas dilarang.” (HR. Abu
biasanya sering menyertai kekomplekan suatu Dawud dari Abu Al Darda).
luka dimana perawatan yang tepat diperlukan Perkembangan perawatan luka
agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan (wound care) berkembang dengan sangat
optimal. pesat di dunia kesehatan. Metode pera-
Beberapa hal yang perlu diperhatikan watan luka yang berkembang saat ini adalah
dalam perawatan ulkus diabetikum yaitu perawatan luka dengan menggunakan
pengaturan makan yang baik dengan prinsip moisture balance. Perawatan luka
mengurangi makanan yang mengandung gula, tersebut dikenal sebagai metode moisture
mengkonsumsi makanan dengan kadar balance dan memakai alat ganti balut yang
protein tinggi misalnya daging tanpa lemak, lebih modern. Turner dan Hartman (2002)
telur, ikan, sayur hijau dan harus menjauhi menyatakan bahwa perawatan luka dengan
makanan dengan kandungan tinggi karbo- konsep lembab yang dilakukan secara
hidrat serta melakukan latihan fisik secara kontinyu akan mempercepat pengurangan
teratur (Nurhasan, 2002). luka dan mempercepat proses pembentukan
Metode konvensional atau metode jaringan granulasi dan reepitelisasi.
yang sering diterapkan sejak dahulu telah Menurut Ovington (2002) bahwa
dikembangkan untuk membantu penyem- penggunaan kasa baik dengan cara kering
buhan luka, seperti dengan menjahit luka, atau dilembabkan memiliki beberapa
menggunakan antiseptik dosis tinggi, dan kekurangan yaitu dapat menyebabkan rasa
pembalutan dengan menggunakan bahan tidak nyaman saat penggantian balutan,
yang menyerap. Namun ketika diteliti lebih menunda proses penyembuhan terutama
lanjut, ternyata cara tersebut sama sekali epitelisasi, meningkatkan risiko infeksi dan
tidak membantu penyembuhan luka bahkan kurang efektif serta efisien dalam hal peng-
berisiko memperburuk kondisi luka. gunaan waktu dan tenaga.
Antiseptik seperti hydrogen peroxide, Hasil riset Winter (1962) menyatakan
povidone iodine dan acetic acid selalu kelembaban pada lingkungan luka akan
digunakan untuk menangani luka pada mempercepat proses penyembuhan luka.
metode konvensional. Walaupun alasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penggunaan antiseptik pada luka bertujuan tingkat efektivitas perawatan luka moisture
untuk menjaga luka tersebut agar menjadi balance terhadap penyembuhan luka pada
steril, masalah utama yang justru timbul pasien ulkus diabetikum di Klinik Spesialis
adalah antiseptik tersebut tidak hanya Perawatan Luka FIKES UMM.
membunuh kuman-kuman yang ada, namun
juga membunuh leukosit yaitu sel darah yang METODE PENELITIAN
dapat membunuh bakteri pathogen dan Penelitian ini merupakan penelitian pre-
jaringan fibroblast yang membentuk jaringan experiment (pra-eksperimen) dengan one
kulit baru. Hal ini dapat menyebabkan group pretest-postest design. Populasi
gangguan pada proses penyembuhan luka. dalam penelitian ini berjumlah 40 orang
“Allah SWT telah menurunkan penyakit dengan menggunakan teknik accidental
32 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 29-36
Penilaian kondisi luka ulkus diabetikum babkan penurunan sirkulasi migrasi sel darah
sebelum dan setelah dilakukan perawatan putih pada luka dan fagositosis terlambat
moisture balance yang didapatkan dari dapat menganggu proses penyembuhan.
penjumlahan 10 item penilaian pada lembar Faktor nutrisi misalnya menghambat respon
observasi dengan hasil ditampilkan pada imun dan opsonisasi bakteri.
tabel 2. Hasil penelitian didapatkan kondisi Defisiensi asam askorbat merupakan
luka ulkus diabetikum sebelum dilakukan penyebab gangguan penyembuhan luka yang
perawatan luka dengan metode moisture paling sering. Asam askorbat merupakan
balance memiliki nilai rerata 28,4 (kriteria suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin
kondisi luka sedang) dan setelah dilakukan menjadi asam aminohidroksi prolin pada
perawatan moisture balance nilai rerata sintesis kolagen dalam penambahan molekul
menjadi 19,3 (kriteria kondisi luka ringan). oksigen. Jaringan parut lama, memiliki
Gejala yang menyertai timbulnya ulkus aktifitas kolagenase yang lebih tinggi dari
diabetikum adalah kemerahan yang makin pada kulit normal. Zat besi merupakan unsur
meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas yang penting untuk penyembuhan luka. Zat
badan dan adanya nanah yang makin besi juga diperlukan untuk berlangsungnya
banyak serta adanya bau yang makin tajam hidroksilase residu prolin. Kalsium dan mag-
(Gitarja, 2000). nesium dibutuhkan untuk aktivasi kolage-
Berdasarkan tabel 2 terdapat satu nase dan sintesis protein secara umum.
pasien dengan kondisi luka sedang. Faktor Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka
yang menghambat penyembuhan luka pada adalah suplai oksigen yang adekuat. Keba-
pasien ulkus diabetikum yaitu status nutrisi nyakan penyembuhan luka yang kronik
yang tidak adekuat dan pasien berumur > dapat diatasi secara efektif dengan mening-
65 atau tua juga mengalami penurunan katkan oksigenasi jaringan.
respon inflamatari yang memperlambat Berdasarkan data yang peneliti dapat-
proses penyembuhan. Usia tua menye- kan bahwa dari 10 item mengalami
Tabel 2. Data Kondisi Luka Sebelum dan Setelah Dilakukan Perawatan Moisture
Balance
Responden Pre test Kategori Post test Kategori
1 32 Sedang 22 Baik
2 29 Sedang 19 Baik
3 36 Sedang 25 Sedang
4 19 Baik 14 Baik
5 28 Sedang 17 Baik
6 27 Sedang 18 Baik
7 31 Sedang 22 Baik
8 30 Sedang 20 Baik
9 32 Sedang 22 Baik
10 30 Sedang 19 Baik
11 22 Baik 15 Baik
12 25 Sedang 18 Baik
Rerata 28,4 Rerata 19,3 Baik
34 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 29-36
keterlambatan dalam item pertama yaitu luas moisture balance pada luka ulkus
luka, karena untuk menciptakan luas luka diabetikum dilakukan uji statistik dengan
dapat berkurang secara signifikan peneliti menguji perbedaan kondisi luka ulkus
membutuhkan waktu yang cukup lama. Epi- diabetikum sebelum dan setelah dilakukan
telisasi dan granulasi dapat berkembang perawatan moisture balance.
dengan sempurna apabila didukung dengan
jumlah eksudat dan goa pada luka berku- Tabel 4. Data Uji Statistik Paired
rang. Mayoritas responden memiliki ke- Sampel T-test
mampuan respon tubuh yang sama, didu-
kung juga dengan kadar gula yang terkontrol
Nilai t Nilai P
maka kecepatan kesembuhan cepat.
Luka dikatakan mengalami proses Pretest dan posttest 16,722 0,000
penyembuhan jika mengalami fase respon
inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif,
Uji statistik menggunakan Paired Sam-
fase proliferatif dan fase maturasi (Morison,
pel T-test dan didapatkan nilai p sebesar
2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya
0,000 (p<0,05), maka hipotesis nol ditolak
luasnya luka, jumlah eksudate berkurang,
dan hipotesis alternatif diterima, dengan kata
jaringan luka semakinmembaik, sedangkan luka
lain ada perbedaan yang signifikan secara
sedang bisa dikategorikan dalam kondisi luka
statistik kondisi luka antara sebelum dan
yang tidak mengalami infeksi.
sesudah perawatan luka ulkus diabetikum.
Sebelum analisis data dilakukan, sudah
Gambaran secara umum didapatkan
dilakukan uji normalitas data dan hasil
data bahwa mayoritas pasien dengan ulkus
pretest-posttest berdistribusi normal sehing-
diabetikum mempunyai luas luka < 36 cm,
ga analisis data selanjutnya uji statistik
dalam stage tiga, produksi pus atau nanah
parametrik. Berikut akan disajikan deskripsi
masih banyak dan purulent, belum ada per-
data penelitian yang akan memberikan
tumbuhan granulasi dan epitelisasi, warna
informasi tentang nilai maksimum, nilai
sekitar kulit putih, pucat atau hipopigmentasi.
minimum, mean dan standar deviasi
Beberapa faktor yang dapat meng-
berdasar subyek penelitian (Tabel 3.)
hambat proses penyembuhan diantaranya
kurang maksimalnya pengendalian variabel
Tabel 3. Deskripsi Data Kondisi Luka
Sebelum dan Setelah Dilaku- pengganggu seperti status nutrisi, yaitu pola
kan Perawatan Luka Moisture makan yang tidak teratur serta personal
Balance hygiene pasien yang kurang memperhatikan
kebersihan diri, terutama menjaga kondisi
luka. Berdasarkan data yang peneliti dapat-
Deskripsi Data Pretest Posttest
kan, penilaian terhadap kondisi luka ber-
Nilai minimum 19 14
dasarkan dari 10 item mengalami keterlam-
Nilai maksimum 36 25
Rerata 28,4 19,3 batan dalam item kesepuluh yaitu epitelisasi.
Standar Deviasi 4,7 3,2 Epitelisasi pada tepi luka memerlukan
Mean 28,4 19,3 perhatian khusus terhadap adanya pertum-
buhan kuman dan hipergranulasi yang dapat
menghambat epitelisasi dan penutupan luka
Berdasarkan tabel 3 untuk menga- karena untuk menciptakan epitelisasi dapat
nalisis efektivitas metode perawatan tumbuh secara signifikan peneliti membutuh-
Salia Marvinia dan Widaryati, Efektivitas Metode Perawatan Luka ... 35
kan waktu yang cukup lama. Epitelisasi pernah dilakukan dengan setengah dari luka
dapat berkembang sempurna apabila didu- ini dilakukan teknik perawatan luka kering
kung jumlah eksudat dan goa pada luka ber- dan sebagian ditutupi polythene sehingga
kurang. Mayoritas responden memiliki ke- lingkungan luka lembab. Hasil menunjukkan
mampuan respon tubuh yang sama, didu- bahwa perawatan luka dengan polythene
kung juga dengan kadar gula yang terkontrol terjadi epitelisasi dua kali lebih cepat dari
maka kesembuhan dapat dicapai. perawatan luka kering. Hal tersebut menun-
Luka dikatakan mengalami proses jukkan bahwa lingkungan luka yang kering
penyembuhan jika mengalami proses fase menghalangi sel epitel yang migrasi di per-
respon inflamasi akut terhadap cedera, fase mukaan luka, sedangkan dengan lingkungan
destruktif, fase proliferatif dan fase maturasi lembab sel-sel epitel lebih cepat migrasinya
(Morison, 2004). Kemudian disertai dengan untuk membentuk proses epitelisasi (Car-
berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat ville, 2007). Lingkungan luka yang lembab
berkurang, jaringan luka semakin membaik, dapat diciptakan dengan occlusive dres-
sedangkan luka sedang bisa dikategorikan sing/semi-occlusive dressing. Menurut
dalam kondisi luka yang tidak mengalami Carville (2007) manajemen luka yang dila-
infeksi. Penyembuhan luka merupakan sua- kukan tidak hanya melakukan aplikasi se-
tu proses yang kompleks karena proses pe- buah balutan atau dressing tetapi bagaimana
nyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, melakukan perawatan total pada klien
bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. dengan luka.
Penanggungan respon vaskuler, Manajemen luka ditentukan dari peng-
aktifitas seluler dan terbentuknya bahan kajian klien, luka klien dan lingkungannya.
kimia sebagai substansi mediator di daerah Tujuan dari manajemen luka yaitu men-
luka merupakan komponen yang saling dukung pengendalian infeksi, membersihkan
terkait pada proses penyembuhan luka. (debridement), membuang benda asing,
Besarnya perbedaan mengenai penyem- mempersiapkan dasar luka, mempertahan-
buhan luka dan aplikasi klinis saat ini telah kan sinus terbuka untuk memfasilitasi draina-
dapat diperkecil dengan pemahaman dan se, mempertahankan keseimbangan kelem-
penelitian yang berhubungan dengan proses baban, melindungi kulit sekitar luka, mendo-
penyembuhan luka dan pemakaian bahan rong kesembuhan luka dengan penyem-
pengobatan yang berhasil memberikan buhan primer dan penyembuhan sekunder.
kesembuhan (Gitarja, 2000). Menjaga kelembaban atau metode
Kondisi fisiologis jaringan adalah kon- moisture akan melindungi permukaan luka
disi hidrasi yang seimbang untuk memper- dengan mencegah kekeringan (desiccation)
tahankan kelembaban. Kondisi yang lembab dan cedera tambahan. Selain itu, balutan
memfasilitasi pertumbuhan jaringan yang ba- tertutup juga dapat mengurangi risiko infeksi.
ru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat Alasan perawatan luka dengan lingkungan
terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. luka yang lembab dapat membentuk fibri-
Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah nolisis yaitu fibrin yang terbentuk pada luka
mengalami kerusakan dan gagal melakukan kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fi-
fungsinya. Untuk itu bagaimana memper- brinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam
tahankan kondisi hidrasi luka yang sudah suasana lembab. Terjadi juga angiogenesis
kehilangan perlindungan yaitu kulit. yaitu keadaan hipoksi pada perawatan
Penelitian eksperimen menggunakan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat
luka superfisial pada babi (Rainey, 2002) angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler.
36 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 29-36
Risa Devita
Akademi Kebidanan ’Aisyiyah Palembang
Email: risa_devita@yahoo.com
minat dan kesadaran masyarakat tentang Alat ukur yang digunakan adalah
pentingnya pemberian ASI melalui berbagai kuesioner dengan beberapa pertanyaan
kegiatan seperti lomba bayi sehat, lomba klinik kepada responden yang mengacu parameter
dan rumah sakit sayang bayi. yang sudah dibuat oleh peneliti terhadap
Data dari Dinas Kesehatan Kota penelitian yang akan dilakukan. Metode
Palembang untuk cakupan pemberian ASI pengolahan data yaitu editing, koding,
eksklusif di Puskesmas Makrayu tahun skoring, tabulating dan entry data dan
2009 yaitu dari 795 bayi yang mendapatkan analisa dengan menggunakan software.
ASI eksklusif hanya 158 bayi (19,87%), Analisis dibagi dalam tiga bentuk yaitu
tahun 2010 dari 1.701 bayi yang menda- analisis univariat untuk melihat gambaran
patkan ASI eksklusif hanya 573 bayi masing-masing variabel, analisis bivariat
(33,69%) dan tahun 2011 dari 805 bayi untuk melihat hubungan variabel bebas dan
yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 337 terikat menggunakan Chi-Square dengan
bayi (41,86%) (Profil Dinkes Kota derajat kepercayaan 95% (á=0,05). Bila p
Palembang, 2009-2011). < 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan
Zat kekebalan yang terdapat pada ASI yang bermakna antara variabel bebas
dapat mengurangi resiko infeksi lambung dan dengan variabel terikat. Pada analisis
usus, sembelit serta alergi. PemberianASI lebih multivariat, uji statistik yang digunakan
mendekatkan hubungan ibu dengan bayinya. adalah regresi logistik ganda, untuk
ASI juga dapat menurunkan kemungkinan bayi menganalisis hubungan beberapa variabel
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek. bebas dengan satu variabel terikat. Hasil
Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap analisis multivariat dapat dilihat dari nilai
penyakit dari pada bayi yang tidak expose atau yang disebut odd ratio. Sema-
mendapatkan ASI (Depkes, 1997). kin besar nilai odd ratio berarti semakin
Berdasarkan uraian data tersebut besar pengaruhnya terhadap variabel terikat
maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang dianalisis.
yang berhubungan dengan pemberian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas HASIL DAN PEMBAHASAN
Makrayu Palembang Tahun 2012.
Analisis Univariat
METODE PENELITIAN Dari Tabel 1 diketahui bahwa ibu yang
Jenis penelitian ini adalah survei analitik memberikan ASI eksklusif masih sedikit
dengan pendekatan cross sectional. Populasi yaitu sebesar 34,4%. Sebagian besar ibu
dan sampel penelitian ini adalah seluruh ibu mempunyai paritas dengan kategori rendah
yang mempunyai bayi berusia 7-12 bulan yang sebesar 62,4 %. Sebagian besar ibu tidak
berada di wilayah kerja Puskesmas Makrayu bekerja yaitu 55,9%. Sebagian besar ibu
Palembang sebanyak 93 orang. Cara mempunyai pengetahuan dengan kategori
pengambilan sampel dengan metode Non tinggi yaitu 51,6 %. Ibu yang mempunyai
Random/Non Probability Sampling dengan sikap dengan kategori setuju sebesar
teknik porposive sampling. Variabel yang 52,7%. Ibu yang mendapatkan dukungan
akan diteliti pada penelitian ini adalah pemberian dari keluarga/suami hanya 54,8%.
ASI eksklusif sebagai variabel terikat dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
paritas, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sikap responden yang memberikan ASI eksklusif
ibu, tindakan ibu serta dukungan keluarga/ hanya 34,4% lebih sedikit dibandingkan
suami sebagai variabel bebas. dengan yang tidak memberikan ASI eksklusif.
40 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 37-46
Hal ini berarti terdapat 56,6% bayi yang telah 73,6% ibu sudah memberikan makanan/
mendapatkan makanan atau minuman lain minuman tambahan sebelum bayi berusia 6
selain ASI sebelum usia 6 bulan. bulan. Demikian juga dengan data Riskesdas
(2010) yang menyatakan bahwa hanya
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut 15,3% bayi diberikan ASI eksklusif dan
Pemberian ASI Eksklusif, Paritas, cakupan ASI eksklusif di Kota Palembang
Pekerjaan, Pengetahuan, Sikap, tahun 2011 yaitu sebesar 36,94%.
Tindakan Ibu dan Dukungan
Keluarga/Suami di Wilayah Kerja
Analisis Bivariat
Puskesmas Makrayu Palembang
Tahun 2012
Hubungan antara Paritas dan Pekerjaan
Pemberian ASI Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Jumlah Persentase
Eksklusif Hasil analisis untuk paritas ibu (lihat
Eksklusif 32 34,4 Tabel 2) diperoleh p value 0,041, karena p
Tidak Eksklusif 61 65,6 value (0,041) lebih kecil dari α (0,05) maka
Total 93 100 secara statistik dapat dinyatakan ada hu-
Paritas bungan yang bermakna antara paritas ibu
Rendah 58 62,4 dengan pemberian ASI eksklusif.
Tinggi 35 73,6
Penelitian Setioningrum (2004) mem-
Total 93 100
perlihatkan tidak ada hubungan yang ber-
Pekerjaan Ibu
makna antara paritas dengan pemberian
Tidak Bekerja 52 55,9
Bekerja 41 44,1
ASI eksklusif, hal ini disebabkan ibu ingin
Total 93 100
menjalin rasa keintiman dan kasih sayang
Pengetahuan Ibu kepada anaknya walaupun paritas tinggi te-
Tinggi 48 51,6 tap ingin memberikan ASI secara eksklusif.
Rendah 45 48,4 Menurut peneliti, paritas berhubungan
Total 93 100 dengan pemberian ASI eksklusif karena
Sikap Ibu pada ibu dengan jumlah anak yang rendah
Setuju 49 52,7 (kurang dari atau sama dengan tiga orang),
Tidak Setuju 44 47,3 ibu akan mempunyai waktu yang lebih
Total 93 100 banyak untuk merawat anaknya dalam hal
Tindakan Ibu ini mempunyai waktu yang lebih untuk
Baik 44 47,3 memberikan ASI kepada bayinya setiap
Tidak Baik 49 52,7 waktu dibanding dengan ibu yang mempu-
Total 93 100 nyai paritas tinggi.
Dukungan Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang
Keluarga/Suami mempunyai paritas rendah cenderung akan
Mendukung 51 54,8 memberikan ASI secara eksklusif kepada
Tidak Mendukung 42 45,2 bayinya dikarenakan dengan jumlah anak
Total 93 100 yang lebih sedikit ibu memiliki waktu atau
kesempatan lebih besar untuk memberikan
Sejalan dengan penelitian Misbah ASI. Sedangkan ibu yang mempunyai jumlah
(2005) di Kelurahan Bukit Lama Palem- anak yang banyak telah mempunyai
bang, dari 87 responden hanya 26,4% ibu pengalaman dalam memberikan makanan
yang memberikan ASI secara eksklusif dan pendamping ASI (PASI) kepada anaknya.
Risa Devita, Faktor-Faktor yang Berhubungan ... 41
Tabel 2. Hubungan Paritas Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Makrayu Palembang Tahun 2012
Pemberian ASI
Paritas Ibu Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah p
value
n % n % n
Rendah 25 43,1 33 56,9 58 0,041
Tinggi 7 20,0 28 80,0 35
Jumlah 32 34,4 63 65,6 93
Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 23 44,2 29 55,8 52 0,043
Bekerja 9 22,0 32 78,0 41
Jumlah 32 34,4 61 65,6 93
Hasil analisis untuk pekerjaan ibu yang bekerja di luar rumah dan harus
diperoleh p value 0,043, karena p value meninggalkan anaknya lebih dari 7 jam
(0,043) lebih kecil dari α (0,05) maka menyusui bukanlah hal yang mudah, karena
secara statistik dapat dinyatakan ada terhalang dengan jadwal mereka bekerja.
hubungan yang bermakna antara pekerjaan
ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Antara Pengetahuan dan
Menurut Nuryanto (2000) kelompok Sikap Ibu dengan Pemberian ASI
ibu yang bekerja mempunyai risiko 1,16 kali Eksklusif
lebih cepat untuk berhenti memberikan ASI Hasil analisis untuk pengetahuan Ibu
saja daripada kelompok ibu yang tidak (lihat Tabel 3) diperoleh p value 0,029
bekerja setelah dikontrol variabel keterpa- karena p value (0,029) lebih kecil dari á
paran oleh media elektronik dan penolong (0,05) maka secara statistik dapat dinyata-
persalinan. Pekerjaan ibu juga diperkirakan kan ada hubungan yang bermakna antara
dapat mempengaruhi pengetahuan dan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI
kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
eksklusif. Pengetahuan responden yang Adanya perbedaan pengetahuan ibu
bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan tentang ASI akan memberikan perbedaan
pengetahuan responden yang tidak bekerja. lamanya memberikan ASI Eksklusif. Ibu
Semua ini disebabkan karena ibu yang yang memiliki pengetahuan yang tinggi
bekerja di luar rumah (sektor formal) tentang ASI akan menyusui anaknya secara
memiliki akses yang lebih baik terhadap eksklusif karena umumnya mereka menge-
berbagai informasi, termasuk mendapatkan tahui berbagai manfaat dari ASI dibanding
informasi tentang pemberian ASI eksklusif dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang
(Depkes RI 1999). rendah (Zeitlyn & Rowshan, 1997).
Menurut peneliti, ibu rumah tangga dan Menurut peneliti, kecenderungan ibu-
ibu yang bekerja di rumah sendiri untuk ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif
menyusui tidak terjadwal bukan merupakan disebabkan kurangnya pengetahuan ibu
beban atau masalah, akan tetapi bagi ibu tentang manfaat ASI Eksklusif baik bagi ibu
42 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 37-46
Tabel 3. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Makrayu Palembang Tahun 2012
Pemberian ASI
Pengetahuan Ibu Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah p
n % n % n value
Tinggi 22 45,8 26 54,2 48 0,029
Rendah 10 22,2 35 77,8 45
Jumlah 32 34,4 61 65,6 93
Sikap Ibu
Setuju 22 44,9 27 55,1 49 0,043
Tidak Setuju 10 22.7 34 77,3 44
Jumlah 32 34,4 61 65,6 93
dan utamanya bagi bayi bahkan bagi seluruh dalam tindakan nyata, sehingga belum tentu
anggota keluarga dimana ketika bayi berusia ibu yang memiliki sikap setuju/positif dalam
0-6 bulan ASI bertindak sebagai makanan pemberian ASI eksklusif akan langsung
utama bayi karena mengandung lebih dari dapat memberikan ASI secara eksklusif.
60 % kebutuhan bayi.
Hasil analisis untuk sikap ibu diperoleh Hubungan Antara Tindakan Ibu dan
p value 0,043 karena p value (0,043) lebih Dukungan Keluarga/Suami dengan
kecil dari α (0,05) maka secara statistik da- Pemberian ASI Eksklusif
pat dinyatakan ada hubungan yang bermak- Hasil analisis untuk tindakan ibu (lihat
na antara sikap ibu dengan pemberian ASI Tabel 4) diperoleh p value 0,005 karena p
eksklusif. value (0,005) lebih kecil dari α (0,05) maka
Nurwulandari (2008) yang melakukan secara statistik dapat dinyatakan ada hu-
penelitian di Puskesmas Grogol Depok de- bungan yang bermakna antara sikap ibu
ngan metode penelitian cross sectional, ada dengan pemberian ASI eksklusif.
hubungan yang signifikan antara sikap dengan Budiarso (2004) yang menyatakan
pemberian ASI eksklusif, dimana sekitar 53,3 bahwa diantara ibu-ibu yang mempunyai
% responden yang memiliki sikap positif tindakan baik cenderung lebih tinggi persen-
memberikan ASI secara eksklusif. tasenya dalam memberikan ASI eksklusif
Menurut peneliti, kecenderungan ibu- terhadap bayi dibandingkan ibu yang
ibu yang memiliki sikap yang setuju/positif mempunyai tindakan tidak baik.
dalam pemberian ASI eksklusif tetapi tidak Menurut peneliti, ibu-ibu yang mem-
memberikan ASI secara eksklusif dikare- punyai tindakan setuju/positif akan tetapi
nakan sikap merupakan kesiapan seseorang tidak memberikan ASI secara eksklusif
untuk bereaksi terhadap suatu objek dan dapat dipengaruhi juga oleh faktor-faktor
merupakan kecenderungan potensial untuk yang lain, misalnya karena kondisi yang tidak
bereaksi dengan cara tertentu. Sikap masih memungkinkan seperti ASI tidak keluar, ibu
berupa pandangan atau perasaan yang yang bekerja atau bayi yang tidak mau
disertai kecenderungan untuk bertindak menyusu sehingga ibu tidak dapat mem-
terhadap obyek tertentu belum terbukti berikan ASI secara eksklusif.
Risa Devita, Faktor-Faktor yang Berhubungan ... 43
Pemberian ASI
Tindakan
Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah p
Ibu
n % n % n value
Baik 22 50 22 50 44 0,005
Tidak baik 10 20,4 39 79,6 49
Jumlah 32 34,4 61 65,6 93
Dukungan
Keluarga/Suami
Mendukung 16 31,4 35 68,6 51 0,646
Tidak Mendukung 16 38,1 26 61,9 42
Hasil analisis untuk dukungan keluarga/ dalam memberikan dukungan kepada ibu
suami diperoleh p value 0,646 karena p untuk menyusui secara eksklusif (Yulian-
value (0,646) lebih besar dari α (0,05) ma- darin, 2009).
ka secara statistik dapat dinyatakan tidak Adanya perbedaan hasil penelitian ini
ada hubungan yang bermakna antara kemungkinan disebabkan oleh adanya
dukungan keluarga/suami dengan pemberian perbedaan karakteristik demografi pene-
ASI eksklusif. litian, desain penelitian ataupun populasi dan
Ibu yang suaminya mendukung sampel penelitian sehingga pada penelitian
pemberian ASI eksklusif berpeluang ini didapatkan tidak adanya hubungan antara
memberikan ASI eksklusif 2 kali daripada dukungan keluarga/suami dengan pemberian
ibu yang suaminya kurang mendukung ASI eksklusif.
pemberian ASI eksklusif setelah dikontrol
oleh pekerjaan suami, dukungan petugas Analisis Multivariat
kesehatan, dan pekerjaan ibu. Oleh karena
peran suami penting dalam pemberian ASI Faktor yang Paling Berhubungan
eksklusif, maka suami harus dijadikan (Dominan)
sasaran penyuluhan ASI dan didorong untuk Dari tabel 5, dapat dilihat bahwa selu-
lebih aktif mencari informasi serta aktif ruh variabel berhubungan dengan pemberian
belajar mengenai ASI, sehingga lebih paham ASI eksklusif yaitu paritas, pekerjaan, pe-
perawat) dan petugas outreach. Informan diberi wewenang oleh dokter. Klien harus
sekunder adalah sebagai triangulasi sumber menelan metadon tersebut di hadapan petu-
yang terlibat dalam pemanfaatan layanan gas program terapi rumatan metadon, harus
metadon di Puskemas Gedong Tengen Kota diminum setiap hari karena metadon dapat
Yogyakarta oleh pengguna napza suntik, bekerja pada tubuh selama rata-rata 24 jam.
yaitu petugas kesehatan di Puskesmas Ge- Syarat menjadi klien metadon, menurut
dong Tengan yang terdiri dari dokter pe- perawat Puskesmas Gedong Tengen, ada-
nanggung jawab dan perawat serta petugas lah harus pengguna opioid suntik pada satu
outreach. tahun terakhir (pemakaian 6 bulan dipertim-
Kriteria informan utama adalah sudah bangkan), dibuktikan dengan tes urin, usia
menggunakan layanan metadon secara rutin 18 tahun, tidak menderita gangguan jiwa
selama minimal enam bulan, pada waktu berat atau retardasi mental, didampingi orang
penelitian berada di Kota Yogyakarta dan tua pada saat pertama kali datang, kemudian
bersedia menjadi informan penelitian. Teknik bersedia mentaati peraturan PTRM, menye-
pengambilan sampel menggunakan teknik rahkan KTP dan kartu keluarga sebagai
non probability sampling yaitu teknik identitas serta foto 3x4.
pengambilan sampel yang tidak memberi Proses seleksi klien metadon dilakukan
peluang atau kesempatan yang sama bagi oleh dokter. Sesuai syarat yang tercantum
setiap unsur atau anggota populasi untuk dalam Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/
dipilih menjadi sampel. IV/2008, terapi metadon diindikasikan bagi
mereka yang mengalami ketergantungan
HASIL DAN PEMBAHASAN opioida dan telah menggunakan opioida
secara teratur untuk periode yang lama, yaitu
Pemanfaatan layanan metadon terdapat kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
Semua informan menyatakan meman- inklusi meliputi memenuhi kriteria ICD-X
faatkan layanan metadon secara rutin, de- untuk ketergantungan opioida, usia yang
ngan datang ke puskesmas setiap hari, atau direkomendasikan 18 tahun atau lebih na-
apabila ada halangan atau tidak dapat hadir mun klien yang berusia kurang dari 18 tahun
ke puskesmas dapat meminta metadon harus mendapat second opinion dari profe-
untuk dibawa pulang, dengan memenuhi sional medis, ketergantungan opioida (dalam
syarat yang telah ditentukan oleh Puskesmas jangka 12 bulan terakhir), sudah pernah
Gedong Tengen. Menurut perawat di pus- mencoba berhenti menggunakan opioida
kesmas, bahwa semua klien yang meman- minimal satu kali. Kriteria eksklusi seperti
faatkan layanan metadon harus datang lang- klien dengan penyakit berat, psikosis yang
sung ke puskesmas setiap hari, kecuali ada jelas, retardasi mental yang jelas. Program
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, terapi rumatan metadon tidak diberikan pada
dapat meminta metadon untuk dibawa klien dalam keadaan overdosis.
pulang, dengan syarat klien rutin meman- Layanan harm reduction sudah dilak-
faatkan metadon atau ada bukti memang sanakan di puskesmas. Sebagian besar
benar yang bersangkutan ada acara. informan menyatakan bahwa layanan meta-
Sesuai dengan Kemenkes RI No.350/ don bersifat fleksibel dari segi waktu dan
Menkes/SK/IV/ 2008, klien metadon harus hari, dilayani setiap hari walaupun hari besar.
hadir setiap hari di klinik. Metadon diberikan Ada sebagian kecil informan yang menya-
oleh asisten apoteker atau perawat yang takan bahwa waktu layanan metadon terba-
50 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 47-56
Harm reduction lebih menekankan dak ada hambatan. Informan lain juga me-
tujuan jangka pendek dari pada tujuan nyatakan jaraknya tidak terlalu jauh, tidak ada
jangka panjang. kesulitan, bahkan karena dekat dengan
Upaya pencegahan laju penyebaran rumah maka datang ke puskesmas dengan
HIV harus dilaksanakan sesegera mungkin, berjalan kaki. Hal ini senada dengan yang
jika tidak dilakukan maka semua tujuan disampaikan oleh informan lain bahwa jarak
jangka panjang seperti penghentian peng- puskesmas dekat, kurang lebih 500 meter dari
gunaan napza akan sia-sia. Menurut Noto- rumah, akses mudah dikarenakan Puskesmas
atmodjo (2003), pengetahuan merupakan Gedong Tengen termasuk dekat dengan pusat
komponen pendukung sikap yang utama. kota dan tempatnya sangat strategis.
Menurut Anderson (1995), sikap merupa- Semua informan menyatakan tidak
kan salah satu faktor predisposing sehingga takut memanfaatkan layanan metadon di
seseorang mau menggunakan pelayanan puskesmas karena dianggap obat yang legal
kesehatan. Komponen ini menggambarkan dari pemerintah sehingga merasa aman untuk
karakteristik perorangan yang sudah ada memanfaatkannya. Ada sebagian informan
sebelum seseorang memanfaatkan pela- yang menyatakan bahwa merasa kesulitan
yanan kesehatan. Komponen ini menjadi ketika harus datang setiap hari untuk minum
dasar atau motivasi seseorang untuk berpe- metadon pada jam yang sama, tetapi
rilaku dalam memanfaatkan pelayanan kese- informan tetap memanfaatkannya karena
hatan. Seperti yang terlihat dalam pernyataan sudah mengetahui prosedurnya memang
informan berikut ini: seperti itu.
“...Mendukung...yang mau datang Penelitian ini sejalan dengan penelitian
berarti mereka merasa butuh la- Kurniawan (2009) bahwa jarak pelayanan
yanan itu... yang belum datang ke kesehatan mempengaruhi pemanfaatannya.
layanan ini untuk temen-teman Menurut Anderson (1995) jarak pelayanan
yang masih aktif merasa ketakutan kesehatan dengan rumah akan berpengaruh
yang besar kalau berhubungan de- terhadap pemanfaatan layanan kesehatan.
ngan puskesmas itu kan dianggap Hasil penelitian di RSKO Jakarta dan RS
aparat orang-orang pemerintahan Sanglah Bali, menyatakan bahwa klien terapi
takutnya malah ditangkap polisi…” rumatan metadon yang droup out sekitar
D, Perempuan, 34 tahun 40-50%, dengan alasan utama karena
”...Mendukung...ada kesadaran un- sulitnya akses menuju tempat layanan.
tuk datang itu... ya mungkin karena Salah satu faktor yang mempengaruhi
takut dicap terus didata di kepo- pemanfaatan pelayanan kesehatan yang
lisian...” menjadikan pertimbangan untuk menentukan
I, Laki-laki, 33 tahun sikap individu memilih sumber perawatan
adalah jarak yang ditempuh dan tempat
Akses Layanan Metadon tinggal mereka sampai ke tempat sumber
Semua informan menyatakan bahwa perawatan. Seperti yang terlihat dalam
akses terhadap layanan metadon adalah pernyataan informan berikut ini:
mudah. Seperti yang disampaikan informan “...Dekat dari rumah...Akses mu-
bahwa lokasi puskesmas dekat dari rumah, dah, jarak 20 menit dari rumah...
dapat ditempuh dengan waktu 20 menit tidak ada hambatan cuma diwa-
dengan mengendarai sepeda motor dan ti- jibkan setiap hari ya itu, yang rada
menganggu, kalau buat saya itu sih
Herlin Fitriana Kurniawati, Antono Suryoputro, Pemanfaatan Metadon pada... 53
Seperti yang terlihat dalam pernyataan berhenti menggunakan heroin tanpa harus
informan berikut ini: merasakan sakit karena gejala putus obat,
“...Di sini ada, ketemu dokter di ru- dan tidak harus khawatir dengan polisi
ang, khusus untuk minum obat ma- karena metadon merupakan obat yang
sih di dalam tempat umum di tempat bersifat legal.
obat umum...informasi dari temen- Sebagian kecil informan menyatakan
temen, temen-temen penjangkau... bahwa memanfaatkan layanan metadon
buka setiap hari walaupun hari be- merupakan inisiatif sendiri yang pada awal-
sar tetap buka ... waktu ter- nya hanya karena tidak ada heroin atau
batas...”” sekalipun ada namun heroin dengan kualitas
D, Perempuan, 34 tahun yang kurang bagus tetapi harganya mahal.
”...Ada ruangan khusus untuk me- Hal ini senada dengan penelitian Kumalasari
tadon, di sana itu deket labo- (2010), bahwa faktor yang mempengaruhi
ratorium... Informasi dari temen terapi metadon pada umumnya informan
temen-penjangkau, leflet...” mengatakan ingin lepas dari menyuntik dan
Y, Laki-laki, 32 tahun sudah lelah dengan cara hidup mereka
selama ini.
Hasil penelitian ini berbeda dengan Menurut petugas outreach, pengguna
penelitian Kurniawan (2009) yang menya- napza suntik datang ke layanan karena sa-
takan bahwa ketersediaan fasilitas dan biaya ngat membutuhkan harm reduction. Peng-
layanan tidak berpengaruh terhadap peman- guna napza tersebut menyatakan bahwa
faatan layanan kesehatan. Menurut Ander- dirinya terinfeksi HIV AIDS karena tidak
son (1995) ketersediaan layanan termasuk paham tentang penyakit tersebut dan untuk
dalam faktor pemungkin (enabling) kondisi mengakses jarum suntik steril mengalami
yang membuat seseorang mampu mela- kesulitan sehingga saling tukar menukar
kukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. jarum suntik dengan sesama pengguna. Me-
Informasi tentang layanan harm nurut Anderson (1995), faktor kebutuhan
reduction diperoleh dari petugas outreach (needs) terhadap layanan kesehatan dida-
maupun leafleat yang diberikan. Informasi sarkan adanya ketidaknyamanan yang
juga diberikan melalui media lain seperti dirasakan sehingga individu tersebut akan
siaran di radio, website Puskesmas Gedong melakukan atau mencari upaya pelayanan
Tengen, stasiun televisi (TVRI) serta melalui kesehatan tersebut. Seperti yang terlihat
penyuluhan kepada komunitas pengguna dalam pernyataan informan berikut ini:
napza suntik masyarakat umum. “...Inisiatif ... emang udah gimana
ya nyari duit susah, ada barang lagi
Kebutuhan Atas Layanan Metadon kosong, ada barang jelek terus duit
Semua informan menyatakan membu- keluar gede, mau gak mau putar
tuhkan layanan metadon, karena ingin ber- balik juga...ini liat brosurnya hari ke
henti dari penggunaan napza atau lepas dari empat saya coba...Ada keinginan
ketergantungan terhadap napza, sudah jenuh untuk berhenti...”
dan berharap dengan terapi metadon dapat I, Laki-laki, 33 tahun
berhenti menggunakan napza. Sebagian ke- ”...Ya aku dah jenuh aja, pengen
cil informan menyatakan bahwa membutuh- berhenti...”
kan layanan metadon ini dikarenakan ingin Y, Laki-laki, 32 tahun
Herlin Fitriana Kurniawati, Antono Suryoputro, Pemanfaatan Metadon pada... 55
gambaran atau deskripsi tentang suatu Kuesioner dalam penelitian ini digunakan
keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, untuk mengukur kepatuhan dietnya serta
2002). faktor-faktor kepatuhan diet lanjut usia
Pendekatan waktu yang digunakan penderita hipertensi di Desa Margosari,
adalah cross sectional yaitu dengan Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta.
pengumpulan data yang dilakukan sekaligus Kuesioner kepatuhan diet berisi 20
pada suatu saat (point time approach), tiap pertanyaan yang terdiri dari dua macam,
subyek penelitian hanya diobservasi sekali yaitu 10 pertanyaan unfavorable dan 10
saja dan pengukuran dilakukan terhadap pertanyaan favorable. Nilai untuk perta-
status karakter atau variabel subyek pada nyaan unfavorable adalah 4 untuk tidak
saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2002). pernah (TP), 3 untuk jarang (JR), 2 untuk
Populasi adalah keseluruhan respon- kadang-kadang (KD), 1 untuk sering (SR)
den yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). dan 0 untuk selalu (SL). Nilai untuk per-
Populasi adalah wilayah generalisasi yang tanyaan favorable adalah 0 untuk tidak
terdiri atas obyek atau subyek yang mempu- pernah (TP), 1 untuk jarang (JR), 2 untuk
nyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang kadang-kadang (KD), 3 untuk sering (SR),
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan dan 4 untuk selalu (SL). Sedangkan untuk
kemudian ditarik kesimpulannya (Suyono, kuesioner faktor-faktor kepatuhan diet,
2006). Populasi dalam penelitian ini adalah masing-masing terdiri dari 1 pertanyaan
penderita hipertensi lansia yang berada di dengan jawaban yang sudah tersedia,
wilayah Desa Margosari, Pengasih, Kulon responden tinggal memilih jawaban yang
Progo, Yogyakarta tahun 2010. Data diper- dianggap sesuai.
oleh dari Puskesmas Pengasih II, Kulon Kriteria dari selalu (SL) adalah setiap
Progo. Dengan jumlah populasi 54 respon- hari menkonsumsi lebih dari atau sama
den, dan yang patuh terhadap diet hipertensi dengan 3 kali, sering (SR) adalah mengkon-
sebanyak 49 orang. sumsi sehari kurang dari 3 kali, kadang-
Pada penelitian ini jumlah responden kadang (KD) adalah mengkonsumsi 2 hari
sebanyak 49 orang, didapat dari skrining res- sekali, jarang (JR) adalah mengkonsumsi
ponden yang jumlah awalnya sebanyak 54 lebih dari 3 hari sampai 1 minggu sekali, dan
orang, dan yang patuh terhadap diet hiper- tidak pernah (TP) adalah tidak pernah
tensi didapatkan sebanyak 49 orang. Peng- mengkonsumsinya.
ambilan sampel dengan menggunakan pur-
posive sampling, karena penentuan sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan pertimbangan tertentu. Kriteria Penelitian ini membahas gambaran
sampel dalam penelitian ini adalah penderita faktor-faktor kepatuhan diet penderita hiper-
hipertensi lanjut usia yang patuh terhadap tensi lanjut usia di Desa Margosari, Penga-
dietnya dan bersedia menjadi responden. sih, Kulon Progo, Yogyakarta tahun 2010.
Alat pengumpulan data yang diguna- Data penelitian diperoleh dengan cara me-
kan adalah kuesioner yang diberikan pada ngisi angket/kuesioner yang terkait dengan
responden, jawaban ditulis pada kolom yang kepatuhan diet yang terdiri dari 20 butir
tersedia. Jenis kuesioner adalah pertanyaan pertanyaan dan 11 butir pertanyaan tentang
tertutup (closed ended) yaitu pada setiap faktor-faktor kepatuhan diet responden.
pertanyaan sudah disediakan jawaban Berdasarkan hasil angket/kuesioner
sehingga responden tinggal memilih satu dapat dideskripsikan distribusi frekuensi
jawaban yang sesuai (Notoatmodjo, 2002). faktor-faktor kepatuhan diet penderita
60 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 57-64
hipertensi lanjut usia di Desa Margosari, patuh diet berjenis kelamin perempuan yaitu
Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta tahun sebanyak 28 orang (57,1%). Hal ini menun-
2010 yang disajikan pada masing-masing jukkan mayoritas responden perempuan
tabel berikut ini. patuh diet penderita hipertensi lanjut usia.
perubahan kesehatan yang berbeda-beda. biasanya akan lebih cepat tanggap terhadap
Usia berpengaruh terhadap cara pandang gejala penyakit yang dirasakan, akan sece-
seseorang dalam kehidupan, masa depan pat mungkin untuk mencari pencegahan agar
dan pengambilan keputusan. Penderita yang penyakit dapat diatasi. Sehingga ia akan
dalam usia produktif merasa terpacu untuk segera mencari pertolongan ketika merasa
patuh terhadap terapi mengingat dia masih ada gangguan pada kesehatannya tanpa
muda, mempunyai harapan hidup yang tinggi, bingung memikirkan biaya.
sementara yang tua merasa hanya menunggu Tingkat pendidikan berpengaruh pada
waktu, akibatnya mereka kurang motivasi status pengetahuan seseorang tentang pe-
dalam menjalani terapi. nyakit hipertensi dapat mempengaruhi
Menurut penelitian ini, hipertensi meru- kemampuannya dalam memilih dan memu-
pakan penyakit yang banyak diderita oleh tuskan terapi maupun diet yang sesuai de-
kaum wanita. Adapun dampak penyakit ngan kondisinya untuk mereda penyakit
hipertensi apabila tidak dikelola dengan baik yang dialaminya. Status pendidikan dapat
dapat menyebabkan penyakit yang lebih mempengaruhi kesempatan dalam mempe-
parah. Penyakit hipertensi merupakan pe- roleh informasi mengenai pengelolaan pe-
nyebab umum terjadinya stroke dan se- nyakitnya. Seseorang yang memiliki pendi-
rangan jantung. Pada lanjut usia penyakit- dikan tinggi akan lebih mudah mendapatkan
penyakit tersebut sangat rentan dan sering informasi dan pengetahuan terkait kesehatan,
sekali menyerang usia lanjut, sehingga untuk cenderung lebih mudah mencari tahu terapi
para lanjut usia dianjurkan untuk dapat yang seharusnya dijalani, sedangkan yang
melaksanakan pengontrolan hipertensi berpendidikan rendah sedikit kesempatan
dengan baik, untuk mencegah penyakit mencari pengetahuan. Hal ini mempengaruhi
menjadi lebih parah. tingkat kepatuhan diet untuk mengurangi
Jenis kelamin berpengaruh terhadap penyakit hipertensi.
kepatuhan dalam menerapkan terapi non
farmakologi. Hasil ini didukung hasil pene- SIMPULAN DAN SARAN
litian sebelumnya yang dilakukan oleh
Riastuti (2005) bahwa responden wanita Simpulan
lebih banyak daripada pria disebabkan Simpulan dari penelitian ini adalah faktor
karena usia wanita lebih panjang sehingga jenis kelamin penderita hipertensi pada lansia
mengalami proses penuaan yang beresiko sebagian besar responden yang patuh diet
pada penyakit kelainan metabolisme pen- berjenis kelamin perempuan sebanyak 28
cernaan, salah satunya adalah hipertensi. orang (57,1%), faktor status sosial ekonomi
Tingkat kesadaran perempuan lebih tinggi penderita hipertensi sebagian besar
sehingga lebih banyak yang terdeteksi. responden yang patuh diet memiliki penda-
Tingkat ekonomi atau penghasilan patan kurang dari Rp745.000 sebanyak 27
yang rendah akan berhubungan dengan orang (55,1%), faktor pendidikan penderita
pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun hipertensi sebagian besar responden yang
pencegahan penyakit. Semakin tinggi biaya patuh diet memiliki tingkat pendidikan SD
yang dikeluarkan untuk melakukan diet sebanyak 20 orang (40,8%), faktor
sedangkan penghasilan yang didapat relatif keparahan penyakit penderita hipertensi
rendah, maka akan semakin rendah pula sebagian besar responden yang patuh diet
kepatuhannya terhadap diet. Sedangkan penderita hipertensi lanjut usia tidak memiliki
semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang komplikasi dari penyakit hipertensi yang
64 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 57-64
Muhammad Saefulloh
STIKes Indramayu
E-mail: mumet_plumbon@yahoo.co.id
yang dipakai telah dilakukan uji validitas dan Tabel 4 menunjukkan bahwa perawat
reliabilitas di Rumah Sakit Umum Daerah yang berstatus PNS sebanyak 75 responden
(RSUD) M.A. Sentot di Patrol Kabupaten memiliki kinerja rata-rata 85,54 dengan
Indramayu terhadap 30 responden. Data simpang deviasi 10,27. Ini menunjukkan
dianalisis secara univariat dan bivariat (Sabri bahwa secara kuantitas kinerja perawat
& Hastono, 1999). yang berstatus PNS memiliki kategori baik
bila distandarkan dengan DP3 (Daftar
HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Prestasi Pegawai) yang selama ini
Data hasil penelitian dikelompokkan diberlakukan untuk PNS. Untuk perawat
berdasarkan status kepegawaian PNS dan yang berstatus non PNS sebanyak 44
non PNS. Selanjutnya, berdasarkan status responden memiliki kinerja rata-rata 84,32
kepegawaian tersebut data karakteristik dengan simpang deviasi 9,62. Ini
responden dikelompokkan menjadi data menunjukkan pula bahwa secara kuantitas
numerik dan kategorik. kinerja perawat yang berstatus non PNS
Hasil analisis data pada tabel 2 memiliki kategori baik bila distandarkan
menunjukkan bahwa perawat pelaksana dengan DP3 (Daftar Penilaian Prestasi
yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Pegawai) yang selama ini diberlakukan untuk
Indramayu berdasarkan jenis kelamin PNS.
sebagian besar berjenis kelamin perempuan Hasil uji statistik didapatkan p value
(70,59%) dan berdasarkan t ingkat 0,520 (∂ 0,05) sehingga hipotesis nol
pendidikan sebagian besar berpendidikan diterima yang berarti tidak ada perbedaan
DIII keperawatan (82,35%). yang bermakna antara kinerja perawat PNS
Tabel 3 menunjukkan bahwa perawat dengan non PNS di Ruang Rawat Inap
pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Indramayu. Hasil ini
RSUD Indramayu berdasarkan umur menunjukkan pula baik perawat yang
memiliki rata-rata umur 31 tahun dengan berstatus PNS maupun non PNS memiliki
umur termuda 24 tahun dan umur tertua 42 kinerja dengan kategori baik.
tahun (95%CI, 29,93 – 32,06 tahun), Berdasarkan hasil penelitian didapat-
sedangkan berdasarkan lama kerja memiliki kan data bahwa perawat di ruang rawat inap
lama kerja rata-rata 5,58 tahun dengan lama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabu-
kerja terendah 0 tahun dan tertinggi 23 tahun paten Indramayu berusia rata-rata 31 tahun.
(95%CI, 4,29 – 6,86 tahun) Ini menunjukkan bahwa meskipun perawat
Tabel 4. Analisis Perbedaan Kinerja Perawat PNS dan Non PNS Di Ruang Rawat
Inap RSUD Kabupaten Indramayu 2012
di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Indramayu, dimana meskipun lama kerja
Indramayu memiliki umur rata-rata yang belum lama (masih yunior) namun sudah
masih muda namun sudah memiliki semangat berkinerja baik.
kerja yang tinggi. Kondisi ini tidak sesuai Berdasarkan jenis kelamin, hasil pene-
dengan pendapat Gordon (1993) yang litian menunjukkan bahwa jenis kelamin
menjelaskan semakin tua umur seseorang perawat pelaksana di ruang rawat inap
seharusnya semakin tinggi pula keinginan RSUD Kabupaten Indramayu sebanyak
untuk membuktikan existence di tempat 70,59% berjenis kelamin perempuan. De-
kerjanya. ngan kondisi lebih dari setengah berjenis
Namun, hasil penelitian ini sesuai de- kelamin perempuan ternyata memiliki nilai
ngan pendapat Gibson (1997) dalam Ilyas kinerja yang baik. Gibson (1997) dalam
(2002) bahwa umur berefek tidak langsung Ilyas (2002) menjelaskan bahwa jenis
terhadap kinerja. Di usia muda biasanya kelamin tidak berhubungan langsung dengan
individu ingin berprestasi dan mencari penga- kinerja. Robbins (1998) menjelaskan bahwa
laman yang sebanyak-banyaknya, hal ini tidak ada perbedaan yang jelas antara laki-
dimungkinkan menjadi pendorong kinerja. laki dan perempuan dalam kinerja. Jenis
Meskipun usia masih muda namun tidak kelamin bukan faktor determinan dalam
menghalangi untuk memiliki kinerja yang kinerja. Seorang yang berjenis kelamin laki-
baik. laki dapat berkinerja baik atau kurang baik
Berdasarkan lama kerja, hasil pene- tergantung dari faktor pendorongnya. Begitu
litian menunjukkan bahwa lama kerja pera- pula sebaliknya dengan seorang perempuan.
wat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Berdasarkan tingkat pendidikan, hasil
Indramayu rata-rata 5,58 tahun. Robbins penelitian menunjukkan bahwa tingkat
(1998) menjelaskan senioritas atau lama pendidikan perawat di ruang rawat inap
kerja seseorang menunjang kinerja pegawai. RSUD Indramayu sebanyak 82,35% ber-
Hal ini tidak terjadi di RSUD Kabupaten pendidikan D-III Keperawatan. Dengan
Muhammad Saefulloh, Pengaruh Status Kepegawaian... 71
pendidikan tinggi diharapkan perawat memi- wat, salah satu konsumennya adalah pasien
liki ilmu dan ketrampilan yang cukup dalam sehingga perawat memiliki kewajiban untuk
bekerja. Sehingga dimungkinkan hal ini men- memberikan pelayanan yang terbaik sesuai
jadi pendorong kinerja yang baik pada diri standar praktek yang telah dikeluarkan oleh
perawat di RSUD Kabupaten Indramayu. PPNI.
Berdasarkan status pegawai, hasil Perawat PNS merupakan bagian dari
penelitian menunjukkan bahwa status pega- PNS yang bertugas memberikan pelayanan
wai perawat pelaksana di ruang rawat inap keperawatan kepada masyarakat khususnya
RSUD Indramayu yang berstatus PNS se- di instansi pelayanan kesehatan dalam hal
banyak 63,03% dan berstatus non PNS se- ini adalah rumah sakit yang diselenggarakan
banyak 36,97%. Perawat PNS memiliki oleh pemerintah. Sama dengan PNS pada
kinerja rata-rata 85,54 dan perawat non umumnya, perawat PNS oleh negara dibe-
PNS memiliki kinerja rata-rata 84,32. Seli- rikan hak antara lain gaji pokok, tunjangan
sih kinerja antara perawat PNS dengan non jabatan (fungsional atau struktural), tun-
PNS adalah 1,22 poin. Berdasarkan analisis jangan istri/suami dan anak, tunjangan kese-
lanjutan didapatkan p value 0,52 sehingga hatan, tunjangan bantuan uang muka rumah,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbe- tunjangan pensiun, dan fasilitas-fasilitas lain
daan kinerja antara perawat yang berstatus yang diterima misalnya cuti sakit, cuti ta-
PNS dengan non PNS (∂ 0,05; 95% CI). hunan, dan cuti melahirkan.
Hasil uji statistik tersebut dapat dipaha- Hak-hak tersebut diberikan oleh nega-
mi karena secara kuantitas perbedaan ra sebagai timbal balik atas kesediaanya
kinerja antara PNS dan non PNS sebesar menjalankan kewajiban sebagai abdi ma-
1,22 poin dalam rentang nilai 0 – 100 tentu syarakat, sehingga sudah seharusnya se-
saja tidak berarti karena hanya berbeda orang perawat PNS memiliki kinerja yang
1,22% dan secara kualitas berdasarkan nilai baik yang diwujudkan saat pemberian pela-
DP3 skor 85,54 dan 84,32 berada pada yanan keperawatan. Bahkan di beberapa
kategori yang sama yaitu kategori baik. rumah sakit milik pemerintah, selain hak
PNS merupakan salah satu perangkat tersebut perawat mendapat tunjangan tam-
negara yang diangkat oleh pemerintah de- bahan dari rumah sakit. Halnya dengan
ngan tugas memberikan pelayanan kepada perawat non PNS, mereka mendapatkan
masyarakat. Kehidupan PNS dijamin oleh hak dari rumah sakit yang kuantitasnya ham-
negara dalam hal pemenuhan kehidupan pir sama seperti PNS namun tidak sebesar
yang layak bagi kehidupan manusia meliputi dan selengkap PNS. Di beberapa rumah
sandang, pangan, dan papan untuk seluruh sakit, baik perawat PNS maupun non PNS
anggota keluarga inti. mendapat fasilitas tambahan yaitu bebas
Jaminan negara untuk PNS meliputi biaya perawatan bagi dirinya dan anggota
juga untuk pendidikan lanjutan dalam rangka keluarga inti bila dirawat di rumah sakit
peningkatan kompetensi yang dapat menun- dimana yang bersangkutan bekerja.
jang kinerjanya. Dengan jaminan tersebut Meskipun hak yang diterima antara
diharapkan PNS dapat melayani masya- perawat PNS dan non PNS tidaklah sama
rakat sesuai dengan standar yang telah dite- namun tidak menghalangi perawat non PNS
tapkan. PNS merupakan abdi masyarakat untuk memberikan kinerja yang terbaik
sehingga tertuntut untuk memberikan untuk rumah sakit dalam memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat pelayanan. Meskipun berdasarkan tingkat
sebagai konsumen. Halnya dengan pera- pendidikan ada perbedaan wewenang dalam
72 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 65-73
pemberian pelayanan keperawatan namun dapat menjadi bukti di mata hukum. Dengan
berdasarkan umur, lama kerja dan jenis demikian menjadi hal yang penting bagi suatu
kelamin seluruh perawat harus memberikan organisasi termasuk rumah sakit untuk dapat
pelayanan sesuai standar yang telah ditetap- menciptakan suatu upaya meningkatkan
kan. Seluruh perawat wajib memberikan pendokumentasian asuhan keperawatan
pelayanan yang berkualitas di unit kerjanya karena kualitas dokumentasi dapat menjadi
masing-masing, misal bagian penyakit gambaran hasil kinerja perawat pelaksana
dalam, penyakit bedah, bagian perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
anak atau unit yang lainnya.
Adanya kesamaan kewajiban perawat SIMPULAN DAN SARAN
dalam pemberian pelayanan kepada pasien Simpulan
harus dapat menjadi dorongan bagi rumah Hasil penelitian ini menyimpulkan
sakit agar dapat mempertahankan kondisi bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
lingkungan yang dapat meningkatkan kinerja antara kinerja perawat yang berstatus PNS
perawat terutama yang menjadi ujung tom- dengan non PNS. Hasil penelitian ini me-
bak dalam pemberian pelayanan terhadap nyimpulkan pula kedua kelompok memiliki
pasien karena semakin tinggi kinerja staf kinerja yang baik dalam pemberian asuhan
maka semakin tinggi pula produktivitas yang keperawatan.
dihasilkan, sebaliknya semakin rendah ki- Saran
nerja maka semakin rendah pula produk- Peneliti menyarankan kepada rumah
tivitasnya, yang pada akhirnya akan berim- sakit agar tetap memberikan perlakuan yang
bas pada produktifitas rumah sakit. Upaya sama dan tidak ragu-ragu apabila akan me-
tersebut misalnya melalui persamaan perla- lakukan rekrutmen perawat dengan status
kuan antara perawat PNS dan non PNS, non PNS. Bagi perawat pelaksana agar sela-
mengembangkan modul rekrutmen perawat lu mempertahankan kinerja yang sudah
dengan status non PNS. baik. Bagi peneliti lain disarankan melakukan
Terlepas dari hasil penelitian, dalam penelitian lanjutan faktor-faktor yang mem-
studi pendahuluan ditemukan fenomena pengaruhi kinerja perawat pelaksana baik
penundaan pencatatan dokumen asuhan perawat yang berstatus PNS maupun non
keperawatan. Penting untuk mendapatkan PNS. Bagi keilmuan manajemen kepera-
perhatian yang serius dan pengelolaan yang watan yaitu mengembangkan modul rekrut-
lebih baik dari rumah sakit, mengingat bebe- men perawat sehingga dapat memperoleh
rapa resiko dan dampak yang dapat timbul perawat yang memiliki kinerja baik dalam
berkaitan dengan pendokumentasian asuhan pemberian asuhan keperawatan.
keperawatan. Seperti yang diungkapkan
oleh Nursalam (2001) bahwa dokumentasi DAFTAR RUJUKAN
keperawatan adalah informasi tertulis tentang
status dan perkembangan kondisi klien serta As’ad, M. 2003. Psikologi industri.
semua kegiatan asuhan keperawatan yang Liberty: Yogyakarta.
dilakukan oleh perawat. Gillies, Dee Ann. 2000. Manajemen
Dokumentasi asuhan keperawatan Keperawatan sebagai Suatu
merupakan bukti kinerja perawat dalam Pendekatan Sistem. Yayasan
memberikan asuhan keperawatan. Melalui IAPKP: Bandung.
dokumentasi, seluruh kegiatan perawat yang Gordon, Judith R. 1993. Organizational
diberikan kepada pasien akan terlihat dan behavior: A Diagnostic Approach
Muhammad Saefulloh, Pengaruh Status Kepegawaian... 73
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah memahami arti dan makna penga-
laman orang dengan HIV/AIDS mendapatkan perawatan keluarga.
Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara pada sembilan partisipan
di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Analisis data menggunakan tehnik
Collaizi. Hasil penelitian ditemukan 13 tema yaitu orang dengan HIV
memiliki respon menolak saat terkena HIV/AIDS dan respon menerima
terhadap penyakit HIV/AIDS. Berdasarkan tema tersebut disarankan
agar perawat komunitas dapat memberikan pelatihan ketrampilan asuhan
keperawatan secara holistik kepada keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan HIV/AIDS sehingga mampu merawat dengan empati.
harinya yang berupa perlakuan tidak baik keputusan, merawat klien dengan HIV/
akibat takut tertular dan membuang pakaian. AIDS, melakukan modifikasi lingkungan
“Masyarakat bersikap seperti ini te- dan menggunakan fasilitas pelayanan
tangga ada yang hajatan akan te- kesehatan. Keluarga juga dapat melakukan
tapi saya tidak diundang, pas seribu perawatan kepada ODHA dengan optimal.
hari kematian suami saya tetangga Kemampuan keluarga dalam melakukan
tidak ada yang mau datang karena perawatan memberikan dampak psikologis
takut tertular melalui makanan” yang besar terhadap ODHA selama sakit.
(P.2) Hal tersebut terungkap dari pernyataan
Masyarakat juga takut tertular melalui pa- partisipan sebagai berikut.
kaian ODHA sehingga partisipan disuruh “Mandi di mandiin dengan dilap
membuang semua pakaian suaminya. Hal ditempat tidur” ( P.6)
tersebut terungkap dari ungkapan partisipan “mereka ingatkan minum obat jika
sebagai berikut. saatnya minum obat belum minum
“Sadis-sadis yang orang sekitar ru- obat” ( P.4)
mahku ini katanya penyakit menu-
lar ada yang menyuruh buang pa- Tema 12. Bersikap Empati
kainnya buang kasurnya disuruh ODHA sangat menginginkan tindakan
buang ya saya buang di sungai, perawatan yang dilakukan oleh keluarga
semua yang dipakai suamiku saya penuh ketanggapan, kesabaran, perhatian
buang” ( P.5) dan tidak membeda-bedakan. Ini terungkap
dari penyataan partisipan sebagai berikut.
Tema 10. Diskriminasi Pelayanan “ya otomatis kalau kakak saya sakit
Kesehatan kakakku dah ribut ayo tak anter
Partisipan merasakan adanya diskri- periksa ya, kalau sakit ya langsung
minasi dalam pelayanan kesehatan antara dianter ke rumah sakit” ( P.1)
lain perlakuan yang berbeda, tidak mau “orang tua saya merawat dengan
merawat dan mencemooh partisipan. Perla- penuh kesabaran dan kasih sayang”
kuan berbeda dirasakan partisipan ber- (P.4)
dampak ketidakpuasaan dan sakit hati, ODHA mengharapkan mendapatkan
seperti diungkapkan oleh parrtisipan sebagai motivasi untuk memberikan semangat agar
berikut. dapat menjalani hidup walaupun sudah
“sewaktu saya sakit, saya tidak da- terkena HIV/AIDS. Hal tersebut terungkap
pat kamar, katanya semua bangsal melalui ungkapan partisipan sebagai berikut.
penuh dan disuruh pulang. Padahal “keluarga saya sesudah sakit justru
saya sudah ambruk di depan poli- memberikan semangat tuk bekerja
klinik tidak bisa berdiri tetapi petu- lebih keras, menabung untuk hari
gas kesehatan tidak ada yang tua, berobat rutin, menghindari seks
peduli” ( P.2) bebas dan segera untuk menikah”
(P.4)
Tema 11. Perawatan yang Dilakukan
Keluarga Sesuai Dengan Tugas Tema 13. Dukungan Keluarga
Kesehatan Keluarga Makna pengalaman orang dengan
Pada tema ini ditemukan keluarga me- HIV/AIDS mendapatkan perawatan keluar-
ngenal masalah kesehatan, mengambil ga di wilayah Kabupaten Kulon Progo
80 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 1, Juni 2013: 74-83
teridentifikasi melalui dukungan yang diberi- yang tersering adalah 65% penderita AIDS
kan oleh keluarga. Bentuk dukungan keluar- mengalami komplikasi pulmonal dimana
ga berupa dukungan instrumental, penghar- Pneumonia Caranii merupakan infeksi
gaan dan emosi. Dukungan keluarga sangat oportunistik tersering, diikuti infeksi Myco-
membantu partisipan dalam menjalankan bacterium Tuberculosis, pneumonia bak-
fungsi dan perannya dalam kehidupan terial dan jamur, sedangkan pneumonia viral
bermasyarakat. Hal tersebut terungkap dari lebih jarang terjadi.
pernyataan partisipan sebagai berikut. Hasil penelitian Sasanti, Irmagita dan
“keluargaku dah tahu betul kebu- Indriasti (2006) terdapat sekitar 30-50%
tuhanku jadi semua dah disiapkan candida albikan pada rongga mulut orang
ya uang dan kebutuhan lainnya” dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-
(P.1) 65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada
“trus keluarga yang lain bisa kasih pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-
saya bantuan uang sekedarnya un- 88% pada orang yang mengkonsumsi obat-
tuk berobat karena saat ini saya dah obatan jangka panjang, 90% pada pasien
tidak punya uang” (P.8) leukemia akut yang menjalani kemoterapi dan
Dukungan emosi sangat dibutuhkan ODHA 95% pada pasien HIV/AIDS.
berupa perhatian dan semangat. Hal ini Pada penelitian ini ditemukan masalah
didukung oleh penyataan partisipan sebagai psikososial antara lain adalah harga diri
berikut rendah pada ODHA. ODHA mengalami
“Perhatian dan kesabaran waktu berbagai bentuk beban yang dialami dian-
merawat sehingga saya termotivasi taranya adalah dikucilkan keluarga, diber-
untuk bertahan dengan keadaan hentikan dari pekerjaan, tidak mendapat
sakit HIV” (P.9) layanan medis yang dibutuhkan, tidak
Kubler-Ross (1969) dalam Suliswati mendapat ganti rugi asuransi sampai menjadi
(2005) menyatakan bahwa reaksi pertama bahan pemberitaan di media massa.
individu terhadap kehilangan adalah terkejut, Hasil penelitian Kodja (2010) menun-
tidak percaya, merasa terpukul dan me- jukkan bahwa sebagian besar klien di BPRS
nyangkal. Secara sadar maupun tidak sadar Dadi Makassar yang mengalami gangguan
seseorang yang berada dalam tahap ini me- konsep diri adalah harga diri rendah 60%
nolak semua fakta, informasi dan segala dan yang mengalami kerusakan interaksi so-
sesuatu yang berhubungan dengan hal yang sial dengan menarik diri 70%. Ada hubungan
dialaminya. Individu merasa hidupnya tidak yang bermakna antara gangguan konsep diri
berarti lagi. (harga diri rendah) dengan kerusakan
Dalam penelitian ini ditemukan masalah interaksi sosial (menarik diri) pada klien di
fisik yang dialami meliputi masalah pada BPRS Dadi Makassar. Stuart dan Sundeen
sistem gastrointestinal, masalah pada sistem (1998) menyatakan menarik diri adalah sua-
pernafasan, masalah pada sistem integumen, tu keadaan pasien yang mengalami ketidak-
masalah pada sistem penglihatan dan penya- mampuan untuk mengadakan hubungan
kit kelamin. ODHA mengalami infeksi dengan orang lain atau dengan lingkungan
oportunistik sesuai dengan stadium/ fase di sekitarnya secara wajar.
penyakit. Respon sosial dan emosional yang
Hasil penelitian Agustriadi dan Suta maladaptif sering sekali terjadi dalam
(2008) di Rumah Sakit Sanglah Bali kehidupan sehari-hari, khususnya sering
didapatkan infeksi pada sistem pernafasan dialami pada ODHA menarik diri. Sikap
Suratini, dkk., Pengalaman Orang dengan HIV/AIDS ... 81
Keywords: maternal & child health center, health care service quality,
visit frequency
paling berpengaruh terhadap kunjungan ke Pada penelitian ini sebagian besar ibu
posyandu, dengan rentang umur 12–35 yang berkunjung ke posyandu memiliki
bulan dan umur 36–59 bulan. jumlah anak satu, sehingga ibu yang memiliki
Pada penelitian ini rata-rata balita yang jumlah anak satu lebih teratur berkunjung
teratur melakukan kunjungan ke posyandu daripada ibu yang memiliki jumlah anak lebih
yaitu umur 1–4 tahun. Hal ini menunjukkan dari satu. Hal ini dikarenakan ibu yang
bahwa ibu yang mempunyai balita mendekati memiliki jumlah anak satu lebih fokus dalam
umur 5 tahun sudah merasa tidak perlu lagi mengurus balitanya. Dalam penelitian ini
berkunjung ke posyandu. Hasil penelitian ini faktor jumlah anak telah dikendalikan
sesuai dengan penelitian Trisnawati (2011) dengan memilih ibu yang memiliki anak balita
yang menjelaskan bahwa ibu yang mempu- maksimal 4 anak, karena pembatasan jumlah
nyai balita berusia lebih dari 35 bulan tidak anak inilah faktor jumlah anak dapat diabai-
perlu lagi hadir ke posyandu, karena ibu me- kan pengaruhnya dalam pengaruh kunjungan
rasa balitanya sudah mendapatkan imunisasi balita ke posyandu.
lengkap. Faktor terakhir yang mempengaruhi
Soetjiningsih (2000), menyatakan frekuensi kunjungan adalah faktor kualitas
bahwa jumlah anak yang banyak pada pelayanan kesehatan. Depkes RI (2003)
keluarga akan mengakibatkan berkurangnya mengatakan bahwa kualitas merupakan
perhatian dan kasih sayang terhadap balita- kinerja yang menunjuk pada tingkat kesem-
nya. Penelitian ini juga didukung oleh teori purnaan pelayanan kesehatan, dapat me-
Hurlock (2005) yang menyatakan bahwa nimbulkan kepuasan, serta tata cara penye-
semakin besar keluarga maka semakin lenggaraannya sesuai dengan standar dan
besar juga permasalahan yang akan muncul kode etik profesi yang telah ditetapkan.
terutama untuk mengurus anak mereka, Sehingga jika kualitas pelayanan kesehatan
sehingga hal ini dapat mempengaruhi posyandu baik, maka kunjungan ibu balita
kehadiran seorang ibu dan balitanya untuk juga akan baik dan rutin. Tetapi sebaliknya
berkunjung ke posyandu. jika kualitas pelayanan kesehatan posyandu
kurang baik maka kunjungan ibu balita untuk Hasil penelitian ini didukung oleh teori
ikut berpartisipasi dalam kegiatan posyandu Pohan (2007) yang menyatakan bahwa
juga kurang baik. Faktor inilah yang digali kualitas pelayanan kesehatan memiliki
hubungannya dengan tingkat frekuensi pengaruh terhadap frekuensi kunjungan ibu
kunjungan ibu balita di posyandu. balita di posyandu. Semakin baik kualitas
pelayanan kesehatan posyandu maka sema-
Hubungan Antara Kualitas Pelayanan kin baik pula frekuensi kunjungan ibu balita
Kesehatan Posyandu dengan Frekuensi ke Posyandu.
Kunjungan Ibu Balita di Posyandu XI Kualitas pelayanan kesehatan yang baik
Serangan, Sidoluhur, Godean, Sleman dapat diukur dengan delapan dimensi.
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui Menurut teori Tjiptono (2007) menyatakan
bahwa sebagian besar responden atau bahwa kualitas pelayanan kesehatan terdiri
sebanyak 28 orang (63,6%) menganggap dari delapan dimensi kualitas pelayanan
atau menilai kualitas pelayanan kesehatan kesehatan yang meliputi kompetensi teknis,
posyandu dalam kategori cukup baik, akses terhadap pelayanan, efektifitas, efisien,
mayoritas 15 responden (34,1%) memiliki kontinuitas, keamanan, hubungan antar
frekuensi kunjungan ke posyandu cukup manusia, kenyamanan. Pada penelitian ini
teratur pula yaitu melakukan kunjungan 8- dimensi-dimensi pelayanan kesehatan yang
11 kali dalam satu tahun. Hasil uji statisktik digunakan untuk mengukur standar pela-
kendall tau didapatkan nilai τ sebesar yanan di Posyandu XI yaitu dimensi akses
0,471 dengan taraf signifikan atau ρ = 0,001 pelayanan kesehatan, kompetensi teknis dan
lebih kecil dari nilai α = 0,05 atau ρ < α , hubungan antar manusia.
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat Hasil penelitian ini menunjukkan bah-
hubungan antara kualitas pelayanan kese- wa standar pelayanan kesehatan di Pos-
hatan posyandu dengan frekuensi kunjungan yandu XI sudah memenuhi ketiga dimensi
ibu balita di Posyandu XI Serangan, Sido- tersebut, yaitu dimensi akses pelayanan
luhur, Godean, Sleman. kesehatan, kompetensi teknis, dan hubungan
Responden yang menilai kualitas antar manusia. Artinya kualitas pelayanan
pelayanan kesehatan posyandu cukup baik kesehatan di Posyandu XI sudah cukup
dan melakukan kunjungan cukup teratur baik, sehingga secara langsung dapat me-
(34,1%) menunjukkan bahwa ada ningkatkan frekuensi kunjungan ke posyandu
keterkaitan antara kualitas pelayanan secara rutin.
dengan frekuensi kunjungan. Hal ini dapat Hasil penelitian ini sesuai dengan pene-
disebabkan karena responden merasa puas litian Lestari (2009) yang menyatakan bahwa
terhadap pelayanan kesehatan yang telah jika mutu pelayanan baik (sudah sesuai dengan
diberikan oleh petugas kesehatan (kader standar pelayanan kesehatan) maka tingkat
kesehatan posyandu). kepuasan juga tinggi. Hal itu mendukung
Pelayanan yang diberikan sudah sesuai tingginya frekuensi kunjungan, karena semakin
dengan kebutuhan mereka dan diberikan tinggi tingkat kepuasan maka semakin tinggi
dengan cara yang ramah pada waktu pula frekuensi kunjungan ke posyandu. Lestari
mereka berkunjung sesuai sumber daya (2009) berpendapat bahwa ada hubungan
yang dimiliki, sehingga ibu-ibu balita yang signifikan antara mutu pelayanan
termotivasi untuk melakukan kegiatan kesehatan dengan tingkat kepuasan ibu balita
kunjungan kembali ke posyandu secara rutin pengguna Posyandu di Desa Trimulyo Sleman,
setiap sebulan sekali. dengan nilai signifikan 0,04.
Rahmi Nur Fitri Handayani, Tenti Kurniawati, Hubungan Antara Kualitas Pelayanan... 91
1. Artikel yang ditulis dalam Jurnal Kebidanan dan Keperawatan meliputi hasil penelitian
di bidang kebidanan dan keperawatan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,
huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada
kertas A4 sepanjang lebih kurang 20 halaman dan diserahkan dalam bentuk Print-Out
sebanyak 2 eksemplar beserta softcopynya. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai
Attachment e-mail ke alamat: bp3m_stikesayo@yahoo.com
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian
adalah judul, nama penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,
hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, serta daftar pustaka.
3. Judul artikel tidak boleh lebih dari 20 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-
tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, dan
ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim, maka penyunting hanya
berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan
pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail.
5. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjang
masing-masing abstrak maksimal 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Isi
abstrak mengandung tujuan, metode, dan hasil penelitian.
6. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan
tujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam
bentuk paragraf-paragraf.
7. Bagian metode penelitian berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis yang secara nyata
dilakukan peneliti.
8. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan
penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan hasil
dan pembandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis.
9. Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian
atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. Saran
ditulis secara jelas untuk siapa dan bersifat operasional. Saran disajikan dalam bentuk
paragraf.
10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang
dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa
rujukan terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primer
berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi,
tesis, disertasi). Artikel yang dimuat di Jurnal Kebidanan dan Keperawatan disarankan
untuk digunakan sebagai rujukan.
11. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,
tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan
tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davis, 2003: 47).
12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara
alfabetis dan kronologis.
Buku: Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
and Suddarth. Edisi 8. EGC: Jakarta.
Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds). 2002. Menulis Artikel
untuk Jurnal Ilmiah (edisi ke - 4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds). Children’s Informal
Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam memenuhi Kebutuhan Industri. Transport, XX
(4): 57-61.
Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah
Sekolah Pengunggulan, Jawa Post, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 2006.
Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1997. Pedoman
Penulisan Pelaporan Penelitian. Jakarta : Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Ammas Duta Jaya.
Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian: Sudyasih, T. 2006. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Tubercolosis Paru Dengan Sikap Orang Tua Anak (0-10 Tahun)
Penderita Tuberkulosis Paru Selama Menjalani Pengobatan di Puskesmas Piyungan
Bantul Tahun 2006. Skripsi Diterbitkan. Yogyakarta: PSIK-STIKES ‘ASYIYAH
YOGYAKARTA.
Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal
Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan
Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus 2001.
Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://
journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Agustus 2006.
Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi, 2004. Pengukuran Bekal Awal
Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (online), Jilid 5, No. 4,
(http://www.malang.ac.id), diakses 20 Januari 2000.
13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, gambar pada artikel berbahasa Indonesia
menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(Depdikbud, 1987).
14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk
oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk
melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari
atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara
tertulis.
15. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software
komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang
dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul
karenanya, menjadi tanggungjawab penuh penulis artikel.
16. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi
pelanggan minimal selama satu tahun (dua nomor). Penulis menerima nomor bukti
pemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 2 (dua eksemplar).
Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292
Telp. (0274) 4496199; Fax. (0274) 4469204
Bersama ini kami kirimkan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 1, Juni 2013
sebanyak ….... eks.
Untuk selanjutnya apabila Bpk/Ibu/Sdr/Institusi Anda berkenan melanggannya, mohon
untuk mengisi blangko formulir berlangganan di bawah ini dan kirimkan ke alamat :
REDAKSI JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292.
Telp (0274) 4469199 pesawat 166, Fax. (0274) 4469204
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TANDA TERIMA
Telah terima Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 1, Juni 2013
sebanyak: ......................... eksemplar dengan baik.