Anda di halaman 1dari 2

Kedudukan ijtihad sebagai sumber ajaran islam

Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah
diindikasikan oleh sebuah hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab
anatara Nabi Muhammad SAW dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai gubernur yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”

“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran)”

“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”

“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah”

“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”

“Hamba aka memepergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang
sedikit pun.”

“segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah!”

Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad SAW
menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad
SAW.

“Ya Rasulullah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”

“Kamu Punya AL-Quran!”

“Ya Rasulullah! Tetapi walaupun dengan kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak
menyesatkan itu dihadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika
Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulullah, Siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”

“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”

“Tetapi Rasulullah setelah anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak dapat timbul
selama hidup anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-
orang sesudah kami?”

“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setipa orang dan akal sebagai
petunjuk. Maka gunakanlah keduannya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing
kamu ke jalan yang lurus!”
Ijtihad adalah “Sarana Ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas
ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Pada dasarnya, semua umat islam berhak melakukan ijtihad, sepanjang ia meguasai Al-Quran,
As-Sunnah, Sejarah Islam, juga berakhlaq baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahhuan.

Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas ilmuan dan akhlaqnya diakui umat Islam.
Hasil ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif,
maka hasilnya disebut ijma’ atau kesepakatan

Anda mungkin juga menyukai