Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam

pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat

kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif

baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya status sosial dan

ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup,

bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami pergeseran

pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini di

kenal dengan transisi epidemiologi. Di dunia jumlah penderita diabetes

mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan

jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang

merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas

meningkat dan kegiatan fisik berkurang. Diabetes mellitus perlu diamati

karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin

meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan (Hartati, 2008).

Fenomena masalah yang terjadi di tempat penelitian adalah banyaknya

penderita diabetes tipe 2 yang cemas dan takut akan penyakitnya yang tidak

bisa sembuh.

1
2

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mencatat Indonesia

dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan ke-4 di dunia dalam hal

jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai 14,7

persen di perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Dengan asumsi penduduk

berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada

21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes. Pada tahun

2011, orang dewasa yang mengidap diabetes di Asia Tenggara diperkirakan

mencapai 71,4 juta jiwa atau sekitar 8,3% dari total populasi dewasa di

wilayah ini. Di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian epidemiologis

didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5–2,3% pada penduduk yang usianya

lebih dari 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 1,47% dan

daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali

dibandingkan dengan negara maju, sehingga diabetes mellitus merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang serius (PERKENI, 2010). Pada tahun

2013, penderita diabetes di Indonesia diperkirakan mencapai 8,5 juta orang

dengan rentang usia 20-79 tahun (dikutip dari Federasi Diabetes

Internasional). Tetapi kurang dari setengah dari mereka yang menyadari

kondisinya. Jadi pada umumnya diabetes merupakan penyakit yang banyak

menyerang orang Indonesia.Berdasrkan data Riskesdas 2007, prevalensi

diabetes mellitus di provinsi Jawa Timur sebesar 1,0%. Berdasarkan Laporan

Tahunan Rumah Sakit tahun 2012 (per 31 Mei 2013), kasus penyakit

terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit umum pemerintah tipe A adalah
3

Diabetes Mellitus (8.370 kasus). Dan Pada rumah sakit umum pemerintah tipe

C, dua besar penyakit terbanyak pasien rawat inap adalah Diabetes Mellitus

(9.620 kasus). Berdasarkan data dari RSUD Sosodoro Djatikoesoemo tahun

2015 terdapat penderita kencing manis ( Diabetes Melitus) dialami oleh 246

orang Bojonegoro dan 23 diantaranya meninggal dunia (Pemkab Bojonegoro,

2015). Sedangkan di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo terdapat 32 orang yang

menderita diabetes mellitus.

Hal yang terjadi di atas membuktikan bahwa penyakit DM layak menjadi

perhatian. Pengetahuan tentang DM perlu didapatkan oleh pasien agar pasien

tidak merasa was-was atau mengalami kecemasan tentang penyakitnya.

Kecemasan ini apabila tidak ditangani secara baik maka akan menimbulkan

masalah tersendiri yang akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan

penyakit DM (Hastuti, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

adalah pengalaman, pendidikan, tingkat pengetahuan dan informasi, respons

terhadap stimulus, usia, gender dan perbedaan jenis kelamin, dukungan

keluarga, pekerjaan dan kondisi lingkungan. Menurut Soewandi (1997)

mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang

mudah mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai

tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan.

Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan

yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.


4

Meski diabetes tidak bisa disembuhkan, diagnosis dini sangat penting

agar diabetes dapat segera ditangani. Pendeteksian dini memungkinkan kadar

gula darah penderita diabetes untuk dikendalikan. Tujuan pengobatan diabetes

adalah untuk mempertahankan keseimbangan kadar zat gula darah dan

mengendalikan gejala untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.

Mengubah gaya hidup juga bisa mengendalikan gejala-gejala diabetes tipe 2,

misalnya dengan menerapkan pola makan sehat. Tetapi jenis diabetes ini

adalah penyakit yang progresif. Karena itu penderita diabetes tipe 2 biasanya

akan membutuhkan obat-obatan untuk menjaga keseimbangan kadar zat gula

darahnya. Proses pengobatan umumnya diawali dengan obat dalam bentuk

tablet yang kemudian bisa diikuti dengan terapi suntikan, misalnya

insulinUpaya tenaga kesehatan untuk meminimalisir kecamasan dengan cara

memberikan penyuluhan tentang DM serta cara penatalaksanaannya sehingga

pasien DM menurun tingkat kecemasannya tentang penyakitnya. Salah satu

usaha untuk membantu penderita diabetes tipe 2 untuk mengurangi

kecemasannya adalah dengan penyuluhan tentang DM tipe 2 sehingga akan

mengurangi tingkat kecemasan penderita DM tipe 2 terhadap penyakitnya.

Pengetahuan yang cukup akan membantu remaja dalam memahami dan

mempersiapkan mental dalam menghadapi perubahan-perubahan tubuhnya

tanpa kecemasan dan ketakutan


5

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan pengetahuan tentang diabetes

mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2

di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016”.

1.2 Rumusan Masalah


Adakah Hubungan pengetahuan tentang diabetes mellitus tipe 2

dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra

Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016 ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan pengetahuan tentang diabetes mellitus tipe

2 dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di

Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016.


1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe 2

tentang diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo

Bojonegoro tahun 2016


b. Mengidentifikasi kecemasan pasien diabetes mellitus tipe 2 tentang

diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo

Bojonegoro tahun 2016


c. Menganalisis Hubungan pengetahuan tentang diabetes mellitus tipe

2 dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di

Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016.


6

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi responden
a. Dapat memberi wawasan serta pengetahuan yang lebih tentang

diabetes mellitus tipe 2 sehingga responden dapat mengurangi

kecemasan tentang diabetess mellitus tipe 2


1.4.2 Bagi tenaga kesehatan
Penelitian dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan

agar lebih aktif dalam memberikan penyuluhan tentang diabetes

mellitus tipe 2
1.4.3 Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi peneliti dalam

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bangku

perkuliahan kepada penderita diabetes mellitus


1.4.4 Bagi Institusi
Penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan

dibidang kesehatan tentang diabetes mellitus tipe 2, serta dapat

dijadikan masukan bagi peneliti selanjutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Pengertian
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu,dan in terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, penciuman, rasa, pendengaran, dan peraba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk perilaku seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2007)


2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dicukup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmodjo, 2007)

a. Tahu (know).

Tahu mencakup ingatan fakta dan informasi yang spesifik.

Pelajaran ditingkat ini berisi tentang mengingat informasi, bukan

kemampuan untuk memahami maknanya.

b. Memahami (comprehension).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

mengartikan atau menginterprestasikan informasi dan

memperkirakan informasi lain diluar yang diberikan.

c. Aplikasi (aplication).

7
8

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis).

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis).

Menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

f. Evaluasi (evaluation).

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo S, 2007).


Menurut Ircham (2008) penentuan tingkat pengetahuan

responden dibagi dalam 3 kategori, yaitu baik, cukup dan kurang.

Kriterianya seperti berikut :


a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-

100% dari seluruh pertanyaan


b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-

75% dari seluruh pertanyaan


c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-

55% dari seluruh pertanyaan


9

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat

dikelompokkan menjadi dua (Notoatmodjo S, 2012), yakni :

a. Cara tradisional atau non ilmiah

Cara ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,

sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistemik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada

periode ini antara lain meliputi :

1. Cara coba salah (trial and error)

Merupakan cara yang paling tradisional yang pernah

digunakan manusia. Cara coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua gagal

pula, maka dicoba kembali kemungkinan ketiga dan seterusnya

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2. Secara Kebetulan

Merupakan penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi

karena tidak disengaja.

3. Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa

terlebih dahulu menguji dan membuktikan kebenarannya, baik


10

berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran

sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima

pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang

dikemukakannya adalah sudah benar.

4. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa yang lalu.Apabila dengan cara yang

digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang

dihadapi, maka untuk memecahkan masalah yang lain yang

sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.Tetapi bila

gagal maka cara itu tidak akan di ulangi lagi dan berusaha

untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil

memecahkannya.
11

5. Cara akal sehat (Common Sense)

Merupakan cara bahwa hukuman merupakan metode

( meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak.

Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment)

merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk

mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.

6. Kebenaran melalui wahyu

Adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan

melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini

oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas

dari kebenaran tersebut rasional atau tidak.

7. Kebenaran secara Intuitif

Merupakan kebenaran yang diperoleh manusia secara

cepat melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran ini

diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati

atau bisikan hati saja.

8. Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia

menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi.
12

9. Induksi

Adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat

umum.

10. Deduksi

Merupakan pembuatan kesimpulan dari pernyataan-

pernyataan umum ke khusus.

b. Cara modern (Cara ilmiah)

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut

“metode penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi

penelitian (research methodology) (Notoatmodjo S, 2012).


2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

sebagai berikut :

a. Umur

Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi

yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga

mengambah pengetahuannya.
Klasifikasi tahapan masa dewasa manusia di kelompokkan

sebagai berikut, umur 18-25 tahun (masa dewasa muda), umur

25-40 tahun (masa dewasa awal), umur 40-65 tahun (masa

dewasa tengah), umur 65-75 tahun (masa dewasa lanjut) umur >

75 tahun masa dewasa sangat lanjut (Nugroho W, 2008).

b. Pendidikan
13

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

seorang dengan pendidikan tinggi,, maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya.


Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2010 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jalur pendidikan

terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya.


1. Jenjang pendidikan formal terdiri atas :
a) Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah. Berbentuk

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau

bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau

bentuk lain yang sederajat.


b) Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan

dasar.Terdiri atas pendidikan menengah umum dan

kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah

Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah

Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.


c) Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah yang mencakup program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor

yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.


2. Pendidikan nonformal
14

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan

dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan

kepribadian profesional.
3. Pendidikan informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh

keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara

mandiri.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan

menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga (Wawan, 2011).

d. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2005).

e. Lingkungan
15

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan, 2011).

2.2 Diabetes tipe 2


2.2.1 Pengertian
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia (Padila, 2012 : 1).


Diabetes tipe 2 adalah diabetes mellitus tidak tergantung pada

insulin (NIDDM) (Padila, 2012 : 1)


2.2.2 Etiologi
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

ganggauan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui.

Factor genetic memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin.
a. Faktor-faktor resiko :
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat paa usia di atas 65

tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga (Padila, 2012 : 2)
2.2.3 Tanda dan gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliurta, polifagia pada DM

umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah

keluhan akibat komplikasi degeratif kronik pada pembuluh darah dan

syaraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologis akbiat proses

menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala

sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering

muncul adalah adanya gangguan penglinghatan karena katarak, rasa


16

kesemutan pada tungkai serta kelemahan ototo (neuropati perifer) dan

luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.


Menurut supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut

yang sering ditemukan adalah


a. Katarak
b. Glaucoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati visceral
j. Amiotropi
k. Ulkus neurotropik
l. Penyakit ginjal
m. Penyakit pembuluh darah perifer
n. Penyakit koroner
o. Penyakit pembuluh arah otak
p. hiptertensi
osmotic dieresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang

ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia diserta gangguan

tidur, atau bahkan inkontensia urin. Perasaaan haus pada pasien DM

lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat

terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi

pada stadium lanjut.


Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yagn biasa

terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila

paisen mengalami infeksi akut. Defisiensi insulit yang tadinya bersifat

relatif pada usia lanjtu reaksi vegetative dapat menghilang. Sedangkan

gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolism

selebral tampak lebih jelas (Padila, 2012 : 4-5).


2.2.4 Penatalaksanaan diabetes tipe 2
17

Meski diabetes tidak bisa disembuhkan, diagnosis dini sangat

penting agar diabetes dapat segera ditangani. Pendeteksian dini

memungkinkan kadar gula darah penderita diabetes untuk dikendalikan.


Tujuan pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan

keseimbangan kadar zat gula darah dan mengendalikan gejala untuk

mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Mengubah gaya hidup

juga bisa mengendalikan gejala-gejala diabetes tipe 2, misalnya dengan

menerapkan pola makan sehat.


Tetapi jenis diabetes ini adalah penyakit yang progresif. Karena

itu penderita diabetes tipe 2 biasanya akan membutuhkan obat-obatan

untuk menjaga keseimbangan kadar zat gula darahnya. Proses

pengobatan umumnya diawali dengan obat dalam bentuk tablet yang

kemudian bisa diikuti dengan terapi suntikan, misalnya insulin.

2.3 Konsep kecemasan


2.3.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau

ketakutan yang tidak jelas dan hebat (Nugroho W, 2008 : 122).

Kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya (Stuart Studeen, 2007: 144)

Kecemasan (Ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan

tidak didukung oleh situasi. Gangguan ansietas adalah sekelompok

kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang

berlebihan yang disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis.

Individu yang mengalami gangguan insietas dapat memperlihatkan


18

perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak

dapat dijelaskan atau berlebihan. Ansietas memiliki dua aspek yakni

aspek sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat

ansietas, lama ansietas dialami, dan seberapa baik individu melakukan

koping terhadap ansietas (Viebeck Sheila L, 2008 : 307).

2.3.2 Faktor predisposisi menurut Stuart Sundeen (2007)

a. Dalam pandangan Psikoanalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian dan superego. Kepribadian mewakili dorongan

insting dan impuls primitif seseorang. Sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-

norma budaya seseorang. Ego atau aku befungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan

adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.


19

b. Menurut pandangan Interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal.

c. Menurut pandangan Perilaku

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

d. Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan kecemasan

merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

e. Sebab-sebab fisik

Pikiran-pikiran tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini biasanya terlihat dalam

kondisi seperti misalnya kehamilan, cemas remaja dan sewaktu

pulih dari penyakit. Selama ditimpa kondisi ini, perubahan-

perubahan perasaan lazim muncul dan ini dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan.
20

2.3.3 Tanda dan gejala

Menurut Stuart & Sundeen (2007), respon fisiologis terhadap

ansietas sebagai berikut :

Tabel 2.1 Respon fisiologis terhadap ansietas

No. Sistem Tubuh Respon


1 Kardiovaskuler Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan,
tekanan darah menurun dan denyut nadi
menurun
2 Pernafasan Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada,
nafas dangkal, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-
engah
3 Neuromuskuler Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata
berkedap-kedip, insomnia, tremor, rigiditas,
gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umum, tungkai lemah dan
gerakan yang janggal
4 Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,
rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri
abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
5 Saluran perkemihan Tidak dapat menahan kencing dan sering
berkemih
6 Kulit Wajah kemerahan, berkeringat setempat
(telapak tangan), gatal, rasa panas dan
dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat
seluruh tubuh.
Sedang respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas.

No. Sistem Respon


1 Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi
terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi,
cenderung mengalami cedera, menarik diri
dari hubungan interpersonal, inhibisi,
melarikan diri dari masalah, menghindar,
hiperventilasi, sangat waspada.s
2 Kognitif Perhatian terganggu, konsentrasi buruk,
21

No. Sistem Respon


pelupa, salah dalam memberikan penilaian,
preokupsi, hambatan berfikir, lapang
persepsi menurun, kreativitas menurun,
produktifitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri, kehilangan
objektifitas, takut kehilangan kendali, takut
pada gambatan visual, takut cedera atau
kematian, kilas balik, mimpi buruk
3 Afektif Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, ketakutan, waspada,
kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati
rasa, rasa bersalah, malu.

2.3.4 Tingkat cemas

Menurut Stuart Studeen ( 2007 : 144 ) tingkat kecemasan

meliputi :

a. Kecemasan ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari hari dan menyebabkan seorang menjadi waspada

dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat

memotivasi belajar dan meghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.


b. Kecemasan sedang
Kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga

seorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah.


c. Kecemasan berat
Kecemasan ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua

perilaku di tunjukan untuk mengurangi ketegangan.


d. Cemas panik
22

Kecemasan ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan

dan terror. Rincian terpecah dan proporsinya karena kehilangan

kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan

disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan

aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lain. Persepsi yang menyimpang dan kehilangan

pemikiran yang rasionalsehinga tingkat kecemasan ini tidak sejalan

dengan kehidupan.

2.3.5 Respon rentang ansietas

Respon rentang ansietas meliputi 5 tahap yaitu antisipasi, ringan,

sedang, berat dan panik, seperti yang di ungkapkan oleh Stuart &

Sundeen (2007) respon rentang ansietas sebagai berikut :

RENTANG RESPONS ANSIETAS

Respons Adaptif Respons Maladaptif

(Gail Wescarz Stuart, Sandra J. Sundeen, 2007 : 175)


Antisipasi
Gambar 2.1 Rentang respon ansietas
Ringan

Sedang

Berat

Panik
23

2.3.6 Mekanisme Koping

Menurut Stuart&sundeen (2007) ansietas tingkat ringan sering

ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius, tingkat ansietas sedang dan

berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping yaitu :

Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari

dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik

tuntutan situasi ansietas, meliputi perilaku menyerang digunakan untuk

mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, perilaku menarik diri

untuk memindahkan seseorang dari sumber ansietas, perilaku

kompromi digunakan untuk mengorbankan aspek kebutuhan personal

seseorang.

Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan

dan sedang tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan

melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, meliputi disosiasi,

identifikasi, intelektualisasi, introjeksi, isolasi, projeksi, rasionalisasi,

reaksi formasi, regresi, prepesi, skleting, sublimasi, supresi, undoi.

2.3.7 Sumber koping

Individu dapat mengatasi ansietas dengan menggerakkan sumber

koping dilingkungan, sumber koping tersebut sebagai modal ekonomi,

kemampuan penyelesaiaan masalah dukungan sosial dan keyakinan

budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman

yang menimbulkan ansietas dan mengadopsi strategi koping yang

berhasil (Stuart&Sundeen, 2007 : 182).


24

2.3.8 Dampak kecemasan

a. Palpitasi, jantung berdenyut keras atau percepatan frekuensi

jantung.

b. Berkeringat.

c. Gemetar atau goyah.

d. Sensori sesak nafas atau perlambatan.

e. Merasa tersedak.

f. Nyeri dada atau tidak nyaman.

g. Mual dan distress abdomen.

h. Merasa pening, tidak tegap, kepala melayang atau pingsan.

i. Derealisasi (merasa tidak nyata).

j. Gangguan tidur, insomnia (sukar atau tidak bisa tidur) atau

hipersomnia (terlalu banyak tidur) (Stuart and Sundeen, 2007 :

198).

2.3.9 Penatalaksanaan pasien dengan kecemasan

a. Menyadarkan diri dengan batas kemampuan yang dimiliki

b. Membentuk rasa percaya terhadap diri sendiri

c. Menyiapkan diri untuk menghadapi resiko terburuk

d. Mencari pertolongan atau berkonsultasi dengan keluarga, sahabat

atau konsultan

e. Mencari kesibukan

f. Menganalisa kecemasan (apa yang membuatnya menjadi cemas)

g. Memilih koping yang efektif dalam menghadapi kecemasan

h. Relaksasi diri sendiri


25

2.3.10 Penilaian tingkat kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah tidak ada kecemasan, cemas ringan, cemas sedang, cemas

berat, dan cemas sangat berat digunakan alat ukur HRS-A (Hamilton

Rating Scale for Anxiety), yang terdiri atas 14 kelompok gejala,

masing-masing kelompok gejala diberi penilaian antara 0-4 dengan

penilaian sebagai berikut :

a. Skor 0 : tidak ada gejala


b. Skor 1 : ringan (satu gejala)
c. Skor 2 : sedang (≤ sebagian gejala)
d. Skor 3 : berat (lebih dari sebagian gejala)
e. Skor 4 : panik (semua gejala)

Masing-masing penilaian angka (skor) dari kelompok tersebut

dijumlahkan, dari hasil penjumlahan tersebut diketahui derajat

kecemasan seseorang yaitu :

a. Tidak ada kecemasan : dengan total nilai < 14


b. Kecemasan ringan : dengan total nilai 14 -20
c. Kecemasan sedang : dengan total nilai 21 -27
d. Kecemasan berat : dengan total nilai 28 -41
e. Kecemasan panik : dengan total nilai 42 -56

Hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.3 Gejala dan skoring kecemasan

SKORING
NO GEJALA KECEMASAN KECEMASAN
0 1 2 3 4
1. Perasaan cemas
1. Cemas
2 Firasat buruk
3 Takut akan fikiran sendiri
4 Mudah tersinggung
2. Ketegangan
1. Merasa tegang
26

SKORING
NO GEJALA KECEMASAN KECEMASAN
0 1 2 3 4
2. Lesu
3. Tidak bisa istirahat dengan tenang
4. Mudah terkejut
5. Mudah menangis
6. Gemetar
7. Gelisah
3. Ketakutan
1. Pada gelap
2. Pada orang asing
3. Ditinggal sendiri
4. Pada binatang besar
5. Pada keramaian lalu lintas
6. Pada kerumunan orang banyak
4. Gangguan tidur
1. Sukar masuk tidur
2. Banguan malam hari
3. Tidak tidur nyenyak
4. Bangun dan lesu
5. Banyak mimpi-mimpi
5. Gangguan kecerdasan
1. Sukar konsentrasi
2. Daya ingat menurun
3. Daya ingat buruk
6. Perasaan depresi
1. Hilangnya minat
2. Berkurangnya pada kesenangan
3. Sedih
4. Bangun dini hari
5. Perasaan berubah-ubah
7. Gejala somatik (fisik otot)
1. Sakit dan nyeri
2. Kaku
3. Kedutan otot
4. Gigi gemerutuk
5. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik (fisik sensor)
1. Tu
nitus (telinga berdenging)
2. Pe
nglihatan kabur
3. M
uka merah
4. At
au pucat
5. M
27

SKORING
NO GEJALA KECEMASAN KECEMASAN
0 1 2 3 4
erasa lemas
6. Pe
rasaan dirusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler
1. Takikardi
2. Berdebar-debar
3. Nyeri dada
4. Denyut nadi mengeras
5. Rasa lesu/seperti mau pingsan
6. Detak jantung menghilang
10. Gejala respiratorik
1. Rasa tertekan pada dada
2. Rasa tercekik
3. Sering menarik nafas
4. Nafas pendek/sesak
11. Gejala gastrointestinal
1. Sulit menelan
2. Perut melilit
3. Gangguan pencernaan nyeri sebelum dan sesudah
makan
4. Perasaan terbakar di perut
5. Rasa penuh dan kembung
6. Mual
7. Muntah
8. BAB lembek
9. Sukar BAB
10. Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenital
1. Sering BAK
2. Tidak dapat menahan air seni
3. Darah haid berlebihan
4. Masa haid amat pendek
5. Masa haid berkepanjangan
13. Gejala autonom
1. Mulut kering
2. Mata merah
3. Mudah berkeringat
4. Kepala pusing
5. Kepala terasa berat
6. Kepala terasa sakit
7. Bulu-bulu berdiri
14. Tingkah laku
1. Gelisah
2. Tidak tenang
3. Jari gemetar
28

SKORING
NO GEJALA KECEMASAN KECEMASAN
0 1 2 3 4
4. Kerut kening
5. Muka tegang
6. Otot tegang
7. Nafas pendek dan cepar
8. Muka merah
(Hidayat, 2007 : 213-217).
2.4 Hubungan pengetahuan terhadap kecemasan
Menurut Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang

rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan

terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan

krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat

terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan

karena kurangnya informasi yang diperoleh.


Dari jurnal penelitian ragil tahun 2010 didapatkan Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat

kecemasan pada penderita DM tipe II dengan p=0,002.


29

2.5 Kerangka konseptual


Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin

diteliti (Setiadi, 2013)

Penderita diabetes mellitus


tipe 2

Faktor-faktor yang Baik : > 75%


mempengaruhi pengetahuan: Pengetahuan tentang diabetes
1. Umur mellitus :
1. Pengertian Cukup : 60
2. Pendidikan
2. Etiologi -75%
3. Pekerjaan 3. Tanda dan gejala
4. Pengalaman 4. Penatalaksanaan diabetes tipe 2
5. Lingkungan Kurang :
< 60%

Faktor-faktor yang Tidak ada


mempengaruhi kecemasan :
1. Dalam pandangan Ringan
Psikoanalitik
2. Menurut pandangan Kecemasan Sedang
Interpersonal
3. Menurut pandangan
Perilaku Berat
4. Kajian keluarga
5. Sebab-sebab fisik Panik

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Mempengaruhi

Gambar 2.1 Kerangka konseptual Hubungan pengetahuan tentang diabetes


mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro
tahun 2016
30

2.6 Hipotesis penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009 : 64).

Maka Hipotesis yang di pakai oleh peneliti adalah :

H1: Ada Hubungan pengetahuan tentang diabetes mellitus tipe 2 dengan

tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra

Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang 1) desain penelitian, 2) kerangka kerja,

3) variabel penelitian, 4) definisi operasional, 5) waktu dan tempat penelitian, 6)

populasi, sampel dan sampling, 7) Teknik Pengumpulan Data dan Alat Ukur, 8)

Etika Penelitian.

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007).

Desain yang digunakan dalam bentuk penelitian ini adalah analitik

korelasional, yaitu mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti ini dapat

mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji

berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2008).

Dengan menggunakan pendekatan “cross sectinal” (hubungan dan

asosiasi) yaitu rancangan penelitian dengan menggunakan pengukuran dan

pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Nursalam, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

tentang diabetes mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro

tahun 2016

31
32

3.2 Kerangka kerja penelitian

Kerangka kerja dalah langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai dari

penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal

dilaksanakannya penelitan (Nursalam, 2008).

Populasi
Seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga
Sumberejo Bojonegoro tahun 2016 sebanyak 32 orang

Sampling
Menggunakan tehnik total sampling

Sampel
penderita diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo
Bojonegoro tahun 2016 sebanyak 32 responden

Desain Penelitian
Analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional

Pengumpulan Data
Kuesioner

Pengolahan data dan analisa data


Editing, coding, scoring, data entry, melakukan tehnik analisis Rank
spearman

Penyajian data

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan pengetahuan tentang diabetes


mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun
2016
33

3.3 Variabel penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dalam riset, variabel

dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan (Nursalam, 2008).

3.3.1 Variable independent (bebas)

Adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel independent (mempengaruhi), (Sugiyono, 2008). Yang menjadi

variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang

diabetes mellitus tipe 2

3.3.2 Variable dependent (terikat)

Variabel dependent sering disebut sebagai variabel respon, output,

kriteria atau konsekwen. Variabel dependent (terikat) adalah variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel

independent (bebas), (Sugiyono, 2007). Variabel dependen pada

penelitian adalah tingkat kecemasan pada pasien diabetes mellitus tipe 2


34

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007:79).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Hubungan pengetahuan tentang


diabetes mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo
Bojonegoro tahun 2016
Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skoring
Operasional
Independen: Hasil tahu 1. Pengertian Kuesioner Ordinal Penilaian di hitung
Pengetahuan responden 2. Etiologi dari jawaban yang
tentang tentang 3. Tanda dan gejala benar diberi nilai
diabetes diabetes 4. Penatalaksanaan 1 dan jawaban
diabetes tipe 2
mellitus tipe mellitus tipe yang salah diberi
2 2 yang di nilai 0 dengan
dapatkan dari kriteria :
hasil jawaban 1. Baik 76-
kuesioner 100%.
2. Cukup 56-
76%.
3. Kurang
< 56%

Dependen: perasaan sedih, Gejala depresi : HRS-A Ordinal Pertanyaan


kecemasan ketidakberdayaa 1. Secara umum tidak berjumlah 14
n, dan pesimis, pernah merasa
pada pasien yang
pernyataan
senang dalam hidup
diabetes berhubungan ini
mellitus dipe dengan suatu 2. Distorsi dalam Skoring :
2 penderitaan perilaku makan 1. tidak ada gejala
yang dirasakan 3. Gangguan tidur kecemasan
lansia yang 4. Gangguan dalam dengan nilai
didapatkan dari aktivitas normal skor 0-13 .
jawaban seseorang 2. gejala ringan
kuesioner 5. Kurang Energi. dengan nilai
6. Keyakinan bahwa skor 14 – 20.
seseorang 3. gejala sedang
mempunyai hidup dengan nilai
yang tidak berguna skor 21-27.
7. Kapasitas menurun 4. gejala berat
untuk bisa berfikir nilai skor 28
8. Perilaku merusak diri -42
5. gejala berat
35

tidak langsung sekali/panik


9. Mempunyai dengan nilai
pemikiran ingin skor 43-56
bunuh diri Kode tingkat
depresi :
Tidak ada : 1
Ringan : 2
Sedang : 3
Berat :4
Panik :5

3.5 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian Akan di Lakukan Pada Bulan Juni 2016 di Klinik Mitra

Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016

3.6 Populasi, Sampel dan Sampling


3.6.1 Populasi
Populasi adalah setiap subyek (misalnya manusia, klien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.(Nursalam, 2008). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 di

Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016 sebanyak 32

orang
3.6.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui tehnik sampling.

(Nursalam, 2008). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita

diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo

Bojonegoro tahun 2016 sebanyak 32 responden


3.6.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi. Tehnik sampling merupakan cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang


36

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam,

2008). Pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling, cara

pengambilan sampel dengan menggunakan dari keseluruhan populasi

yang akan diteliti (Hidayat, 2005). Teknik pengambilan sampel secara

total tanpa terkecuali yaitu seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 di

Klinik Mitra Keluarga Sumberejo Bojonegoro tahun 2016 sebanyak 32

responden
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Alat Ukur Penelitian
3.7.1 Teknik pengumpulan data
Penelitian ini dimulai setelah proposal disetujui oleh pembimbing,

kemudian mengajukan surat permohonan izin penelitian dari institusi

STIKES Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang kepada kepala Klinik

Mitra Keluarga, setelah peneliti mendapatkan ijin penelitian

mengadakan penelitian dengan cara mengambil sampel sesuai sasaran

peneliti, setelah mendapatkan sampel penelitian memberikan kuesioner

kepada responden dan menerangkan cara mengisi kuesioner terebut

pada penderita diabetes mellitus di Klinik Mitra Keluarga Sumberejo.

Setelah kuesioner dikumpulkan kembali maka peneliti melakukan

pemeriksaan menggunakan kuesioner

Langkah-langkah pengumpulan data :

a. Mengurus surat pengantar penelitian dari STIKES Bahrul ‘Ulum

Tambakberas Jombang.
b. Mengurus perizinan penelitian kepada Kepala Dinas Kesehatan

Bojonegoro
c. Meminta izin kepada kepala Klinik Mitra Keluarga Sumberejo
37

d. Saat ada acara prolanis peneliti datang di acara tersebut, serta

menjelaskan maksud dan tujuan peneliti datang ke acara tersebut

setelah menjelaskan maksud dari peneliti setelah itu peneliti

meminta ijin kepada responden dengan menggunakan informed

consent. Setelah mendapat izin dari responden peneliti memberikan

kuesioner untuk diisi oleh responden.


e. Penyusunan hasil penelitian
3.7.2 Instrumen (Alat Ukur)

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo S, 2003). Kuesioner yang digunakan

adalah pertanyaan tertutup (closed ended question) jenis multiple

choice yaitu pertanyaan yang menyediakan beberapa alternatif jawaban

dan responden hanya memilih satu diantaranya (Notoatmodjo, 2005).

Pada variabel independent terdiri dari 14 pertanyaan dan pada variabel

dependent menggunakan skala HAR-S


38

3.8 Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengelolahan data melalui

tahapan Editing, Coding, Data entry dan melakukan teknik analisis (Hidayat,

2010).

3.8.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2010). Editing

dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat kembali data yang telah

terkumpul terdapat kesalahan dan kekosongan atau tidak di dalam

lembar kuesioner.

3.8.2 Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap

data yang terdiri dari beberapa kategori (Hidayat, 2010). Dalam

penelitian ini memberikan kode sebagai berikut:

a. Variabel Independen : pengetahuan tentang diabetes mellitus


1. Baik : kode 3
2. Cukup : kode 2
3. Kurang : kode 1
b. Variabel Dependen : Tingkat kecemasan pada pasien diabetes

mellitus
1. Tidak ada : kode 1
2. Ringan : kode 2
3. Sedang : kode 3
4. Berat : kode 4
5. Panik : kode 5
3.8.3 Scoring
39

Setelah data kuesioner terkumpul dan sudah diisi oleh responden

kemudian diberi skor.

a. Variabel Independen : pengetahuan tentang diabetes mellitus


Benar : 1
Salah : 0
Baik 76-100%.
Cukup 56-76%.
Kurang< 56%
b. Variabel Dependen : Tingkat kecemasan pada pasien diabetes

mellitus
1) Skor 0 : tidak ada gejala
2) Skor 1 : ringan (satu gejala)
3) Skor 2 : sedang (≤ sebagian gejala)
4) Skor 3 : berat (lebih dari sebagian gejala)
5) Skor 4 : panik (semua gejala)

Dari hasil jawaban responden yang telah dinilai dijumlahkan dan

dibandingkan dengan total skor kemudian dikalikan 100% (Budiarto E,

2001).

f
P x 100%
N

Keterangan :

P = Prosentase.

f = Nilai yang diperoleh.

n = Frekuensi total atau keseluruhan.

3.8.4 Tabulating

Dari pengolahan data hasil penelitian yang telah dilaksanakan,

data kemudian dimasukkan dalam tabel distribusi yang dikonfirmasi

dalam bentuk prosentase dan narasi, kemudian dintepretasikan.

Interprestasi data adalah sebagai berikut :


40

a. 90%-100% : mayoritas.
b. 70%-89% : sebagian besar.
c. 51%-69% : lebih dari sebagian.
d. 50% : sebagian.
e. < 50% : kurang dari sebagian (Nursalam, 2008 : 130).
3.8.5 Analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian

akan menggunakan statistik terapan, yang disesuaikan dengan tujuan

yang hendak dianalisis (Hidayat, 2010). Untuk mengetahui Hubungan

pengetahuan tentang diabetes mellitus tipe 2 dengan tingkat kecemasan

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Klinik Mitra Keluarga

Sumberejo Bojonegoro tahun 2016. digunakan uji statistik korelasi

Rank spearman dengan menggunakan SPSS. Dimana derajat

kemaknaan ditentukan p < 0,05 artinya jika hasil statistik menunjukkan

p < 0,05 maka HI diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan antara

variabel independen dengan variabel dependen.


41

3.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Kepala desa Sugihwaras Kecamatan Suwgihwaras Kabupaten

Bojonegoro, setelah mendapat persetujuan barulah responden diberikan

tindakan dan observasi dengan menekankan masalah etika meliputi :

3.9.1 Informed Consent (lembar persetujuan)

Lembar ini akan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan kepada

seluruh responden. Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan

tujuan penelitian. Jika responden bersedia maka responden harus

menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden tidak

bersedia diteliti, maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

3.9.2 Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data, cukup

dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.

3.9.3 Confidientality (jaminan kerahasiaan)

Informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Kerahasiaan informasi yang diberikan

oleh subyek dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja

yang akan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian

Anda mungkin juga menyukai