Anda di halaman 1dari 13

GAS DIFFUSION IN POROUS SOLID

DIFUSI GAS DALAM BENDA PADAT BERPORI

1. DIFUSI
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut
dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.
Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Difusi memainkan peran kunci dalam
banyak proses yang beragam seperti mencampurkan gas dan cairan, gas dalam
padatan dan sebagainya.
Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar.
Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalahuap air dari cerek yang
berdifusi dalam udara. Difusi yang paling sering terjadi adalah difusi molekuler.
Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan dari sebuah lapisan (layer) molekul
yang diam dari solid atau fluida.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:
 Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu
akan bergerak, sehinggak kecepatan difusi semakin tinggi.
 Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan
difusi.
 Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.
 Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat
kecepatan difusinya.
 Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak
dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.

Aliran suatu zat untuk berdifusi dengan membran dapat dijelaskan melalui rumus
yang dikenal dengan hukum Fick I dan II.

1. Hukum Fick Pertama :


Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan penampang melintang S
dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran dengan
simbol J.

dM
J = ── ……………………………………………………(1.1)
S .dt
Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi,
dC/dx :
dC
J = -D ── ……………………………………………………..(1.2)
dx
Dimana :
J : Aliran
S : Permukaan batas (cm2)
M : Jumlah benda (mmol)
D : Koefisien difusi/difusan (cm2/detik)
C : Konsentrasi (gram/cm3)
x : Jarak (cm)
t : Waktu (detik)

Jika suatu diagram memisahkan dua kompartemen dari suatu sel difusi dengan
luas penampang melintang S dan dengan ketebalan h, dan jika konsentrasi dalam
membran di sebelah kiri (donor) dan disebelah kanan (reseptor) adalah C1 dan C2
maka hukum Fick pertama dapat ditulis :
dM C1 – C2
J = ——— = D ———— …………………………………………………….(1.4)
S dt h
Dimana (C1 – C2)/h kira-kira dC/dx dalam diafragma harus dianggap konstan
untuk terjadinya keadaan (kuasi stasioner).
Dari persamaan tesebut maka dapat diperoleh rumus koefisien distribusi atau
koefisien partisi K :
C1 C2
K = — = — …………………………………………….……………………(1.5)
Cd Cr

Oleh karena itu :


dM DSK (Cd – Cr)
—— = ———————
dt h
dan jika keadaan sink dalam kompartemen reseptor dipertahankan, maka Cr = 0,
dM DSKCd
— = ——— = PSCd
Dt h
DK
Dimana : P = —— (cm/detik) ……………………………………….......…..(1.6)
h
Keterangan :
C1 : konsentrasi dalam membran disebelah kiri (donor)
C2 : konsentrasi dalam membran disebelah kanan (reseptor)
h : ketebalan (cm)
K : koefisien distribusi/partisi
Cd : konsentrasi donor
Cr : konsentrasi reseptor
P : koefisien permeabilitas (cm/detik)

2. Hukum Fick Kedua :


Kecepatan perubahan konsentrasi difusan pada suatu titik dalam suatu sistem
sangat berpengaruh dibandingkan dengan difusi massa melalui suatu satuan luas
dari barier dalam satuan waktu.
Perbedaan dalam konsentrasi adalah akibat dari perbedaan dalam input dan
output. Konsentrasi difusan dalam volume unsur berubah terhadap waktu, yakni
ΔC/Δt, apabila aliran atau jumlah yang berdifusi berubah terhadap jarak ΔJ/Δx,
dalam arah x atau :
∂C ∂J
── = - ── …………………………………………………………………….(2.1)
∂t ∂x

Jika diinginkan konsentrasi difusan dalam tiga dimensi, maka hukum Fick kedua
dapat ditulis sebagai berikut :

∂C ∂2C ∂2C ∂2C


— = D — + — + — …………………………..…………………………….(2.2)
∂t ∂x2 ∂y2 ∂z2
Laju berubahnya konsentrasi dC/dt akan sama dengan nol, maka hukum kedua
akan berubah :

dC d2C
— = D —— = 0 ……………………………………………………………..(2.3)
Dt dx2
2. JENIS – JENIS DIFUSI
Proses difusi yang kita ketahui terbagi ke dalam 3 jenis yaitu difusi pada
material cair, difusi pada material padat, dan difusi pada material gas.
 Difusi cair
Dikatakan difusi cair jika terjadi perpindahan molekul cairan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu ketika kita merendam
kedelai dalam air saat pembuatan tempe. Selama perendaman akan terjadi difusi
air dari lingkungan luar (yang kadar airnya tinggi) ke dalam kedelai (yang kadar
airnya rendah).

 Difusi padat
Dikatakan difusi padat jika terjadi perpindahan molekul padatan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu ketika kita melakukan
perendaman buah dengan larutan gula dalam pembuatan manisan buah. Selama
perendaman selain terjadi difusi air dari lingkungan luar ke dalam buah juga
terjadi difusi molekul gula (molekul padatan) ke dalam buah dan ini berarti difusi
padatan juga terjadi dalam pembuatan manisan buah ini. Selama ini batasan antara
kapan terjadinya difusi air dengan difusi padatan masih belum jelas karena
prosesnya sering terjadi bersamaan dan susah untuk dibedakan.

 Difusi gas
Dikatakan difusi gas jika terjadi perpindahan molekul gas dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu difusi O2 pada pengemas plastik.
Ketika kita menggunakan pengemas plastik untuk membungkus suatu bahan,
maka selama penyimpanan akan terjadi difusi oksigen dan uap air dari lingkungan
luar ke dalam plastik pengemas. Jumlah oksigen dan uap air yang dapat masuk ke
dalam plastik pengemas bervariasi tergantung permeabilitas dari plastik pengemas
tersebut. Semakin banyak jumlah oksigen dan uap air yang dapat masuk ke dalam
plastik pengemas berarti kualitas plastik pengemasnya semakin buruk.
Disini, difusi oksigen merupakan difusi gas dan difusi uap air merupakan
difusi cair. Difusi dalam material padat merupakan subjek yang akan dibahas.
Sejak lama, reaksi dalam keadaan padat telah diterapkan. Seperti pada pengerasan
permukaan baja yang menurut ilmu pengetahuan kita sekarang melibatkan difusi
atom karbon dalam kisi kristal besi.

3. MEKANISME DIFUSI
Transfer massa atau perpindahan massa juga dapat disebut sebagai
perpindahan suatu komponen dari satu lokasi ke lokasi lain dikarenakan adanya
ketidakseimbangan konsentrasi. Pada peristiwa difusi ada driving force yaitu
adanya perbedaan (gradien) konsentrasi. Difusi disebabkan oleh gerakan
molekuler secara random. Kecepatan gerakan molekuler tersebut bervariasi, bisa
sangat lambat, misal dalam fasa gas : 10 cm/menit, dalam fasa cair : 0,05
cm/menit dalam fasa padat : 0,00001 cm/menit. Proses difusi ini bisa menjadi
faktor yang mengontrol suatu peristiwa, misal : reaksi dengan katalis padatan
berpori.
Proses perpindahan massa juga berperan pada proses reaksi yang
melibatkan lebih dari satu fasa (reaksi heterogen) misal pada reaksi gas-cair,
reaksi cair-cair yang immiscible, reaksi padat-gas, reaksi padat-cair maupun reaksi
katalitik heterogen.
Mekanisme terjadinya difusi terbagi oleh difusi vacancy dan difusi
interstitial. Difusi Vacancy adalah mekanisme perpindahan atom karena ada
kekosongan tempat. Kekosongan ini akan diisi oleh atom yang lain.

Gambar 2.1: Difusi Vacancy


Difusi interstitial adalah mekanisme perpindahan atom karena gerakan
atom yang terjadi di dalam rongga atom.
A dan B mendifusi sama cepat dengan arah berlawanan (equimolar counter
diffusion) Contoh : Di permukaan katalis terjadi reaksi

Karena kecepatan mendifusi A dan B sama dan berlawanan arah, maka


dapat ditentukan bahwa, NA= -NB. Persamaan perpindahan massanya dapat
disederhanakan dari persamaan Ficks, sehingga diperoleh persamaan adalah
sebagai berikut.

…………………………………………………………..(3.1)
4. DIFFUSI GAS DALAM ZAT PADATAN BERPORI
Difusi internal reaktan adalah Perpindahan massa reaktan secara
intrapartikel ke dalam partikel padatan (jika berpori). Difusi molekul pada katalis
bepori sangat tergantung pada dimensi dari pori-pori yang bersangkutan. Gambar
dibawah ini menunjukkan tipikal nilai dari difusivitas gas sebagai fungsi ukuran
pori. Perpindahan molekul pada pori yang sangat besar diatur oleh difusi
molekuler, karena kemungkinan tumbukkan dengan partikel lainnya sangat besar
dibandingkan dengan tumbukkan dengan dinding pori katalis. Pada ukuran yang
kecil, tumbukan molekul-dinding lebih mendominasi (knudsen regime)dan
difusivitas menurun dengan turunnya ukuran pori. Jika ukkuran pori lebih kecil
lagi akan terjadi difusi configurational karena hanya ada satu lapisan yang dapat
masuk kedalam pori.

Untuk sebuah pori silinder yang ideal pada lempeng katalis padat, seperti
yang pada gambar di bawah ini. Untuk kondisi isothermal, isobarik, reaksi orde
pertama pada permu.kaan, fluks molekul A dapat dinyatakan sebagai:

−𝑑𝑁𝐴𝑑𝑥=2𝑘𝑠𝑅𝑝𝑜𝑟𝑒𝐶𝐴 ………………………………………….……(4.1)

Dengan ks adalah konstanta laju reaksi per luas permukaan katalis, dan
Rpore adalah jari-jari pori. Ketika difusi dan reaksi berlangsung secara simultan di
dalam struktur padatan katalis berpori, maka akan terbentuk gradient konsentrasi
reaktan dan produk di sepanjang pori. Dalam hal ini,dapat ditinjau dua kasus
(keadaan) yakni:
1. Jika proses difusi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tahap-
tahap proses yang terjadi di permukaan, maka keseluruhan bagian permukaan
dalam katalis akan efektif dalam mempromosikan terjadinya reaksi. Hal ini
disebabkan molekul-molekul reaktan akan tersebar secara merata pada struktur
pori katalis, sebelum molekul reaktan tersebutmempunyai cukup waktu untuk
bereaksi. Pada keadaan ini,hanya terdapat gradien konsentrasi yang kecil di
antarpermukaan luar dan dalam partikel, serta kecepatan difusimolekul melalui
pori akan sama dengan kecepatan reaksi didalam pori. Dalam hal ini, kinetika
yang terukur adalah kinetika intrinsik yang sebenarnya (true intrinsic kinetics).

2. Jika katalis sangat aktif, maka banyak molekul reaktan yangterkonversi


menjadi produk reaksi sebelum molekul reaktan tersebut mempunyai cukup waktu
untuk berdifusi ke dalam struktur pori. Ada gradien konsentrasi yang lebar antara
permukaan luar dan dalam partikel. Di bagian tengah pori, konsentrasinya akan
sangat rendah dengan gradient konsentrasi yang kecil, dan konsentrasi produk
reaksi akan sangat tinggi. Jika diamati, reaksi secara keseluruhan akan
berlangsung pada lapisan tipis bagian luar partikel katalis. Dalam hal ini,
permukaan-dalam pori katalis disebut tidak efektif atau kurang efektif.
Berkenaan dengan kondisi nomor 2, pada kondisi pengoperasian steady-
state, kecepatan difusi reaktan-ke-dalam dan produk-reaksikeluarpori sama
dengan kecepatan reaksi yang terjadi di dalam pori. Dengan mengasumsikan
bahwa partikel katalis berada padakondisi isotermal, maka kecepatan reaksi rata-
rata, secaraumum, akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaanjika
tanpa adanya hambatan atau tahanan perpindahan massa.Dengan demikian,
kinetika yang terukur bukanlah true intrinsickinetics. Oleh karena itulah, sebuah
faktor keefektifan partikelkatalis (η) (effectiveness factor) didefinisikan sebagai
berikut:

rate evaluated at exterior surface conditions

𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑓𝑜𝑟 𝑡ℎ𝑒 𝑒𝑛𝑡𝑖𝑟𝑒 𝑐𝑎𝑡𝑎𝑙𝑦𝑠𝑡 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑐𝑙𝑒


η=
𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑓 𝑛𝑜𝑡 𝑠𝑙𝑜𝑤𝑒𝑑 𝑏𝑦 𝑝𝑜𝑟𝑒 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛
atau:
𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 𝑝𝑜𝑟𝑒
η=
𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑖𝑓 𝑛𝑜𝑡 𝑠𝑙𝑜𝑤𝑒𝑑 𝑏𝑦 𝑝𝑜𝑟𝑒 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛

atau :
𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛
η=
𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ𝑜𝑢𝑡 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒

Sehingga: ratewith diffusion = η .ratewithout diffusion resistanceη


menyatakan fraksi luas permukaan katalis yang efektif ketikapengaruh reaksi dan
perpindahan massa internal (difusi melalui pori katalis) saling berinteraksi.Upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan difusi internal Yaitu, dengan cara
memperkecil ukuran partikel padatan (atau katalispadat) atau memperbanyak
jumlah pori padatan (atau katalis padat), sedemikian sehinggadapat memperluas
permukaan pori padatan (atau katalis padat).

5. SKEMA ALAT PENYERAPAN GAS DALAM MEDIA PADATAN


BERPORI

Gambar 1.1 Skematis alat proses penyerapan gas pada permukaan padatan
berpori.

2.2 Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses pemisahan dimana satu atau lebih komponen aliran gas
atau liquid diserap pada permukaan padatan adsorben (Geankoplis, 1993).
Selain itu, adsorpsi biasa diartikan sebagai proses yang terjadi ketika gas
atau cairan terlarut terakumulasi pada permukaan suatu padatan atau cairan
(adsorben) dan membentuk lapisan molekul atau atom (adsorbat). Semua padatan
dapat menyerap gas atau uap pada permukaan.
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Hal ini menyebabkan padatan
cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan
padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya.

6. DIFUSI YANG DIGABUNGKAN DENGAN REAKSI KIMIA


DENGAN HETEROGENEOUS CHEMICAL REACTION

Suatu reaktor katalitik dengan reaksi dalam fasa gas yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Dibayangkan adanya lapisan film setebal δ di sekeliling katalisator yang
berbentuk bola. Ketebalan lapisan flim tersebut sangat kecil jika dibandingkan
dengan diameter katalisator bola, sehingga dapat dianggap permukaan
katalisator datar. Reaksi yang terjadi di permukaan katalisator, reaksi
berlangsung sangat cepat. Gas A yang mendifusi dan berada di permukaan
katalisator langsung berubah menjadi B dan gas B langsung mendifusi balik ke
aliran bulk gas. Keadaan pada steady state. Peristiwa ini dapat dilhat pada gambar
dibawah ini :

Gambar : Reaktor katalitik gas A menjadi B

Dibuat neraca massa komponen A pada elemen volum di sekitar permukan


katalisator yang dianggap permukaan datar. Reaksi berlangsung sangat cepat,
sehingga yang mengontrol adalah kecepatan difusi. Jika luas penampang
permukaan katalis S maka persamaaannya sebagai berikut :

(1.3)

Luas penampang (S) sama sehingga persamaan dapat disederhanakan


menjadi :

(1.4)
Persamaan 1.4 dapat disusun dan dibagi dengan ∆z serta dilimitkan ∆z
mendekati nol seperti pada persamaan berikut ini
(1.5)
Persamaan 1.5 adalah persamaan diverensial dalam NAZ Dari stokiometri
1
reaksi, diperleh bahwa NBz = - NAZ. Nilai negatif menunjukkan bahwa arah
2
difusi A dan B berlawanan arah. Dai hbunan terebut dan persamaan ick diperoleh
persamaan sebagai berikut :

(1.6)
Persamaan 1.6 disubsitusikan ke persamaan 1.5, diperoleh persamaan
berkut.

(1.7)

(1.8)

𝐶1
Jika C’1 = 𝐶𝐷 𝐴𝐵 , maka persamaan (1.9) menjadi ersamaan sebagai berikut.

(1.9)

Jika persamaan (1.9) diinterasikan akan diperlolleh persamaan (1.9).

(1.10)

Untuk memperleh nilai C1 dn C2 maka dapat diselesaikan dengan


boundary condition sebagai berikut.

1. z=0, XA=XA0
2. z=δ, XA=0
diperoleh nila C1 dan C2 adalah sebagai berikut.
(1.11)

(1.12)

Jika persaaan (1.11) dan (1.12) disubsitusikan ke persamaan (1.10) maka


akan diperoleh jawaban sepeerti pada persamaan (1.13).

(1.13)
Persamaan (1.13) menunjukkan hubungan antara XA dengan z.
Dari kass tersebut jalannya reaksi adalah A mendifusi melewati lapisan
gas ke permukaan kaalsator, langkah selanjutnya adalah terjadireaksi di
permukaan katalisator A menjadi B. kemudian setelah B terbentuk maka B akan
mendifusi balik ke bulk gas. Jika kecepatan reaksi berlangsung sangat cepat
dibandingkan kecepatan difusi maka kecepattan difusi yang mengntrol kecepatan
secara keseluruhan. Jika reaksi tidak terlalu cepat, dengan persamaan kecepatan
reaksi sebagai berikut ini.
(1.14)
Atau persamaan tersebut dapat dtulskan :

(1.15)
Pada permukaan katalisator pada z= δ, A ada sejumlah tertentu karena belum habs
bereaksi menjadi B. jika dianggap kecepata reaksi sama dengan kecepatan difusi
dan sama-sama mengontrol jalannya proses secara keseluruhan, maka dapat
dituliskan dalam persamaan berikut ini.

(1.16)
Sehingga XA dapat diperoleh dengan persamaan berikut.

(1.17)
Langka-langkah sama dengan sebelumnya sehingga diperoleh persamaan (1.10),
hana saja boundary condition yang berbeda. Untuk memperoleh ilia C1 dan C2
boundary condition sebagai berikut.
Diperoleh nila C1 dan C2 adalah sebagai berikut.

(1.18)
(1.19)
Jika persamaan (1.18) dan (1.19) di substusikan ke persamaan (1.10) maka akan
diperleh jawaban seperti pada persamaan (1.20).

(1.20)
Persamaan (1.20) menunjukan hubungan antara XA dengan z.

Contoh soal I :
Difusi fluosinolon asetonid terjadi dari suatau larutan 30% propilenglikol-air
melalui suatu penampang membran bundar polietilen dalam suatu suatu sel gelas
dua kompartemen. Tebal membran adalah 0,076 cm dan diameternya 2,21 cm.
koefisien partisi dari obat antara membran dan larutan adalah 1,28 pada suhu 25o
C dan dan kelarutan obat dalam membran adalah 0,o25 g/100 cm3. Plot jumlah
obat (dalam g) yang mempenetrasi terhadap waktu (dalam jam) menghasilkan
suatu garis lurus (sesudah tercapai steady state) dengan lag time 25,0 jam.
a). Hitung koefisien difusi dengan mengetahui h dan tL
b). Hitung dQ/dt dalam μg/cm2 jam dengan menggunakan persamaan dQ/dt =
DKCv/h.

Penyelesaian :
Diketahui : h = 0,075 cm
K = 1,28
Cv = 0,25 g/100 cm3
tL = 25,0 jam

a). tL = h2/6D
(0,076)2cm 5,776 x 10-3
D = h2/6tL = ————— = —————— = 3,85 x 10-5 cm2/jam
6 (25,0 jam) 150 jam

b). dQ/dt = DKCv/h

3,85 x 10-5 cm2/jam x 1,28 x 0,025 g/100 cm3


= ————————————————————
0,075 cm
12, 32 x 10-7 g/cm2 jam
= ————————————
7,6 x 10-1 cm

= 1,62 x 10-6 g/cm2 jam

= 0,162 μg/cm2 jam

Anda mungkin juga menyukai