Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 10 DEWASA
MODUL 2 INFEKSI MIKROBA

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Fauziah Putri Chatamy 1710015024
Grace Maychale Lambe 1710015032
Daffa’ Raditya Umar 1710015037
Ratih Ayu Farahdilla 1710015061
Rachmad Musyaffa Safii 1710015069
Rezki Amaliah 1710015075
Sya’idah Alawiah D. 1710015081
Muh. Rijal Muttaqin 1710015095
Dhyna Hardianti 1710015107
Nurul Fadhila Lestari 1710015109
Arina Dini 1510015074

Tutor :
dr. Marwan, M.Kes, Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah-Nya
kami selaku kelompok VI telah menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil
pada Blok 10 Modul 1 Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2018.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Marwan, M.Kes, Sp.P selaku penanggung jawab Modul 2 Blok 10 dan
tutor kelompok VI yang telah membimbing kami selama menjalani diskusi
kelompok kecil (DKK) I dan (DKK) II sehingga materi diskusi dapat mencapai
sasaran pembelajaran yang sesuai.
2. Rekan sekelompok yang telah mengkondusifkan suasana diskusi tutorial dan
bekerja sama dalam penyelesaian laporan ini
3. Dosen dosen yang telah memberikan materi pendukung pada pembahasan
sehingga semakin membantu pemahaman kami terhadap materi ini.
4. Kepada seluruh pihak yang turut membantu penyelesaian laporan ini, baik
sarana dan prasarana kampus yang kami pergunakan.
Kami mengharapkan agar laporan ini dapat berguna bagi penyusun maupun
bagi para pembaca di kemudian hari. Kami memohon maaf apabila dalam
penulisan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini terdapat kata kata yang
kurang berkenan di hati para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga laporan kami ini dapat mendukung
pemahaman pembaca terhadap materi tersebut.

Samarinda, 7 Februari 2019


Hormat Kami,

Kelompok VI

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3

BAB II PEMBAHASAN
Skenario 4
2.1 Klarifikasi Istilah…... 4
2.2 Identifikasi Masalah 4
2.3 Analisis Masalah 5
2.4 Strukturisasi Konsep 7
2.5 Identifikasi Tujuan Belajar 7
2.6 Belajar Mandiri 7
2.7 Sintesis 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 39
3.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia, bahkan diperkirakan salah satu Fir’aun Mesir
meninggal dikarenakan penyakit ini. TB sampai saat ini masih merupakan salah
satu masalah kesehaan masyarakat dunia walupun upaya pengendalian
dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short cause) telah di
terapkan di banyak negara sejak tahun 1995.

Di Indonesia sendiri merupakan negeri dengan prevelensi TB ke-4 setelah India


pada tahun 2011. Dan pada tahun 2015 di dunia 1 dari 3 pasien dengan HIV
meninggal karena TB. Oleh karena itu kami sebagai mahasiswa kedokteran
mempelajari penyakit TB sebagai salah satu kompetensi kami.

B. TUJUAN
Dari proses pembelajaran di modul ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan etiologi, patogenesis, faktor resiko, manifestasi klinis/ tanda dan
gejala, penegakan diagnosa dan cara mendiagnosa, penatalaksanaan,
prognosis, komplikasi dan pencegahan/ profilaksis dari beberapa penyakit
Tuberkulosis.

C. MANFAAT
Agar mahasiswa dapat mengetahui kalsifikasi dari TB, mikobakteria
penyebab TB, patogenesis yang dapat menyebabkan komplikasi yang nantinya
akan membantu memenuhi kompetensi sebagai mahasiswa kedokteran.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Skenario
Meriang

Ny.Dince yang berusia 28 tahun datang ke praktek dokter umum dengan


keluhan badan meriang. Badan meriang dirasakan hilang timbul, timbul terutama bila
malam hari. Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak 2 bulan terakhir ini. Selain itu,
Ny. Dince juga merasa badannya kian kurus. Keluhan batuk juga dirasakan oleh Ny.
Dince, namun batuknya tidak selalu berdahak.
Sehari hari Ny. Dince adalah ibu rumah tangga dengan seorang anak kecil
berusia 4 tahun. Suaminya meninggal sekitar 1 tahun lalu dikarenakan sakit. Namun
sakitnya sang suami tidak diketahui dengan jelas. Kata Ny. Dince sebelum
meninggal suaminya sering diare dan sariawan serta badannya kian kurus.
Pada saat anamnesis, Ny.Dince menuturkan juga bahwa pekerjaannya
sebelumnya adalah seorang wanita tuna susila.

2.1 Identifikasi Istilah


- Tuna susila : PSK, orang yang tidak memiliki asusila
- Meriang (demam) : Rasa kurang nyaman yang terjadi ketika tubuh
sedang mengalami radang
- Sariawan : Radang pada mukosa mulut yang brwarna putih
kekuningan

2.2 Identifikasi masalah


1. Mengapa meriangnya hilang timbul dan terjadi pada malam hari ?
2. Kenapa berat badan Ny. Dince semakin menurun ?
3. Mengapa batuk Ny. Dince tidak selelu berdahak ?
4. Apakah ada hubungan antara penyakit Ny. Dince dengan penyakit yang
dialami suaminya ?

5
5. Apakah ada hubungan antara penyakit Ny. Dince dengan pekerjaan
sebelumnya ?
6. Mengapa kita perlu mengetahui Ny. Dince mempunyai anak ?
7. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada Ny. Dince ?
8. Apa saja diagnosis banding dari skenario ?

2.3 Analisa masalah


1. Adanya respon tubuh terhadap infeksi mikroorganisme. Dimana tubuh
mengeluarkan sitokin. Dan kemungkinan mikroorganisme yang menginfeksi
lebih aktiv pada malam hari. Pada malam hari suhu tubuh tinggi dan juga
dipengaruhi dari keadaan tubuh pejamu juga.

2. Adanya penuruanan nafsu makan disebabkan oleh penurunan dari motilitas


usus, pengaruh dari meriang dimana suhu tubuh meningkat metabolisme
basal tubuh akan meningkat sehingga pemakaian energi meningkat, batuk
yang menyebabkan kontraksi otot yang sering meningkatkan penggunaan
energi,dan juga hormon lektin menurun dimana hormon ini yang memberi
otak sinyal bahwa cadangan energi telah berkurang.

3. Batuk adalah respon tubuh untuk meengeluarkan zat asing dari saluran
pernafasan.
- Batuk kering : terjadi diawal hanya untuk menengeluarkan zat asing
- Batuk berdahak : terjadi ketika sudah mengalami peradangan/inflamasi
- Batuk bedarah : terjadi ketika ada pembuluh darah kecil yang pecah
Mengapa tidak seelelu berdahak karena mungkin di tempat inflamasi masih
ada iritan setelah dahak yang sebelumnya telah dikeluarkan, sehingga masih
bisa terjadi reaksi inflamasi keembali dan menghasilkan dahak lagi.

4. Bisa jadi ada pengaruh dari peenyakit suaminya. Kemungkinan dari penyakit
yang dialami suaminya :
- Peningkatan asam lambung

6
- HIV / AIDS
- Gangguan gigi dan mulut
- Gastroenteritis
- Infeksi dari bakteri stapilococus
- TB

5. Ada kemungkinan berpengaruh. Karena pekerjaan Ny. Dince sebelumnya


adalah tuna susila maka memiliki peluang yang sangat banyak Ny. Dince
meenderi penyakit menular seperti HIV ataupun TB.

6. Kita perlu mengetahuinya karena infeksi yang dialami Ny. Dince dapat
ditularkan dari suami ataupun dari Ny. Dince sendiri yang memiliki
kmungkinan besar dapat ditularkan juga keepada anaknya.

7. ● anamneesia
 Pemeriksaan fisik
- Genitalia Ny. Dince
- Toraks Ny. Dince
- Perkusi : redup
- Auskultasi ; rongki basah
- Pemeriksaan KGB
 Pemeriksaan bakteriologi : menggunakan spesimen (SPS)
 Test tuberkulin : 0-4 negatif
5- 10 meragukan
>10 positif
 Foto toraks
 Pemeriksaan serologis HIV

8. TB : meriang, batuk, bb menurun


Pneumoni : demam, batu, bb menurun
ISPA : batuk dengan dahak demam, anoreksia

7
2.4 Strukturisasi konsep

2.5 LO
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis
banding, komplikasi dan manajemen dari Tuberkulosis (TB)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perbedaan TB, pneumoni
dan ISPA

2.6 Belajar mandiri


Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan
belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang
berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa
didapat. Kegiatan belajar mandiri ini dilaksanakan dari hari Senin, 04 Februari
2019 sampai dengan hari kamis, 07 Februari 2019.

8
2.7 STEP 7 (Sintesis)
Learning Objective
Definisi, epidimiologi, etiologi, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan, dan pencegahan
Tuberculosis

2.7.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell-
mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat
mengenai organ lain.

2.7.2 Epidemiologi
EPIDEMIOLOGI GLOBAL

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia dengan lengkap tapi sampai
saat ini TB masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Dalam
situasi TB didunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan
pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama pada 22 negara dengan beban
TB paling tinggi di dunia yakni: India, Cina, Indonesia, Bangladesh, Nigeria,
Pakistan, Afrika Selatan, Filipina, Rusia, Ethiopia, Kenya, Congo, Vietnam,
Tanzania, Brazilia, Thailand, Zimbabwe, Kamboja, Myanmar, Uganda, Afganistan,
dan Mozambik. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global
health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting
karena sekitar 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh bakteri TB. Sebagian besar angka
kejadian dari kasus TB ini (95%) dan angka kematiannya (98%) terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang. Karena penduduk yang padat serta tingginya
prevalensi TB di Asia, maka lebih >65% dari kasus-kasus TB yang baru dan
kematiannya muncul disana. 75% TB menyerang usia produktif yakni umur 20-50
tahun.

9
Maslah munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain karena :

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju.
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok
yang rentan terutama di negara-negara miskin.
4. Tidak memadainya pendidikan kesehatan mengenai TB diantara para dokter.
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan
pengawasan kasus TB dimana terdeteksi adanya kasus yang tidak
tertatalaksana dengan baik dan benar.
6. Adanya epidemi HIV/AIDS di seluruh dunia terutama Afrika dan Asia.

Sesudah tahun 1993 dimulailah program pengobatan TB yang intensif yang dikenal
sebagai DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) di berbagai negara
terutama dengan insiden TB tingi yang dimotori oleh WHO dan IUALTD
(International Union Against Lung & Tuberculosis Disease). Dalam pengendalian TB
dengan menurunnya angka penemuan kasus baru dan angka kematian TB dalam
dua dekade terakhir itu, insidens TB secara global dilaporkan menurun dnegan laju
2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun ada kemajua yang cukup berarti ini, beban
global akibat TB masih tetap besar antara lain adanya masalah TB yang resisten
terhadap ibat standar (obat anti TB lini pertama).

Berdasarkan WHO tahun 2013, diketahui ada 8,6 juta insidens tuberkulosis, dengan
1,1 juta (13%) penderita HIV positif. Selama tahun 1995-2012, 56 juta penderita TB
sudah diobati dengan obat anti TB. Pada tahun 2012, diperkirakan 450.000 orang
sakit karena MDR-TB (Multidrug-resistant tuberculosis), dan 170.000 orang
meninggal karena MDR-TB.

EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS DI INDONESIA

Program pengendalian TB Nasional di Indonesia dimulai sejak tahun 1969 oleh


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan terbaru mengenai
pengendalian TB Nasional yang dikeluarkan oleh DepKes RI adalah Strategi
10
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia tahun 2011-2014 (STRANAS TB)
yang diterbitkan tahun 2011 mempunyai visi dan misi menuju masyarakat bebas
masalah TB, sehat, mandiri, dan berkeadilan.

Indonesia adalahnegerid engan prevalensi TB ke-3 tertinggi didunia, tetapi pada


tahun 2011 menempati urutan ke-4 setelah India, China, dan Afrika Selatan.
Sebelumnya pada 206 Indonesia merupaan negara dengan beban TB tertinggi di
Asia Tenggara, dan berhasil mencapai target Millenium development Goal
(MDG)untuk penemuan kasus TB diatas 70% dan angka kesembuhan 85%. Hal ini
terjadi karena diterapkannya strategi DOTS di seluruh puskesmas dan RS
pemerintah dan beberapa RS swasta. Disamping itu secara intensif dilakukan
pelatihan DOTS terhadap tenaga kesehatan pemerintah dan swasta pada beberapa
provinsi di Indonesia. Strategi DOTS telah terbukti efektif memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. DOTS ini telah diadopsi dan dimanfaatkan oleh banyak
negara dengan hasil yang baik, terutama di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat.

Strategi DOTS mempunyai 5 komponen, yaitu :

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.


2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
4. Kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
untuk pasien.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku untuk memudahkan pemantauan dan
eva,uasi program TB.

Untuk menjamin keberhasilan penanggulangan TB, 5 komponen tersebut di atas


harus dilaksanakan secara bersamaan. Hambatan dalam mencapai angka
kesembuhan yang tinggi terhadap penyakit TB ini adalah ketidak patuhan berobat
secara teratur oleh penderitanya.

11
2.7.3 Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, tipe humanus,
sejenis kuman berbentuk batang (basil) dengan ukuran panjang 1-4 µm. Spesies
lain yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M. bovis, M. kansasi,
M. intercellulare.
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi kadang disebabkan
oleh M. bovis, M. kansasi, M .intercellulare atau M. africanum. Yang tergolong
dalam kuman Mycobacterium tuberculosis complex adalah:
 M. Tuberculosis,
 Varian asian,
 Varian african I,
 Varian african II,
 M. bovis.

Mycobacterium tuberculosis memiliki 3 komponen yaitu:

 sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan asam (BTA) sehingga warnanya tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol asam setelah diwarnai. Karena adanya lipid
ini, panas atau detergen biasanya diperlukan untuk menyempurnakan
perwarnaan primer dan tahan terhadap trauma kimia dan fisik;
 protein yang bersifat antigenik kuat;
 polisakarida yang berfungsi merangsang pembentukan antibodi dari
tubuh.

Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih


dari 30 anggota genus Mycobacterium yang dikenal dengan baik, maupun
banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat
dekat, yaitu M. bovis, kuman ini menyebabkan tuberkulosis. M. leprae
merupakan agen penyebab penyakit lepra. M. avium dan sejumlah spesies

12
Mycobacterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit yang biasanya
terdapat pada manusia. Sebagian besar Mycobacterium tidak patogen pada
manusia, dan banyak yang mudah diisolasi dari sumber lingkungan. Kuman ini
dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat
dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif lagi bila sistem imun tubuh manusia menurun.

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam


sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru lebih tinggi daripada
bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
Tuberkulosis.

Mycobacterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan


asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah
diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya diperlukan
untuk menyempurnakan perwarnaan primer.

Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kadar oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

2.7.4 Patogenesis
a. Tuberkulosis primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan ke luar
dalam bentuk droplet nuklei (percikan sputum). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama 1-2 jam tergantung
ada tidaknya sinar ultraviolet, kelembaban, dan ventilasi yang baik. Orang
akan terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.

13
Bila M.tuberculosis ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakheobronkhial beserta
gerakan silia dengan sekretnya.
Bila bakteri menetap di jaringan paru (dorman), ia akan bertumbuh dan
berkembang dalam sitoplasma makrofag. Bakteri ini dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Bakteri yang bersarang di jaringan paru akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer
atau afek primer, dan ini dapat terjadi di bagian mana saja jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis
regional = kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat


2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang ghon)
3. Berkomplikasi dan menyebar secara:
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara brokhogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. Tuberkulosis sekunder dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio

14
atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya
adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia yang kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langerhans yang dikelilingi oleh sel-
sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB sekunder juga berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB
usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi, dan
imunitas pasien. Sarang dini ini dapat menjadi:

 direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


 sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera sembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Terjadi pengkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses
yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk pengkejuan yang lain
yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada
imunodefisiensi dan usia lanjut.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri yang sangat banyak.
Kavitas dapat:

 meluas lagi dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB millier.
Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung
dan selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bisa ruptur ke pleura,

15
 memadat dan membungkus diri menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini
dapat menyembuh dan mengapur atau dapat aktif kembali menjadi cair
dan jari cavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh
fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma, bersih dan
menyembuh, disebut juga open healed cavity. Dapat juga menyebuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.

2.7.5 Manifestasi Klinis


Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan terbanyak adalah :

Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang


panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi dengan daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Batuk/Batuk Darah

Gejala ini banya ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

16
Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru.

Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering


ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

KLASIFIKASI DAN TIPE PASIEN TB

Diagnosis TB adalah upaya untuk menegakkan atau menetapkan seseorang


sebagai pasien TB sesuai dengan keluhan dan gejala penyakit yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Selanjutnya, untuk kepentingan pengobatan dan
survailan penyakit, pasien harus dibedakan berdasarkan klasifikasi dan tipe
penyakitnya dengan maksud :

 Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat


 Penetapan panduan pengobatan yang tepat
 Standarisasi proses pengumpulan data untuk pengendalian TB

17
 Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologis dan riwayat pengobatan
 Analisis kohort hasil pengobatan
 Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektivitas program TB secara tepat
baik dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan global

Terduga TB : adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis


mendukung TB

Klasifikasi Pasien TB

Pasien TB diklasifikasikan menurut :

a. Lokasi anatomi dari penyakit


b. Riwayat pengobatan sebelumnya
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d. Status HIV

 Klasifikasi TB berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit


 Tuberkulosis Paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.

 Tuberkulosis ekstra paru


Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya, pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan
tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
18
diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB
ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ yang menunjukkan gambaran TB
yang terberat.

 Klasifikasi TB berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


1. Pasien baru TB

Adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB


sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(<28 dosis)

2. Pasien yang pernah diobati TB

Adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan


atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
hasil pengobatan TB terakhir, yaitu :

 Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah dinyatakan


sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reninfeksi).
 Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (losy to
follow-up) : adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost
of folloe-up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat/default).
 Lain-lain : adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

19
 Klasifikasi TB berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disisni berdasarkan hasil uji kepekaan
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
- Mono resisten ( TB MR) : resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
- Poli resisten (TB PR) : resisetn terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
- Multi drug resisten (TB MDR) : resisten terhadap Isonoazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
- Extensive drug resisten (TB XDR) : adalah TB MDR yang sekaligus
juga resisten terhadap salah satu OAT golongan flurokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
- Resistan Rifampisin (TB RR) : resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).

 Klasifikasi TB berdasarkan status HIV


1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV)
Adalah pasien TB dengan :
- Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapat ART
atau
- Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
2. Pasien TB dengan HIV negatif
- Hasil tes HIV negatif sebelumnya
atau
- Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB

Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif,

20
pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB dengan
HIV positif

3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui

Adalah pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat
diagnosis TB ditetapkan

Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien,
pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV
terakhir.

2.7.6 Diagnosis

GAMBARAN KLINIK

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,


pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya.

Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas

21
 nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis
ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Gejala sistemik

 Demam
 gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun

Pemeriksaan Fisik/Jasmani

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari


organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak
di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah
apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan
fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),

22
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”

Pemeriksaan Bakteriologik

Bahan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis


mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
cara:

 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)


 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologik dari


spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

• Mikroskopik
• biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

• Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun


Gabbett
• Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :


23
- 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau


IUATLD

Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah


dengan cara :

• Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)


• Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan


dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik
dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier
24
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Pemeriksaan Penunjang

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya


waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat

1. Polymerase chain reaction (PCR)


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya. Pada pemeriksaan deteksi M.tb
tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
25
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di
dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka
akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan
mudah Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan
salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi

c. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam
serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung
dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran. Dalam
menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi
kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum
bisa dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis

3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian

26
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan


Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans
thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar
getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan
biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus).
Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis,
terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB
didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau
jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan
perkejuan
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/
daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED

27
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini
akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan
satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat
besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang
negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif
mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya
secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan
gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari
lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status
respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil
tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis)

2.7.7 Diagnosis Banding


1. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract
(LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan
penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada
sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur,
berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua
umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak-anak, orang tua,
dan penderita penyakit kronis.

b. Etiologi

28
Pneumonia terjadi saat kuman mengalahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga
menimbulkan peradangan pada paru-paru. Berdasarkan kuman penyebabnya,
pneumonia dapat digolongkan menjadi:

 Pneumonia akibat bakteri. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum


adalah Streptococcus pneumoniae. Sedangkan bakteri lainya
adalah Chlamydophila pneumonia.
 Pneumonia akibat virus. Sebagian virus penyebab batuk pilek atau flu juga
bisa menyebabkan pneumonia. Pneumonia karena virus menimbulkan gejala
yang lebih ringan dan lebih singkat dibanding pneumonia karena bakteri.
 Pneumonia akibat jamur. Orang dapat terjangkit kondisi ini jika menghirup
spora jamur dalam jumlah banyak, yang bisa didapat dari tanah atau kotoran
burung. Pneumonia akibat jamur lebih rentan terkena pada orang yang
memiliki penyakit kronis atau orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh
rendah
 Pneumonia mikoplasma. Mikoplasma adalah organisme yang bukan
termasuk virus atau bakteri, tetapi memiliki ciri yang menyerupai keduanya.
Pneumonia jenis ini tergolong ringan, dan lebih banyak diderita oleh anak-
anak dan remaja.

Penyebaran infeksi dapat melalui percikan air liur yang dikeluarkan oleh
penderita pneumonia ketika batuk atau bersin, yang tersebar di udara dan
dihirup orang lain. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme yaitu bakteri, virus, dan jamur seperti tabel di bawah ini:

Infeksi Bakteri Infeksi Jamur


Streptococcus pneumoniae Aspergillus
Haemophillus influenza Histoplasmosis
Klebsiella pneumoniae Candida
Pseudomonas aeruginosa Nocardia
Infeksi Virus Penyebab Lain
Influenza Aspirasi
Coxsackie Pneumonia lipoid

29
Adenovirus Bronkiektasis

c. Manifestasi klinis

Gejala tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau perlahan selama 24


hingga 48 jam. Gejala yang ringan menyerupai gejala flu, hanya biasanya
durasinya lebih lama. gejala lain yang biasa terlihat pada penderita
pneumonia adalah:

 Demam.
 Berkeringat dan menggigil.
 Batuk kering atau batuk dengan dahak kental berwarna kuning, hijau,
atau disertai darah.
 Sesak napas.
 Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
 Mual atau muntah
 Diare
 Selera makan menurun
 Lemas
 Detak jantung menjadi cepat

d. Diagnosis
 Anamnesis
1) Keluhan umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, anoreksia,
keluhan GI.
2) Keluhan respiratorik: batuk kering atau batuk dengan dahak kental
berwarna kuning, hijau, atau disertai darah, sesak napas, retraksi
dada, takipneu, napas cuping hidung, suara napas tambahan, dan
sianosis.
 Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi: pernapasan tidak teratur dan takipneu atau hipopneu (pada
bayi muda).
2) Perkusi: didapati suara pekak.
30
3) Palpasi: fremitus tidak simetris
4) Auskultasi: suara napas melemah dan ronki basah.

 Pemeriksaan penunjang
1) Darah perifer lengkap.
2) Foto thoraks.
3) Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum pada kasus yang
berat pada anak dan dewasa.
4) Pemeriksaan antigen virus yang dilakukan pada anak <18 bulan.
5) Analisis cairan pleura, bila terdapat efusi pleura.

2. ISPA
a. Definisi.
infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru
(Alsagaff dkk, 2009).

ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di
negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu. Program
Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan, yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi
atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak
berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsillitis, dan penyakit
jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.

b. Etiologi
ISPA ditularkan oleh virus dan bakteri. Berikut ini adalah beberapa
mikroorganisme yang menjadi penyebab munculnya ISPA:
 Adenovirus. Gangguan pernapasan seperti pilek, bronkitis, dan
pneumonia bisa disebabkan oleh virus yang memiliki lebih dari 50 jenis
ini.

31
 Rhinovirus. Virus ini menyebabkan pilek. Tapi pada anak kecil dan
orang dengan sistem kekebalan yang lemah, pilek biasa bisa berubah
menjadi ISPA pada tahap yang serius.
 Pneumokokus. penyakit meningitis disebabkan oleh virus jenis ini.
Bakteri ini juga bisa memicu gangguan pernapasan lain, seperti halnya
pneumonia.

Sistem kekebalan tubuh seseorang sangat berpengaruh dalam melawan


infeksi virus maupun bakteri terhadap tubuh manusia. Risiko seseorang
mengalami infeksi akan meningkat ketika kekebalan tubuh lemah. Hal ini
cenderung terjadi pada anak-anak dan orang yang lebih tua, serta siapa pun
yang memiliki penyakit atau kelainan dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah.

d. Manifestasi klinis
 Demam
 Gejala Flu : Sering bersin, Hidung tersumbat atau berair.
 Sesak napas
 Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit.
 Malaise
 Mual dan muntah

e. Diagnosis
 Anamnesis :Berdasarkan keluhan yang ditemukan : Demam, Gejala
Flu : Sering bersin, Hidung tersumbat atau berair, Sesak napas,
Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit, Malaise, Mual dan muntah
 Pemeriksaan Fisik : dapat ditemukan pernapasan cuping hidung,
retraksi dinding dada.
 Pemeriksaan penunjang : Sputum, kultur, Reaksi seologis, foto
thoraks/CT scan

32
2.7.8 Komplikasi

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan


komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,laryngitis,


usus
2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi
pada penderita stadium lanjut adalah:
 Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
 Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
 Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
 Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya

2.7.9 Prognosis

HASIL PENGOBATAN DEFINISI


Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis positif pada awal pengobatan yang
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
Sembuh pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu
pemeriksaan sebelumnya

Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan


33
secara lengkap dimana pada salah satu
Pengobatan lengkap pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya
negatif namun tanpa ada hasil bukti hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan
gagal kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan
saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh
hasil laboratorium yang menunjukan adanya
resistensi OAT
Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun
Meninggal sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan
Putus berobat (loss to follow Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya
up) atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan
terus menerus atau lebih
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir
pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah
Tidak dievaluasi “pasien pindah(transfer out)” ke kabupaten/kota
lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak
diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkannya

2.7.10 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untukmenyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, sifat dan dosis OAT

34
Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

A. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
B. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO)
C. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waku 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

35
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

A. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
c. Kategori anak : 2HRZ/4HR
B. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
C. Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping

36
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT dan peruntukannya

A. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru

B. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

37
Catatan:

 Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml.
(1 ml=250 mg).

2.7.11 Pencegahan

Vaksinasi BCG
Vaksin BCG yang dipergunakan berupa vaksin yang berisi M. bovis hidup
yang dilemahkan. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang
38
telah dilakukan pada anak-anak selama ini hanya dapat memberikan daya
proteksi sebagian saja terhadap TB yakni 0-80%. Tetapi BCG ini masih tetap
dipakai karena ia dapat mengurangi keungkinan terhadap TB yang berat seperti
TB milier, meningitis dan TB ekstra paru lainnya. Pada anak yang terinveksi HIV,
pemberian BCG tidak banyak memberikan efek yang menguntungkan dan malah
dikuatirkan dapat menimbulkan BCG-itis disemnata yaitu penyakit TB aktif akibat
pemberian BCG pada pasien imuno-kompromais. WHO menetapkan bahwa
vaksinasi BCG merupakan kontra indikasi pada anak yang terinfeksi HIV yang
bergejala. Hal ini bisa jadi dilema pada bayi yang mendapat vaksinasi BCG
segera setelah lahir pada status HIV nya belum diketahui.

Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis terhadap TB merupakan masalah tersendiri dalam
penanggulangan TB paru disamping diagnosis yang cepat dan terapi yang
adekuat. Sekitar 50-60% anak kecil yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa
dengan sputum BTA positif, akan terinfeksi kuman TB. Kira-kira 10% dari jumlah
tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi kuman TB pada anak kecil berisiko
tinggi menjadi sakit TB diseminata yang berat (TB milier, meningitis), sehingga
diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah sakit TB. INH profilaksis
banyak dipakai selama ini karena harganya murah dan efek sampingnya sedikit
(biasanya hepatitis imbas obat dengan frekuensi 1-2% saja). Obat alternatif
lainnya bisa dengan Rifampisin.
Terapi profilaksis dengan INH menurut IUALTD di berikan selama 1 tahun
dan ini dapat menurunkan insidens TB sampai 55-83%. Bila kepatuhan minum
obatnya baik maka penurunannya bisa mencapai 90%. Bila minum obatnya
intermiten, efektifitasnya masih cukup baik. ATS dan CDC USA menganjurkan
terapi INH profilaksis selama 6-12 bulan yang di tujukan pada tersangka dengan
hasil uji tuberkulin 5-10 mm. Pasien HIV positif juga diberikan INH profilaksis
selama 12 bulan. Yang kontak dengan pasien TB positif cukup diberi 6 bulan
saja. Pada negara-negara dengan populasi TB tinggi sebaiknya profilaksi s
diberikan terhadap semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi
imuno-supresi.

39
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan suatu infeksi kronis yang salah satunya
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
hidup sebagai parasit intraselular. Mycobacterium merupakan aerob obligat
yang dapat hidup berhari-hari di udara yang lembab dan gelap.

Dalam infeksinya Tuberkulosis tidak akan menimbulkan gejala sebelum fokus


GOHN terbentuk. Tuberkulosis juga dapat mengalami fase dorman dan aktif
kembali pada saat keadaan imunitas hospes menurun. Diagnosa pasti
penyakit ini ditandai dengan ditemukannya kuman BTA di dalam
pemeriksaan sputum. Pasien yang hasil pemeriksaan BTAnya menunjukkan
+++ atau ++- berarti positif menderita TB, sedangkan pasien yang hasil
pemeriksaan BTAnya menunjukkan +-- atau – maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang ataupun rontgen dada. Manifestasi klinis TB tidaklah
khas sehingga sering pula dijumpai gejala – gejala TB pada penyakit paru
lain seperti pneumonia, asma bronkiale, kanker paru, PPOK dan lain – lain.

Pengobatan menggunakan minimal 2 obat untuk mencegah resistensi


bakteri terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Obat lini pertama yang
biasanya digunakan adalah rifampisin, INH, pirazinamid, streptomisin, dan
etambutol.Bila obat lini pertama resisten, maka digunakan obat lini ke-2, yaitu
rifambutin, PAS, cycloserin, flurokuinolon, dll.
40
B. SARAN
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik
dari segi diskusi kelompok maupun penulisan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen-dosen yang
bertindak sebagai tutor, dosen yang berkompeten di bidang ini, dari teman-
teman angkatan 2017 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan
ini.

DAFTAR PUSTAKA

41

Anda mungkin juga menyukai