Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam
wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan.

Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang
yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar
bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang
seharusnya yang digunakan umat Islam, Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh
tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah
Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak
boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk
memenuhi kebutuhan manusia.

Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh
perdaban barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan
dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern
membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa
dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.

Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada
Allah SWT.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran
agama?
2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?

AL-ISLAM 4 1
B. TUJUAN
1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai dan
ajaran agama
2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks

C. MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan
memperluas wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan
dan penerapan ipteks dalam pandangan islam”.

AL-ISLAM 4 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama

Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya apabila tanpa
di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan umat, sebagai contoh
negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan teknologi, tetapi sering menjadi
sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun juga orang yang sangat sibuk dengan
belajar agama, tetapi tidak mau menggali ilmu dan pengetahuan alam disekitar kita, maka
akan mengalami kemunduran, sedangkan untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah
banyak berbut/beribadah dalam hal untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat
berkutik di ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.

Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama, melainkan
untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Pengetahuan dan kebenaran
agama yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber
dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia, dan sampai kepada prilaku
manuisitu sendiri. Dalam agama sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat kita
kemukakan, yaitu Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung, dan
pencipta alam semesta (Tuhan).

Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai cara. Seperti dengan
mengadakan acara–acara ritual, pemujaan, pengabdian,dan, doa. Adanya Suatu ajaran
(doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. Menganut ajaran Islam, ajaran
tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak langsung kepada seluruh umat manusia, melainkan
kepada Nabi – nabi dan rasulnya.

Maka menurut ajaran islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada
agama.Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan
pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang dapat diterima secara
universal. Kemajuan spritual manusia dapat diukur dengan tinggi nilai yang tak terbatas yang
ia berikan kepada objek yang ia sembah. Seorang yang religius merasakan adanya kewajiban
yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi
kepribadian dan kebaikan.

AL-ISLAM 4 3
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup
mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut
tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena i-tu mereka selalu
menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang
lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan
alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman,
ilmu diterima dengan logika.Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu
tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang
mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya
diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali
nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik.

Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-duanya terdiri
dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud.
Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu kebahagiaan
tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama
memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan
oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasivfe untuk menjelaskannya.

Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin dengan


esensi mereka. Filsafat dan agama merupakan pendekatan mendasar menuju pada kebenaran.
Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode
demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode yang merupakan gabungan dari intuisi
intelektual dan putusan logis yang pasti. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut
sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.

B. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai

a. Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap
skeptic-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu.
Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha manusia
untuk mencapai rasional tentang dirinya dan alam.

AL-ISLAM 4 4
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab
akibat atau asal usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum
pemikiran dengan dunia luar.

Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni
produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya
pengetahuan yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan.
Ilmu pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang di lakukan demi
penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang
dikehendaki.

Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan yang tindak


tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu:
universalisme, komunalisme, tanpa pamrih dan skeptisisme yang teraturan.

Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu :

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis
koheren
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan.
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di distorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif.
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan,
karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung
pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
7. Kritis, tidak ada teori ilmiah yang difinitif.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan praktis.

AL-ISLAM 4 5
b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi mirip
dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung
tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan
ini.

Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan,
bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan
lain, mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).

c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu
terikat nilai ilmu tak bebas nilai (value bound)

 Paradigma ilmu bebas nilai


Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak
memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait
dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu
menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu
sendiri.

Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai


indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:

a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu
harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni
menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.

AL-ISLAM 4 6
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan,
karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat
merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang ternyata
berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan
alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa
memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar.

Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai
menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu. Ilmu pengetahuan tidak
boleh terpengaruh oleh nilai–nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di
ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas.

Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak
subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan
diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada
berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di
anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi
petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu–
satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori.

Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan
demikian penentuan diri terwujud sunguh–sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun
penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan–alasan yang
kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang
kebenaran.

Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu-ilmu
sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan
aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu sosial mereka tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian
praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional.

AL-ISLAM 4 7
Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial
tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu
tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.

Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap
kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang mendukung bebas
nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai yang khusus yang
diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran
itu dikejar secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan.

 Paradigma ilmu tidak bebas nilai


Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-
nilai yang lainnya.

Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap
ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam,
sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing;

a. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja


secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara
empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-
kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-teori yang
ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang
besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai
upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang
pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan
sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya,
memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang
dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan

AL-ISLAM 4 8
kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman
makna.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan
dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri
amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah
dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah
pembebasan atau emansipasi manusia.

Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan
harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas
dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan
dan sebagainya.

C. Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks

Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan
ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat
tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.

Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan
research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi Islam,
IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan


menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ”( QS. Yunus
ayat 101)

Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus dijadikan
basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah
dibawa oleh Rasulullah Saw.

AL-ISLAM 4 9
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan
paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah
terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam
pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.

Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem
pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta
tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap
diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim.
Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.

Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan
perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang
seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.

Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan
landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-
Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan
tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam)
wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek
yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek
yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.

Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang
mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan
ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).

ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3).

[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.

AL-ISLAM 4 10
Sabda Rasulullah Saw:

Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka
perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan dalam
Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah, juga
ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena
manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya diperintahkan
untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman sekarang ini telah dikuasai
oleh peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah

AL-ISLAM 4 11
amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai dengan hukum dan syara dan
yang patut dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya saja.

B. SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini sesuai
dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai kepada kita,
maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai dengan aturan
Allah SWT.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad abdorin.2012.ilmu bebas nilai


http://muhammad-abdorin.blogspot.in/2012/05/ilmu-bebas-nilai.html diakses 9 maret 2015 pukul
21:13 WITA
Marlina lina lukman.2014.iptek dan seni dalam islam
http://learnanything-r.blogspot.in/2014/06/contoh-makalah-pendidikan-agama-islam.html diakses
9 maret 21:30 WITA
AL-ISLAM 4 12
Mitaunair.2012.iptek dan seni menurut pandangan islam
http://mitaunair-fk12.web.unair.ac.id/artikel_detail-69627.html diakses 9 maret pukul 21:42
WITA
Sri oktaviani.2013.Peran akhlakul karima dalam perkembangan ipteks
http://man1stabatcr34t4.blogspotin/2013/05/peran-akhlakul-karimah-dalam_728.html diakses
pukul 21:17 WITA

AL-ISLAM 4 13

Anda mungkin juga menyukai