PENDAHULUAN
PPOK atau penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara saluran nafas yang bersifat nonreversible
atau reversible parsial . PPOK terdiri atas bronkitis kronik dan emfisema (PDPI,
2003)
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema
kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
70 %)
• Pertambahan penduduk
• Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
pertambangan
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik
timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas
TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran
obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan
3
Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai
di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK.
mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja,
mencantumkan PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung – gelebung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
5
a. 5 buah segment pada lobus superior
b. 5 buah segment pada inferior
Paru-paru kanan mempunyai 10 segmet yakni :
a. 5 buah segment pada lobus inferior
b. 2 buah segment pada lobus mediali
c. 3 buah segment pada lobus inferior
Tiap-tiap segment ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah geteh bening dan saraf-saraf,
dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang=cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-
tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 – 0,3 mm.
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernapasan Externa, oksigen diambil melalui
hidung dan mulut, pada waktu pernafasan, oksigen masuk melalui trakea dan
bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane ini dan di ambil oleh hemoglobin
sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri kesemua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan
pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen
6
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan externa :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat
dari setiapnya dapat mencapai semua bgian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler.CO2
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-
paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak
darah datang di paru-paru membawa terlalu bayak CO2 dan terlampau sedikit O2;
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian
terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
7
efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid
lainnya.
2.2.2. Epidemiologi
Insiden PPOK penduduk negeri Belanda ialah 10-15 % pria dewasa, 5%
wanita dewasa dan 5% anak-anak. Faktor risiko yang utama adalah rokok. Perokok
mempunyai risiko 4 kali lebih besar daripada buka perokok, dimana faal paru
menurun.
Penderita pria : wanita = 3-10: 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat
dengan faktor alergi dan hiperktivitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOK
satu setengah kali lebih banyak daripada di pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-
anak seringb batuk, berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua sering timbul
emfisema. ( Mukty Abdul, 2009. Dasar- dasar ilmu penyakit paru. Surabaya.:
Airlangga University Press).
2.2.3. KLASIFIKASI
Derajat Klinis
Gejala klinis (batuk, Faal paru
produksi sputum)
Derajat I: PPOK ringan Gejala batuk kronik dan VEP1/KVP <70%
produksi sputum ada tetapi 50% < VEP1 <80%
tidak sering. Pada derajat Prediksi
ini pasien sering tidak
menyadaribahwa faal paru
mulai menurun
Derajat II: PPOK sedang Gejala sesak mulai VEP1/KVP <70%
8
dirasakan saat aktivitas 50% <VEP1< 80%
dan kadang ditemukan prediksi
gejala batuk dan produksi
sputum. Pada derajat ini
biasanya pasien mulai
memeriksakan
kesehatanya
Derajat III: PPOK berat Gejala sesak lebih berat, VEP1/KVP <70%
penurunan aktivitas , rasa 30% <VEP1 <50%
lelah dan prediksi
seranganeksaserbasi
semakin sering dan
berdampak pada kualitas
hidup pasien
Derajat IV: PPOK sangat Gejala diatas ditambah VEP1/KVP <70%
berat tanda-tanda gagal jantung VEP1 <30% prediksi atau
kanan dan ketergantungan VEP1<50% prediksi
oksigen. Pada derajat ini disertai gagal napas kronik
kualitas hidup pasien
memburuk dan jika
eksaserbasi dapat
mengancam jiwa
II. Blue Bloter atau disebut juga tipe B atau tipe bronchitis
9
Pada tipe B yang dosebabkan oleh bronkhitis kronik gsmbaran penyakitnya
berbeda dengan tipe A. keadaan ini terjadi pada pasien perokok. Secara klinis
ditandai dengan gejala batuk, produksi sputum yang banyak, dan sesak napas
yang terjadi secara periodik, terutama pada saat batuk. Keluhan ini akan
menjadi lebih jelas bila terjadi infeksi.
Berbeda dengan tipe A pasien tidak kurus, bahkan kemungkinan gemuk. Bila
tidak terdpat serangan, maka pada pemriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan.Pada pasien ini dapat ditemukan adanya sianosis dan edema yang
disebabkan oleh karena adanya kelainan. Pada pasien ini ditemukan adanya
sianosis dan edema yang disebabkan oleh karena adanya kegagalan pada
ventrikular kanan, oleh itu disebut dengan “blue bloter”. Pada pemeriksaan
radiologis ditemukan adanya penambahan gambaran pembuluh darah
ventrikular kanan yang membesar dan juga terdapat pelebaran dari arteri
pulmonalis.Pada EKG terloihat gambaran “P Pulmonale”.Tanda yang
karateristik pada tipe B ini adalah adanya sesak napas yang terjadi secara
episodik yang disertai dengan kegagalan pada jantung kanan yang dapat
membahayakan.
2.2.4. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK yaitu:
a. Kebiasaan merokok. Pada perokok berat kemungkinan untuk
mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi
penurunan dari refleks batuk
b. Bertambahnya usia
c. Polusi lingkungan
d. Pekerjaan. Pekerja tambang yang bekerja dilingkungan yang berdebu
akan lebih mudah terkena PPOK.
e. Riwayat infeksi saluran napas
f. Bersifat genetik
g. Sosial ekonomi
10
2.2.5. Patofisiologi
Terjadinya Penyempitan dari saluran pernapasan yang disebabkan oleh
karena sekresi mucus yang menegental terutama pada pasien
bronkhitis dan bronkospasme
Kontraksi dari otot bronkus yang disertai dengan cairan edema akibat
inflamasi pada asma kronik
Destruksi dari parenkim paru pada emfisema
Penyempitan dari bronkus ini dapat menyebabkan terjadinya:
Obstrukai saluran pernpasan menahun
Terjadinya perangkap udara, oleh karena udara yang masuk
sewaktu inspirasi lebih mudah daripada waktu ekspirasi. Hal ini
terutama ditemukan pada kasus asma dan emfisema pulmonal
obstruktif
Dapat menyebabkan terjadinya gejala gejala hipertrofi dari otot
inspirasi.
2.2.6. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat.Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti pada table dibawah:
11
Gejala Keterangan
Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok, debu, bahan kimia ditempat
kerja, asap dapur
12
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan bahan iritan yang bermakna ditempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara.
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan:
Inspeksi
-pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
-barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
-penggunaan otot bantu napas
-hipertrofi otot bantu napas
-pelebaran sela iga
-penampilan blue bloater dan pink puffer
Palpasi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung menegcil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong kebawah.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong kebawah
Auskultasi
-Suara napas vesikuler normal, atau melemah
-terdapat ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
-ekspitasi memanjang
-bunyi jantung terdengar jauh
3. Pink Puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, pasien kurus, kulit kemerahan, dan
pernapasan pursed- lips-breathing
4. Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronik, pasien gemuk sianosis terdapat edema
tungkai dan ronkhi basah di basal paru , sianosis sentral dan perifer
5. Pursed- Lips Breathing
13
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme untuk mengeluarkan
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
I. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi yang pada paru-paru tergantung pada
penyebab dari PPOK pada emfisema maka gambaran yang paling
dominan adalah radiolusen paru yang bertambah, sedangkan
gambaran pembuluh darah patru mengalami penipisan atau
menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendatran diafragma
dan pembesaran rongga retrosternal.Pada bronkhitis kronik tampak
adanaya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri
pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami
pembesaran.Dengan pemeriksaan fluroskopi dapat dinilai
kecepatan aliran udara pada waktu ekspirasi.Infeksi pada
bronkiolus ditandai dengan adanya bercak-bercak pada bagian
tengah paru.Bial terdapat emfisema sentrilobular, maka dapat
ditemukan adanya gambaran yang disebut dengan “leaves on a
winter tree” sebagai tanda adanay bronkiektasis dan gambaran ini
akan semakin jelas bila dilakukan pemeriksaan bronkografi.
14
Pada fase permulaan COPD justru terjadi kenaikan PaCO2, tetapi
pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan. Sebagai akibat dari
hipoksemia ini dapat terjadi:
Hipoksia jaringan tubuh
Hipoksia pada miokardia, sehingga dapat menimbulkan
dekompensasi dan kongesti (pembendungan).
Hipoksia pada paru dapat menimbulkan hipertensi
pulmonal dan pulmonale
Hiperkapnia dapat disebabkan oleh tipe, yakni pink
pufferatau tipe A dan blue blotter atau tipe B. Pada tipe A
ditandai dengan sesak napas yang terus menerus., terutama
pada gerak badan, sedangakn pada tipe B dispnoe terjadi
secara episodik.
IV. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan grmam dan kultur
resistensi diperlukan utnutk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada pasien PPOK di
Indonesia.
15
merupakan diagnosis banding perbedaan masing-masing penyakit tersebut dengan
PPOK.
Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis Gejala
PPOK -Onset pada usia pertengahan
-gejala progresif melambat
-lamanya riwayat merokok
-sesak saat beraktivitas
-sebagian besar hambatan aliran udara
ireversibel
Asma -onset awal sering pada anak
-gejala bervariasi dari hari ke hari
-gejala pada malam / menjelang pagi
disertai atopi, rhinitis, atau eksim
-riwayat keluarga dengan asma
-sebagian besar keterbatasan aliran udara
reversibel
Gagal Jantung Kongestif -auskultasi terdengar ronkhi halus
dibagian basal
-foto thoraks tampak jantung membesar,
edema paru.
-uji faal paru menunjukkan restriksi
bukan obstruksi
Bronkiektasis -sputum produktif dan purulent
-umunya terkait dengan infeksi bakteri
-auskultasi terdengar ronkhi kasar
-foto thoraks / CT-SCAN thoraks
menunjukan pelebaran dan penebalan
bronkus
Tuberkulosis -onset segala usia
-foro thoraks menujukkan infiltrat
-konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
-prevalensi TB tinggi didaerah endemis
Bronkiolitis obliterans -onset pada usia muda, bukan perokok
-CT-SCAN toraks pada ekspirasi
16
menujukkan daerah hipodens
Panbronkiolitis difus -lebih banyak pada laki-laki bukan
perokok
-hampir semua penderita sinusitis kronik
-foto thoraks menujukkan nodul opak
menyebar kecil disentrilobular dengan
gambaran hiperinflasi
2.2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu:
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresivitas penyakit
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian
17
kombinasi antikolenergik dan agonis beta- 2
kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda.
golongan Xantin
dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengtasi eksaserbasi akut
18
Derajat II: PPOK sedang 1. pengobatan regular dengan
VEP1/KVP<70% bronkodilator
50%< VEP1< 80% prediksi dengan atau -agonis beta -2 kerja panjang
tanpa gejala -antikolenergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
- simptomatik
2. rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi)
Derajat III: PPOK berat 1. pengobatan regular dengan I atau lebih
VEP1/KVP <70% bronkodilator
30% < VEP1< 50% - Agonis beta-2 kerja panjang (LABA)
prediksi dengan aatu tanpa gejala sebagai terapi pemeliharaan
- antikolenergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
- simtomatik
-kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis dan eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi).
Derajat IV: PPOK sangat berat 1. pengobatan regular dengan I atau
VEP1/KVP, <70% lebih bronkodilator
VEP1 < 30% - Agonis beta-2 kerja panjang (LABA)
Prediksi atau gagal napas atau gagal sebagai terapi pemeliharaan
jantung kanan - antikolenergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
- pengobatan komplikasi
-kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis dan eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi).
3. terapi oksigen jangka panjang bila
19
gagal napas
4. ventilasi mekanis noninvasive
5. pertimbangkan terapi pembedahan
Agonis beta-2
kerja singkat
Fenoterol 100-200 0,5-2,0 - - 4-6
Salbutamol 100-200 2.5-5 2-4 - 4-6
Terbutalin 250-500 5-10 2,5-5 - 4-6
prokaterol 10 0,03-0,05 O,25-0,5 - 6-8
Agonis beta-2
kerja lama
Formoterol 4,5-12 - - - 12
Indacaterol 150-300 - - - 24
Salmeterol 50-100 - - - 12
Terapi
Kombinasi
Fenoterol+ 200+20 4-8
Ipratropium
Salbutamol+ 75+15 2,5+0,5 4-8
Ipratropium
Flutikason+ 50/125+25 12
Salmeterol
Budesonid+ 80/160+4,5 12
Formoterol
4. Rehabilitasi
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu: latihan fisis,
psikososial, dan latihan pernapasan
5. Terapi oksigen
Pemeberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigen seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lain
20
Manfaat oksigen:
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmoner
Mengurangi vasokontriksi
Mengurangi hematocrit
Memperbaiki fungsi neouropsikiatri
Menoingkatkan kualitas hidup
6. Ventilasi mekanis pada eksaserbasi dengan gagal napas akut pada gagal napas
kronik, atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik
Digunakan
7. Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala , cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik
kelebihan dan kekurangan berat badan biasa menjadi masalah.
Malnuitrisi dapat dievaluasi dengan :
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah
Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (tekananan diafragma, kekuatan otot pipi).
2.2.9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya adverse effects
(efek yang merugikan), retensi sekresi, dan infeksi, disamping dapat pula terjadi
alkalosis respiratorius.
2.2.10. Prognosis
Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada paien bronkitis
kronik dan emfisema dan FEV1 < 1 liter survival rate 5-10 tahun mencapai 40%
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PPOK atau penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit paru kronik
yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat reversibel parsial atau
irreversibel. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema. Penyebab tersering
pada PPOK akibat kebiasaan merokok yang sudah berlangsung lama dan akibat
21
terpapar polutan berbahaya seperti asap rokok, debu ataupun asap kendaraan atau asap
kompor. PPOK lebih sering terjadi pada pria dibanding pada perempuan dengan
perbandingan 3 : 1, dan biasanya PPOK terjadi pada usia >40 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
University Press
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu penyakit paru. Jakarta: Trans Info Media
BAB IV
ANAMNESE PRIBADI
Nama : Baginda Hanopan
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Status Perkawinan : menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/ Agama : Batak/Islam
Alamat : portibi julu
Tanggal Masuk : 22/10/2018 Jam 18:01:42 WIB
MR : 47.39.89
22
ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak ± 1 hari SMRS. Sesak diikuti dengan nafas berbunyi.
Riwayat sesak nafas berbunnyi berulang dijumpai. Sesak nafas tidak berhubungan
dengan aktivitas dan cuaca. Riwayat menggunakan 2– 3 bantal untuk mengurangi
sesak dan riwayat terbangun pada tengah malam karena sesak tidak dijumpai.
Os juga mengeluhkan batuk sejak ± 3bulan ini. Dahak dijumpai, warna putih jernih
dan kental dengan vol 2-3 sdm. Batuk darah tidak dijumpai. Keringat malam dan
penurunan berat badan tidak dijumpai. Riwayat minum OAT tidak dijumpai.
Demam tidak dijumpai.
Mual dan muntah tidak dijumpai.
BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat penyakot darah tinggi dialami os ± 6 bulan ini dengan tekanan tertinggi
180/100 mmHG, namun pasien tidak mengkonsumsi obat antihipertensi
Riwayat sakit gula tidak dijumpai
Riwayat merokok dijumpai selama 20 tahun, sebanyak ±3 bungkus/ hari
RPT : Pernah dirawat di rumah sakit boloni 8 bulan yang lalu dengan keluhan
berulang.
RPO : obat anti hipertensi
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis
Anemis : Pancaran wajah :
Tek. Darah : 180/100 mmHg (-/-) Sikap paksa : (-)
Nadi : 84 x/i Ikterus : (-) Ref. Fisiologis : (+)/(+)
Pernapasan : 28 x/i Sianosis : (-) Ref. Patologis : (-)/(-)
Suhu : 37 C Dyspnoe : (+) BB: 70 kg; TB: 175 cm
KU/KP/KG : sedang/ sedang/sedang Edema : (-) IMT: 22,8 (normoweight)
Pemeriksaan Fisik
Kepala Mata: Konjungtiva palpebra inferior pucat
(-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), RC (+)/(+),
pupil isokor Ө 3 mm
23
Telinga Dalam batas normal
Hidung Dalam batas normal
Mulut Dalam batas normal
Leher TVJ R+1 cmH2O, trakhea medial,
pembesaran KGB (-), pembesaran struma (-)
Thoraks Depan Inspeksi : Barrel Chest,
Palpasi : SF kanan = kiri, kesan
normal
Perkusi : Hipersonor kedua lapangan
paru
BPH R/A : ICR V/VI dekstra
BPJ atas : ICR III sinistra
BPJ kanan : LSD
BPJ kiri : 1 cm medial LMCS ICR V
Auskultasi : SP : ekspirasi memanjang
ST: wheezing diseluruh
lapangan paru kanan dan
kiri Jantung: HR: 84 x/i,
regular, desah (-); M1 >
M2; P2 > P1; A2 > A1; A2
> P2
24
Pemeriksaan Laboratorium IGD tanggal 22 oktober 2018
Darah Rutin Hb: 13,4 g/dl, Leukosit:7.230 mm3, Ht: 36,70
%, Trombosit: 305.000/mm3, MCV: 84,60 fL,
MCH: 30,9 pg, MCHC: 36,5 g%.
KGD Adr 112 mg/dl
25
- Hipertensi stage 2
TERAPI Tirah baring
- Diet MB Rendah garam
- 02 1 – 2 L/ i via nasal canal
- IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/i (macro)
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/IV
- Nebule ventoline/ 8 jam
- Nebule flixotide/ 8 jam
- Amlodipin 1 x 10mg
P Tirah baring
- Diet MB Rendah Garam
26
- IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/menit
(makro) + teofilin 1flc
- Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam/IV
- Nebule Ventoline/ 8 jam
- Nebule Flixotide/ 8 jam
- Symbicort 4x1
- Irbesartan 1 x 150 mg
- Amlodipine 1x10mg
- Ambroxol 3 x C1
- Inj. Ketrolac 30 mg (K/P)
Anjuran EKG
27
Pasien direncanakan untuk PBJ
28