Anda di halaman 1dari 10

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tempe


Indonesia merupakan negara yang kaya akan banyak keberagaman, baik
suku, budaya, agama, dan lain-lain. Indonesia juga kaya akan berbagai jenis
olahan makanan khas di setiap penjuru nusantara. Jenis makanan yang beragam
pada waktu itu mendorong bangsa-bangsa barat seperti Portugis, maupun Belanda
untuk tertarik kepada Indonesia. Indonesia pada masa lalu sangat terkenal dalam
hal menjual berbagai macam rempah-rempah atau bumbu penyedap makanan yang
kala itu cukup langka keberadaannya di negara bagian barat. Munculnya berbagai
olahan-olahan dari bahan makanan baru dan memang diciptakan asli di Indonesia
ternyata memberi dampak positif bagi masyarakat. Olahan makanan yang baru
dibuat pada masa itu salah satunya dikenal dengan sebutan tempe.
Tempe adalah salah satu makanan asli khas dari Jawa yang sangat dikenal
hampir diseluruh penjuru nusantara. Makanan olahan yang berbahan dasar kedelai
tersebut banyak dijual di pasar tradisional maupun modern. Tempe juga dijadikan
sebagai salah satu lauk pokok oleh masyarakat di Indonesia. Tempe adalah jenis
makanan yang dibuat dari fermentasi. Proses fermentasi biji kedelai atau beberapa
bahan lain akan menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus
oligosporus, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus arrhizus. Bahan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Proses fermentasi pada kapang tempe
tersebut akan membentuk sebuah enzim. Enzim yang dihasilkan akan membuat zat
gizi yang terkandung menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh tubuh dibandingkan
dengan zat gizi dalam kedelai (Ramayulis dan Susianto, 2013).
Berdasarkan sejarahnya, referensi tertua mengenai tempe terdapat dalam
halaman naskah tulisan tangan serat centini yang ditulis pada awal abad ke-19.
Kata tempe yang ditemukan menunjukkan penyebutan nama hidangan yaitu jae
santen tempe (masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan.
Permasalahan utama mengenai tempe adalah kebiaasan dari banyak masyarakat
yang sering kali meremehkan tempe sebagai makanan dengan kelas rendahan,
serta makanan murah tanpa mengetahui kandungan gizi yang ada pada tempe.
4

Tempe adalah makanan yang memiliki banyak khasiat dalam kesehatan


karena memiliki kandungan isoflavon. Senyawa tersebut merupakan jenis senyawa
fitokimia yang dapat ditemukan pada tumbuhan. Tempe dahulu digunakan sebagai
makanan yang berhasil menyelamatkan nyawa para tawanan perang Belanda dari
kelaparan pada masa penjajahan Jepang. Tempe pada waktu itu dinilai mampu
memegang peran penting dalam mengurangi laju kematian para tawanan akibat
kekurangan sumber protein. Fakta-fakta menarik tentang tempe tersebut sangat
disayangkan apabila masih ada segilintir orang yang menolak memakan tempe.
Tempe juga dapat dikatakan sebagai makanan yang terkenal dan sangat
digemari, khususnya oleh para vegetarian. Para vegetarian akan memanfaatkan
tempe sebagai makanan pengganti daging. Perkembangan dan kemajuan teknologi
yang ada menyebabkan banyaknya kemunculan perusahaan pengolah tempe di
negara Eropa, maupun di Asia Timur. Berdasarkan catatan sejarah yang ada, pada
mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam. Kedelai hitam yang digunakan
berasal dari masyarakat pedesaan di Jawa dan barulah dikembangkan di daerah
sekitar Mataram, Jawa Tengah. Proses pembuatan tempe juga diperkenalkan oleh
orang Tionghoa yang memperoduksi makanan dari kedelai yang difermentasikan
dengan menggunakan kapang Aspergillus, teknik tersebut kemudian menyebar.
Tempe mulai dikenal oleh beberapa masyarakat Eropa melalui orang
Belanda. Tahun 1895, Prinsen Geerlings yang merupakan seorang ahli kimia dan
mikrobiologi Belanda melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi
kapang yang ada pada tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di
negara Eropa mulai didirikan di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Tempe
mulai populer di Eropa pada tahun 1946. Tahun 1940, dilakukan sebuah usaha
untuk memperkenalkan tempe ke Zimbabwe sebagai sumber protein yang murah.
Usaha memperkenalkan tempe ke masyarakat Zimbabwe tidak berhasil
karena masyarakat yang berada disana tidak memiliki pengalaman mengonsumsi
makanan hasil fermentasi kapang. Indonesia merupakan negara produsen tempe
terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari
konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10%
dalam bentuk produk lain. Konsumsi tempe rata-rata orang per tahun yang ada di
Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Andayani dan Hambali, 2017).
5

Para tawanan perang zaman penjajahan Jepang di Indonesia yang diberi


makan tempe agar terhindar dari disentri dan busung lapar. Fakta tersebut dapat
membuktikan bahwa tempe bermanfaat bagi kesehatan. Sejumlah penelitian yang
diterbitkan tahun 1940-1960 juga menyimpulkan bahwa tahanan perang dapat
selamat dari busung lapar karena tempe. Tempe dengan kandungan gizi yang kaya
akan protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan
berpenghasilan relatif rendah baik di masa lalu ataupun sekarang. Akhir tahun
1960 dan pada awal tahun 1970 terjadi sejumlah perubahan dalam pembuatan
tempe di Indonesia. Perubahan dalam pembuatan tempe meliputi dari penggantian
daun pisang yang biasa digunakan sebagai pembungkus tempe menjadi plastik.

Gambar 2.1. Tempe


(Sumber: Supriyono, 2003)

Ragi berbasis tepung juga mulai digunakan pada pembuatan tempe untuk
menggantikan pemakaian laru tradisional. Laru tempe atau inokulum tempe adalah
suatu sediaan yang mengandung mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan
tempe. Laru atau inokulum adalah mikroba yang tergolong makluk hidup, artinya
pertumbuhan dan perkembangbiakannya akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan
lingkungan tempat hidupnya. Faktor yang mempengaruhi tempe yaitu kemurnian
laru, keaktifan laru, penaburan laru, kondisi medium laru seperti pH, suhu bahan
sangat perlu diperhatikan. Perubahan dalam pembuatan tempe terlihat jelas pada
penggunaan kedelai impor yang mulai menggantikan kedelai lokal. Perubahan dari
kualitas bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tempe memberikan banyak
dampak, baik yang positif maupun negatif. Produksi tempe yang terus meningkat
menyebabkan industri tempe yang ada berkembang ke arah yang lebih modern.
6

2.2. Tempe Kacang Merah


Tempe kacang merah merupakan sumber protein yang dibuat dari biji
kacang merah yang sudah tua dengan proses fermentasi menggunakan ragi tempe.
Kacang merah merupakan jenis kacang yang termasuk dalam famili Leguminosae.
Kacang merah berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan, dan daratan China.
Tanaman kacang merah kemudian meluas ke Indonesia, Malaysia, Karibia, Afrika
Timur dan Tengah. Kacang merah di Indonesia banyak ditanam di Lembang,
Cipanas, Kota Batu, dan Pulau Lombok. Kacang merah di Indonesia biasa juga
disebut sebagai kacang jogo. Kacang merah sebenarnya merupakan biji dari
buncis yang tumbuh tegak keatas atau tidak merambat. Kacang merah hanya
dimakan bijinya dari buah yang telah tua, baik dalam keadaan segar maupun yang
telah dikeringkan. Biji kacang merah berwarna merah atau merah berbintik-bintik
putih, hal tersebutlah yang menyebabkan kacang ini disebut kacang merah.

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Kacang Merah Kering


Zat Gizi Unit Kadar per 100 g
Protein g 22,3
Karbohidrat g 61,2
Lemak g 1,5
Vitamin A mg 30
Thiamin/vitamin B1 mg 0,5
Riboflavin/vitamin B2 mg 0,2
Kalsium mg 260
Fosfor mg 410
Besi mg 5,8
(Sumber: Ayuningrum, 2015)

Kacang merah termasuk ke dalam salah satu jenis bahan makanan yang
mengandung energi tinggi dan protein nabati yang banyak. Kandungan asam folat,
kalsium, karbohidrat kompleks, dan serat yang dimiliki kacang merah nilainya
cukup tinggi. Kandungan protein yang ada di dalam kacang merah sebesar 22,3
gram nilai tersebut hampir setara dengan yang terdapat dalam kacang hijau.
Kacang merah memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh protein hewani.
Keunggulan dari kacang merah adalah bebas kolesterol sehingga dapat
dengan aman dikonsumsi oleh sebagian masyarakat dari berbagai kelompok umur.
Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah dapat
berfungsi menurunkan kadar kolestrol darah. Kadar glikemik pada kacang merah
7

termasuk rendah sehingga dapat menguntungkan bagi penderita diabetes dan


menurunkan resiko timbulnya diabetes. Kacang merah juga memiliki kandungan
vitamin yang berguna untuk tubuh. Kacang merah mengandung vitamin A vitamin
B1, dan vitamin B2. Vitamin A yang terkandung berguna untuk kesehatan mata,
kulit dan rambut, memelihara membran selaput lendir pada hidung, memelihara
tenggorokan, lambung dan usus. Vitamin A juga dapat berperan penting dalam
ketahanan tubuh. Vitamin B yang terdapat dalam kacang merah walaupun hanya
sedikit tetapi memiliki peran yang cukup penting juga untuk tubuh manusia.
Fungsi vitamin B pada kacang merah dibutuhkan oleh tubuh untuk proses
pelepasan energi yang ada dalam karbohidrat, lemak dan protein. Vitamin B juga
dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah, kesehatan kulit dan jantung.
Kacang-kacangan mengandung vitamin K yang dibutuhkan dalam pembekuan
darah secara normal. Vitamin K juga penting untuk susunan komponen protein
dalam tulang dan ginjal. Kalsium pada kacang merah berguna untuk mengatur
fungsi syaraf dan otot, serta dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi.
Fosfor pada kacang merah dapat berguna untuk membantu penyerapan nutrisi,
pembentukan energi, transmisi sistem syaraf, proses metabolisme, serta berfungsi
untuk kepadatan otot. Kalsium dan fosfor sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia
keberadaannya sangat berguna untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi.
Zat besi berfungsi untuk membantu pembuatan hemoglobin (penyusun sel
darah merah yang akan membiarkan sel darah merah tersebut membawa oksigen
dan myoglobin) sebagai komponen pembawa oksigen dalam otot. Keuntungan
menggunakan kacang merah sebagai bahan baku tempe dapat dibagi menjadi tiga.
Keuntungan pertama sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan tempe,
kandungan yang dimiliki kacang merah banyak manfaatnya dan tidak kalah dari
kacang kedelai. Keuntungan kedua dapat mengurangi impor dari luar, penggunaan
kacang merah pada tempe dapat menutupi kekurangan bahan baku kacang kedelai.
Keuntungan terakhir mendatangkan kesejahteraan bagi petani kacang merah.
2.3. Perkembangan dan Peranan Pengemasan Bahan Pangan
Pengemasan bahan pangan sudah lama dikenal dan dipegunakan untuk
keperluan manusia. Zaman prasejarah manusia masih menggunakan kemasan dari
bahan-bahan alam seperti daun, kulit buah, kulit kayu, pelepah, batu-bauan kerang
8

dan kulit binatang. Bentuk dan fungsi dari kemasan masih sangat sederhana, yakni
untuk keperluan membawa makanan yang tidak habis terkonsumsi ke daerah lain
atau untuk fermentasi. Perkembangan pengemasan bahan makanan selanjutnya
sampai pada pembuatan keranjang dari rumput atau dari ranting-ranting kayu yang
lentur. Zaman neolitik, mulai dikenal wadah dari logam yang dibentuk berupa
cawan untuk minum seperti tanduk binatang. Bentuk-bentuk kemasan seperti
cawan, baki, dan benda terbuat dari tanah liat juga hadir pada zaman tersebut.
Dunia yang semakin berkembang memunculkan kemasan jenis kaca
sudah dikenal dengan jar kecil. Kemasan ini akan digunakan untuk mengemas
cairan-cairan yang berharga atau ramuan obat atau parfum. Berdasarkan sejarah
terjadi penyebarluasan pemakaian botol, toples, dan tempayan yang terbuat dari
tanah. Awal tahun 1800 ketika populasi semakin tumbuh di Eropa dan Amerika,
tong, kotak kayu, dan kantong serat digunakan secara luas sebagai material dari
kemasan. Permintaan barang konsumen yang semakin meningkat, memunculkan
perkembangan kaleng, aluminium, kaca, dan kantong kertas yang muncul sebagai
sumber daya dari kemasan yang signifikan. Selama berabad-abad perkembangan
kemasan yang telah terjadi semakin maju, fungsi dari sebuah kemasan hanyalah
sebatas untuk melindungi, menyimpan atau mempermudah barang untuk dibawa.
Perkembangan zaman yang semakin pesat dan lengkap memunculkan
penambahan nilai-nilai fungsional dan peranan pada kemasan dalam pemasaran.
Fungsi dari kemasan mulai diakui sebagai satu kekuatan utama dalam persaingan
pasar. Menjelang abad pertengahan, bahan-bahan kemasan terbuat dari kulit,kain,
kayu, batu, keramik dan kaca masih terkesan seadanya dan lebih berfungsi untuk
melindungi barang terhadap pengaruh cuaca. Perkembangan yang ada menjadikan
bentuk dan model dari suatu kemasan dirasakan sangat penting peranannya dalam
strategi pemasaran. Kemasan harus mampu menarik perhatian, menggambarkan
keistimewaan produk, dan melindungi produk dengan aman. Perkembangan yang
telah terjadi akhirnya memunculkan kemasan dengan jenis modern dan tradisional.
Kemasan tradisional adalah kemasan yang terdapat dan biasa digunakan
sejak di pasar tradisional, dengan menggunakan bahan-bahan alam. Kemasan jenis
ini memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam. Penggunaan bahan-bahan alam
pada kemasan tradisional, memiliki unsur khusus yang tidak terdapat pada unsur
9

kemasan modern yang menggunakan bahan-bahan buatan. Unsur-unsur tersebut


adalah penampilan, roma, konstruksi. Penampilan yang ada pada sebuah kemasan
tradisional terlihat lebih alami mulai dari warna, tekstur, dan bentuknya. Aroma
dari kemasan tradisional memberikan cita rasa serta bau khas yang ditimbulkan
dari sifat alamiah bahan alam, bau itu dapat mempengaruhi produk di dalamnya.
Konstruksi dari kemasan tradisional menggunakan bahan alam yang
mempunyai kekuatan dan elastisitas tersendiri, kriteria ini tidak dapat dijumpai di
bahan-bahan buatan pada kemasan modern. Kemasan tradisional yang terdapat di
Indonesia sangat banyak jenisnya. Pengemasan yang digunakan oleh masyarakat
sering memakai bahan dari bambu, kulit pohon, daun, rongga batang daun, batu,
gerabah. Seiring dengan adanya perkembangan zaman, maka kemasan tradisional
disisihkan dengan kemasan modern. Klasifikasi kemasan berdasarkan pada sifat
perlindungan terhadap lingkunganyaitu hermetis, tahan cahaya, dan tahan suhu
tinggi. Kemasan hermetis yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui
oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini tidak dapat
dilalu oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Kemasan jenis ini dapat berupa kaleng,
botol gelas yang ditutup secara hermetis. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang
tidak bersifat transparan, misalnya kemasan logam, kertas dan foil.
Kemasan tahan cahaya cocok untuk bahan pangan yang mengandung
lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi. Kemasan tahan
suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses pemanasan,
pasteurisasi dan sterilisasi. Kemasan jenis ini umumnya terbuat dari logam dan
gelas. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian terdiri dari kemasan
sekali pakai, berulang kali, dan tidak dapat dibuang. Kemasan jenis sekali pakai
(disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah dipakai. Kemasan ini
contohnya seperti kemasan produk permen. Kemasan yang dapat dipakai berulang
kali jenis kemasan ini biasanya akan dikembalikan ke produsen. Kemasan jenis ini
contoh terdapat pada botol minuman, botol kecap, dan botol sirup.
2.4. Tempe sebagai Pencegah Anemia
Anemia atau kekurangan zat besi dapat terjadi karena beberapa faktor.
Faktor pertama yang dapat menyebabkan anemia karena pengaruh dari makanan
sehari-hari yang sangat sedikit mengandung zat besi. Faktor kedua, persentase
10

banyaknya zat besi yang dapat diserap dari makanan, sangat rendah. Zat besi dari
pangan hewani lebih mudah diserap (10-20%), sedangkan zat besi dari pangan
nabati hanya dapat diserap antara 1-5%. Faktor ketiga, adanya zat-zat yang dapat
menghambat penyerapan besi, seperti asam fitat, asam oksalat dan tannin, yang
banyak terdapat sayuran, kacang-kacangan dan teh. Seseorang dapat dikatakan
anemia jika kadar hemoglobinnya lebih rendah dari 13 gram/100 mL darah untuk
pria dewasa. Wanita dewasa dikatakan anemia jika kadar hemoglobin lebih rendah
dari 12 gram/100 mL, atau 11 gram/100 mL untuk wanita yang sedang hamil.
Kekurangan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh akan menurunkan
tingkat hemoglobin. Hemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, maka menurunnya hemoglobin akan menurunkan kadar oksigen.
Oksigen dalam tubuh manusia berfungsi sebagai zat pembakar karbohidrat, lemak
dan protein, serta untuk menghasilkan tenaga. Kekurangan oksigen di dalam tubuh
sudah tentu akan mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan (energi menjadi
lebih sedikit). Energi yang sedikit menyebabkan tenaga yang ada sedikit hal
tersebut kemudian memicu munculnya gejala-gejala dari anemia. Zat besi yang
terdapat pada kedelai mentah ada dalam jumlah cukup, tetapi tubuh tidak dapat
menggunakannya karena diikat oleh asam fitat. Proses fermentasi kedelai menjadi
tempe yang dilakukan selama 48 jam, mengakibatkan terjadi penurunan kadar
asam fitat sebesar 65%, sehingga zat besi menjadi lebih mudah diserap tubuh.
Tempe merupakan bahan pangan yang kadar zat besinya cukup tinggi,
yaitu 4 mg/100 gram tempe basah atau 9 mg/100 gram tempe kering. Tempe juga
mengandung mineral tembaga dan seng sebanyak 2,87 dan 8,05 mg/100 gram
tempe kering. Meningkatnya jumlah zat besi yang terlarut akan meningkatkan
daya serap zat besi yang ada di dalam tubuh, sehingga dapat diandalkan untuk
membentuk hemoglobin dan mencegah anemia gizi besi. Selain zat besi, untuk
pembentukan hemoglobin juga diperlukan protein. Kadar protein yang ada pada
tempe cukup tinggi yaitu sekitar 19 gram/100 gram tempe basah (Utari, 2010).
2.5. Tempe sebagai Pencegah Diare
Diare merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan akibat adanya
infeksi oleh mikroorganisme, berupa bakteri, virus, jamur, protozoa atau cacing.
Kapang Rhizopus oligosporus adalah salah satu dari jenis kapang yang berperan
11

dalam proses fermentasi kedelai menjadi tempe. Kapang Rhizopus oligosporus


dapat memproduksi senyawa antibiotik yang bermanfaat dalam menghambat atau
memperkecil suatu infeksi yang diakibatkan oleh mikroorganisme. Berdasarkan
penelitian para peneliti ditemukan bahwa tempe memiliki kandungan antibiotik
sendiri. Antibiotik pada tempe mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang ada
dengan sembilan jenis bakteri gram positif dan satu bakteri gram negatif.
Tubuh yang mengalami infeksi oleh mikroorganisme, akan mengalami
proses katabolisme protein yang berlangsung lebih cepat jika dibandingkan
dengan proses anabolisme. Proses katabolisme yang cepat akan mengakibatkan
kebutuhan protein yang berkualitas tinggi meningkat. Beberapa penelitian yang
ada membuktikan bahwa makanan formula tempe dapat digunakan sebagai diet
pada penderita infeksi, baik infeksi bakteri maupun cacing. Protein yang terdapat
pada tempe mudah dicerna menjadi asam-asam amino, kemudian asam aminonya
mudah diserap. Penyerapan asam amino yang terjadi bertujuan untuk memperbaiki
fungsi dari saluran pencernaan. Perbaikan fungsi dari saluran pencernaan akan
meningkatkan berat badan penderita dalam waktu yang singkat.
Diare dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang akan ditandai oleh
pengeluaran tinja dengan konsistensi lembek sampai cair, dan bervolume melebihi
80 mL. Dampak diare umumnya berupa kerusakan jaringan mukosa pada usus,
sindroma malabsorpsi, dan perubahan ekologi isi usus yang diikuti oleh hilangnya
cairan tubuh (air dan elektrolit) dan zat-zat gizi lainnya. Pengobatan diare yang
yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti cairan yang hilang dan tidak
menghentikan pemberian susu maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan
harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang
telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit pada
saluran pencernaanya adalah tempe. Kemampuan tempe dalam menyembuhkan
diare disebabkan oleh dua hal, yaitu sebagai zat antidiare dan akibat sifat protein
tempe yang mudah tercerna dan diserap, walaupun oleh usus yang terluka.
2.6. Tempe sebagai Penurun Kolestrol
Lipid yang terdapat dalam darah terdiri dari trigliserida, kolestrol dan
fosfolipida. Kolestrol yang terdapat di dalam tubuh dapat berasal dari makanan
atau dari dalam tubuh sendiri. Kolestrol yang berasal dari makanan disebut juga
12

kolestrol eksogen sedangkan untuk jenis kolestrol yang berasal dari dalam tubuh
disebut kolestrol endogen. Trigliserida dapat berasal dari makanan atau dari dalam
tubuh sebagai hasil reaksi esterifikasi asam lemak. Penyakit jantung koroner
merupakan salah satu bentuk kelainan pembuluh darah koroner. Kelainan tersebut
terjadi akibat penumpukan lemak di dinding pembuluh darah, yaitu suatu keadaan
yang disebut aterosklerosis. Penyebab dari terjadinya penyakit jantung koroner
memiliki banyak faktor. Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner terbagi
menjadi dua faktor yaitu dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor dari resiko terjadinya penyakit jantung koroner yang tidak bisa
dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, dan keturunan. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah peningkatan jumlah kadar lipida darah (hiperkolestrolemia),
hipertensi, diabetes, obesitas, stres, dan kurangnya aktivitas fisik. Penyakit jantung
koroner dapat dihindari dengan berbagai cara, untuk menghindarinya seseorang
dianjurkan untuk memiliki kadar trigliserida kurang dari 150 mg/100 mL. Cara
lain untuk menghidarinyakadar kolestrol jahat kurang dari 130 mg/100 mL, dan
kolestrol baik lebih dari 45 mg/100 ml darah. Nilai diatas atau dibawah angka
maka lipid dalam darah dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis dan disebut
dislipidemia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa protein
kedelai dapat menurunkan trigliserida, kolestrol total, dan kolestrol jahat, serta
meningkatkan jumlah kolestrol baik yang terdapat dalam tubuh (Setyawan, 2017).
Kolestrol jahat yang ada dalam tubuh dapat memacu terjadinya penyakit
jantung koroner, sedangkan kolestrol baik dapat berfungsi sebagai pecegah
penyakit jantung koroner. Suatu penelitian menunjukan bahwa mengonsumsi
tempe sebanyak 150 gram sehari selama dua minggu dapat menurunkan kadar
kolestrol total, kolestrol jahat, dan rasio kolestrol total terhadap kolestrol jahat.
Mengolah tempe dengan minyak jagung, minyak kedelai atau minyak yang
mengandung asam lemak tidak jenuh lainnya, lebih baik bila dibandingkan dengan
mengolahnya dengan minyak sawit, atau minyak asam lemak jenuh lainnya.

Anda mungkin juga menyukai