Anda di halaman 1dari 14

BPH (Benign Prostatic Hiperplasia)

Kelompok IV

Anggia Nalvita : 16 3145 105 002

Delfrits Hetharia : 16 3145 105 005

Hasmirawati : 16 3145 105 00

Indar Dewi : 16 3145 105 011

Suratmi M Abubakkar : 16 3145 105 036

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas segala rahmat dan hidayahnya
yang diberikan sehingga dapat terselesaikan makalah dengan judul “BPH (Benign Prostatic
Hiperplasia)

Makalah ini di susun sebagai suatu tugas mata kuliah KMB studi S1 Keperawatan Stikes
Mega Rezky Makassar dalam penulisan makalah ini tentunya penyusun mengalami banyak
hambatan dan kesulitan, oleh karena itu penyusun ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
lain yang ikut membantu terselesaikannya makalah ini.

Dan semoga makalah ini berguna sebagai ilmu tambahan kita semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan Rahmat dan Karunianya kepada kita semua pihak yang telah
memberikan segala bantuan tersebut diatas makalah ini tentu saja masih jauh dari sempurna
sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi perbaikan.

Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi pembaca pada
umumnya.

Makassar, 22 MARET 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …..…………………………….………………………. 2

DAFTAR ISI …..…………………………….………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …..………………………………………………… 4


B. Tujuan …..………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi BPH ………………………………………………………… 5


B. Etiologi BPH ………………………………………………………… 5
C. Patofisiologi BPH ………………………………………………… 6
D. Gejala BPH ………………………………………………………… 7
E. Tes lebih lanjut yang dilakukan pada penderita BPH ……………… 8
F. Pengobatan BPH ………………………………………………… 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………….…………………… 13
B. Saran ……………………………………………………………… 13

Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 14


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non kanker
(noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi urin
(kencing) dari kandung kemih (bladder). Prostat hyperplasia merupakan pembesaran
glandula dan aringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung
kemih dan uretra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan
kandung kemih (Doenges, 2002).
Kejadian BPH pada pria usia 55 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, pada
usia80 tahun angka kejadiannya 60%. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin,
kencing terasa panas, kencing menetes dan lama – lama bisa menyebabkan tidak bisa
kencing (anuria). Hal ini dipengaruhi karena kebiasaan para pria mengangkat beban
berat dalam rentang waktu lama, faktor penuaan dan faktor hormonal. Dalam
menangani Benigna Prostat Hyperplasia adalah melakukan insisi (operasi) BPH.
Untuk menjaga dan mempertahankan kondisi pasien post operasi BPH agar dalam
keadaan baik dan stabil adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi terhadap tubuh.
Benigna Prostat hyperplasia biasanya di derita oleh Pria dengan usia lanjut 55 tahun
ke atas (Harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/07 askep hipertrofi-prostat).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BPH
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi BPH
3. Mengetahui gejal dan pengobatan BPH
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia)


Benigna Prostatic Hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat (Yuliana Elin, 2011).
Hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan
(Price&Wilson, 2005). Hiperplasian prostat jinak adalah adalah pembesaran prostat
jinak bervariasi berupa hyperplasia kelenjar atau hyperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya hipertropi prostat namus secara histologi yang dominan
adalah hyperplasia (Sabiston, David C, 2005).
BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran , memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra . BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria (Smelzer dan Bare, 2002).
Jadi dapat disimpulakan bahwa BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) merupakan
pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyumbat aliran urine yang umumnya
sering terjadi pada pria.

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain (Roger Kirby, 1994:229).
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Basuki B
Purnomo,2008)

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong tahun 2004, umumnya gangguan ini
terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam
prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma
progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah.
Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke
dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan
peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat Muskulus
destrusor berespon hipertropi yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung
kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi
kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi
secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu
kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif
bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon
cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien
dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada
awalnya air, elekrolit, urin dan beban solut lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya
kehilangan cairan yang progresif bias merusakkan kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan
elekrolit yang berlebihan bias menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif
tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat. Resistansi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau diverkel. Fase
penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:
1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH.
2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi ureta sampai
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretraberkurang selama tidur.
6. Urgensi dan Dysuria jrang terjadi, jika adadisebabkan oleh ketidakstabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
sfingter.

D. Gejala BPH
Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat
jinak (BPH):
1. Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.
2. Nyeri saat buang air kecil.
3. Inkontinensia urine atau beser.
4. Sulit mengeluarkan urine.
5. Mengejan pada waktu berkemih.
6. Aliran urine tersendat-sendat.
7. Mengeluarkan urine yang disertai darah.
8. Merasa tidak tuntas setelah berkemih.
Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan
uretra ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran. Konsultasi pada dokter
disarankan jika seseorang merasakan gejala BPH, meski ringan. Pemeriksaan sangat
diperlukan mengingat ada beberapa kondisi lain yang gejalanya sama dengan BPH, di
antaranya:

1. Prostatitis atau radang prostat.


2. Infeksi saluran kemih.
3. Penyempitan uretra.
4. Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
5. Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
6. Kanker kandung kemih
7. Kanker prostat.
8. Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih

E. Tes lebih lanjut


Ada beberapa jenis tes lanjutan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis BPH, antara
lain:
1. Tes urine. Tes ini dilakukan jika dokter mencurigai gejala yang dirasakan oleh
pasien bukan disebabkan oleh BPH, melainkan oleh kondisi lainnya, seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
2. Biopsi prostat. Dokter akan mengambil sampel jaringan prostat pasien untuk
diperiksa secara seksama di laboratorium.
3. Tes darah. Komponen yang diperiksa dalam tes ini adalah protein prostat spesifik
antigen (PSA), yaitu suatu protein yang dihasilkan Jika kadar PSA pasien tinggi,
maka kemungkinan pasien menderita BPH juga akan besar. Jika kenaikan tersebut
terjadi secara signifikan, maka risiko pasien untuk terkena kanker prostat juga ada.
4. Tes kelancaran aliran urine. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan
kateter yang dilengkapi kamera ke dalam saluran kemih pasien. Melalui monitor,
dokter akan dapat melihat besarnya tekanan di dalam kandung kemih dan
seberapa baik kinerja organ tersebut saat pasien berkemih.
5. Tes neurologi. Dokter akan memeriksa secara singkat kesehatan mental serta
sistem saraf pasien untuk membantu mendiagnosis adanya gangguan buang air
kecil karena penyebab lain selain pembesaran prostat.
6. CT urogram. Metode pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan
saluran kemih pasien, misalnya apakah ada kerusakan pada saluran tersebut atau
apakah ada penyumbatan yang disebabkan kondisi selain BPH, seperti penyakit
batu kandung kemih atau batu ginjal.
7. Pielografi intravena. Pada prosedur ini, dokter menyuntikkan bahan kontras
melalui pembuluh darah lalu mengambil gambaran ginjal dengan foto Rontgen,
untuk memeriksa fungsi ginjal dan aliran urine dari ginjal menuju kandung kemih.
8. USG transrektal atau USG melalui dubur. Melalui pemeriksaan dengan
menggunakan gelombang suara ini, dokter akan mendapatkan gambar kelenjar
prostat dan bagian di sekelilingnya secara lebih rinci guna mengetahui apakah
pasien menderita BPH atau kondisi lainnya seperti kanker.
9. Sistoskopi. Dokter akan memasukkan sistoskop untuk memeriksa keadaan uretra
dan kandung kemih dari dalam.
Selain untuk memastikan bahwa gejala yang dirasakan oleh pasien adalah akibat BPH
dan bukan disebabkan oleh kondisi-kondisi lainnya, tes-tes lebih lanjut juga dapat
membantu dokter memberikan pengobatan yang tepat.

F. Pengobatan BPH
Penanganan BPH berbeda-beda pada setiap penderitanya. Dokter akan memilih
jenis penanganan yang paling sesuai berdasarkan beberapa faktor seperti:
1. Kondisi kesehatan penderita secara umum.
2. Tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penderita.
3. Usia penderita.
4. Ukuran prostat.
Penanganan pembesaran prostat jinak (BPH) sendiri dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu penanganan BPH dengan gejala ringan dan penanganan BPH
dengan gejala sedang hingga parah.
BPH ringan biasanya cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi menahan berkemih,
dan perubahan gaya hidup.
1. Obat-obatan
Obat BPH yang sering digunakan adalah dutasteride dan finasteride. Obat
yang mampu menurunkan ukuran prostat dan meredakan gejala BPH ini bekerja
dengan cara menghambat efek dari hormon dihidrotestosteron. Namun
penggunaan kedua obat ini tidak boleh sembarangan dan harus melalui petunjuk
dari dokter karena memiliki efek samping yang cukup serius. Beberapa efek
samping dari dutasteride dan finasteride adalah turunnya kuantitas sperma,
impotensi, dan risiko cacat bayi jika penderita menghamili perempuan saat sedang
menjalani pengobatan dengan kedua obat ini.
Selain dutasteride dan finasteride, obat BPH lainnya yang juga sering
digunakan adalah golongan penghambat alfa, seperti alfuzosin dan tamsulosin.
Obat penghambat alfa ini biasanya dikombinasikan dengan finasteride. Obat ini
mampu memperlancar laju urine dengan cara melemaskan otot-otot kandung
kemih. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi alfuzosin dan
tamsulosin adalah badan lemas, sakit kepala, dan turunnya kuantitas sperma.
Sedangkan efek samping yang lebih serius dari kedua obat ini adalah berupa risiko
terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) atau bahkan pingsan.
2. Terapi menahan kemih
Terapi ini dilakukan di bawah bimbingan medis. Di dalam terapi ini pasien
akan diajarkan bagaimana cara menahan keinginan berkemih setidaknya dalam
jeda waktu dua jam antara tiap berkemih, termasuk diajarkan bagaimana cara
mengatur pernapasan, mengalihkan pikiran ingin berkemih, serta relaksasi otot.
3. Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup yang dimaksud adalah dengan:
a) Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki tiap hari selama
setengah hingga satu jam.
b) Mulai mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein dan minuman keras.
c) Mencari jadwal minum obat yang tepat agar terhindari dari nokturia
(meningkatnya frekuensi buang air kecil sepanjang malam).
d) Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apa pun dua jam sebelum waktu
tidur agar terhindar dari nokturia.
Sedangkan cara untuk menangani BPH dengan tingkat keparahan gejala sedang
hingga parah adalah melalui operasi, yaitu:
4. Reseksi prostat transuretral (TURP)
Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat yang disebut resektoskop ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan cara
menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Efek samping operasi TURP adalah
pembengkakan uretra. Karena itu pasien yang menjalani TURP biasanya tidak
akan bisa berkemih secara normal selama dua hari dan harus dibantu dengan
menggunakan kateter. Alat ini akan dilepas dokter setelah kondisi uretra pulih
kembali. Selain efek samping, operasi TURP juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa ejakulasi retrograde, yaitu sperma tidak akan mengalir melalui penis
melainkan masuk ke dalam kandung kemih.
5 Vaporisasi prostat transuretral (TUVP)
Tujuan prosedur ini hampir sama dengan TURP. Namun dalam TUVP, bagian
prostat yang ditangani akan dihancurkan dan tidak dipotong. Jika penghancuran
jaringan prostat dalam prosedur TUVP dibantu dengan sinar laser, maka metode
tersebut dinamakan photovaporization (PVP).
6 Transurethral microwave thermotherapy (TUMT)
Dokter akan memasukkan alat yang dapat memancarkan gelombang mikro ke
area prostat melalui uretra. Energi gelombang mikro dari alat tersebut akan
menghancurkan bagian dalam dari kelenjar prostat yang membesar, sehingga
mengecilkan ukuran prostat serta memperlancar aliran urine. Prosedur ini
umumnya hanya dilakukan untuk BPH yang ukurannya tidak terlalu besar dan
sifatnya hanya sementara, sehingga seringkali dibutuhkan TUMT ulangan.
7 Transurethral needle ablation (TUNA)
Dokter akan menancapkan jarum-jarum pada kelenjar prostat pasien,
kemudian gelombang radio akan dialirkan pada jarum-jarum tersebut. Efeknya,
jaringan prostat yang menghalangi aliran urine akan memanas dan hancur. Sama
seperti TUMT, tindakan ini hanya bersifat sementara sehingga dibutuhkan terapi
ulangan.
8 Insisi prostat transuretral (TUIP)
Prosedur ini menggunakan alat yang sama dengan TURP, yaitu resektoskop.
Namun pada TUIP, dokter akan memperluas saluran uretra agar urine bisa
mengalir secara lancar dengan cara membuat irisan pada otot persimpangan antara
kandung kemih dan prostat. Efek samping prosedur ini sama dengan TURP, yaitu
pasien tidak akan bisa berkemih secara normal selama waktu tertentu dan harus
dibantu dengan menggunakan kateter. Prosedur ini berisiko lebih rendah dalam
menyebabkan ejakulasi retrograde.
9 Prostatektomi terbuka
Di dalam prosedur ini, dokter akan mengangkat prostat secara langsung
melalui irisan yang dibuat pada perut. Prosedur ini awalnya dianggap sebagai
prosedur paling efektif untuk mengobati kasus BPH parah. Namun seiring
munculnya metode lain, seperti operasi prostat transuretral, prostatektomi terbuka
jarang lagi digunakan pada saat ini.
10 Holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP)
Tujuan prosedur ini sama seperti TURP, yaitu untuk menurunkan tekanan
pada kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Di
dalam HoLEP, jaringan prostat berlebih akan dihilangkan dengan sinar laser dari
sebuah alat khusus yang dimasukkan melalui uretra.
11 Prostatic urethral lift implants
Tujuan dilakukannya prosedur ini adalah untuk meredakan gejala-gejala
gangguan berkemih dengan cara mengganjal pembesaran prostat agar tidak
menyumbat saluran uretra menggunakan sebuah implan kecil. Dibandingkan
dengan TURP atau TUIP, risiko terjadinya efek samping berupa gangguan fungsi
seksual dan kerusakan jaringan dalam prosedur prostatic urethral lift
implants terbilang lebih kecil.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) merupakan pertumbuhan berlebihan dari
sel-sel prostat yang tidak ganas dan biasa menyerang pria diatas 50 tahun. Penyebab
BPH tidak diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang
terjadi karena proses penuaan. Gejala dan tanda-tanda dari BPH yaitu sering buang air
kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu
kali, sulit menahan buang air kecil, pancaran melemah, akhir buang air kecil belum
terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat
buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang
yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena
overflow. Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi
bedah konvensional, terapi minimal invasif, dan farmakoterapi. Prognosis BPH tidak
dapat diprediksi, tetapi dapat dikatakan buruk jika tidak segera ditangani karena dapat
berkembang menjadi kanker prostate yang bersifat mematikan. Upaya pencegahan
BPH adalah dengan menjalankan pola hidup sehat. Di antaranya mengonsumsi buah-
buahan yang kaya akan antioksidan seperti tomat, alpokat, kacang-kacangan, dan
mengkonsumsi makanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi
esensial, vitamin dan mineral.
B. SARAN
Agar terhindar dari penyakit BPH sebaiknya pria yang sudah lanjut usia harus bisa
menjaga diri supaya bisa menhindar dan mecegah adanya penyakit BPH. Jika ada
tanda-tanda seperti : sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang
air kecil malam hari lebih dari satu kali, sulit menahan buang air kecil, pancaran
melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada permulaan
buang air kecil, harus mengedan saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus,
dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi
inkontinen karena overflow segeralah periksakan kedokter untuk peninjauan lebih
lanjut agar penyakitnya tidak semakin parah.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-hyperplasia
http://repository.ump.ac.id/1352/3/PUSPITA%20INDAH%20RAKHMAWATI%20BAB%2
0II.pdf

Anda mungkin juga menyukai