Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
V. Dasar Teori :
Aldehid dan keton merupakan dua dari sekian banyak kelompok
senyawa organik yang mengandung gugus karbonil (C = O). Suatu keton
mempunyai dua gugus alkil (aril) yang terikat pada karbon karbonilnya,
sedangkan aldehida mempunyai sekurangnya satu atom hidrogen yang terikat
pada karbon karbonilnya. (Fessenden & Fessenden, 1986)
Pada senyawa organik keton karbon atom karbonilnya dihubungkan denga dua
atom karbon lain.
Sifat fisis dari aldehid dan keton, gugus karbonil terdiri dari sebuah atom
karbon sp2 yang dihubungkan ke sebuah atom oksigen oleh sebuah ikatan sigma
dan sebuah ikatan pi. Ikatan–ikatan sigma gugus karbonil terletak dalam suatu
bidang dengan sudut ikatan kira-kira 120°C di sekitar karbon sp2. Ikatan pi yang
menghubungkan C dan O terletak di atas dan di bawah bidang ikatan-ikatan
sigma tersebut. Gugus karbonil bersifat polar, dengan elektron-elektron dalam
ikatan sigma dan terutama elektron-elektron dalam ikatan pi, tertarik ke oksigen
yang lebih elektronegatif. Oksigen gugus karbonil mempunyai dua pasang
elektron menyendiri. Semua sifat-sifat struktural ini kedataran, ikatan pi, polaritas
dan adanya elektron menyendiri, mempengaruhi sifat dan kereaktifan gugus
karbonil (Fessenden & Fessenden, 1986).
1. Aldehid
Aldehid merupakan senyawa yang memiliki atom hidrogen paling
sedikit yang melekat pada gugus karbonil. Gugus lainnya dapat berupa gugus
hidrogen, alkil atau aril. (Hart, 1987)
Aldehid memiliki rumus molekul RCHO merupakan suatu senyawa
yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua
buah atom hidrogen. (Petrucci, 1987)
Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus –CO;
namanya diturunkan dari asam yang terbentuk bila senyawa dioksidan lebih
lanjut. Aldehid diperoleh pada pengoksidasian sebagian alkohol primer.
Misalnya etil alkohol bila dioksidan menjadi asetaldehide yang bila dioksidan
lagi akan menjadi asam asetat. (Riswiyanto, 2009).
Sifat-sifat Aldehida:
2. Keton
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus
karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil
dengan rumus umum RCOR. Seperti halnya aldehid senyawa keton juga
memiliki IUPAC dan nama umum. Secara IUPAC nama keton adalah turunan
alkana yang akhiran ana diganti on. Oleh karena itu disebut dengan alkanon
(Riswiyanto, 2009).
Keton merupakan senyawa dengan gugus karboksil terikat pada dua
radikal hidrokarbon; keton yang paling sederhana adalah aseton. Aseton
(dimetilketon) CH3COOH3 merupakan zat cair tanpa warna yang mudah
terbakar mempunyai bau yang khas, digunakan sebagai pelarut dalam industri
dan dalam laboratorium (Riswiyanto, 2009).
Sifat-sifat keton:
1. Dapat direduksi dengan gas H2 membentuk alkohol sekunder
2. Dioksidasi menghasilkan asam karboksilat
3. Tidak bereaksi dengan pereaksi Tollens dan Fehling
3. Asam Karboksilat
Asam karboksilat merupakan golongan senyawa organik yang
mengandung gugus fungsional karboksi (COOH). Rumus umum asam
karoksilat adalah RCOOH. Asam karboksilat yang paling sederhana adalah
asam formiat (asam semut (HCOOH). Senyawa tersebut dapat dibuat dari
hasil reaksi dikarboksilasi asam oksalat (Riswiyanto, 2009).
Asam karboksilat yang memiliki 2 karbon disebut dengan asam asetat
(asam cuka). Asam cuka merupakan asam yang bnyak digunakan dikehidupan
sehari-hari (Tim Dosen Kimia Organik UNESA, 2017).
Gugus karboksil pada asam karboksilat mengandung sebuah gugus
karbonil dan sebuah gugus karboksil, antaraksi dari kedua gugus ini
mengakibatjan suatu kereaktifan kimia yang unik untuk asam karboksilat
(Fessenden & Fessenden, 1986).
Senyawa-senyawa yang mengandung gugus karboksil merupakan
asam, karena dalam air senyawa-senyawa tersebut sedikit mengalami ionisasi
dengan pelepasan proton dan dapat dinetralisasikan dengan basa. Asam-asam
organik pada ummnya lemah dibandingkan dengan asam-asam mineral dan
hanya sedikit berdisosiasi dalam air, tetapi kesanggupannya membentuk
garam-garam yang stabil, bahkan dengan basa lemah natrium bikarbonat,
memberikan sifat-sifat fisika dan kimia yang khas pada senyawa-senyawa itu
(Riawan, 1990).
Seperti alkohol, asam karboksilat dapat membentuk ikatan hidrogen
dennga sesamanya.Bahkan dimer (pasangan karboksilat yang berikatan
hidrogen) dapat dijumpai dalam keadaan gas dari asam yang berbobot
molekul rendah.Karena adanya ikatan hidrogen titik didih dan titik leleh asam
karboksilat lebih tinggi dibandingkan senyawa lain yang bobot molekulnya
sama. Semua asam karboksilat aromatik dan asam dikarboksilat adalah
padatan kristal pada suhu kamar (Wilbraham, 1992).
Titik didih asam karboksilat relatif tinggi dibandingkan titik didih
alkohol, aldehida, dan keton dengan bobot molekul yang kira-kira sama.
Misalnya, asam formiat mendidih 23°C lebih tinggi dari pada etanol,
meskipun bobot molekul keduanya sama. Titik didih asam-asam karboksilat
yang sama disebabkan oleh ikatan hidrogen antarmolekul antara dua molekul.
Asam akrboksilat mempunyai gugus karboksil, –CO2H, terdiri dari gugus
karbonil (–CO–) dan satu gugus hidroksil (–OH) (Riawan, 1990).
2. Oksidasi
Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat kokoh dan
kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas.Gugus asam karboksilat teroksidasi
sangat lambat.Asam karboksilat dapat teroksidasi menghasilkan CO2 jika
direaksikan dengan oksidator seperti KmnO4.Kereaktifan dari reaksi ini
tergantung dengan jumlah rantai karbon pada asam karboksilat.Semakin
panjang rantai karbon maka semakin cepat terbentuk produk. Contoh dari
persaman reaksi ini adalah:
HCOOH + KMnO4 → CO2 + MnO2 ↓ + KOH + H2O
Endapan Coklat
CH3COOH + 2KMnO4 → 3CO2 + 2MnO2 ↓ + 2KOH + 2H2O
Endapan Coklat
3. Reduksi
Reduksi asam karboksilat dengan katalis litium alumunium hidrida
menghasilkan alkohol primer
5. Esterifikasi
Dengan alkohol asam karboksilat membentuk ester. Reaksi yang terjadi
merupakan reaksi kesetimbangan.
7. Dekarboksilasi
Asam karboksilat akan membentuk alkana apabila berada dalam suhu
tinggi.
8. Halogenasi
Asam karboksilat dengan halogen dan katalis fosfor membentuk asam
trihalida karboksilat dan hidrogen halida.
VI. Alat dan Bahan
1. Alat dan bahan
Alat-alat :
a. Tabung reaksi 15 buah
b. Termometer 01 buah
c. Erlenmeyer 50 mL 01 buah
d. Gelas ukur 02 buah
e. Rak tabung 01 buah
f. Gelas kimia 50 mL 01 buah
g. Gelas kimia 250 mL 01 buah
h. Kertas saring 02 buah
i. Pembakar spirtus 01 buah
j. Pipa kapiler 01 buah
k. Statif dan klem 01 set
l. Melting point block 01 buah
m. Kompor listrik 01 buah
Bahan-bahan :
a. AgNO3 5% 02 mL t. FeCl3 5% 03 mL
b. NaOH 5% 04 mL u. K4FeCN6 01 mL
c. NH4OH 2% 02 tetes
d. Benzaldehid 01 mL
e. Aseton 2,5 mL
f. Sikloheksanon 01 mL
g. Formalin 01 mL
h. Fehling A 10 mL
i. Fehling B 10 mL
j. NaHSO3 jenuh 05 mL
k. Etanol 10 mL
l. HCl pekat 15 tetes
m. Fenilhidrazin 10 mL
n. Isopropil Alkohol 05 tetes
o. Iodium 01 mL
p. NaOH 1% 04 mL
q. CH3COOH 05 mL
r. KMnO4 1 N 03 mL
s. CH3COONa 05 mL
VII. Alur percobaan
1. Uji Tollens
a. Pembuatan Reagen Tollens
2 mL AgNO3 5%
Regen Tollens
b. Pengujian Tollens
Diamati
Hasil
10 mL fehling A + 10 mL fehling B
Dicampur
Reagen Fehling
b. Pengujian Fehling dan Benedict
5 mL Reagen 5 mL R. Fehling 5 mL R. Fehling 5 mL R. Fehling
Fehling
Dimasukkan dalam Dimasukkan Dimasukkan dalam Dimasukkan
tabung reaksi tabung reaksi tabung reaksi tabung reaksi
+ Beberapa tetes + Beberapa tetes + Beberapa tetes + Beberapa tetes
Formaldehid n-heptaldehid Aseton Sikloheksanon
Dipanaskan 10-15 Dipanaskan 10- Dipanaskan 10-15 Dipanaskan 10-15
menit 15 menit menit menit
Diamati Diamati Diamati Diamati
perubahannya perubahannya perubahannya perubahannya
Diamati
Hasil
3. Adisi Bisulfit
5 mL NaHSO3 jenuh
Filtrat Hablur
Filtrat Hablur
Filtrat Hablur
Disiram dengan 2 mL air es
Diseburkan diatas sehelai kertas saring
Ditentukan titik lelehnya
Hasil
6. Reaksi Haloform
Diamati
Endapan Iodoform warna kuning
7. Kondensasi Alkohol
4 mL NaOH 1%
a.
+ 0,5 mL asetaldehid
Diguncang dan dicatat baunya
Didihkan 3 menit
Dicatat baunya
Hasil
Hasil
b.
10 mL etanol
Filtrat Hablur
Dihablurkan kembali dengan etanol
Dicatat titik lelehnya
Hasil
8. Identifikasi Karboksilat
a.
5 mL asam cuka
Disaring
Residu Filtrat
Hasil
VIII. Hasil Pengamatan
No Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. a. pembuatan reagen tollens AgNO3 = AgNO3 + NaOH = 2AgNO3 (aq) + 2 NaOH Endapan Ag2O
Jernih tidak Terbentuk endapan (aq) → Ag2O (s) + 2 malarut
berwarna abu – abu Ag2O NaNO3 (aq) + H2O (l) membentuk ion
NaOH = AgNO3 + NaOH + kompleks
Jernih tidak NH4OH = Ag2O (s) + NH4OH (aq) Ag(NH3)2OH
berwarna Endapan larut → Ag(NH3)2OH (aq) (aq) yang jerhih
NH4OH = setelah 25 tetesan tidak berwarna
Jernih tidak
berwarna Reagen Tollens =
jerhih tidak
berwarnana
b. uji tollens Benzaldehid = Tollens + Endapan putih
Jernih tidak Benzaldehid + keruh
berwarna dipanaskan = larutan menandakan
menjadi keruh (aq) + bahwa
Ag(NH3)2OH (aq) → benzaldeid
merupakan
gugus aldehid
2. a. pembuatan reagen fehling Fehling A = biru Fehling A + Fehling CuSO4 (aq) + 2KOH Larutan fehling
muda jernih B = biru tua jernih (aq)→ Cu(OH)2 (aq)+ berwarna biru
Fehling B = K2SO4 (aq) tua jernih
jernih tidak
berwarna Cu(OH)2 (aq) → CuO
(aq) + H2O
b. uji fehling Fehling = Fehling + HCOH (aq) + 2CuO (aq) Endapan merah
Biru tua jernih formaldehid + → HCOOH (aq) + Cu2O bata
dipanaskan = larutan (s) membuktikan
Formaldehid = biru tua jernih bahwa
jernih tidak terbentuk banyak formaldehid
berwarna endapan merah bata merupakan
gugus aldehid
Yang berwarna
kecoklatan, filtrat CH3COOH (aq) + H+
merah
tidak berwarna (aq)
1. Uji tollens
Uji tollens merupakan suatu pengujian yang digunakan untuk membedakan
gugus aldehida dan gugus keton dengan prinsip reduksi – oksidasi. Keton tak mudah
dioksidasi, tetapi aldehida sangat mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat
(Fessenden, 1986). Dengan demikian gugus aldehida dan gugus keton dapat
diidentifikasi dengan menggunakan reagensia tollens karena tollens merupakan
oksidator lemah dan aldehida sangat mudah teroksidasi. Reagensia tollens (suatu
larutan basa (dari) ion kompleks perak-amonia) digunakan sebagai uji aldehida
(Fessenden, 1986). Ion Ag+ dalam reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag
(Fessenden, 1986). Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi (Fessenden, 1986). Pada percobaan ini reagensia tollens dibuat
dengan memipet 2 mL AgNO3 1% ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2
tetes NaOH 1% pada penambahan ini terbentuk endapan abu – abu dari Ag2O dengan
reaksi sebagai berikut.
2AgNO3 (aq) + 2 NaOH (aq) → Ag2O (s) + 2 NaNO3 (aq) + H2O (l)
Kemudian setelah terbentuk endapan abu – abu Ag2O pada tabung reaksi
tersebut ditambahkan NH4OH 5% tetes demi tetes sampai endapan larut. Pengujian
akan gagal apabila terlalu banyak amoniak ditambahkan (Tim Dosen Kimia Organik,
2017). Endapan ini larut dalam 25 tetesan NH4OH 5%. Penambahan NH4OH 5% ini
berfungsi untuk membentuk ion kompleks Ag(NH3)2OH yang jernih tidak berwarna
dengan reaksi sebagai berikut.
Ag2O (s) + NH4OH (aq) → Ag(NH3)2OH (aq)
Setelah reagen tollens selesai dibuat, kemudian disiapkan 4 buah tabung
reaksi. Masing – masing tabung tersebut diisi dengan 1 mL reagen tollens dengan
menggunakan gelas ukur. Gelas ukur digunakan agar volume reagen tollens pada tiap
tabung reaksi presisi. Pada tabung reaksi I ditambahkan 2 tetes benzaldehid, pada
tabung reaksi II ditambahkan 2 tetes aseton, pada tabung III ditambahkan 2 tetes
sikloheksanon, pada tabung IV ditambahkan 2 tetes formaldehid.
Tabung Reaksi I
Pada tabung reaksi I 1 mL reagen tollens yang jernih tidak berwarna
ditambahkan 2 tetes benzaldehid dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian
campuran pada tabung reaksi tersebut dihomogenkan dengan cara dikocok. Hal ini
berfungi agar reagen tollens dan benzaldehid menjadi homogen. Kemudia campuran
pada tabung I tersebut didiamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 10
menit tabung yang berisi campuran reagen tollens dan benzaldehid dipanaskan dalam
penangan air pada suhu 30o – 50o C selama 5 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk
mempercepat laju reaksi agar campuran tersebut lebih cepat bereaksi. Pemanasan
dalam penangas air ini berfungsi agar tabung tidak langsung kontak dengan api yang
dapan mengakibatkan letupan pada tabung. Setelah dilakukan pemanasan, larutan
yang semula jernih tidak berwarna berubah menjadi putih keruh. Kekeruhan terjadi
akibat adanya reaksi antara benzaldehid dengan reagen tollens.
Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung
reaksi (Fessenden, 1986). Pada tabung I ini tidak terbentuk cermin perak, hanya
terbentuk larutan abu – abu yang keruh. Cermin perak merupakan endapan perak yang
menempel pada dinding tabung reaksi sedangkan pada tabung ini endapan tidak
menempel pada dinding tabung karena sifat benzadehid yang seperti minyak sehingga
endapan Ag tidak menempel pada dinding tabung. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa benzaldehid merupakan gugus aldehida.
Tabung Reaksi II
Pada tabung reaksi II 1 mL reagen tollens yang jernih tidak berwarna
ditambahkan 2 tetes aseton dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian campuran
pada tabung reaksi tersebut dihomogenkan dengan cara dikocok. Hal ini berfungi agar
reagen tollens dan aseton menjadi homogen. Kemudia campuran pada tabung II
tersebut didiamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 10 menit tabung yang
berisi campuran reagen tollens dan aseton dipanaskan dalam penangas air pada suhu
30o – 50o C selama 5 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat laju reaksi.
Pemanasan dalam penangas air ini berfungsi agar tabung tidak langsung kontak
dengan api yang dapan mengakibatkan letupan pada tabung.
Setelah dilakukan pemanasan, larutan yang semula jernih tidak berwarna tidak
mengalami perubahan dan tetap jernih tidak berwarna.
Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung
reaksi (Fessenden, 1986). Pada tabung II ini tidak terbentuk cincin perak maupun
endapan abu – abu yang menandakan endapan Ag atau dengan kata lain pada tabung
II ini tidak mengalami reaksi karena menurut (Fessenden, 1986) keton tak mudah
dioksidasi, tetapi aldehida sangat mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat.
Sehingga dapat diambil kesimpula bahwa aseton bukan merupakan gugus aldehida
tetapi merupakan gugus keton.
Tabung III
Pada tabung reaksi III 1 mL reagen tollens yang jernih tidak berwarna
ditambahkan 2 tetes sikloheksanon yang kuning muda jernih dengan menggunakan
pipet tetes. Kemudian campuran pada tabung reaksi tersebut dihomogenkan dengan
cara dikocok dan menghasilkan larutan berwarna kuning muda yang jernih. Hal ini
berfungi agar reagen tollens dan sikloheksanon menjadi homogen. Kemudian
campuran pada tabung III tersebut didiamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan
selama 10 menit tabung yang berisi campuran reagen tollens dan sikloheksanon
dipanaskan dalam penangan air pada suhu 30o – 50o C selama 5 menit. Pemanasan ini
berfungsi untuk mempercepat laju reaksi. Pemanasan dalam penangas air ini
berfungsi agar tabung tidak langsung kontak dengan api yang dapan mengakibatkan
letupan pada tabung.
Setelah dilakukan pemanasan, larutan yang semula kuning mudah jernih
menghasilkan sedikit cermin perak pada dinding tabung. Hal ini tidak sesuai dengan
teori karena sikloheksanon sebuah gugus metoksi yang terikat pada cincin
sikloheksana.
+ Ag(NH3)2OH (aq) →
Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung
reaksi (Fessenden, 1986). Namun pada tabung III ini tidak seharusnya terbentuk
cincin perak, karena reagen tollens merupakan oksidator lemah dan gugus keton sulit
mengalami oksidasi sehingga terbentuknya cermin perak pada tabung III bukan akibat
reaksi antara sikloheksanon dan tollens melainkan ada komtaminan dari zat lain.
Kontaminan ini disebabkan misalnya karena pipet tetes yang tidak steril ataupun botol
reagen yang tidak ditutup rapat. Sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa
sikloheksanon merupakan gugus keton.
Tabung IV
Pada tabung reaksi IV 1 mL reagen tollens yang jernih tidak berwarna
ditambahkan 2 tetes formaldehid dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian
campuran pada tabung reaksi tersebut dihomogenkan dengan cara dikocok. Hal ini
berfungi agar reagen tollens dan formaldehid menjadi homogen. Kemudia campuran
pada tabung IV tersebut didiamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 10
menit tabung yang berisi campuran reagen tollens dan benzaldehid dipanaskan dalam
penangan air pada suhu 30o – 50o C selama 5 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk
mempercepat laju reaksi agar campuran tersebut lebih cepat bereaksi. Pemanasan
dalam penangas air ini berfungsi agar tabung tidak langsung kontak dengan api yang
dapan mengakibatkan letupan pada tabung. Setelah dilakukan pemanasan, larutan
yang semula jernih tidak berwarna menghasilan cermin perak pada dinding tabung.
HCOH (aq) + Ag(NH3)2OH (aq) → HCOONH4 (aq) + 2Ag(s) + 3NH3 (aq) + 2H2O (l)
Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung
reaksi (Fessenden, 1986). Pada tabung IV ini terbentuk cermin perak. Cermin perak
merupakan endapan perak (Ag) yang menempel pada dinding tabung reaksi. Sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa formaldehid merupakan gugus aldehida.
2. Uji Fehling
Uji fehling merupakan pengujian secara kualitatif untuk membedakan gugus
aldehid dan keton dengan prinsip oksidasi – reduksi. Pengujian menggunakan fehling
ini prinsipnya tidak jauh berbeda dengan uji tollens, perbedaannya pada kompleks
logam yang digunakan.
Larutan fehling dibagi atas dua macam yaitu larutan fehling A (CuSO4) dan
larutan fehling B (KOH dan Na-K tartrat) (Nigam, 2007). Pengujian secara kualitatif
ini berdasarkan keberadaan gugus aldehida atau keton yang bebas (Nigam, 2007).
Ketika larutan basa dari Cu(OH)2 dipanaskan dalam sampel yang mengandung
alehida, hasil yang didapatkan adalah endapan warna merah bata dari Cu2O.
Tabung I
Pada tabung reaksi I diukur 5 mL larutan fehling yang berwarna biru tua jernih
menggunakan gelas ukur. Digunakan gelas ukur agar volume larutan fehling yang
diukur akurat dan presisi. Kemudian ditambahkan 5 tetes formaldehid yang jernih
tidak berwarna kemudian didihkan dalam penagas air selama 10 – 15 menit. Penangas
air ini digunakan agar tabung reaksi tidak mengalami kontak langsung dengan api.
Setelah dipanaskan selama 10 – 15 menit terbentuk endapan merah bata. Endapan
tersebut merupakan endapan Cu2O. Endapan merah bata tersebut menandakan bahwa
Cu2+ dalam larutan fehling direduksi menjadi Cu+ .
+2 +1
HCOH (aq) + 2CuO (aq) → HCOOH (aq) + Cu2O (s)
Tabung II
Pada tabung reaksi II diukur 5 mL larutan fehling yang berwarna biru tua
jernih menggunakan gelas ukur. Digunakan gelas ukur agar volume larutan fehling
yang diukur akurat dan presisi. Kemudian ditambahkan 5 tetes aseton yang jernih
tidak berwarna kemudian didihkan dalam penagas air selama 10 – 15 menit. Penangas
air ini digunakan agar tabung reaksi tidak mengalami kontak langsung dengan api.
Setelah dipanaskan selama 10 – 15 menit terbentuk sedikit endapan merah bata.
Menurut (Fessenden, 1986) keton tak mudah dioksidasi, tetapi aldehida sangat mudah
teroksidasi menjadi asam karboksilat. Dalam uji fehling ini aseton seharusnya tidak
bereaksi dengan larutan fehling karena keton sulit teroksidasi.
Terbentuknya sedikit endapan merah bata pada tabung II bukan akibat reaksi
antara aseton dan fehling melainkan ada komtaminan dari zat lain. Kontaminan ini
disebabkan misalnya karena pipet tetes yang tidak steril ataupun botol reagen yang
tidak ditutup rapat. Sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa aseton merupakan gugus
keton.
Tabung III
Pada tabung reaksi III diukur 5 mL larutan fehling yang berwarna biru tua
jernih menggunakan gelas ukur. Digunakan gelas ukur agar volume larutan fehling
yang diukur akurat dan presisi. Kemudian ditambahkan 5 tetes sikloheksanon yang
jernih tidak berwarna kemudian didihkan dalam penagas air selama 10 – 15 menit.
Penangas air ini digunakan agar tabung reaksi tidak mengalami kontak langsung
dengan api. Setelah dipanaskan selama 10 – 15 menit terbentuk sedikit endapan
merah bata. Menurut (Fessenden, 1986) keton tak mudah dioksidasi, tetapi aldehida
sangat mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat. Dalam uji fehling ini
sikloheksanon seharusnya tidak bereaksi dengan larutan fehling karena keton sulit
teroksidasi.
+ CuO(aq) →
Terbentuknya sedikit endapan merah bata pada tabung III bukan akibat reaksi
antara sikloheksanon dan fehling melainkan ada komtaminan dari zat lain.
Kontaminan ini disebabkan misalnya karena pipet tetes yang tidak steril ataupun botol
reagen yang tidak ditutup rapat. Sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa sikoheksanon
merupakan gugus keton.
3. Adisi Bisulfit
Percobaan ketiga dilakukan uji adisi bisulfit. Bisulfit digunakan sebagai reagen
hal ini dikarenakan bisulfit termasuk nukleofil. nukleofil adalah reagen yang
membentuk ikatan kimia terhadap partner reaksinya atau sebuah spesies
(ion atau molekul) yang tertarik kuat ke sebuah daerah yang bermuatan positif pada
sesuatu yang lain. Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan senyawa karbonil
dengan campurannya melalui reaksi adisi aseton dengan bisulfit.
Tahap pertama yaitu menyiapakan Erlenmeyer, kemudian memasukkan 5 ml
larutan natrium bisulfit jenuh larutan tidak berwarna kedalam Erlenmeyer 50 ml.
Didinginkan larutan dalam air es. Pendinginan dalam air es ini berfungsi untuk
mempercepat reaksi agar terbentuk hablur sempurna. Selain itu proses pendinginan
dapat membentuk Kristal. Setelah pendinginan larutan menjadi keruh. Lalu
ditambahkan beberapa tetes demi tetes aseton sebanyak 2,5 ml sambil dikocok dan
ditunggu selama 5 menit larutan tidak berwarna. Penambahan aseton yaitu untuk
memutus ikatan rangkap amenjadi terbuka atau tunggal. Suatu pereaksi yang
mengadisi akan terputus menjadi dua gugus yang kemudian terikat pada ikatan yang
terbuka atau tunggal. Jika pereaksi yang mengadisi tersebut bersifat polar maka
gugus yang lebih positif terikat pada oksigen, sedangkan gugus yang lebih negatif
terikat pada karbon.Setelah 5 menit ditambahkan 10 ml etanol larutan menjadi keruh
dan terdapat hablur yang berwarna putih. Setelah itu hablur dipisahkan dengan
filtratnya dengan disaring. Filtrate yang dihasilkan berupa larutan yang tidak
berwarna sedangkan residua tau hablur berwarna putih. hablur yang tertinggal di
kertas saring dipindahkan kedalam tabung reaksi dengan spatula. Lalu ditambahkan
beberapa tetes Hcl pekat larutan tidak berwarna atau endapan larut. Pada saat
penambahan Hcl dilakukan di lemari asam hal ini dikarenakan sifat Hcl yang korosif.
Penambahan hcl pekat berfungsi untuk membentuk kembali ikatan rangkap yaitu
trbentuknya kembali aseton. sesuai dengan teori bahwa proses adisis apapbila
ditambahkan dengan asam atau basa encer akan terbentuk kembali suatu aldehid atau
keton. Reaksi ini berjalan secara reversible.reaksi yang terjadi :
Pada Percobaan ini didasarkan pada prinsip reaksi ADISI. Reaksi ini ditandai
dengan terputusnya ikatan pi pada gugus karbonil dan terbentuknya ikatan sigma baru
dengan atom atau gugus-gugus lain. Pasangan elektron bebas pada atom nitrogen
amoniak dan senyawa-senyawa lain yang sejenis menyebabkan senyawa-senyawa ini
boleh bereaksi menghasilkan fenil hidrazon setelah reaksi yang mula-mula terbentuk
membebaskan satu mol air. Hasil ini seringg berwujud hablur, sehinggga ia bisa
digunakan (melalui titik lelehnya) untuk membedakan aldehid dan keton (Tim kimia
organik, 2017 : 3).
Tabung Reaksi 1
+ H2O
(l)
Benzil fenilhidrason
Lalu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas saring. Di bawah
corong diletakkan tabung reaksi untuk menampung filtrate. Hasil dituang secara
perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Hasilnya terdapat residu
berupa hablur berwarna orange diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di
dalam tabung reaksi.
Kemudian hablur dicuci dengan air dingin menggunakan pipet tetes. Fungsi
dari pipet tetes untuk mengurangi/ menambah jumlah zat (larutan) dalam jumlah kecil.
Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes ke dalam hablur yang masih
terletak di ddalam corrong. Teteskan dengan mengelilingi hablur, agar semua hablur
dapat terkena. Air dingin ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk
hablur dengan sempurna).
Selanjutnya hablur tersebut menambahksn larutan etanol (tidak berwarna)
sebanyak 3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika hablur benar-benar
terbebas dari kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah hablur. Kemudian
disaring dengan langkah yang sama seperti diawal.
Setelah hablur disaring, selanjutnya kedua hablur dari tabung yang berbeda
tadi dipindahkan ke kaca arloji untuk pengeringan. Tidak lupa memberi label pada
kaca arloji yang digunakan. Kaca arloji merupakan alat yang berfungsi untuk
menimbang bahan-bahan kimia yang bersifat higroskopis, sebagai penutup saat
melakukan pemanasan bahan kimia, dan sebagai wadah untuk mengeringkan suatu
bahan dalam desikator. Membutuhkan waktu sekitar 1 hari agar hablur kering.
Pengeringan dilakukan dengan desikator. Desikator adalah alat untuk menyimpan dan
mengeringkan atau menghilangkan kadar air pada bahan yang mudah bepengaruh
pada kelembaman.
Cara membuka desikator dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan
silica pada bagian bawah desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen.
Silika gel ini berfungsi untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang
bersuhu/berudara dan membantu menahan kerusakan barang yang disimpan Setelah
itu meletakkan bahan diatasnya. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.
Hari selanjutnya, percobaan dilanjutkan dengan mengambil hablur yang sudah
kering (berwarna orange) yang ada di dalam desikator. Kemudian dilakukan
penentuan titik leleh hablur dari benzaldehid yang telah kering.
Caranya disiapkan terlebih dahulu alat yang dibutuhkan antara lain, pipa
kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta kompor listrik. Hablur tadi
yang sudah kering dimasukan kedalam pipa kapiler. Dan aat alat tersebut disusun
seperti ini
Kemudian diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna orange
menjadi tidak berwarna. Perubahan warna ini menunjukkan jika titik leleh dari
benzaldehid telah tercapai. Ketika sudah berubah bentuk, maka dicatat suhunya yaitu
1440C.
Dengan data ini maka dapat dikatakan jika titik leleh benzaldehid sebesar 1440C.
Hal ini sebenarnya terlampau jauh dari teori yang ada, dimana menurut teori titik leleh
benzaldehid sekitar 120-1300C. Hal ini mungkin terjadi karena terdapat beberapa
kesalahan dalam percobaan misalnya kekuarangtepatan mengamati apakah suatu
sampel sudah leleh apa belum dan juga mungkin keterlambatan membaca termometer
ketika tepat leleh.
Tabung Reaksi II
Tabung Reaksi II perlakuannya sama dengan tabung reaksi I. Hanya saja
tabung reaksi II ditambahkannya 10 tetes sikloheksanon. Pertama, mengukur volume
sebanyak 5 mL Fenil Hidrazin menggunakan gelas ukur. Gelas ukur digunakan untuk
mengukur larutan. Gelas ukur dipilih karena memiliki tingkat ketelitian 99%
dibandingkan jika diukur dengan menggunakan gelas kimia dengan tingkat ketelitian
95%. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk
meniscus. Cara membaca meniscus atau menggunakan gelas ukur harus tepat, dengan
arah tegak lurus dengan mata.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 tetes
sikloheksanon (tidak berwarna) ke dalam tabung. Kemudian tabung di tutup dan
diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit agar larutan homogeny dan kemudian
bereaksi membentuk hablur. Berikutnya ketika sudah muncul hablur yang berwarna
endapan merah kecoklatan diatas, yang menunjukkan terbentuknya fenilhidrason.
Dengan persamaan reaksinya sebagai berikut :
+ H2O (l)
Siklo fenilhidrason
Kemudian larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas saring.
Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan diletakkan
diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk menampung filtrate.
Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Hasilnya
terdapat residu berupa hablur berwarna merah kecoklatan diatas kertas saring dan
filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi.
Lalu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas saring. Di bawah
corong diletakkan tabung reaksi untuk menampung filtrate. Hasil dituang secara
perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Hasilnya terdapat residu
berupa hablur berwarna orange diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di
dalam tabung reaksi.
Kemudian hablur dicuci dengan air dingin menggunakan pipet tetes. Fungsi
dari pipet tetes untuk mengurangi/ menambah jumlah zat (larutan) dalam jumlah kecil.
Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes ke dalam hablur yang masih
terletak di ddalam corrong. Teteskan dengan mengelilingi hablur, agar semua hablur
dapat terkena. Air dingin ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk
hablur dengan sempurna).
Selanjutnya hablur tersebut menambahksn larutan etanol (tidak berwarna)
sebanyak 3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika hablur benar-benar
terbebas dari kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah hablur. Kemudian
disaring dengan langkah yang sama seperti diawal.
Setelah hablur disaring, selanjutnya kedua hablur dari tabung yang berbeda
tadi dipindahkan ke kaca arloji untuk pengeringan. Tidak lupa memberi label pada
kaca arloji yang digunakan. Kaca arloji merupakan alat yang berfungsi untuk
menimbang bahan-bahan kimia yang bersifat higroskopis, sebagai penutup saat
melakukan pemanasan bahan kimia, dan sebagai wadah untuk mengeringkan suatu
bahan dalam desikator. Membutuhkan waktu sekitar 1 hari agar hablur kering.
Pengeringan dilakukan dengan desikator. Desikator adalah alat untuk menyimpan dan
mengeringkan atau menghilangkan kadar air pada bahan yang mudah bepengaruh
pada kelembaman.
Cara membuka desikator dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan
silica pada bagian bawah desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen.
Silika gel ini berfungsi untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang
bersuhu/berudara dan membantu menahan kerusakan barang yang disimpan Setelah
itu meletakkan bahan diatasnya. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.
Hari selanjutnya, percobaan dilanjutkan dengan mengambil hablur yang sudah
kering (berwarna merah) yang ada di dalam desikator. Kemudian dilakukan penentuan
titik leleh hablur dari benzaldehid yang telah kering.
Caranya disiapkan terlebih dahulu alat yang dibutuhkan antara lain, pipa
kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta kompor listrik. Hablur tadi
yang sudah kering dimasukan kedalam pipa kapiler. Dan aat alat tersebut disusun
seperti ini
Kemudian diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna merah
menjadi coklat. Perubahan warna ini menunjukkan jika titik leleh dari benzaldehid
telah tercapai. Ketika sudah berubah bentuk, maka dicatat suhunya yaitu 850C.
Dengan data ini maka dapat dikatakan jika titik leleh sikloheksanon sebesar
850C. Hal ini sebenarnya terlampau sedikit jauh dari teori yang ada, dimana menurut
teori titik leleh sikloheksanon sekitar 800C. Hal ini mungkin terjadi karena terdapat
beberapa kesalahan dalam percobaan misalnya kondisi hablur yang tidak benar-benar
kering, kekuarangtepatan mengamati apakah suatu sampel sudah leleh apa belum dan
juga mungkin keterlambatan membaca termometer ketika tepat leleh.
5. Pembuatan oksim
Percobaan ini tidak dilakukan dikarenakan bahan yang digunakan untuk
melakukan percobaan ini tidak tersedia didalam laboratorium.
6. Reaksi Haloform
Percobaan keenam yaitu uji haloform atau uji iodofrom. Percobaan ini
menggunakan prinsip haloform dari metil keton percobaan ini berfungsi untuk
mengetahui kemampuan aldehid dan keton untuk diionisasi membentuk senyawa
haloform.
Pertama- pertama yaitu menyiapakan 2 tabung. Tahap pertama yaitu
mengambil 3 mL larutan NaOH 5% dengan pipet tetes dan menuangkan kedalam
tabung reaksi larutan tidak berwarna.penambahan NaOH menjaga agar larutan tetap
berada dalam suasan basa. Kemudian Ditambahkan 5 tetes aseton larutan tidak
berwarna ke tabung. Setelah itu ditambahkan 10 ml larutan iodium larutan berwarna
kuning sambil diguncang-guncangkan larutan tidak berwarna berubah menjadi
endapan kuning ++ didasar tabung dan terdapat bau seperti obat.Endapan kuning ini
merupakan suatu haloform yang menanadakan aseton dan larutan iodium bereaksi
dengan bantuan NaOH pada keadaan basa.
Pada keadaan basa atom hydrogen alfa akan mudah digantikan atau
disubstitusi oleh halogen hal ini diakibatkan adanya pengaruh tarikan electron dari iod
atau halogen maka atom H sisa pada karbon lafa menjadi semakin asam sehinggan
mudah dituka oleh halogen. Reaksi yang terjadi:
Tahap kedua yaitu mengambil 3 ml larutan NaOH 5% dengan pipet tetes dan
menuangkan kedalam tabung reaksi larutan tidak berwarna.penambahan NaOH
menjaga agar larutan tetap berada dalam suasan basa. Setelah itu ditambahkan 5 tetes
isopropyl alkohol lalu ditambahkan 10 ml larutan iodium larutan berwarna kuning
sambil diguncang-guncangkan larutan tidak berwarna berubah menjadi endapan
kuning ++ didasar tabung dan terdapat bau seperti obat. Reaksi yang terjadi:
Dari data diatas dapat dilihat bahwa endapan yang diperoleh lebih banyak
yaitu pada aseton dibandingkan dengan isopropyl alcohol hal ini dikarenakan adanya
ikatan rangkap pada gugus C=O yang ikatan rangkapnya akan teradisi menjadi ikatan
tunggal sehingga lebih banyak C berikatan dengan I-
Percobaan ketiga dan keempat yaitu uji haloform dengan 2- pentanon dan 3-
pentanon tidak dilakukan hal ini dikarenakan tidak tersedianya bahan di laboratorium
tersebut.
7. Kondensasi Aldol
percobaan ketujuh yaitu uji kondensasi aldol.. Kondensasi aldol adalah adisi
nukleofilik dari ion enolat terhadap gugus karbonil dengan produk reaksi b-
hidroksi keton atau b-hidroksi aldehida, dimana senyawa enolat dan gugus
karbonil yang diserang adalah dua senyawa yang sama.
Tahap pertama yaitu memasukkan 4 ml larutan 1 % natrium hidroksida larutan
tidak berwarna ke dalam tabung reaksi. Penambahan NaOH berfungsi untuk mengikat
H+ untuk membentuk H2O dan dilepas untuk menjaga larutan agar tetap basa.
Kemudian menambahkan 0,5 ml asetaldehid lalu dokocok agar larutan homogeny
larutan tetap tidak berwarna. Selan itu menghasilkan bau seperti bau balon yang
didapat dari bau asetaldehid. Lalu dididhkan selama 3 menit. Fungsi dididihkan yaitu
mempercepat reaksi Setelah 5 menit dididhkan larutan berwarna kuning keruh
terdapat endapan dan menghasilkan bau seperti bau tengik dari krotanaldehid.reaksi
yang terjadi:
8. Identifikasi Karboksilat
Pada percoban ini akan diidentifikasi gugus karboksilat secara kualitatif
dengan metode reaksi redoks dan reaksi pembentukan kompleks.
Tabung I
Pada percobaan ini gugus karboksilat diidentifikasi dengan prinsip reaksi
redoks. Langkah awal dari percoban ini yaitu siapkan satu buah tabung reaksi
kemudian ditambahkan 5 mL asam asetat yang jernih tidak berwarna menggunakan
gelas ukur. Kemudian ditambahkan dengan larutan KMnO4 1 N yang berwarna ungu.
KMnO4 merupakan oksidator kuat. Pada tabung ini gugus karboksilat (CH3COO-)
dioksidasi menjadi gas karbon dioksida dan MnO4- direduksi menjadi MnO2-.
Setelah penambahan KMnO4 tidak terjadi perubahan warna pada tabung yaitu larutan
pada tabung tetap berwarna ungu namun terbentuk gas CO2.
Tabung II
Kemudian tabung II ini dipanaskan pada penangas air. Ketika dipanaskan ion
kompleks [Fe3(OH)2(CH3COO)6]+ akan mengendap menjadi Fe(OH)2CH3COO yang
berwarna coklat.
No Gambar Keterangan
1 Reagen Tollens di masing masing
tabung reaksi
2 Pengujian Tollens
Tabung 1 = + benzaldehid
Tabung 2 = + Aseton
Tabung 3 = + sikolheksanon
Tabung 4 = + Formalin
5 Fehling A + Fehling B
6 Adisi Bisulfit
13 Kondensasi Aldol
NaOH + asetaldehid. Dan setelah di
panaskan. Endapan berwarna kuning.
Bau seperti balon
14
Identifikasi Karboksilat
Asam Cuka + KMnO4. Larutan
berwarna ungu kehitaman.
15 Identifikasi Karboksilat
CH3COONa + FeCl3
16 Identifikasi Karboksilat
CH3COONa + FeCl3. Dan dipanaskan
18 Filtrat + K4FeCN6.
Daftar Pustaka
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 1986. Organic Chemistry 3rd Edition.
Jakarta: Erlangga (diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A. Hadyana tahun
1989)
Hart, Harold. 1987. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga
Petrucci, R.H. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga
Tim Dosen Kimia Orgnaik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Surabaya:
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya