Anda di halaman 1dari 26

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jika kita membahas kembali kerangka blom tentang status kesehatan,


maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan sosial yaitu,
lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi,
perilaku, keturunan dan pelayanan lesehatan. Selanjutnya blum juga
menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja
mempengaruhi status kesehatan, tetai juga mempengaruhi perilaku kesehatan.

Manusia adalah makhluk sosial, yairtu makhluk yang saling bergantungan


kehidupam satu sama lain, karena manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu
membutuhkan pertolongan orang lain . dengan perkataan laim, manusia
makhluk berbudaya, yang dikarunia akal oleh tuhan yang berbeda dengan
binatang. Oleh karena itu, oleh tuhan yang berbeda selalu menggunakan
akalnya untuk memecahkan masalah yang dihadapainya, termasuk masalah
kesehatan.

Sebagaimana kita ketahui, masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku


bangsa yang mempengaruhi latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Lingkungan budaya tersebut sangat mempengaruhi tinghkah laku manusia
yang memiliki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya,
menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk
dalam perilaku kesehatan.

Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial norma-

norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan,

lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang interaksi sosial.

Para sosiolog mengklasifikasikan masyarakat statis dan masyarakat

dinamis, masyarakat statis dimaksudkan masyarakat yang sedikit sekali yang

4
5

mengalami perubahan dan berjalan lamabat. Masyarakat yang dinamais adalah

masyarakat- masyarakat yang mengalami berbagai perubahan secara cepat.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada dunia dewasa ini merupakan gejala

yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat kebagian-bagian dunia

lain dengan komunikasi yang modren.

Perubahan dalam masyarakat memang telah terjadi dari zaman dahulu.

Namun dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat

sehingga membingungkan manusia untuk mengahadapinya, yangs ering

berjalan secara konstan. Ia memang terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi

karena sifatnya yang berantai, perubahan terlihat berlangsung terus, walau pun

diselingi keadaan dimana pun mengadakan reorganisasi unsur-unssur struktur

masyarakat yang terkena perubahan.

Dengan masalah tersebut, maka petugas kesehatan yang memberikan


pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan latar belakang yang
dilayaninya, agar pelayanan kesehatan diberikan hasil yang optimal, yaitu
meningkatkan kesehatan masyarakat.
6

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep perilaku kesehaatan ?
2. Apa yang mempengaruhi aspek sosial budaya dalam perilaku
kesehatan ?
3. Bagaimana bisa terjadi adanya perubahan sosial budaya ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahu konsep perilaku kesehatan
2. Untuk mengetahui aspek sosial budaya dalam perilaku kesehatan.
3. Untuk pengetahui terjadinya perubahan sosial budaya.
7

BAB II

PERILAKU KESEHATAN

A. PENGERTIAN PERILAKU KESEHATAN

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),


merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”
atau Stimulus – Organisme – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam


bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

7
8

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau


terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
oleh orang lain.

B. KLARIFIKASI PERILAKU KESEHATAN

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon


seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok:

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkatkan


Perlilaku ini disebut perilaku sehat(healthy behavior), dalam
mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah,
atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif) dan perilaku dalam
mengupayakan meningkatkan kesehatan. Contohnya : makan dengan gizi
yang seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok dan meminum
minuman keres, dan cuci tangan menggunakan sabun sebelum makan.
2. Perilku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.
Perilaku ini disebut perlaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behaviour). Perilaku ini di mencakup tindakan-tindakan yang
diambol seseorang atau anknyaa bila sakit atau memperoleh kesembuhan
atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya.

C. DOMAIN PERILAKU

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku


itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut
tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini
9

dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau


meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif
(kognitif domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor
(psicomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli
pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur
dari :

1. Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

a. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia,


minat, kondisi fisik.

b. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat,


sarana.

c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan


metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi


yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang


diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
10

3) Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek


kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
dan ada kaitannya dengan yang lain.

5) Sintesa

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi / objek.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek


b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (obyek).
11

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan


menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu


masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya


dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt


behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai
beberapa tingkatan :

1. Respon terpimpin (guide response)

Apabila subjek atau seseorag telah melakukan sesautu tetapi masih


tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar


secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia
sudah mancapai praktik tingkat tiga.
12

3. Adopsi (adoption)\

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah


berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo


(2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1) Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih


dahulu terhadap stimulus (objek)

2) Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus

3) Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut


bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,


kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
13

D. ASUMSI DETERMINAN PERILAKU

Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai


kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya
yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya.

Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala


kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman,
keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu
yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain :

1. Teori Lawrence Green (1980)

Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari


tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku
(non behavior causes).

Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :

1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan


fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
14

3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan


perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2. Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa


perilaku merupakan fungsi dari :

1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau


perawatan kesehatannya (behavior itention).

2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas


kesehatan (accesebility of information).

4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil


tindakan atau keputusan (personal autonomy).

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3. Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku


tertentu adalah :

1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk


pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang
terhadap objek (objek kesehatan).

2) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,


tenaga dan sebagainya.

3. adanya acuan referensi dari seseornag atau pribadi yang


dipercayai(personal referencess). Didalam masyarakat, dimana sikap
15

paternalistik masih kuat, amaka perubahan perilaku masyarakat


tergantung dari perilaku acuan yang pada umumnya adalah parah
tokoh, masyakat setempat.

4. sosial budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap


terbentuknya perilaku seseorang.
16

BAB III

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU KESEHATAN

A. MASYARAKAT

Menurut Koentjaraningrat dalam buku pengantar antropologi


menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang bersifatnya
berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa idetitas bersama.

Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin dalam buku Culture sociologi (1954),
masyarakat adalah kelompok manusia yang besar persatuan yang sama.
Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.

Dengan definisi tersebut, tampak pengertian masyarakat masih dirasakan


luas dan abstrak sehingga untuk lebih konkretnya maka kita bahas unsur-
unsur masyarakat. Menurut Koenjaraningrat (1996) unsur masyarakat dapat
dikelompokan dalam 2 bagian :

1.Kesatuan sosial
2 Pranatal sosial

B. KEBUDAYAAN

Definisi kebudayaan sebagai bangunan indah, candi, tari-tarian, seni suara


dan seni rupa. Dengan perkataan lain kebudayaan lain diartikan kesenian. Ada
pula yang memberikan definisi kebudayaan sebagai hasil hak cipta, karsa dan
rasa. Sebenarnya kata budaya berasal dari Sansekerta budhaya, bentuk jamak
dari budhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sekitar 176
definisi kebudayaan yang telah berhasil dikumpulkan oleh A.L Kroeber dan C.

16
17

Kluckhohn (Koentjaraningrat, 1996). Dibawah ini dikutip defini kebudayaan


dari nuku pengantar antropologi yang antara lain sebagai berikut :

1. Taylor dalam bukunya Primitve culture, memberikan definisi kebudayaan


sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamua terkandug ilmu
pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan kesenian. Moral, hum, adat
istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang dapat
manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Koentjaraningrat menjelaskan, bahwa kebudayaan adalah seluruh kelakuan
dan hasil kelakuan manusia oleh tata kelakuan yang harus didapatkan
dengan belajar dan yang semua nya tersusun dalam kesehatan masyarakat.

Dari keduaa definisi tersebut, Taylor menjelaskan tentang unsur budaya yaitu :

a. Sistem religi
b. Sistem dan organisasi masyarakat
c. Sistem pengetahuan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Mata pencaharian
g. Teknologi dan peralatan

Kesenian masyarakat juga perlu dipelajari karena petugas dapat


memanfaatkan kesenian yang ada dimasyarakat untuk menyampaikan pesan
kesehatan. Sistem mata pencarian perlu dipelajari karena ada kaitannya dengan
pola penyakit yang diderita oleh masyarakat tersebut. Teknologi dan peralatan
yang dimiliki masyarakat dapat kita gunakan dalam upaya kita mengubah
perilaku kesehatan masyarakat karena masyrakat akan lebih mudah menerima
pesan yang di sampaikan petugas jika petugas menggunakan teknologi dan
peralatan yang dikenal oleh masyarakat. Sebagai contoh, petugas yang akan
memberikan contoh bagaimana cara mengelolah makan yang baik, tidak
menggunakan alat masak yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat
supaya mereka mudah meniru apa yang digunakan petugas kesehatan
18

Selanjutnya Koentjaraningrat (1996) menjelaskan bahwa kebudayaan paling


sedikit mempunyai wujud yaitu:

a. Tata kelakuan
b. Kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda hasil karya manusia.

Petugas kesehatan tertentu perlu mempelajari budaya masyarkat dimana


mereka bekerja. Beberapa konsep masyarakat kebudayaan suatu masyarakat
menurut Koentjaraningrat (1996) adalah :

1. Menghindari sikap ethnocentrism yaitu sikap yang memberi penilaian


tertentu kepada kebudayaan mereka yang dipelajari
2. Masyarakat yang hidup didalam kebudayaan sendiri biasanya tidak
menyadari memiliki kebudayaan kecuali apabila mereka memasuki
masyarakat lain dan bergaul dengan masyarakat lain itu
3. Terdapat variabilitas didalam perubahan kebudayaan atau unsur
kebudayaan yang akan lebih sukar berubah bila dibandingkan dengan
kebudayaan lain
4. Unsur kebudayaan saling kait mengait.

C. ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI PERILAKU


KESEHATAN DAN STATUS KESEHATAN
1. Aspek sosial yang mempengaruhi Status Kesehatan dan perlaku kesehatan
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Status ekonomi
Jika dilihat dari golongan umur, maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalkan dikalanagn balita banyak yang
menderita penyakit infeksi sedangkan golongan usia lanjut lebih banyak
menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner,
kanker dan lain-lain. Demikian juga ada penyakit jenis kelamin. Misalkan
19

yang diderita oleh golongan berdasarkan jenis kelamin. Misalkan


dikalangan wanita lebih banyak menderita penyakit kanker payudara,
sedangkan laki-laki banyak penyakit prostat. Disamping iitu ada hubungan
antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit misalkan saja, petani
menpunyai pola penyakit yang berbeda dengan pola penyakit pekerja
industri. Dikalangan petani banyak menderita penyakit cacing akibat kerja
yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing.
Menurut H. Ray Elling (1970), ada beberapa perilaku faktor sosial
yang berpengaruh pada perilaku kesehatan , antara lain : 1) self concepti
dan 2) image kelompok. Disamping itu G.M Foster (1973) menambahkan
bahwa identifikasi individu kepadaa kelompoknya juga berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan.
1) Pengaruh Self Concept terhadap perilaku kesehatan
Selft Concent kita di tentukan oleh tingkatan kepuasan atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri kita kepada
orang lain. apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang
kita lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. tetapi dalam jangka
waktu yang lama, kita akan merasa suatu keharusan untuk melakukan
perubahan perilaku. oleh karena itu, secara tidak langsung self concept
kita cenderung menentukan, apakah kita akan menerima keadaan diri kita
negatif karena tubuh kita terlalu gemuk, maka kita merasa tidak bahagia
dengan keadaan tubuh kita dan akan segera berkonsultasi kepada ahli
diet, atau mulai berolah raga untuk menurunkan berat badan, hal tersebut
kita lakukan untuk menghilangkan pandangan yang negatif terhadap diri
kita. self concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena
mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga prilaku masyarakat dan
juga prilaku petugas kesehatan.
2) Pengaruh image kelompok terhadap perilaku kesehatan
Image seseorang individu sangat di pengaruhi oleh image
kelompok. sebagai contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh
organisasi kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan tinggi,
sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan
20

medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi


dokter. dengan demikian, kedua anak tersebut mempunyai perbedaan
konsep tentang peranan dokter. atau dengan kata lain, perilaku dengan
masing-masing anak cenderung mereflesikan kelompoknya. contoh lain,
keluarga di pedesaan yang mempunyai kebiasan untuk menggunakan
pelayanan dukun, akan berpengaruh terhadap prilaku anaknya dalam
mencari pertolongan pengobatan pada saat mereka sudah berkeluarga.
3) Pengaruh identifikasi individu kepada kelompok sosialnya terhadap
perilaku kesehatan.
Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk
memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam perkerjaan
mereka. identifikasinya tersebut dinyatakan dalam keluarga besar, di
kalangan kelompok teman, kelompok kerja desa yang kecil, dan lain-lain.
sebagai contoh, di sebagian besar desa di amerika latin, wanita biasanya
mencuci pakaiannya ditepi sungai. di sisi lain, dengan bekerja di sungai,
petugas menemukan banyak ibu yang menderita cacingan, sehingga
mereka berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan membangun
tempat cuci yang jauh dari sungai. tempat cuci tersebut di sekat-sekat dan
setiap ruangannya di lengkapi dengan tempat penampungan air. pada
beberapa bulan pertama, banyak wanita yang mencuci di tempat cuci
yang baru itu, tetapi lama kelamaan tempat cuci tersebut tidak digunakan
lagi. petugas merasa heran dengan keadaan tersebut dan mulai
mengidentifikasi masalahnya. ternyata masalahnya adalah, ibu-ibu tidak
lagi mau mengunakan tempat pencucian tersebut karena merupakan
dengan ruangan yang di sekat-sekat mereka tidak bisa lagi bekerja
bersama sambul mengobrol sehingga pekerjaan mencuci dirasakan
sebagai pekerjaanberat. petugas tanggap terhadap masalah tersebut,
kemudian merombak bangunan tempat cuci dengan menghilangkan
sekat-sekatnya sehingga ibu dapat melakukan pekerjaan dengan teman-
temannya sehingga dapat mengobrol .
21

2. Askep budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan.


Menurut G.M Foster, (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang antara lain adalah: a) tradisi, b) sikap fatalism, c) nilai,
d) ethecentrism, e) unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses
sosialisasi
a. Pengaruh tradisi terhadap perilaku kesehatan dan status kesehatan
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat di pebgaruhi
negatif terhadap kesehatan masyarakat. misalnya, di new guinea, pernah
terjadi wabah penyakit “kuru”. penyakit ini menyerang susunan saraf
otak dan penyebabnya adalah virus. penderitanya hanya terbatas pada
wanita dan anak-anak kecil,. setelah dilakukan penelitian, ternyata
penyakit ini menyebar luas karena adanya tradisi kanibalisme, yaitu
kebiasaan memenggal kepala seseorang, tersebut hanya dibagikan
kepada wanita dan anak-anak sehingga kaus epidemic penyakit kuru ini
hanya terbatas di kalangan wanita dan anak-anak.
b. Pengaruh sikap fatalistis terhadap perilaku dan status kesehatan.
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku
kesehatan.beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok yang
beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan tuhan dan sakit atau
mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera
mencari pertolongan ,pengobatan bagi anaknya yang sakit, atau
menyelamatkan seseorang dari kematian. ASUH (Awal Sehat Untuk
Hidup Sehat) dari kabupaten cianjur, ditemukan bahwa dikalangan ibu-
ibu yang beragama islam percaya bahwa bayi yang mati akan menarik
ibunya ke surga sehingga ibu-ibu pasrah dan tidak mendorong mereka
untuk segera mencari pertolongan pengobatan bayinya yang sakit.
Sikap fatalistis tersebut juga ditemukan pada masyarakat islam di
pedesaan mesir, menurut dr. fawzy gandala dari mesir yang dikutip oleh
foster dalam bukunya tradisional societies and technological change
(1973), menyertakan bahwa masyarakat mesir dipedesaan percaya
bahwa kematian adalah kehendak allah, dan tidak seorang pun dapat
memperpanjang kehidupan.hal tersebut dituliskan dalam al-quran yang
22

menyatakan bahwa ke mana saja kamu pergi, kematian akan mencari


kamu meskipun kamu berada dalam rumah yang bangunannya kuat.
sikap fatalistis tersebut sebagai salah satu penyebab tingginya angka
kematian bayi di Negara itu. pepatah yang mengukapkan sebagai
berikut: meskipun anda lari secepat binatang buas tetapi anda tidak
akan menghindari dari apa yang telah ditakdirkan tuhan (foster, 1973)
c. Pengaruh sikap ethnocentris terhadap perilaku kesehatan.
Sikap ethnocentris adalah sikap yang memandang kebudayaannya
sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak
lain. misalnya, orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan
ilmu dan teknologi yang dimilikinya, dan selalu menganggap
kebudayaan yang paling maju, sehingga merasa superior terhadap
budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. tetapi disisi lain,
semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa apa yang
dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik. contohnya, orang eskimo
beranggapan bahwa orang eropa dating ke negrinya untuk mempelajari
sesuatu yang baik dari bangsa eakinso. menurut pandangan kaum
relatisme tidak benar menilai budaya lain dari kaca mata budaya
sendiri. karena kedua budaya tersebut berbeda. oleh karena itu, sebagai
petugas kesehatan, kita harus menghindari sikap yang menganggap
bahwa petugas adalah orang yang paling pandai, paling mengetauhi
kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari masyarakat
setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan tersebut dalam
mengatasi masalah kesehatan. dalam hal ini, memang petugas lebih
menguasai tentang masalah kesehatan, tetapi masyarakat dimana
mereka bekerja lebih mengetahui keadaan dimasyarakatnya sendiri.

d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya, terhadap perilaku kesehatan.


Suatu perasaan bangga terhadap budayanya berlaku pada semua
orang. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethocentris. sebagai contoh,
marleys.s farland menyampaikan pengalaman kerjanya di Taiwan
dalam program kesehatan ibu dan anak. ditaiwan, extanded family atau
23

keluarga luas masih berpengaruh kuat terhadap perilaku anggota


keluarganya. ia menemukan kasus seorang ibu muda di cegah oleh
wanita dari generasi yang lebih tua untuk memeriksakan kehamilannya
ke pada bidan, meskipun ibu muda tersebut sudah termotivasi untuk
menggunakan pelayanan bidan (foster, 1973). hal tersebut terjadi juga
di Jakarta. dalam pengalaman penulis lakukan upaya perbaikan gizi di
kecamatan pasar minggu tahun 1976, masalah yang ditemukan penulis
adalah masyarakat petani di daerah tersebut menolak untuk makan daun
singkong (ketela pohon) meskipun mereka mengetahui dari petugas
kesehatan bahwa kandungan vitaminnya tinggi. setelah dilakukan
pertemuan dengan masyarakat, bahwa di ketahui bahwa masyarakat
beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing dan
mereka menolaknya karna status mereka tidak dapat di samakan dengan
kambing. (kresno, sudarti: 1976).

e. Pengaruh Norma terhadap Perilaku Kesehatan.


Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya, norma yang
berlaku dimasyarakat sangar mempengaruhi perilaku kesehatan dari
anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut. Sebagai contoh
upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak
mengalami hambatan karena adanya norma yang melarang hubungan
antara dokter sebagai pemberi pelayanan dengan ibu hamil sebagai
pengguna pelayanan. Misalnya, dibeberapa negara di amerika latin dan
negara-negara lainnya yang masyarakatnya beragama islam, berlaku
norma untuk tidak diperbolehkannya seseorang wanita berhubungan
dengan laki-laki yang bukan mukrimnya. Norma tersebut berdampak
pada prilaku wanita yang tidak mau memeriksakan kandungannya
kepada dokter laki-laki karena bukan mukrimnya. Untuk memecahkan
masalah tersebut, maka pemeriksaan kehamilan bisa dilakukan oleh
dokter wanita meskipun demikian, hal tersebut tidak memecahkan
masalahnya terutama bagi masyarakat micronesia di Pulau Yap,
seorang wanita menolak dokter laki-laki untuk memeriksa genitalnya,
24

tetapi lebih menolak untuk di periksa oleh dokter wanita karena wanita
Yap memandang wanita lain sebagai saingan yang sangat potensial
dalam menarik perhatian laki-laki. Mereka percaya bahwa hal tersebut
akan mengancam hilangnya perhatian laki-laki terhadap mereka ( G.M.
Foster,1973 ). Masalahnya tersebut juga terjadi pada masyarakat yang
beragama islam di indonesia pada awal program KB di perkenalkan
kepada masyarakat. Misalnya saja, penemuan penulis di daerah serpong
sekitar tahun 1976, akseptor KB menurun pada puskesmas yang
pelayanan KB-nya di pegang oleh dokter laki-laki
.
f. Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan

Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap


prilaku kesehatan. Nilai-nilai tersebut, ada yang menunjang dan ada
yang merugikan kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan
misalnya adanya penilaian yang tinggi terhadap beras putih meskipun
masyarakat mengetahui bahwa beras merah lebih banyak mengandung
vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras putih. Masyarakat lebih
memberikan nilai yang tinggi bagi beras putih, karena mereka menilai
beras putih lebih enak dan bersih. Hal tersebut terjadi juga di negara
lain, misalnya di kalangan petani amerika spanyol di kembah Rio
Grande, New Mexico . departemen pertanian di Rio Grande
mengintroduksikan jagung hibrida kepada petani yang hasilnya 3 kali
lipat jagung biasa. Pada awal sosialisai jagung tersebut, banyak petani
yang menanam jagung tersebut tetapi 4 tahun kemudian, hampir semua
petani menanam jagung biasa, karena istri meraka menolak memasak
jagung hibrida sebab tidak menyukai warnanya dan juga rasanya tidak
enak jika dibandingkan dengan jagung biasa. Mereka lebih
mementingkan rasa jagung dari pada kualitas jagung. Contoh lain
adalah, masih banyak nya petugas kesehatan yang merokok meskipun
mereka mengetahui bagaimana bahaya merokok terhadap kesehatan.
Mereka memberikan nilai tinggi untuk perilaku merokok karena
25

merokok memberikan kenikmatan, sedangkan bahaya merokok tidak


dapat segera dirasakan.

g. Pengaruh unsur budaya yang di pelajari pada tingkat awal dari


proses sosialisai terhadap prilaku kesehatan

Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajarkan


antara lain bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang
dimakan, cara buang air kecil dan besar, dan lain-lain. Kebiasaan
tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa, dan bahkan
menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi prilaku
kesehatan dan sulit untuk diubah. Misalnya saja, manusia yang biasa
makan nasi sejak kecil, akan sulit untuk di ubah kebiasaan makannya
setelah dewasa. Oleh karena itu upaya untuk menganjurkan kepada
masyarakat untuk makan makanan yang beranekaragam harus di
mulai sejak kecil.

h. pengaruh konsekuensi dari inovasi tehadap prilaku kesehatan

Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi, atau dengan


perkataan orang lain, suatu perubahan akan menghasilkan perubahan
yang kedua dan perubahan yang ketiga. Apabila seseorang pendidik
kesehatan ingin melakukan perubahan prilaku kesehatan masyarakat,
maka yang harus di pikirkan adalah konsekuenis apa yang akan
terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor – faktor yang
terlibat atau berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk
memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan
tersebut. Apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,
maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang akan mucul yang
mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan.
Misalnya, masayarakat india di pedesaan menggunakan kayu untuk
memasak dan di dapur tidak ada cerobong asap sehingga dapur
penuh dengan asap yang mengakibatkan banyaknya ibu-ibu yang
sakit ISPA dan sakit mata. Petugas menyadari keadaan tersebut akan
26

membahayakan kesehatan penduduk sehingga mereka menjual


cerobong asap kepada penduduk dengan harga yang murah,
meskipun demikian sangat kecil keberhasilannya. Beberapa
penyebab kegagalan tersebut adalah karena dirumah penduduk
banyak semut putih yang merusak kayu dan semut tersebut mati jika
terkena asap, dengan dibuatnya cerobong asap maka tidak ada lagi
asap yang dapat mematikan semut sehingga semut putih makin
banyak dan merusak kayu rumahnya dan akibatnya semakin banyak
biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan rumahnya. Jadi, ide tentang
pemasangan cerobong asap tidak bisa di terima bukan karena tradisi
masyarakat yang kuat, bukan karena ketidak mengertian mereka
tentang manfaat cerobong asap, bukan juga karena biaya cerobong
asap, tetapi karena kerugian memasang cerobong asap lebih tinggi
dari pada keuntungannya ( Foster , 1973).

C. PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Seorang pendidik kesehatan bertugas mengubah prilaku masyarakat yang


tidak sesuai dengan kesehatan, ke arah perilaku sehat. Seperti telah
disampaikan diatas, bahwa perilaku seseorang sangat di pengaruhi oleh susial
budaya dimana ia berasal, sehingga dalam upaya mengubah prilakunya secara
tidak langsung juga mengubah sosial budayanya.

Segala hal yang dialam ini berubah. Demikian pula halnya dengan
masyarakat dan kebudayaan manusia selalu berubah tidak putus-putusnya .
pandangan yang menyarakan bahwa masyarakat desa yang berada dikluar
kesibukan kota selalu statis, adalah tidak benar, koentjaranigrat, dalam
bukunya pengantar antropologi (1996), menjelaskan bahwa perubahan sosial
budaya yang terjadi di masyarakat dapat di bedakan kedalam beberapa bentuk
yaitu : 1) perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat, 2) perubahan-
perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar pengaruhnya, 3)
perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan. disamping itu, proses
perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek
dinamakan inovasi. Inovasi membutuhkan beberapa syarat , antara lain : 1)
27

masyarakat merasa akan kebutuhan perubahan, 2) perubahan harus di pahami


dan dikuasai masyarakat , 3) perubahan dapat diajarkan, 4) perubahan
memberikan keuntungan dimasa yang akan datang, 5) perubahan tidak
merusak prestise pribadi atau kelompok. Sebaliknya ,perubahan tidak bisa
meluas karena : 1) penggunaan penemuan baru mendapat suatu hukuman, 2)
penemuan baru sulit diintegrasikan kedalam pola kebudayaan yang ada.

Menurut G.M. F oster. (1973) untuk mempelajari dinamika dan proses


perubahan dari sudut individu, maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari
individu agar mau mengubah tingkah lakunya, yaitu: 1) individu harus
menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, 2) harus mendapat informasi
bagaimana kebutuhan ini dapat di penuhi, 3) mengetahui bentuk pelayanan
yang dapat memenuhi kebutuhannya dan biayanya, 4) tidak dapat sanksi yang
negatif terhadap individu yang akan menerima inovasi. Selanjutnya Foster
menyatakan bahwa untuk membantu individu mau mengubah prilakunya, maka
yang perlu di perhatikan adalah : 1) mengidentifikasi individu, masyarakat
yang menjadi sasaran perubahan, 2) mengetahui motif yang mendorong
perubahan, antara lain adalah motif ekonomi,religi, persahabatan, prestise ,
3)mengetahui faktor-faktor lain misalnya : kekuatan sosial dan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat, kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan
dalam masyarakat yang mudah menerima ide baru, serta golongan yang
berkuasa.
28

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Konsep perilaku kesehatan adalah tindakan atau aktivitas dari manusia

itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar, dan perilaku manusia terdiri dari terbuka dan

tertutup.

2. Adanya umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sosial ekonomi. Jika

menurut H.Ray Elling adana pengaruh self concept terhadap

kesehatan, pengaruh image kelompok perilaku kesehatan, dan

idetifikasi individu dengan kelompok.

3. Karena perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat, perubahan-

perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar

pengaruhnya, dan perubahan yang direncanakan dan tidak

direncanakan.

B. SARAN

Perlu diketahui bahwa perubahan social budaya karena globalisasi

itu tidak selamanya buruk dan tidak selamanya baik. Kita harus dapat

membentengi diri kita dengan iman dan ilmu pengetahuan agar dapat

mengambil pengaruh baik darii perubahan social budaya itu.

28
29

Daftar Pustaka

Notoatmojo, Soekidjo, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Edisi revisi,

Rineka Cipta, Jakarta 2010

29

Anda mungkin juga menyukai