Anda di halaman 1dari 27

Tumor Mediastinum

1.1.Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling
sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic,
teratoma, timoma dan lipoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak
di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara
lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma.(FKUI,1990; hal 807)

1.2. Anatomi Fisiologi Mediastinum


Bagian medial dari rongga dada (interpleural) dibatasi oleh :
1) dada inlet superior
2) superior diafragma
3) sternal anterior
4) bagian belakang torakal 12
Mediastinum di bagi menjadi :
1) Superior mediastinum
terletak di antara tulang rusuk
pertama dan sudut sternum.
2) Inferior mediastinum
terletak di antara sudut sternal
dan diafragma
Bagian inferior mediastinum
dibagi menjadi :
1) Anterior mediastinum
2) Meddle mediastinum
3) Posterior mediastinum
Bagian Superior mediastinum meliputi :
2. Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri )
3. Saluran dada
4. Trakea
5. Eoshofagus
6. Thymus
7. Nervus
Pembuluh darah
1) Vena cava Superior
2) Vena Bracheocepalic
3) Batang paru
4) Lengkungan aorta
Nervus :
1) Nervus vagus
2) Saraf recurrent laryngeal kiri
3) Saraf frenikus (phrenic nerve)
Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1) Thymus Gland (kelenjar timus)
2) Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3) Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1) Jantung
2) Perikardium
3) Phrenic nervus (saraf frenikus)
4) Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1) Esofagus
2) Aorta thorakal
3) Vena Azigus
4) Nervus Vagus
5) Batang saraf simpatik
6) torakal

1.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein
bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun
penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun
sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada
kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu
tidak berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.

1.4.Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi
yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker
pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun
timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat
oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah
adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara
berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker
terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan
penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan
sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak
nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna
merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam
yang menonjol.
7.1.Klasifikasi
1) Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini
terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku
bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi
komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam
organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell
aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan
prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
1. Stage I : belum invasi ke sekitar
2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3. Stage III : invasi s/d pericardium
4. Stage IV : Limphogen / hematogen
2) Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada
daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum
anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit)
dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting.
Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk
penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik.
Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe
histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo,
2006)
3) Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum.
Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem
kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup
penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini
disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
4) Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5) Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan perikard
itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal
sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul
manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara
lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering
terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada
pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak
parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering
terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan
keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya
diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang
sangat besar.

6) Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya
hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum
belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel
yang mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative
frekuensi pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan.
Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus
interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang
berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di
dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau
Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
7) Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat,
jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau
planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada
trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini
dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea,
bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau
ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk,
sesak napas s/d sianosis.

7.2.Manifestasi Klinik
1) Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2) Sekret berlebihan
3) Batuk dengan atau tanpa dahak
4) Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5) Pernafasan tidak simetris
6) Unilateral Flail Chest
7) Effusi pleura
8) Egophonia pada daerah sternum
9) Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10) Wheezing unilateral/bilateral
11) Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi
.Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala
pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala
pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin,
sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada
pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan
lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor
atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk
kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh
neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang
serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus
interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu,
batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus
bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai
simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom
Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering
berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan
paralisis diafragma.

7.3. Pemeriksaan Diagnostik.


1. Hb: menurun/normal
1. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
2. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior,
lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat
penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan
apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila
bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut
bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut
adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan
biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto
thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu
mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan apakah padat atau kistik.
2) USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam
menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama
esofagus dan pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik
yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum
superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan
melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah
membawa ke diagnosis tepat.
3) Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum pada tahun
belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan
gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu
memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik
CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya,
pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari
berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava.
Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih
sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista
bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis,
kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi
juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi
antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum
dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini,
diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid,
kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi
struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di
masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya
keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
5) Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas
dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di
manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan
ditegaskan.

7.4.Penatalaksanaan
1) Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum

2) Obat-obatan
3) Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
2. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan
tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.

7.5.Epidemiologi
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Nedah Toraks
RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS
Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2%
teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo
menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan
mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak
ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma,
Timoma dan germ cell tumor.Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala,
setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna.
(Rasyad,2009)

7.6. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran
secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan
sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di
tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus

7.7.Pencegahan
1. Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena rokok merupakan
penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap asap rokok (perokok pasif) bagi yang
bekerja di industri yang menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan kesehatan
dan keselamatan kerja.
2. Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
3. Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko tinggi, agar dapat
terdeteksi secara dini.

7.8.Prognosis

Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai
prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik,
derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan
mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi
konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai
kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)

Asuhan Keperawatan
2.1.Pengkajian
1. Identitas
· Nama pasien
· Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
· Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
· Suku /Bangsa
· Pendidikan
· Pekerjaan
· Alamat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak
khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi
lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu
yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri
maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat gejala klinis penderita.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Per Sistem
1) Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan
otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
2) Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun.
3) Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4) Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
5) Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan
6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
7) Sistem Endokrin (B7)
5. Pengkajian Psikososial
6. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
7. Pengkajian Spiritual
2.2.Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.

2.3.Rencana Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk,
cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap Evaluasi dan reassessment terhadap
RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan tindakan yang akan/telah diberikan
napas
2. Lakukan Phisioterapi dada secara Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
terjadwal. mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji Meningkatkan suplai oksigen
keefektifan terapi. jaringan paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai Menurunkan resiko infeksi
order, kaji keefektifan dan efek samping sekunder.
( diare )
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan Evaluasi terhadap keefektifan
photo thoraks sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila Evaluasi berkala keberhasilan terapi
terpasang, tiap 2-4 jam. tindakan tim kesehatan

2) Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,


peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan
nutrisi klien intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai Kebutuhan pasien akan nutrisi
kebutuhan terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum Mulut yang bersih meningkatkan
makan nafsu makan.
6 Kolaborasi ahli gizi Makanan yang bervariasi dapat
pemberian makanan yang bervariasi. meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan
pemberian suplemen dan obat-obatan mempertahankan intake nutrisi yang
peningkat nafsu makan. adekuat.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,


demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot;
tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang Mengurangi aktivitas yang tidak
cukup. diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan sampai kekuatan pasien pulih
kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons Menjaga kemungkinan adanya
pasien respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal

No. Intervensi Rasional


1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
tanda deficit cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif sederhana deficit
atau bila perlu. volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 Meningkatkan bersihan saluran cerna,
jam meningkatkan nafsu makan/ minum.

Pendidikan kesehatan
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Tema : Penyakit Tumor Mediastinum
Sub tema : Pengetahuan penyakit tumor mediastinum
Sasaran : Pasien dan keluarga
Tempat : Ruang perawatan

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan tentang penyakit tumor mediastinum selama 1x45 menit, pasien
dan keluarga dapat memahami tentang penyakit.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Menjelaskan pengertian penyakit tumor mediastinum
2. Menjelaskan faktor penyebab
3. Menjelaskan tanda dan gejala
4. Menjelaskan penatalaksanaannya
C. Pokok materi
1. Pengertian penyakit tumor mediastinum
2. Faktor penyebab tumor mediastinum
3. Tanda dan gejala tumor mediastinum
4. Penatalaksanaan tumor mediastinum
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Kegiatan penyuluhan
No. Kegiatan Penyuluhan Peserta Waktu
1. Pembukaan
· Salam pembuka · Menjawab salam
· Menyampaikan tujuan
· Menyimak, 5 menit
penyuluhan mendengarkan,
menjawab
pertanyaan.

2. Kerja/isi · Penjelasan pengertian,


· Mendengar 15 menit
faktor penyebab, tanda dan penuh perhatian
gejala, penatalaksanaan. · Menanyakan hal
· Memberi kesempatan yang belum jelas
bertanya · Memperhatikan
· Menjawab pertanyaan · Menjawab
· Evaluasi pertanyaan
10 menit
3. Penutup. · Menyimpulkan · Mendengarkan.
· Salam penutup. · Menjawab salam.

F. Media
Gambar dan bahan tentang penyakit tumor mediastinum
G. Evaluasi
Formatif
1. Klien dan keluarga dapat menjelaskan pengertian penyakit tumor mediastinum
2. Klien dan keluarga dapat menjelaskan penyebab dari penyakit tumor mediastinum
3. Klien dan keluarga dapat menjelaskan tanda dan gejala penyakit tumor mediastinum
4. Klien dan keluarga dapat menjelaskan penatalaksanaan penyakit tumor mediastinum
Sumatif : klien dan keluarga dapat memahami penyakit tumor mediastinum

Yogyakarta, 23 November 2012


Pembimbing Penyuluh
( Indah Prawesty.,S.Kep.,Ns ) ( Mikael Harun )

Legal, Etik, Moral Advokasi


Dalam hal ini perawat sebagai advokasi harus bertanggung jawab membantu klien dan
keluarga dalam hal inform consent atas tindakan keperawatan yang dilakukan. Selain itu juga
harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien serta memastikan kebutuhan klien
terpenuhi.
Etik keperawatan
1. Otonomi
Prinsip individu mempunyai hak menentukan sendiri kebebasan dan kemandirian. Perawat
yang memiliki prinsip ini akan menghargai keluhan gejala subyektif (misal nyeri) dan minta
persetujuan sebelum tindalan dilakukan.
2. Nonmalficience
Prinsim menghindari tindakan yang membahayakan. Bahaya dapat berarti sengaja, resiko atau
tidak sengaja membahayakan. Contoh : kecerobohan perawat dalam pemberian pengobatan
dapat menyebabkan klien mengalami cedera.
3. Benifience
Prinsip bahwa seseorang harus melakukan kebaikan. Perawat melakukan kebaikan dengan
mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan / bermanfaat bagi klien.
4. Justice
Prinsip bahwa individu memiliki hak yang sama.
5. Fidelity kerahasiaan dan privasi klien harus dijaga dan komitmen adanya kesesuaian antara
informasi dengan fakta.
6. Veracity
Mengacu pada mengatakan kebenaran. Kehilangan kepercayaan pada perawat dan
kecemasan karena tidak mengetahui kebenaran biasanya lebih merugikan.

Jurnal Terkait
Computed tomography memperlihatkan tumor myofibroblastic inflamasi dalam
mediastinum.
Guan Y, Chen G, Zhang W, Chen H, Dia J.
Sumber
Dari Departemen Radiologi dan Patologi, Rumah Sakit Afiliasi Pertama, Guangzhou Medical
College, Negara Kunci Laboratorium Onkologi di Cina Selatan, Departemen Radiologi, Pusat
Kanker, Sun Yat-sen University, dan Guangzhou Institut Penyakit Pernafasan, Negara Kunci
Laboratorium Penyakit Pernafasan, Guangzhou, PR China.
Abstrak
TUJUAN:
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan diagnosis tumor myofibroblastic inflamasi
(IMT) di mediastinum dengan analisis computed tomografi (CT) gambar.
BAHAN DAN METODE:
Data klinis, CT, dan temuan patologis dari 6 pasien yang didiagnosis dengan IMT di
mediastinum secara retrospektif dianalisis.
HASIL:
Dari 6 pasien, 5 adalah perempuan, dan usia rata-rata saat diagnosis adalah 34 tahun. Semua
lesi yang padat massa jaringan lunak dan berkisar diameter maksimum 5,0-8,5 cm, yang
terletak di (n = 1) anterior, tengah (n = 2), dan mediastinum posterior (n = 3). Tumor
mediastinum anterior memiliki batas yang jelas. Tumor di mediastinum tengah memiliki batas
tidak jelas: ada yang menyerang dinding kanan trakea dan lain menginvasi dinding esofagus.
Sebuah tumor yang terletak di mediastinum posterior kanan menyebabkan osteolisis dari tulang
rusuk yang berdekatan. Sejumlah kecil kalsifikasi terlihat pada tumor di mediastinum
posterior-inferior kanan. Setelah pemberian kontras, semua tumor menunjukkan berbagai
tingkat peningkatan kontras (kisaran, 17-47 HU) di dada CT scan. Kekambuhan terjadi hanya
1 kasus.

KESIMPULAN:
Penampilan CT umum IMT di mediastinum adalah sebagai massa jaringan lunak dengan
kerapatan yang seragam. Semua tumor menunjukkan berbagai tingkat peningkatan kontras.
Beberapa lesi memiliki batas yang jelas, yang lainnya tidak. Computed tomography
Pemeriksaan dapat membantu untuk menentukan daerah yang terlibat dengan lesi dan
hubungan mereka dengan jaringan yang berdekatan, yang memfasilitasi prediksi persyaratan
bedah mungkin.

Daftar pustaka
Anonymuous, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum. Diakses tanggal 26 September 2012
Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September 2012
Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-itu-apa.htm.
Diakses tanggal 30 September 2010
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002,
Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun
1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC; Kriteria
hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC
UMOR MEDIASTINUM

A. Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-
paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea,
kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ
penting di sekitarnya dan dapat menganjam jiwa. Tumor mediastinum dibagi atas tumor jinak dan
tumor ganas.

B. Jenis Tumor Mediastinum


• Timoma
- Stage I : belum invasi ke sekitar
- Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
- Stage III : invasi s/d pericardium
- Stage IV : Limphogen / hematogen
• Teratoid
- Kista dermoid ( dahak penderita mengandung gigi, tulang, rambut)
- Teratoma ( mesoderm )
• Limfoma
- Limfadenopathy, Hepatomegali, Splenomegali
• Tumor Tiroid
- Tumor berlobus, berasal dari Tiroid
• Kista pericardium
- Tumor terletak pada sinus cardiofrenicus, dari hasil fluoroskopi: kista berdenyut seirama dengan
denyut jantung
• Tumor neurogenik
- Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
- Dari saraf simpati: Ganglion neurinoma,Neuroblastoma, Simpatikoblastoma
- Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
• Kista Bronkhogenik
- Gejala : Batuk, sesak napas s/d sianosis
- Lokasi tumor di Paratracheal, Carinal, Hilar, Paraesophageus, Miscellanous

C. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada
golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal
dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun
penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar
lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan
padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan
virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak
berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas.
Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi
oleh hormone tersebut.

D. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya
tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya
penyakit tumor.
Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi
langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat
keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi
tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.

E. Gejala Klinis
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi awal.
Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada
waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada
waktu presentasi.
Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa
mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa
mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa
menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi
struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nin spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang
sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma
dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa
biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.
Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis
berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan
disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus
brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom
Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada
mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.

F. Pemeriksaan Diagnostik
• Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral,
oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting
untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi
berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan,
selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak.
Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis,
limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari
evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior
standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat
diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative
massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.
• USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan
bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan
pembuluh darah besar.
• USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik
yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum
superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan
melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa
ke diagnosis tepat.
• Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun
belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran
anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa
mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras
intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi
asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan
untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti
aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah
menjadi alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT
bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam
pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun.
Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relative tumor
mediastinum. Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya
bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan
belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma
paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur
vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan
datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam
kelenjar limfe dan massa tumor.
• Biopsy
Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas
dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di
manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan
ditegaskan.
G. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor.
b. Obat-obatan
1). Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
2). Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.

c. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan
radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan
serendah mungkin pada sel normal.

G. Pengkajian
a. Riwayat
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadap lingkungan karsinogen, penyakit paru kronis
sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
b. Keadaan umum : lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
Kebutuhan dasar :
Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi kesulitan menelan (disfagia),
penurunan berat badan.
Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.
Aktivitas : keletihan, kelemahan
c. Pemeriksaan fisik
- Sistem pernafasan
• Sesak nafas, nyeri dada
• Batuk produktif tak efektif
• Suara nafas: mengi pada inspirasi
• Serak, paralysis pita suara.
- Sistem kardiovaskuler
• tachycardia, disritmia
• menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
- Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan menurun.
- Sistem urinarius
• Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
- Sistem neurologis
• Perasaan takut/takut hasil pembedahan
• Kegelisahan

d. Data Penunjang
- Foto dada, PA dan lateral
- CT scan/MRI
- Bronchoscope
- Sitologi
- TTB, biopsy kelenjar getah bening leher.

Anda mungkin juga menyukai