Anda di halaman 1dari 35

Nama : Choliva Nurfiyan

NIM : 8111416006
Mata Kuliah : Hukum Penitensier
Rombel :2

1. Peraturan Pelaksanaan Lembaga Pemidanaan, Lembaga Penindakan,


Lembaga Kebijaksanaan
A. Lembaga Pemidanaan
1. Pidana Mati
a. Pasal 11 KUHP
Pidana mati dijalankan oleh algojo ditempat gantungan dengan
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana
kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
b. UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun 1964 (LN 1964
No 38) yang ditetapkan menjadi Undang-Undang No.5 Tahun1969
Tata Cara Pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan
umum :

Tata Cara Pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan


umum :

Pasal 2

(1) Jika tidak ditentukan lain oleh Menteri Kehakiman, pidana mati
dilaksanakan dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan
putusan dalam tingkat pertama (Pasal 2 ayat 1).
(2) Pidana mati yang dijatuhkan atas dirinya beberapa orang di dalam satu
putusan, dilaksanakan secara serempak pada waktu dan tempat yang
sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan
pelaksanaan demikian itu

Pasal 3
(1) Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadilan tersebut dalam
Pasal 2, setelah mendengar nasehat Jaksa Tinggi/Jaksa yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaannya, menentukan waktu dan
tempat pelaksanaan pidana mati.
(2) Jika dalam penentuan waktu dan tempat itu tersangkut wewenang
Kepala Polisi Komisariat Daerah lain, maka Kepala Polisi Komisariat
tersebut dalam ayat (1) merundingkannya dengan Kepala Polisi
Komisariat Daerah lain itu.
(3) Kepala Polisi Komisariat Daaerah tersebut dalam ayat (1)
bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban sewaktu pelaksanaan
pidana mati dan menyediakan tenaga-tenaga serta alat-alat yang
diperlukan untuk itu.

Pasal 4

Kepala Polisi Komisariat Daerah tersebut dalam Pasal 3 ayat (1) atau
Perwira yang ditunjuk olehnya menghadiri pelaksanaan pidana mati
tersebut bersama-sama dengan Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab
atas pelaksanaannya.

Pasal 5
Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan dalam penjara atau
di tempat lain yang khusus ditunjuk oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut
dalam Pasal 4.

Pasal 6
(1) Tiga kali duapuluh empat jam sebelum saat elaksanaan pidana mati,
Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang
akan dilaksanakannya pidana tersebut.
(2) Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan
atau pesannya itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.

Pasal 7
Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat
dilaksanakan empat puluh hari nsetelah anaknya dilahirkan.

Pasal 8
Pembela terpidana, atas permintaannya sendiri atau atas permintaan
terpidana, dapat menghadiri pelaksanaan pidana mati.

Pasal 9
Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara
sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.

Pasal 10
(1) Kepala Polisi Daerah membentuk suatu Regu Penembak dari Brigade
Mobile yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah
pimpinan seorang Perwira.
(2) Khusus untuk pelaksanaan tugasnya ini, Regu Penembak tidak
mempergunakan senjata organiknya.
(3) Regu Penembak ini berada di bawah perintah perintah Jaksa
Tinggi/Jaksa tersebut dalam Pasal 4 sampai selesainya pelaksanaan
pidana mati.

Pasal 11
(1) Terpidana dibawa ketempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan
polisi yang cukup.
(2) Jika diminta, terpidana dapat disertai oleh seorang perawat rohani.
(3) Terpidana berpakaian sederhana dan tertib.
(4) Setiba di tempat pelaksanaan pidana mati, Komandan pengawal
menutup mata terpidana dengan sehelai kain, kecuali terpidana tidak
menghendakinya.

Pasal 12
(1) Terpidana dapat menjalani pidana secara berdiri, duduk atau berlutut.
(2) Jika dipandang perlu, Jaka Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab dapat
memerintahkan supaya terpidana diikat tangan serta kakinya ataupun
diikat kepada sandaran yang khusus dibuat untuk itu

Pasal 13
(1)Setelah terpidana siap ditembak, Regu Penembak dengan senjata sudah
terisi menuju ke tempat yang ditentukan oleh Jaksa Tinggi/Jaksa
tersebut dalam Pasal 4.
(2) Jarak antara titik di mana terpidana berada dan tempat Regu Penembak
tidak boleh melebihi 10 meter dan tidak boleh kurang dari 5 meter.

Pasal 14
(1) Apabila semua persiapan telah selesai, Jaksa Tinggi/Jaksa yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaannya, memerintahkan untuk
memulai pelaksanaan pidana mati.
(2) Dengan segera para pengiring terpidana menjauhkan diri dari
terpidana.
(3) Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat, Komandan Regu
Penembak memberi perintah supaya bersiap, kemudian dengan
menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan Regunya untuk
membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan
pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk
menembak.
(4) Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan
tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera
memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan
tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada
kepala terpidana tepat diatas telinganya.
(5) Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat diminta
bantuan seorang dokter.

Pasal 15
(1) Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana,
kecuali jika berdasarkan kepentingan umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang
bertanggungjawab memutuskan lain.
(2) Dalam hal terahir ini, dan juga jika tidak ada kemungkinan
pelaksanaan penguburan oleh keluarganya atau sahabat terpidana
maka penguburan diselenggarakan oleh Negara denganmengindahkan
cara penguburan yang ditentukan oleh agama/kepercayaan yang
dianut oleh terpidana.

Pasal 16
(1) Jaksa Tinggi/Jaksa yang disebut dalam Pasal 4 harus membuat berita
acara dari pada pelaksanaan pidana mati.
(2) Isi dari pada berita acara itu disalinkan ke dalam Surat Putusan
Pengadilan yang telah mendapat kekuatan pasti dan ditandatangani
olehnya, sedang pada berita acara harus diberi catatan yang
ditandatangani dan yang menyatakan bahwa isi berita acara telah
disalinkan ke dalam Surat Putusan Pengadilan bersangkutan.

c. Perkapolri No 12 Tahun 2010 (Tata Cara Pelaksanaan Pidana


Mati Mati)

Pasal 15
- Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih
sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati
- Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana
dapat didampingi oleh seorang rohaniawan
- Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam
sebelum waktu pelaksanaan pidana mati
- Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam
sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan
- Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (duabelas) pucuk
senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati
pada jarang 5 meter (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan
kembali ke daerah persiapan
- Komandan pelaksanaan melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa
Eksekutor dengan ucapan “LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI
SIAP”
- Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana
mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati
- Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula
dan memerintahkan kepada komandan pelaksanaan dengan ucapan
“LAKSANAKAN” kemudian komandan pelaksanaan mengulangi dengan
ucapan “LAKSANAKAN”
- Komandan pelaksanaan memerintahkan komandan regu penembak untuk
mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk
senjata api laras panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9
(Sembilan) butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1
(satu) butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor.
- Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan regu 2 dengan anggotanya
untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol
lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga
pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk atau berlutut,
kecuali ditentukn lain oleh Jaksa
- Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling
lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan
- Komandan regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali
jika terpidana menolak
- Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada
posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan regu 2
menjauhkan diri dari terpidana
- Komandan regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana
telah siap untuk dilaksanakan pidana mati
- Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada komandan pelaksana
untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana
- Komandan pelaksana meberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu
penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan
mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah
terpidana
- Komandan pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu
penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan
mengambil sikap istirahat di tempat
- Pada saat komandan pelaksana mengambil sikap sempurna, regu
penembak mengambil sikap salvo ke atas
- Komandan pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu
penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana
- Komandan pelaksanan mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu
sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata
- Komandan pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi
hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan
penembakan serentak
- Setelah penembakan selesai, komanadan pelaksana menyarungkan pedang
sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata
- Komandan pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi
terpidana dan apabila menurut dokter terpidana masih menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, jaksa eksekutor memerintahkan komandan pelaksana
melakukan penembakan pengakhiran
- Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk
melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras
senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga
- Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan
dokter masih ada tanda-tanda kehidupan
- Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah
menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana
- Selesai pelaksanaan penembakan, komandan regu penembak
memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan
senjatanya, dan
- Komandan pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada jaksa
eksekutor dengan ucapan “PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”

d. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan pidana mati di Konsep KUHP.
2. Pidana Penjara
a. Stb. Tahun 1917 Tentang Reglemen Penjara
- Perkataan penjara dalam reglemen ini diartikan semua rumah yang
dipakai atau akan dipakai oleh Negara sebagai tempat orang-orang
terpenjara dan yang disebut penjara pusat untuk golongan Eropa,
penjara untuk pusat untuk golongan eropa, penjara untuk wanita,
tempat tinggal orang-orang yang dipidana kerja paksa, penjara
Negara, penjara bantuan, rumah tutupan untuk orang-orang bukan
militer, dan yang bernama lain
- Penjara distrik dan tempat tahanan orang tidak dipandang sebagai
penjara yang dimaksud dalam reglemen ini
b. KUHP
Pasal 12
- Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu
- Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan
paling lama lima belas tahun berturut-turut.
- Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua
puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya
hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan
pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara
seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu
juga dalam hal Batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan
pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan
pasal 52.
- Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh
melebihi dua puluh tahun
Pasal 13
- Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa
golongan
Pasal 14
- Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala
pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan
pelaksanaan pasal 29.
Pasal 18 ayat (1)
- Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu
tahun.
Pasal 19
- Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan
pelaksanaan pasal 29
- Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang
dijatuhi pidana penjara.

c. Konsep KUHP
Tidak ada aturan tata cara pelaksanaan pidana penjara dalam konsep
KUHP

3. Pidana Kurungan
a. Stb. 10 Desember 1917
Yang dimaksud dengan pidana kurungan sama seperti pidana penjara
tetapi pidana kurungan mempunyai hak pistole

b. KUHP Pasal 18-19


Pasal 18 ayat (1)
Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
Pasal 18 ayat (3)
Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dan satu tahun empat
bulan
Pasal 19
- Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan
pelaksanaan pasal 29
- Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang
dijatuhi pidana penjara.
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana terpidana
berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai
tempat kediaman, di dalam daerah di mana ia berada, kecuali kalau
Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan
menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
- Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
suatu tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara atau
pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana hilang
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan
di tempat itu juga.
- Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang
khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh
karena itu.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh
diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang
terpidana.

Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut
ialah:

1. orang-orang yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup;

2. para wanita;

3. orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh


menjalankan pekerjaan demikian

Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim
menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa
terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-
orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan
dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan
tahun; tidak boleh dengan pecahan
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat,
asal saja terpisah
Pasal 29
- Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana
kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan
mengurus tempat-tempat itu, hal pembedakan orang terpidana
dalam golongangolongan, hal mengatur pekerjaan, upah pekerjaan,
dan perumahan terpidana yang berdiam di luar penjara, hal
mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata
tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya
itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-
undang ini.
- Jika perlu, Menteri Kehakiman menetapkan aturan rumah tangga
untuk tempat-tempat orang terpidana
c. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan di konsep KUHP
4. Pidana Denda
a. KUHP Pasal 30-31
Pasal 30
- Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
- Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana
kurungan.
- Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan
paling lama enam bulan.
- Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti
ditetapkan demikian: jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh
sen atau kurang, dihitung satu hari; jika lebih dai tujuh rupiah lima
puluh sen, tiaptiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling
banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh
rupiah lima puluh sen.
- Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan
atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana
kurungan pengganti paling lama delapan bulan.
- Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari
delapan bulan.
Pasal 31
- Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa
menunggu batas waktu pembayaran denda.
- Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dan pidana kurungan
pengganti dengan membayar dendanya.
- Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun
sesudah mulai menjalani pidana kurungan pengganti,
membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang
seimbang dengan bagian yang dibayarnya.
b. Perpu Nomor 16 Tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 1
Kata-kata “vijf en twintig gulden” dalam pasal 364, 373, 379,384 dan
407 ayat (1) KUHP diubah menjadi dua ratus lima rupiah.
c. Perpu Nomor 18 Tahun 1960 tentang perubahan jumlah hukuman
denda dalam KUHP dan dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya
yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 agustus 1945.
Pasal 1
- Tiap jumlah hukuman denda yang diancamkan, baik dalam KUHP
sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan diubah dan terakhir
UU No.1 tahun 1960 maupun dalam ketentuan pidana lainnya yang
dikeluarkan sebelum tanggal 17 agustus 1945, sebagaimana telah
diubah sebelum hari mulai berlakunya peraturan pemerintah
pengganti Undang-Undang ini, harus dibaca dalam mata uang
rupiah dan dilipatgandakan menjadi lima belas kali.
- Ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap jumlah hukuman denda
dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana yang telah dimasukkan
dalam tindak pidana ekonomi.
d. Perma Nomor. 2 Tahun 2012
e. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan di dalam Konsep KUHP
5. Pidana Tutupan
a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang hukuman tutupan
Pasal 1
Selain dari pada hukuman pokok tersebut dalam pasal 10 huruf a Kitab
undang-undang hukum pidana dan pasal 6 huruf a Kitab undang-undang
hukum pidana tentera adalah hukuman pokok baru, yaitu hukuman
tutupan, yang menggantikan hukuman penjara dalam hal tersebut dalam
pasal 2.
Pasal 2
- Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam
dengan hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang
patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan hukuman tutupan.
- Peraturan dalam ayat 1 tidak berlaku jika perbuatan yang
merupakan kejahatan atau cara melakukan perbuatan itu atau
akibat dari perbuatan tadi adalah demikian sehingga hakim
berpendapat, bahwa hukuman penjara lebih pada tempatnya.
Pasal 3
Semua peraturan yang mengenai hukuman penjara berlaku juga terhadap
hukuman tutupan, jika peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan
sifat atau peraturan khusus tentang hukuman tutupan.
Pasal 4
- Barang siapa dihukum dengan hukuman tutupan wajib
menjalankan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkanberdasarkan pasal 5.
- Menteri yang bersangkutan atau pegawai yang ditunjuknya berhak
atas permintaan terhukum membebaskannya dari kewajiban yang
dimaksudkan dalam ayat 1.
b. Konsep KUHP
Tidak ada peraturan pelaksanaan dalam konsep KUHP
6. Pidana Bersyarat
a. Ordonansi No 487 Tahun 1926 Tentang ordonansi pelaksanaan
hukuman bersyarat
Pasal 1
Pejabat yang diserahi tugas untuk menjalankan keputusan hakim dengan
hukuman bersyarat, dalam menjalankan keputusan itu yang menyangkut
perintah pengawasan untuk pemenuhan syarat-syarat itu berdasarkan pasal
14d ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dapat memohon
bantuan dari Kepala Pemerintahan Daerah setempat/asisten residen di
mana terdakwa dengan hukuman bersyarat itu mempunyai tempat
kedudukan yang sesungguhnya.
Pasal 2
- Dari setiap keputusan hukuman bersyarat yang mutlak harus
dilaksanakan, pejabat yang diserahi menjalankan pelaksanaan itu dengan
segera memberitahukan hal itu kepada Directeur van Justitie (kini dapat
disamakan dengan Menteri Kehakiman, dan untuk seterusnya disebut
Menteri Kehakiman) dengan melampirkan formulir tertentu seperti yang
telah ditetapkan dalam ordonansi ini dan telah dilakukan pengisiannya
oleh pejabat yang bersangkutan. Bila belum ada kepastian mengenai
permulaan dan berakhimya jangka waktu percobaan, sehingga mengenai
hal itu tidak dapat dengan seketika diisikan dalam formulir yang
bersangkutan, maka pemberitahuan mengenai hal itu secepatnya
disusulkan kemudian.
- Menteri Kehakiman memerintahkan agar bahan masukan yang telah
diterimanya itu segera dimasukkan dalam daftar umum (algemene register)
yang dikelola oleh departemennya.
- Menteri Kehakiman mengadakan peraturan khusus tentang susunan dan
pemakaian daftar umum itu dan pemberitahuan bahan masukan itu.
- Isi daftar umum itu bersifat rahasia, kecuali bila bahan-bahan yang
didapatkan darinya digunakan untuk kepentingan dinas kehakiman dan
reklasering.
Pasal 3
- Pejabat yang diserahi tugas melaksanakai keputusan hukuman
bersyarat itu secepat mungkin memberitahukan kepada Menteri
Kehakiman mengenai :
1. saat berakhirnya waktu percobaan yang dikenakan berdasarkan pasal 14b
ayat terakhir Kitab Undang-undang Hukum Pidana disertai dengan alasan-
alasan yang digunakan untuk kepentingan tindakan itu;
2. kalimat terakhir yang dijadikan dasar dari tiap keputusan yang
disesuaikan dengan pasal 14e atau 14f Kitab Undang-undang Hukum
Pidana;
3. berakhimya jangka waktu bilamana diperintahkan untuk menjalankan
pelaksanaan keputusan dengan hukuman bersyarat itu, bila pengakhiran
jangka waktu itu tidak jatuh bersamaan dengan pengakhiran waktu
percobaan hukuman bersyarat itu.
- Menteri Kehakiman memerintahkan agar bahan masukan itu
didaftarkan dalam daftar umum (algemene register). Selain itu
diadakan pula catatan mengenai grasi yang telah diberikan kepada
terdakwa dengan hukuman bersyarat itu.
Pasal 4
- Pada setiap keputusan pengadilan sipil atau militer yang telah menjadi
mutlak dan harus dijalani hukumannya dan kemudian terhadap terdakwa
dengan hukuman bersyarat diadakan keputusan baru lagi karena terdakwa
tersebut melakukan tindak pidana, maka pejabat yang diserahi tugas untuk
mengawasi pelaksanaan keputusan segera memberitahukan hal itu kepada
Menteri Kehakiman dan juga kepada pejabat yang dibebani tugas untuk
melaksanakan eksekusi keputusan dengan hukuman bersyarat itu.
- Setiap pejabat dari openbaar ministerie (kejaksaan) atau pejabat lainnya
yang diserahi tugas untuk menjalankan keputusan, begitu pula setiap
panitera pengadilan yang kepadanya telah diberitahukan keadaan terdakwa
dengan hukuman bersyarat dan yang telah dibebani syarat-syarat khusus,
memberitahukan hal itu dengan segera kepada Menteri Kehakiman dan
kepada pejabat seperti yang dimaksud dalam pasal 14d ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, bila pengetahuan tentang keadaan itu ada
gunanya dan kaitannya dengan kepentingan tugas pengawasan.
-Pemberitahuan seperti yang dimaksud dalam pasal ini dianggap tidak
perlu lagi, bila jangka waktu untuk melakukan pengawasan telah lewat,
atau adanya kepastian sebelum lewat jangka waktu itu bahwa tidak ada
lagi kesempatan untuk memberikan perintah pelaksanaan.

Pasal 5
-Dalam menjalankan perintah agar terdakwa dengan hukuman bersyarat
memenuhi kewajibannya untuk memenuhi syarat-syarat umum yang
diberikan kepadanya, tidak perlu diadakan pengawasan lebih lanjut lagi
selain tindakan tindakan yang berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 2
sampai dengan pasal 4.
-Dalam mengadakan pengawasan tentang pelaksanaan syarat-syarat
khusus yang diwajibkan kepada terdakwa dengan hukuman bersyarat,
harus dihindari semua hal yang tidak perlu mengenai pembatasan
kebebasan atau hal-hal yang merugikan kepentingan terdakwa dengan
hukuman bersyarat itu dalam masyarakat.
-Sebelum menangani perkara yang berkaitan dengan hal-hal seperti yang
disebutkan dalam pasal 14e dan 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
pejabat yang dimaksud dalam pasal 14d ayat (1) harus terlebih dahulu
memohon nasihat dari lembaga (instelling) atau pejabat khusus yang
berwenang untuk memberikan bantuan kepada terdakwa dengan hukuman
bersyarat itu.

b. KUHP
Pasal 14 a
- Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun
atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti
maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa
pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada
putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana
melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang
ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena
terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus
yang mungkin ditentukan dalam perintah itu.
- Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam
perkara-perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara
apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya
bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan
pula akan sangat memberatkan terpidana Dalam menerapkan ayat
ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai
perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan
pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhi pidana denda,
tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
- Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana
pokok juga mengenai pidana tambahan.
- Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang
cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak
akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika
sekiranya ditetapkan.
- Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-
keadaan yang menjadi alasan perintah itu.

Pasal 14 b

- Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal


492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi
pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
- Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan
telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan
dalam undang-undang.
- Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah

Pasal 14c

- Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan


pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana
tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan
syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih
pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau
sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
- Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan
atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan
pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh ditetapkan
syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang
harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari
masa percobaan
- Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan
beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana

Pasal 14 d

- Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah


pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika
kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan.
- Jika ada alasan, hakim dalam perintahnya boleh mewajibkan
lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di
Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang
berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya
memberi pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam
memenuhi syarat-syarat khusus
- Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi
serta mengenai penunjukkan lembaga dan pemimpin rumah
penampungan yang dapat diserahi memberi bantuan itu, diatur
dengan undangundang

Pasal 14 e

Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat 1, atau atas permintaan
terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama
masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya
waktu berlaku syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim
juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang
diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan
juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak
dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk
masa percobaan.

Pasal 14 f

- Tanpa mengurangi ketentuan pasal di atas, maka atas usul pejabat


tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara
dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya
dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi
peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa
percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada
pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya
tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan
habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan
tindak pidana sebelum masa percobaan mulai berlaku. Ketika
memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana
memberi peringatan itu.
- Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan
tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan
habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam
masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan
pemidanaan yang menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua
bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh
memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan
tindak pidana tali.
c. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan dalam Konsep KUHP
7. Pemberatan Pidana Kurungan
a. KUHP
- Pasal 18 ayat (1)
Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
- Pasal 18 ayat (3) KUHP
Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dan satu tahun empat
bulan
- Pasal 19 KUHP
Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan
pasal 29 Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang
dijatuhi pidana penjara.
- Pasal 21 KUHP
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana terpidana
berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai
tempat kediaman, di dalam daerah di mana ia berada, kecuali kalau
Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan
menjalani pidananya di daerah lain.
- Pasal 22 KUHP
Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu
tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara atau pidana
kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana hilang
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di
tempat itu juga.
- Pasal 24 KUHP
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh
diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang
terpidana.

- Pasal 25 KUHP

Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut


ialah:
1. orang-orang yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup;
2. para wanita;
3. orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh
menjalankan pekerjaan demikian

Pasal 26 KUHP

Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim


menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa
terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-
orang terpidana.

Pasal 27 KUHP
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan
dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan
tahun; tidak boleh dengan pecahan

Pasal 28 KUHP

Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat,


asal saja terpisah

Pasal 29 KUHP

Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana


kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus
tempat-tempat itu, hal pembedakan orang terpidana dalam
golongangolongan, hal mengatur pekerjaan, upah pekerjaan, dan
perumahan terpidana yang berdiam di luar penjara, hal mengatur
pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal
tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur
dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.

b. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan pemberatan pidana kurungan dalam
konsep KUHP
8. Tempat Orang menjalankan pidana
a. KUHP
b. Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan
Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatn dilakukan di LAPAS.
c. Konsep KUHP
Tidak ada aturan pelaksanaan tempat orang menjalankan pidana dala
konsep KUHP
B. Lembaga Penindakan
1. Lembaga penempatan di bawah pengawasan pemerintah
a. KUHP
Pasal 45
(tidak berlaku lagi menurut UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak)

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat
menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada
orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa
pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu
pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505,
514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun
sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu
pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau
menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.

b. Ordonansi tanggal 21 Desember 1917 dan Staatsblad 1917


nomor 741
c. Konsep KUHP

Tidak ada aturan Lembaga penempatan di bawah pengawasan


pemerintah

2. Lembaga penutupan secara terpisah atau lembaga afzonderlijke


opsluiting
a. KUHP
Pasal 35 ayat 3

Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam


hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam
aturan umum lainnya ialah : hak memilih dan dipilih dalam pemilihan
yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

b. Ordonansi tanggal 10 Desember 1917


c. staatsblad 1917 nomor 708

Reglemen Penjara (Gestichtenreglement)

d. Konsep KUHP
Tidak ada aturan Lembaga penutupan secara terpisah
3. Lembaga penutupan dengan seorang diri di dalam sebuah
kerangkeng dengan jeruji besi atau lembaga eenzame opsluiting
a. KUHP
Pasal 49 ayat (1) huruf d

Pasal 49 ayat (1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan


perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.

b. Ordonansi tanggal 10 Desember 1917


c. staatsblad 1917 nomor 708
d. Konsep KUHP
Tidak ada aturan mengenI Lembaga penutupan dengan seorang diri di
dalam sebuah kerangkeng dengan jeruji besi atau lembaga eenzame
opsluiting
4. Lembaga pendidikan paksa
a. Ordonansi tanggal 21 Desember 1917
b. staatsblad 1917 nomor 741

5. Lembaga penempatan di dalam lembaga kerja Negara


a. Ordonansi tanggal 24 Maret 1936
b. staatsblad 1936 nomor 160

C. Lembaga Kebijaksanaan
a. Pembebasan bersyarat ordonansi tanggal 27 Desember 1917 no
749 (Pasal 15-17 KUHP)
Pasal 15
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana
penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus
sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika
terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu
dianggap sebagai satu pidana.

(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu


masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
selama masa percobaan.

(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana
penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada
dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa
percobaan.

Pasal 15a

(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa


terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang
tidak baik.

(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai


kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama
dan kemerdekaan berpolitik.

(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah


pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.
(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan
khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada
terpidana.

(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus


atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat
diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan
kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.

(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang
memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang
tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas
baru.

Pasal 15b

(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan
melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat
pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan
keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.

(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani


pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.

(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat
tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan
lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa
percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi
tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan
bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan
menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan
tindak pidana selama masa percobaan.

Pasal 16

(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman


atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat
terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal
terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat
Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri
Kehakiman.

(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang


tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman
atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana.
Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering
Pusat.

(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa
tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang
dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum,
jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa
percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut
dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu
kepada Menteri Kehakiman.

(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan
disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan
pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani
pidananya mulai dari tahanan.

Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan
16 diatur dengan undang-undang.

ordonansi Pembebasan Bersyarat Tanggal 27 Desember


1917, Staatblad tahun1919 Nomor 744. Menurut Pasal 1
dari Ordonansitentang pembebasan bersyarat, usul dari Kepala Lembaga
Pemasyarakatan yang dikirim kepada Menteri Hukum dan HAM memuat:

1. Penunjukan dengan secermat mungkin terpidana yang bersangkutan;

2. Penyebutan putusan hakim yang pidananya harus dijalankan oleh


terpidana tersebut, hari mulai dijalankannya pidana itu dan kapan akan
berakhir;

3. Segala hal yang diketahui oleh kepala penjara tentang riwayat hidup
terpidana tersebut yang sekiranya perlu dicantumkan, pekerjaan atau usaha
apa yang telah pemah dijalankan sebelum dijatuhi pidana, apa yang telah
dipelajarinya, kemungkinan cara mencari nafkah sesudah dilepaskan dan
berhubungan dengan itu usul untuk diberikan bekal uang atau tidak kepada
orang yang akan dilepaskan dengan bersyarat itu dari kas pesangonnya;

4. Syarat-syarat khusus yang dihubungkan dengan pelepasan bersyarat itu


yang antara lain dapat mengenai tempat tinggalnya di dalam atau di luar
suatu daerah;

5. Tempat yang ingin dituju terpidana itu setelah dilepaskan dengan bersyarat
itu.

Pasal 2 Ordonansi ini juga menentukan bahwa usulan dari Kepala


Lembaga Pemasyarakatan harus terlampir dengan :
1. Kutipan surat keputusan hakim yang menjadi dasar terpidana tersebut
menjalani pidananya disertai daftar mutasinya;

2. Daftar yang disahkan tentang pidana tata tertib yang telah dijatuhkan
kepadanya selama tiga tahun sebelum usul itu diajukan;

3. Segala pemberitaan dan keterangan yang diperoleh berdasarkan Pasal 3


atau turunannya.

Setelah menerima usulan mengenai pembebasan bersyarat seseorang


narapidana dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan, maka Menteri Hukum
dan HAM akan mengusulkan usul tersebut kepada Dewan Reklasering
Pusat. Menteri Hukum dan HAM akan memberikan putusannya mengenai
pembebasan bersyarat bagi seorang narapidana dengan menetapkan jangka
waktu yang ada dan menetapkan besarnya jumlah uang yang akan didapat
oleh narapidana sebagai bekal untuk memulai dengan usaha yang baru
setelah dibebaskan secara bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan. Dalam
Pasal 5 Ordonansi tentang Pembebasan Bersyarat menyebutkan sebagai
berikut:

 Pada waktu pemberian pelepasan bersyarat, diberikan surat tanda izin


(Pas) kepada terpidana itu menurut model yang dilampirkan pada
ordonansi ini;

 Syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa pidananya belum selesai


dicantumkan di bagian belakang surat izin itu;

 Duplikat surat izin yang dibubuhi sidik jari terpidana itu disampaikan
kepada Kantor Besar Penjara (kini: Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia). Pasal 15a ayat (1) dan ayat (2) KUHP hanya menyantumkan
bahwa bagi orang yang dibebaskan secara bersyarat itu dapat ditetapkan
secara syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang
narapidana selama masa percobaan, akan tetapi tidak menjelaskan secara
rinci tentang kriteria yang harus digunakan untuk menetapkan syarat-
syarat tersebut, kecuali hanya membatasi bahwa syarat khusus berkenaan
dengan prilaku narapidana tidak boleh membatasi kebebasan untuk
beragama dan kebebasan berpolitik.

b. Pengembalian kepada orang tua Pasal 45 KUHP (UU No3 Tahun


1997, UU N0 11 Tahun 2012)
Pasal 45
Pelaksanaan:
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa
karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun,
hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah
dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa
pidana apa pun
c. Lembaga izin bagi narapidana untuk hidup bebas diluar lapas
(pasal 20 KUHP
Pasal 20 KUHP

(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan


paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat
mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis
waktu kerja.

(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan


itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk
menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus
menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu
bukan karena kehendak sendiri.

(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena


terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua
tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
d. Lembaga perbaikan nasib sendri Pasal 94 ayat (1) sd (4)
Ordonansi tanggal 10 Desember 1917, staatsblad tahun 1917
Nomor 708 (pasal 23 KUHP)
Pasal 23 KUHP
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh
sekedar meringankan nasibnya menurut aturan -aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.
1. Pengaturan Hukum Positif Terkait Lembaga Pelaksanaan Pidana
A. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.1. Yang
dimaksud dengan Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana
hilang kemeredekaan di LAPAS, sementara yang dimaksud dengan
Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Fungsi
Lembaga Pemasyarakatan salah satunya adalah melaksanakan fungsi
pembinaan yang merupakan proses system pemasyarakatan sebagai
realisasi pembaharuan pidana yang dahulu dikenal penjara juga merupakan
suatu proses pembinaan narapidana yang memandang narapidana sebagai
makhluk tuhan, individu dan anggota masyarakat.
Sebagai sebuah lembaga pembinaan sekaligus institusi penegak
hukum, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) menjadi bagian Integrated
Criminal Justice System. Selain peranannya sebagai penegak hukum,
Lembaga Pemasyarakatan memiliki perana strategis dalam pembentukan
sumber daya manusi (SDM) yang mandiri, bertanggungjawab, berkualitas
dan bermartabat.2 Dengan peran Lembaga Pemasyarakatan , maka telah
tepatapabila Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan
dan pengamanan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Undang-undang
ini ditetapkan sebagai Pejabat Fungsional Penegak Hukum

Pengaturan:

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


b. Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
c. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

1
Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tenang Pemasyarakatan
2
Bambang Supriyono, 2012, Peningkatan Kinerja Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Klas IIB Nusakambangan , Semarang: Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Jawa
Tengah, hal. 1.
d. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1999 tentang Kerjasama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan
e. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab
Perawatan tahanan
f. Peraturan Pemerintah No. 137 tahun 2000 tentang Tempat dan Tata
Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak
dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa

B. Balai Pemasyarakatan (Bapas)


Balai pemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan yang disebut
BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien
Pemasyarakatan.3 Balai Bapas memiliki peran yang penting dalam
memberikan bimbingan terhadap para narapidana yang telah memperoleh
pelepasan bersyarat, yaitu dengan pemberian pengawasan yang khusus.
Dalam Pasal 14 huruf d KUHP menyebutkan bahwa pengawasan terhadap
narapidana yang mendapatkan pelepasan bersyarat diserahkan kepada
yang berhak yang telah ditunjuk oleh hakim, salah satunya adalah Balai
Pemasyarakatan (BAPAS).
Balai Pemasyarakatan (BAPAS) memiliki tugas dan fungsi
menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok Direktoral Jendral
Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembimbingan klien
pemasyarakatan didaerah. Bentuk dari bimbingan yang diberikan macam-
macam, mulai dari pemberian pembinaan tentang agama, keterampilan,
sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini diberikan dengan
tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai
warga negara serta bertanggungjawab, untuk memberikan motivasi, agar

3
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
dapat memperbaiki diri sendiri, dan tidak mengulangi kejahatan
(residive).4
C. Rumah Tahanan (Rutan)
Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat
tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang Pengadilan5. Peraturan tentang Rumah Tahanan
(Rutan) diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-
Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas Dan Tanggung
Jawab Perawatan Tahanan.

D. Rumah Barang Sitaan Negara (Rupbasan)


Peraturan yang mengatur tentang Rumah Barang Sitaan Negara
(Rupbasan) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara Dan
Barang Rampasan Negara Padan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara.
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang selanjutnya
disebut Rupbasan adalah tempat penyimpanan dan pengelolaan benda
sitaan dan barang rampasan negara.6 Tempat Penyimpanan Benda Sitaan
Negara di luar Rupbasan adalah tempat penyimpanan benda sitaan yang
berada di tempat lain yang di tetapkan oleh Kepala Rupbasan berdasarkan
peraturan-perundangan yang berlaku. Yang disimpan dalam Rupbasan

4
Titi Dewanti, 2015, Pelaksanaan Kegiatan Kerja Bagi Klien Pemasyarakatan, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang, hlm 4.
5
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana
6
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014
Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara Dan Barang Rampasan Negara Padan
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
adalah benda sitaan Negara dan barang rampasan Negara. Benda Sitaan
Negara (Basan) adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan
proses peradilan. Sedangkan Barang Rampasan Negara (Baran) adalah
benda sitaan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara.

Anda mungkin juga menyukai