Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar BeIakang

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri


dari proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu > 2mg/mg atau dipstick : 2+ ), hipoalbuminemia (2,5
gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).1

Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar


antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun,
sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan
perbandingan anak laki-Iaki dan perempuan 2:1. Di Departemen llmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan
penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus
Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang
dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan anak laki-Iaki dan
perempuan 2:1.1

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu


kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,
terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan
kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. 1,2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. S
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bayung Lencir
Tanggal masuk RS : 02-11-18

2.2 Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 02 November 2018
 Keluhan Utama :
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6
minggu yang lalu, terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak
berkurang saat siang dan sore hari yang kemudian menjalar ke daerah kaki
sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin
bertambah, menyebar ke daerah muka, perut, dan kedua tungkai. Selama
bengkak, ibu penderita mengeluh BAK berwarna kuning keruh. Ibu
penderita mengaku frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. Keluhan Riwayat
sering terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak
ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur dengan
satu bantal. Anak tidak pernah muntah-muntah, demam, dan kejang. Selama
bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau kehilangan nafsu
makan. Anak masih bisa beraktivitas ringan. Riwayat adanya bercak merah
diwajah tidak ada. Keluhan ini tidak disertai dengan sesak napas, sakit perut
hebat, atau kemerahan pada kulit yang terasa nyeri.

2
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak memiliki riwayat dirawat dengan diagnosa Sindrom Nefrotik
tahun 2017 dan rutin mengkonsumsi obat tetapi anak lupa nama obatnya.

 Riwayat Penyakit Keluarga :


Pada keluarga tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya.

 Riwayat Pengobatan :
Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu
penderita lupa nama obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak
makin menjalar.

 Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

 Riwayat Psikososial :
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari
dengan sayur dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman
sebayanya. Tetapi akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya
bengkak.

 Riwayat Kehamilan Ibu :


Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan
sekali pada awal kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.

 Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan di rumah ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 2700
gram. PB 48 cm. Anak langsung menangis.

 Riwayat Pemberian Makan :

3
Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 10 bulan, lalu dilanjutkan
susu formula setelah umur 10 bulan dan bubur susu dengan bubur tim
setelah umur 14 bulan, dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.

 Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B 1x Polio 3x
BCG 1x Campak 1x
DPT 3x
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

 Riwayat Tumbuh Kembang :


Anak sekarang Sekolah SMP kelas 3. Menurut ibu penderita anaknya tidak
ada
masalah di sekolah.
Mengangkat kepala 3 bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Kesan : Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Suhu : 36,40C
Tekanan. Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 kali per menit
Pernafasan : 30 kali per menit

Antropometri
BB sekarang : 52 kg BB dulu : 50 kg
TB : 170 cm

4
BBI : 56 kg

Status Gizi
BB/U : p 50 - 75
TB/U : p 75 - 90
BB/TB : 52/56 x 100% = 92%
Kesan : Status gizi tidak dapat dihitung karena ada edema

Status Generalis
Kepala : Normocephali. Ubun-ubun besar menutup. Muka sembab (+)
Mata : Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-. Refleks pupil +/+
isokor. Edema palpebra +/+.
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris. Pernapasan Vesikuler antara kanan
dan kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-. Bunyi Jantung I dan II regular.
Retraksi ICS (-)
Abdomen : Perut supel, distensi abdomen (-), Bising usus (+) normal, hepar-
lien tidak teraba, asites (+), suara timpani di seluruh lapang
abdomen.
Urogenital: Tidak tampak kelainan
Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-,
pitting edema -
Bawah : Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+,
pitting edema +

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium tgl 13/08/13 jam 08.17
 Hematologi rutin
Hemoglobin 11,8 11,5-15,5 g/dL
Hematokrit 40,8 32-42%
Eritrosit 4,37 4-5,2 106/ul

5
Leukosit 7,96 4,5-10,5 103/ul
Trombosit 186 150-450 103/ul
Kolesterol 346 < 200 mg/dl
total
Protein total 4,1 6,7-7,8 g/dl
Albumin 1,8 3,5-5,0 g/dl
Globulin 2,3 1,5-3,0 g/dl
 Elektrolit
Na 141,62 135-148 mmol/L
K 4,37 3,5-5,3 mmol/L
Cl 108,31 98-110 mmol/L
Ca 1,45 1,19-1,23 mmol/L

 Urine rutin
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1,015 1,013-1,030
pH 6 4,6-8,0
Protein urin +++ -
Glukosa - -
(reduksi)

Leukosit 4-5 1-4 /LPB


Eritrosit 1-2 0-1 /LPB
Epitel 8-9

2.5 Diagnosis
Diagnosa banding :
Oedem anasarka e.c Sindrom nefrotik
Oedem anasarka e.c Glomerulonefritis Akut

Diagnosa Kerja :

6
Sindrom Nefrotik

2.6 Penatalaksaanaan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
Pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap/ 24 jam
Tampung Urin output/ 24 jam
Asupan cairan input/ 24 jam
Observasi tanda vital/ 8 jam

Terapi :
- Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)
- Pembatasan garam 1-2 gram/hari.
- Diet rendah kolesterol <600 mg/ hari
- IVFD D5 ¼ NS
- Inj. Ampicilin 3x600 mg
- Inj. Gentamicin 2x1 amp
- Inj. Metilprednisolon 3x40 mg
- Inj. Lasix 2x1 amp

2.7 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanatiam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal Catatan Instruksi
03-11- Bengkak pada tungkai dan - Pembatasan garam 1-2
2018 kelopak mata (-) gram/hari.
TD : 120/70 - Diet rendah kolesterol
S : 36,60C <600 mg/ hari

7
RR : 24 x/mnt - IVFD D5 ¼ NS
N : 85 x/mnt - Inj. Ampicilin 3x600
mg
- Inj. Gentamicin 2x1
amp
- Inj. Metilprednisolon
3x40 mg
- Inj. Lasix 2x1 amp

04-11- Bengkak pada tungkai dan - Pembatasan garam 1-2


2018 kelopak mata (-) gram/hari.
TD : 120/70 - Diet rendah kolesterol
S : 36,60C <600 mg/ hari
RR : 22 x/mnt - IVFD D5 ¼ NS
N : 80 x/mnt - Inj. Ampicilin 3x600
mg
- Inj. Gentamicin 2x1
amp
- Inj. Metilprednisolon
3x40 mg
- Inj. Lasix 2x1 amp

05-11- Bengkak pada tungkai dan - IVFD KAEN 3A 500


2018 kelopak mata (-) cc/ hari
TD : 120/70 - Inj. Ampicilin 3x600
S : 35,90C mg
RR : 22 x/mnt - Inj. Gentamicin 2x1gr\
N : 88 x/mnt - Inj. Metilprednisolon
3x40mg
Hasil Urine Rutin : - PO lasix 2x20 mg
Protein : - - PO captopril 2x12,5 mg
Glukosa : -

8
Sedimen : leukosit :5-6
Eritrosit : 0-1
Epitel : 4-5
Hasil kultur urine : tidak
ada pertumbuhan kuman
06-11- Bengkak pada tungkai dan Po :
2018 kelopak mata (-) Ciprofloxacin 2x500 mg
TD : 120/70 Metilprednisolon 16 mg
S : 36,3 0C
RR : 22 x/mnt
N : 90 x/mnt

Hasil Urine Rutin :


Protein : -
Glukosa : -
Sedimen : leukosit :0-1
Eritrosit : 0-1
Epitel : 1-2
07-11- Pasien pulang -
2018

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri
dari proteinuria massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5
gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).3,4,5
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom
Nefrotik, antara lain :4,6,7
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2
LBP/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥40 mg/m2 LBP/jam) selama 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥2 kali dalam 6 bulan
pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada
pengobatan prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4
minggu.

3.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita (2:1) dan kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah
dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua
pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien dibawah umur 6
tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per

10
tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44,2%
tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien,
76,4% merupakan tipe kelainan minimal.1,3,8
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun
diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset
tertinggi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat
berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.3,6,8

3.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :1,9,10
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik
ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak
itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom
nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara
histologis :sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis
proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal
segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan
manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini
mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Klasifikasi 2,3,4
 Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus
terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel
mesangial dan matriksnya. Penemuan pada mikroskop
immunofluorescence biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya

11
memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada
glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi
kortikosteroid.

 Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)


Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya
peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan
mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan
jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop elektron
memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan
menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini
berespon dengan terapi kortikosteroid.5,6,11

 Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental


glomerulosclerosis/FSGS)
Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus
memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental pada
pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence
menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami sklerosis.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut
segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen
kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC,
refluks vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20%
pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi prednisone. Penyakit ini
biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua
glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage
renal disease) pada kebanyakan pasien.5,6,11

 Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)


Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi
seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan mikroskop
cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan

12
suatu penambahan matriks mesangial. Perluasan mesangium berlanjut ke
dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi membrane
basalis (“jejak-trem” atau kontur lengkap). Kelainan ini sering ditemukan
pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada sindrom
nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.7,10

 Glomerulopati membranosa (GM)


Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan
secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang
ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus,
sedangkan yang lain masih normal. Perubahan histologik terutama adalah
penebalan membrane basalis yang terlihat baik dengan mikroskop cahaya
maupun elektron.7,10

2. Sindrom nefrotik sekunder


Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
 Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema
 Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS
 Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular
 Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schinlein, sarkoidosis
 Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal

3.4 Patofisiologi
 Protenuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya

13
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan
integritas membrana basalis glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam
keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi
molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif
apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin.
Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh
keutuhan struktur MBG.1,4,7,11

 Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin
dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati
biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan
albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun. 1,4

 Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan
overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan
faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravaskular ke jaringan intestitium dan terjadi edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia
dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium
dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume

14
intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. 1,4,7,11
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek
renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat
teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormone aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus
ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium
(natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf
simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan
penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler
sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium. 1,4,7,11

 Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low
density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme
di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik. 1,4,7,11

3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema
yang menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema
sering ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi
hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah
pretibial pada sore hari. 2,6,10

15
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya
terjadi di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada
mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital
yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas,
dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia,
iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria
jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah
penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau
kronis, dan malnutrisi protein. 2,6,10
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak
kecil dan bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan
edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain
sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat
menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva. 2,6,10
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan,
tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya
normal atau rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi
yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami
deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi
rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnnya,
sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik
kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental
(GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(Internasional Study of Kidney Disease in Children), pada SNKM
ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah
yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai
sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik
atau akibat peritonitis. 2,6,10
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-
Associated Renal Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis,
Glomerulonephritis akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.

16
3.6 Pemeriksaan Penunjang 4,5,6
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
 Urinalisis dan bila perlu biakan urin
 Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/
kreatinin pada urin pertama pagi hari
 Pemeriksaan darah antara lain :
o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
o Kadar albumin dan kolesterol plasma
o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
o Titer ASTO
o Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear
antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :


- Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan
ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid

3.7 Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya,
sebaiknya penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberculosis
(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,

17
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
disesuaikan dengan kemampuan pasien. 1,2,.7,11
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang
dianggap kontra indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan
terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet protein
normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu
2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi
energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah
garam (1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney
Diseases in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai
dengan pemberian prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari
(maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan
selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama,
remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah
pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada remisi pada 4
minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu
kedua dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating
(selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid. (Gambar 1) 3,6,9

18
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94%
pasien, tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan
50% diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat
dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating
selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+
kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednisone,
terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila
ada infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian
antibiotic kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan
pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai
edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu :
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut. 5,7,9

19
c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4
pilihan, yaitu :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir) 2,4,7

Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di


gigi atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps
sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednisone dosis
penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan
perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini
disebut threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian
dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir
prednisone 0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1mg/kgBB
secara alternating. 5,6,7

20
Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu), dilanjutkan dengan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari
dan imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis
tunggal selama 8 minggu

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4


minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750
mg/m2 LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan selama 6 bulan berturut-
turut dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu.
Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan
(lama tapering-off 2 bulan).
Atau
prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal
selama 12 minggu dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama
12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1

21
mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari
selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan). 2,8,10

d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid


1. Siklofosfamid
Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan
imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang
masa remisi dan mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan
siklofosfamid yaitu bila terjadi kegagalan mempertahankan remisi dengan
menggunakan terapi prednisone tanpa menyebabkan keracunan steroid.
Siklofosfamid diberikan 3 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12
minggu. Terapi prednisone selang sehari tetap diberikan selama
penggunaan siklofosfamid ini.
Selama pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek samping yang
mungkin terjadi antara lain : leucopenia, gangguan gastrointestinal, infeksi
varicella disseminate, sistisis hemoragik, alopesia, keganasan,
azoospermia, dan infertilitas. Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar
leukosit perlu diperiksa setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan
dahulu bila kadar leukosit menjadi ≤ 5000/mm3. 3,10

2. Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid
dalam menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan
kambuh sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari
selama 8-12 minggu. 3,10

3. Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini
juga mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi
sifatnya memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5
mg/kgBB diberikan selang sehari selama 4-12 bulan. 3,10

22
4. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai
dengan steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang
efektif. Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena
memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan
histologist bahkan pada penderita yang ginjalnya normal sekalipun. Efek
samping lain yang sering ditemukan yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi,
gejala gastrointestinal, dan hipertensi. 3,10

e. Penderita lama (pengobatan relaps)


 Relaps tidak frekuen : prednisone 2mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, diberikan
3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermitten dibagi dalam 3
dosis selama 4 minggu.
 Relaps frekuen : berikan prednisone dosis penuh sampai remisi, kemudian
dilanjutkan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid atau klorampusil
bersama-sama dengan prednisone dosis intermiten selama 8 minggu. 3,10,11

f. Penderita rawat jalan


 Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur
tinggi badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya
 Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi,
kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain
remisi total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat,
proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan
antibiotika (ampisillin atau amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada
proteinuria maka dianggap sebagai relaps. 3,10,11

g. Pengobatan tambahan
 Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-
2mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral

23
 Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-20
ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali
 Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5g/dL)
berikan albumin atau plasma darah. 3,10,11

3.8 Komplikasi
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering
adalah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran
IgG dan komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi
bacterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK)
diberikan antibiotic yang sesuai dan dapat disertai pemberian
immunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin
pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya
infeksi virus seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer
(biasanya disebabkan oleh kuman gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae) perlu sefalosporin generasi ketiga yaitu sefataksim atau
seftriakson, selama 10-14 hari. 5,9
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi
peningkatan kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein
(a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut
bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitive
steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut sementara, cukup dengan
pengurangan diit lemak. 1,5,9
3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena :
 Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan
osteopenia
 Kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom
nefrotik resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium

24
500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium
glukonas 50mg/kgBB intravena. 1,5,9
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom
nefrotik relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi,
takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,
gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan
sama dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal
ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal. 1,5,9

3.9 Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan
respons yang baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi
relaps. Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal
selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal
ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal
ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal. 1,5,9

25
BAB IV
ANALISA KASUS

TEORI KASUS
 Edema sering ditemukan Bengkak diawali pada daerah kelopak mata
dimulai dari daerah wajah dan muka sejak 6 minggu yang lalu,
dan kelopak mata pada pagi terutama pada pagi hari saat bangun tidur,
hari, yang kemudian dan bengkak berkurang saat siang dan sore
menghilang hari yang kemudian menjalar ke daerah
kaki
 Protenuria pada urine Proteinuria pada pasien adalah +++ (positif
sewaktu > 2mg/mg atau 3)
dipstick : 2+

 Hipoalbuminemin (< 2,5 Pada pasien kadar albumin adalah 1,8 g/dl
gr/dL),

 Dapat disertai Pada pasien kadar kolesterol total adalah


hiperkolestrerolemia (> 250 346 mg/dl
mg/uL)
 Sesuai dengan anjuran Pada pasien diberikan metilprednisolon
ISKDC (International Study injeksi 3x40 mg
on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial
pada sindrom nefrotik
dimulai dengan pemberian
prednisone dosis penuh (full
dose) 60 mg/m2 LPB/hari
(maksimal 80mg/hari), dibagi
dalam 3 dosis

26
BAB V
KESIMPULAN

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri


dari proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu > 2mg/mg atau dipstick : 2+ ), hipoalbuminemia (2,5
gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).1

Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom


Nefrotik, antara lain :
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4
mg/m2 LBP/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥40 mg/m2 LBP/jam)
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam
6 bulan pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per
tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥2 kali
dalam 6 bulan pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi
pada pengobatan prednisone dosis penuh (full dose) 2
mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik


Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens.
Available from : URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm.
akses : on November 15, 2018
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric
18 th ed. Saunders. Philadelpia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan
Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media
Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia
Kedokteran No. 134. Jakarta, h.32-37
8. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
9. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis Terapi Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2.
Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah;
2000. h.159-162
10. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup.
Update: Aug 25, 2009
11. Garna, Herry dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD. Edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD. h.601-606

28

Anda mungkin juga menyukai