20 November 2015
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Tahap-tahap perjalanan spiritual dharma sebagai perjalanan untuk
menyatukan ajaran suci dharma dengan kesadaran, untuk mencapai
kedamaian sejati di dalam diri [manah shanti], untuk mencapai sumber
terdalam dari pengetahuan, kebijaksanaan dan kesadaran tertinggi yaitu
kesadaran Atma [Atma Jnana], serta untuk terbebaskan dari siklus samsara,
di dalam ajaran suci dharma disebut dengan Tri Pramana. Yaitu :
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa hendaknya ada saatnya kita dapat
mengatakan cukup kepada tindakan mengumpulkan, mempelajari,
menganalisa dan mengutak-atik ajaran suci dharma dengan menggunakan
kepintaran secara logika. Selanjutnya kita harus tekun melaksanakan
praktek sadhana [upaya spiritual] yang disampaikan, dalam jangka waktu
panjang bertahun-tahun. Sampai kemudian kelak kita bisa mendapatkan
hasilnya sebagai mengalami sendiri secara langsung.
TAHAP 1. AGAMA PRAMANA
Agama pramana adalah tingkatan tahap paling awal. Tahap bagi para
sadhaka pemula yang baru belajar. Yaitu tahap teori, dimana kita
mempelajari pengetahuan, panduan, metode dan tehnik spiritual dharma
melalui membaca kitab-kitab suci, membaca ajaran-ajaran suci dharma,
atau mendengarkan dharma wacana dari Guru.
Tapi jika kita menggalinya lebih dalam lagi, kita akan menemukan
bahwa semua itu tidak muncul dari faktor-faktor luar. Semua
ketidakpuasan, kesengsaraan, perasaan sakit dan perasaan hampa itu
datangnya dari dalam diri kita sendiri. Bagaimana kesadaran kita
dicengkeram oleh berbagai pikiran-perasaan yang muncul. Bagaimana
kesadaran kita dicengkeram oleh sad ripu [enam kegelapan pikiran] dan
ahamkara [ego]. Itulah masalah sesungguhnya.
Yang tidak dapat sepenuhnya kita tentukan sendiri adalah apa yang
terjadi, muncul, datang dan pergi "diluar". Karena garis karma kita masing-
masing, perjalanan kehidupan ini kadang sangat sulit untuk dikendalikan
sesuai harapan kita. Niat kita ingin berlayar ke timur, tapi angin kencang
kehidupan memaksa kita berlayar ke barat. Niat kita ingin naik mendaki ke
atas gunung, tapi badai dan kabut kehidupan memaksa kita turun gunung.
Sedangkan yang sepenuhnya diri kita sendiri yang menentukan
adalah apa yang terjadi "di dalam" diri. Menjadi tenang dan damai
bukanlah persoalan takdir, garis karma atau garis nasib, melainkan
sepenuhnya diri kita sendiri yang menentukan.
Apapun sistem metode / tehnik sadhana yoga yang kita pilih dan
laksanakan, tujuannya sama satu, yaitu terus menuntun dan mengarahkan
diri kita untuk mencapai kesadaran Atma. Jika tidak demikian, maka itu
bukanlah suatu sistem metode / tehnik sadhana yoga yang berada di dalam
arus ajaran dharma.
Apapun sistem metode / tehnik sadhana yoga yang kita pilih, yang
terpenting untuk diperhatikan adalah bahwa sistem tersebut menuntun dan
mengarahkan kita untuk mencapai kesadaran Atma. Dengan kata lain,
menuntun dan mengarahkan kita menuju tercapainya 3 [tiga] kondisi
kesadaran ini, yaitu : upeksha, citta suddhi dan dayadhvam. Karena ketiga
kondisi kesadaran yang telah muncul dan semuanya terangkum sempurna
merupakan pertanda kesadaran Atma yang telah kembali sempurna.
- Duduklah bersila dengan santai dan tenang. Kita bebas memilih duduk
bersila dalam posisi padmasana, ardha-padmasana, siddhasana, atau
sukhasana. Pilihlah posisi duduk bersila mana yang paling sesuai untuk diri
kita sendiri. Bagi wanita boleh memilih untuk duduk dalam posisi
bersimpuh [vajrasana].
- Pejamkan mata.
Ketika pikiran kita berkeliaran, itu bukanlah suatu masalah atau suatu
kesalahan dalam meditasi, karena itu memang sifat alami dari pikiran kita.
Jika kita seorang sadhaka yang baru belajar meditasi, setelah selesai
meditasi silahkan periksa pikiran kita sendiri, bagaimana antara sebelum
sadar dan sesudah sadar dalam meditasi. Tentunya pikiran kita akan
menjadi lebih tenang, lebih damai. Inilah jalan meditasi yang memurnikan
kesadaran. Jika kita mau tekun mempraktekkannya setiap hari, dalam
jangka waktu panjang bertahun-tahun, perlahan-lahan tapi pasti ruang
pikiran kita akan terus menjadi semakin luas dan kesadaran kita akan terus
menjadi semakin murni.
2. Penjelasan.
Atau suatu saat kita terjebak dalam kemacetan jalan yang parah
dalam perjalanan ke tempat kerja. Ada kemungkinan kita akan terlambat
masuk kerja. Jika kita panik, marah-marah, mengebel-ngebel, dsb-nya, kita
sadari bahwa semua itu tidak akan menghentikan kemacetan jalan, tidak
ada pengaruhnya. Lebih baik kita menelpon ke tempat kerja, menjelaskan
bahwa kita akan terlambat masuk kerja karena jalan macet. Sambil
menunggu kemacetan kita bisa menyanyikan lagu-lagu mantra dalam hati,
yang menyejukkan hati kita. Kemudian cobalah besok-besok berusaha
untuk berangkat kerja lebih pagi lagi.
Atau ketika ada orang lain marah-marah dan mencaci-maki kita. Kita
sadari bahwa jika disaat itu kita berkata-kata atau bertindak di bawah
pengaruh energi marah, seperti balik mencaci-maki orang itu, kita sadari
bahwa hal itu hanya akan memperburuk keadaan. Lebih baik kita diam, atau
kita pergi menjauh. Kita sadari hal itu sebagai kenyataan rwa bhinneda,
bahwa di dunia ini tidak hanya ada orang baik saja, tapi banyak juga orang
seperti itu. Dalam ajaran dharma kita tidak menghakimi mereka sebagai
penjahat, kita hanya menyadari bahwa mereka dalam avidya [sedang
bingung dan sengsara]. Mereka bingung dan tidak paham bahwa kelakuan
seperti itu hanya akan mendatangkan lebih banyak masalah bagi mereka.
Mereka sengsara karena tidak sanggup menahan diri sendiri dari energi
marah. Dengan demikian kita tidak akan menilai mereka secara negatif atau
membenci mereka, melainkan memandang mereka dengan pandangan
belas kasih. Kita dapat bersabar terhadap mereka, kita tidak sengsara secara
emosional dengan kelakuan mereka dan untuk selanjutnya kita dapat lebih
berhati-hati menjaga diri agar kita tidak lagi mengalami masalah dengan
mereka.
Hal ini sesungguhnya adalah untuk menolong diri kita sendiri. Kita
hendaknya menyadari hal ini, untuk kemudian menciptakan keberkahan
bagi diri kita sendiri dan sekaligus menciptakan keberkahan bagi orang-
orang lain disekitar kita.
Ada 4 [empat] jenis belas kasih dan kebaikan yang perlu kita
kembangkan secara mendalam, yaitu :
Yang dimaksud dengan belas kasih dan kebaikan untuk diri sendiri,
adalah menerima diri kita sendiri seperti apa adanya, menerima garis nasib
kehidupan kita seperti apa adanya, serta tidak larut dalam rasa bersalah
dari kesalahan kita di masa lalu.
Selain itu, langkah belas kasih dan kebaikan untuk diri sendiri yang
berikutnya, adalah tidak tidak larut dalam rasa bersalah dari kesalahan kita
di masa lalu. Karena pada dasarnya sebagai manusia kita tidak sempurna.
Melakukan kesalahan adalah hal yang tidak terhindarkan. Terimalah dengan
penuh kerelaan. Yang terpenting adalah jika kita melakukan kesalahan,
segera sadari kesalahan kita, kemudian berusahalah memperbaiki diri.
Bagi orang awam, ketika bertemu orang lain dia cenderung akan
memikirkan apa yang bisa dia dapatkan dari orang tersebut. Bagi orang
yang kesadaran Atma-nya mulai bercahaya, ketika bertemu orang lain dia
akan memikirkan apa yang bisa dia berikan untuk orang tersebut.
Menapaki jalan dharma tidak berarti kita harus menjauhkan diri dari
kehidupan duniawi. Misalnya mengurung diri di sebuah gua meditasi yang
sepi, atau terus melakukan tirtayatra dari satu parahyangan suci ke
parahyangan suci lainnya, atau tinggal menetap di sebuah pesraman, dsb-
nya, yang dilakukan untuk lari dari urusan-urusan kehidupan
duniawi. Melarikan diri dari urusan kehidupan duniawi bukan maksud
tujuan dari ajaran dharma. Ketika kita pergi ke sebuah gua meditasi yang
sepi, atau sering melakukan tirtayatra, atau tinggal di sebuah pesraman,
dsb-nya, hendaknya itu menjadi masa penjernihan yang bersifat sementara
waktu saja. Kita melakukan itu dengan tujuan untuk menghimpun kekuatan
kejernihan dan ketenangan, yang nantinya sangat kita perlukan dalam
menghadapi masalah-masalah kehidupan duniawi. Sasaran utamanya
adalah perjalanan hidup kita sendiri.
Seringkali terjadi segala pelayanan apa yang sudah kita lakukan cepat
sekali dilupakan, tetap yang terus diingat orang adalah apa yang mereka
anggap sebagai kekurangan atau kesalahan kita. Analoginya jalan
pelayanan dapat membuat kita bernasib seperti keset, sudah diinjak-injak
orang kemudian tahi dan kotorannya disisakan untuk kita. Tapi jika kita
dapat menerimanya dengan rela, tenang, damai dan tetap tulus melakukan
pelayanan, itulah jalan menuju ke dalam diri yang bercahaya.
Banyak orang yang menunggu ini dan itu agar bisa damai dan
bahagia. Ada yang menunggu jam pulang kerja, ada yang menunggu
atasan dimutasi, ada yang menunggu masa liburan dan rekreasi, ada yang
menunggu agar anak-anak besar, ada yang menunggu agar sukses dan
kaya, dsb-nya. Para sadhaka di jalan dharma hendaknya tidak menunggu ini
dan itu agar bisa damai. Belajarlah menjadi damai dan bahagia di setiap
gerak langkah kehidupan, dengan cara tersenyum dan menyatu damai
dengan apapun yang sedang kita lakukan. Salah satu aspek jalan kesadaran
adalah membiasakan diri. Dengan membiasakan diri menyatu damai
dengan apapun kegiatan kita, kedamaian tidak menjadi suatu tujuan yang
jauh disana, melainkan setiap gerak langkah kita menjadi satu dengan
kedamaian.
Jika dalam suatu situasi keadaan kita belum mampu untuk melakukan
kebaikan bagi mahluk lain, atau kita tidak mampu untuk memberikan
pertolongan langsung bagi mahluk lain, setidaknya kita dapat berdoa, atau
melakukan suatu sadhana ritual, untuk mendoakan keselamatan dan
kebahagiaan mereka.
BAGIAN III. KELEMAHAN MEMAHAMI AJARAN
DHARMA MELALUI KEPINTARAN SECARA LOGIKA
Kepintaran secara logika sudah tentu bukan sesuatu yang salah atau
buruk. Kepintaran secara logika itu berguna jika kita gunakan di tempat
yang tepat. Seperti di sekolah atau di dunia pendidikan modern, atau di
tempat kerja, kepintaran secara logika itu berguna.
Sehingga sadari sejak awal bahwa tahap agama pramana, yaitu tahap
mempelajari panduan, metode dan tehnik spiritual dharma melalui
membaca kitab-kitab suci, membaca ajaran-ajaran suci dharma, atau
mendengarkan dharma wacana dari Guru, hanyalah sebatas alat bantu di
awal saja. Sama sekali bukan memahami secara mendalam, mencapai dan
mengalami tujuan itu sendiri.
Ketahuilah sejak awal, bahwa intisari utama dari ajaran suci dharma,
yaitu kesadaran Atma [kesadaran kosmik] dan kenyataan semesta, tidak
pernah dapat dipelajari dengan kepintaran secara logika. Kesadaran Atma
dan kenyataan semesta tidak pernah dapat dipahami dan diketahui secara
mendalam, hanya melalui membaca kitab-kitab suci, membaca ajaran-
ajaran suci dharma, atau mendengarkan dharma wacana dari para Guru
suci. Kesadaran Atma dan kenyataan semesta hanya dapat dipahami,
diketahui dan dicapai secara mendalam melalui praktek, melalui
penembusan langsung secara sangat mendalam ke dalam pikiran dan
perasaan kita sendiri. Sehingga kita harus melangkah ke tahap berikutnya,
yaitu tahap anumana pramana.
Ini tidak hanya penting untuk diri sendiri, tapi juga penting untuk
kepentingan semua mahluk, yaitu untuk menjaga keberlangsungan dan
melestarikan ajaran dharma. Di dalam ajaran dharma yang mendalam
disebutkan bahwa cara untuk menjaga keberlangsungan ajaran dharma,
agar kelak di masa depan ajaran dharma tidak mengalami keruntuhan,
adalah dengan ketekunan para sadhaka, para pemuka agama, para
pemimpin agama dan para ahli agama, untuk melaksanakan praktek.
Karena jika tidak, maka situasi dunia akan dibanjiri oleh para Guru spiritual,
pemuka agama, pemimpin agama dan ahli agama, yang memberikan
wacana kosong kepada masyarakat. Para orang-orang dungu, yang hanya
mengejar uang, jabatan, keterkenalan, ataupun kepentingan-kepentingan
pribadi lainnya. Atau bahkan dengan ceroboh mendirikan kelompok atau
aliran sendiri. Yang mana itu semua lama-kelamaan tidak saja akan
mengakibatkan masyarakat menjadi enggan mempelajari ajaran dharma
dan menjauh dari ajaran dharma, tapi juga suatu saat dapat mengakibatkan
kepunahan ajaran dharma.
Karena ajaran dharma yang asli tidak ada di tempat suci, tidak ada
dalam buku-buku suci dan tidak ada di dalam dunia materi, tapi adanya
pada kesadaran di dalam diri. Ada kebutuhan untuk membangkitkan ajaran
dharma di dalam diri dengan cara mencapai kesadaran sempurna. Inilah
sesungguhnya yang disebut menjaga keberlangsungan dan melestarikan
ajaran dharma.
Ketika ajaran suci dharma sudah kita pelajari [tahap agama pramana],
tahap selanjutnya adalah mempraktekkannya secara tekun dalam jangka
waktu panjang [tahap anumana pramana]. Kemudian dari ketekunan
melaksanakan praktek inilah kemudian dapat mulai memberikan hasil. Hal
ini ditandai dengan munculnya 4 [empat] pertanda bahwa pelaksanaan
praktek kita sudah mulai memberikan hasil.
Artinya rasa sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsb-nya,
tersebut masih tetap muncul sebagai bagian utuh dari diri kita. Tapi para
sadhaka yang sudah tekun melaksanakan praktek, kesadarannya tidak lagi
dapat dicengkeram oleh rasa sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau,
dsb-nya. Karena kesadaran sudah seluas ruang tidak terhingga, rasa sedih,
rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsb-nya, tersebut itu tidak lagi
menimbulkan kesengsaraan. Perasaan itu datang, muncul beberapa saat
dan kemudian berlalu. Sehingga sang sadhaka hanya tersenyum damai,
sekaligus dapat bersikap penuh belas kasih secara sempurna kepada rasa
sakit, penyakit dan orang yang menyakiti.
1. Pertanda Dalam.
Pertanda dalam adalah kita tidak tertarik menyakiti orang lain, tidak
tertarik menjelek-jelekkan orang lain, tidak tertarik membenci orang lain,
tidak tertarik menghakimi orang lain, tidak tertarik mencela dan mengkritik
orang lain, tidak tertarik bersaing dengan orang lain, tidak tertarik menjahili
orang lain, tidak tertarik memanfaatkan orang lain, tidak tertarik merugikan
orang lain, tidak tertarik korupsi, tidak tertarik selingkuh, tidak tertarik
melakukan kejahatan, dsb-nya.
Selain itu kita dapat berdamai sempurna dengan garis karma kita
sendiri. Kaya kita damai, miskin kita juga damai. Ganteng atau cantik kita
damai, jelek kita juga damai. Sehat kita damai, sakit kita juga damai. Dipuji
kita damai, dicaci-maki kita juga damai. Dsb-nya.
2. Pertanda Luar.
Jika para sadhaka tingkat pemula [baru belajar] belum beranjak dari
tahap agama pramana [masih berkutat pada teori], sehingga masih amat
sangat tergantung kepada Sastra Guru [kitab-kitab suci] atau Satguru
[dharma wacana dan tafsiran kitab suci dari seorang Guru]. Para sadhaka
yang sudah melangkah jauh memasuki tahap anumana pramana [tekun
melaksanakan praktek], mulai dapat melangkah jauh lebih maju ke depan,
mulai dapat belajar kepada Jagad Guru [alam semesta sebagai Guru] dan
Anthra Guru [Guru di dalam diri].
Di tahap ini kita juga mulai dapat membaca diri sendiri [bhuwana alit],
melihat kebenaran kosmik di dalam diri kita sendiri, untuk kemudian
mengenal kenyataan diri sejati secara lebih mendalam.
Inilah tahap pencapaian spiritual yang disebut oleh leluhur kita di Bali
sebagai "agama tanpa sastra" [agama tanpa buku suci] atau "lontar tanpa
tulis" [buku suci yang tidak berisi tulisan]. Karena ajaran suci dharma yang
dipelajari tidak lagi berupa buku-buku yang berisi tulisan, melainkan sudah
dapat melihat dan membaca ajaran suci dharma tidak tertulis yang terdapat
berlimpah di alam semesta dan di dalam diri kita sendiri.
Tentu saja ini akan menjadi perjalanan spiritual yang panjang. Dalam
prosesnya akan ada siklus naik-turun, kadang-kadang kita melakukan
kesalahan, kadang-kadang kita terjerembab dalam kebingungan. Hal itu
sangat wajar dan manusiawi. Yang terpenting adalah kita tetap memiliki
niat yang kuat, ketekunan dan konsistensi, sehingga secara pasti kita sudah
mengarahkan diri ke arah yang benar dan sangat terang.
Tapi sekali lagi [sangat penting untuk ditekankan] kita tidak akan
pernah bisa mengetahui, mengenali dan mencapai semua kebenaran
kosmik ini hanya sebatas dengan menggunakan kepintaran secara logika
saja. Kita baru bisa mengetahui, mengenali dan mengalami sendiri
kenyataan kosmik ini jika kita menyatukan ajaran suci dharma dengan
kesadaran. Caranya adalah kita benar-benar tekun dalam jangka waktu
panjang bertahun-tahun melaksanakan praktek sadhana.
Semoga kita semua memiliki niat yang kuat, ketekunan dan
konsistensi dalam melaksanakan praktek sadhana [upaya menyatukan
ajaran suci dharma dengan kesadaran]. Semoga perlahan-lahan kita dapat
melonggarkan cengkeraman sad ripu dan ahamkara dari kesadaran kita,
sehingga kita dapat menjadi sumber kedamaian dan pertolongan terbaik
bagi semua mahluk. Semoga segala kekuatan suci yang telah terbangun
dari ketekunan kita melaksanakan praktek sadhana dapat bertumbuh lebih
kuat dan lebih kuat lagi. Semoga semua pemahaman dharma, semua
pemahaman tentang diri, serta semua pemahaman tentang kenyataan
semesta yang telah kita peroleh, dapat menjadi lebih dalam dan lebih
dalam lagi.
Kumpulan e-book lengkap dari Rumah Dharma - Hindu Indonesia bisa di-
download secara gratis tanpa dipungut biaya apapun di :
tattwahindudharma.blogspot.com
facebook.com/rumahdharma
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang kedua, mendalami
kekayaan spiritual Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin pertemanan
dengan banyak Guru dan praktisi spiritual, serta tetap meneruskan melakukan
tirthayatra dan penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.
Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan dharma untuk umum di halaman fb
rumah dharma, serta mulai memberikan tuntunan dan berbagi ajaran kepada
adik-adik dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis buku. Inspirasi
dharma yang didapatnya dari perjalanan ke berbagai pura pathirtan kuno,
dikombinasikan dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi panjang dengan banyak
praktisi spiritual, kemudian ditulisnya menjadi berbagai buku.
Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang ketiga, serta tetap
meneruskan melakukan pelayanan dharma untuk umum.