OLEH
KELOMPOK 5
3
4. Aspek Perizinan Usaha
Aspek perizinan ditujukan untuk menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha
dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu dan untuk membebaskan biaya perizinan
bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
5. Aspek Kesempatan Berusaha
Aspek kesempatan berusaha ditujukan untuk:
1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar,
ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi
pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi
lainnya;
2) menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor
perdagangan retail;
3) mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses,
bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan
turun-temurun;
4) menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus
bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
5) melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
6) mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil
melalui pengadaan secara langsung;
7) memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah
dan Pemerintah Daerah; dan
8) memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
6. Aspek Promosi dan Dagang
Aspek promosi dagang ditujukan untuk:
1) meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di
luar negeri;
2) memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah di dalam dan di luar negeri;
4
3) memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam
kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan
4) memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.
7. Aspek Dukungan Kelembagaan
Aspek dukungan kelembagaan ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan
fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra
bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
D. PERAN, PROSPEK KEKUATAN DAN KELEMAHAN UKM
1. Peran UKM
Usaha kecil menengah mempunyai peran yang penting dalam pembangunan
ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih
kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan
perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh
tekanan eksternal, karena dapat mengurangi impor dan memiliki kandungan lokal yang
tinggi. Oleh karena itu pengembangan usaha dapat memberikan kontribusi pada
diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan
ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat
penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada UKM dari pada yang terjadi di perusahaan
besar.
UKM (Usaha Kecil Menengah) memegang peranan yang sangat besar dalam
memajukan perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja
baru, UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis
moneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam
mengembangkan usahanya. Saat ini, UKM telah berkontribusi besar pada pendapatan
daerah maupun pendapatan negara Indonesia. Selain itu UKM sangat berperan dalam
mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia dan menyerap banyak tenaga
kerja Indonesia yang masih mengganggur.
2. Prospek Kekuatan dan Kelemahan UKM
Secara teoritis Hoselitz (1959) sebagai orang pertama yang membahas relasi
antara tingkat pendapatan dan tingkat dominasi UKM, mengemukakan bahwa dari hasil
studinya dengan menggunakann data dari sejumlah negara-negara di Eropa,
5
menyimpulkan bahwa dalam proses pembangunan di suatu wilayah tercerminkan
dalam laju pertumbuhan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita, kontribusi UKM
di wilayah tersebut mengalami perubahan.
Beberapa aspek yang sangat menentukan prospek perkembangan UKM adalah
kemampuan UKM itu sendiri untuk mengetahui kekuatan yang kemudian dioptimalkan
dan kelemahan yang kemudian harus diminimalisir. Aspek-aspek yang menjadi
kekuatan dan kelemahan berasal dari aspek manusia dan aspek ekonomi.
1) Aspek Manusia
Dari aspek manusia kekuatan UKM adalah:
(1) motivasi yang kuat untuk mempertahankan usahanya;
(2) penawaran tenaga kerja yang melimpah dengan upah yang murah.
Sedangkan kelemahan UKM adalah:
(1) kualitas SDM rendah baik dilihat dari tingkat pendidikan formal maupun
ditinjau dari kemampuan untuk melihat peluang bisnis;
(2) tingkat produktivitas rendah;
(3) penggunaan tenaga kerja cenderung eksploitatif dengan tujuan untuk mengejar
target;
(4) sering mengandalkan anggota keluarga sebagai pekerja tidak dibayar.
2) Aspek Ekonomi (Bisnis)
Kekuatan UKM apabila dilihat dari aspek ekonomi (bisnis) adalah:
(1) mengandalkan sumber keuangan informal yang mudah diperoleh;
(2) mengandalkan bahan-bahan baku lokal (tergantung pada jenis produk yang
dibuat);
(3) melayani segmen pasar bawah yang tinggi permintaan (proposi dari populasi
paling besar).
Sedangkan kelemahan UKM dari aspek ekonomi (bisnis) adalah manajemen
keuangan yang buruk.
Kekuatan dari kedua aspek tersebut harus dioptimalkan dalam upaya untuk
meningkatkan dan mengembangkan UKM itu sendiri, sedangkan kelemahan dari kedua
aspek tersebut harus secara terus menerus diminimalisir.
Secara lebih terperinci, Anogara dan Sudantoko (2002:225-6) menggambarkan
karakterisik UKM secara umum yang lebih banyak merupakan kelemahan yaitu:
1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah
administratif pembukuan standar.
6
2) Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi.
3) Modal terbatas.
4) Pengalaman manajerial dan mengelola perusahaan masih sangat terbatas.
5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu
menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6) Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta difersifikasi pasar sangat terbatas
7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat
keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar
modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar dan harus
transparan.
Beberapa keunggulan UKM dibandingkan usaha besar adalah:
1) UKM biasanya memenuhi permintaan (aggregate demand) yang terjadi di wilayah
regionalnya sehingga UKM menyebar di seluruh pelosok dengan ragam bidang
usaha.
2) Mempunyai keleluasaan atau kebebasan untuk masuk atau keluar dari pasar
mengingat modal sebagaian besar terserap pada modal kerja dan sangat kecil yang
dimasukan dalam aktiva tetap sehingga yang dipertaruhkan juga kecil. Dampak dari
hal ini adalah kemudahan untuk memperbarui produknya sehingga mempunyai
derajat imunitas yang tinggi terhadap gejolak perekonomian internasional.
3) Sebagian besar UKM adalah padat karya (labour intensive) mengingat teknologi
yang digunakan UKM relatif sederhana. Persentase distribusi nilai tambah sangat
besar sehingga distribusi pendapatan bisa lebih tercapai. Hubungan erat antara
pemilik dengan karyawan menyebabkan sulitnya terjadi PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja). Keadaaan ini menunjukan usaha kecil memiliki fungsi sosial
ekonomi.
E. POLA PEMBERDAYAAN UMKM
Pola Pendekatan Pemberdayaan UMKM dapat dilakukan dengan pola kemitraan,
BDSP (Business Development Services Provider) dan pola Klaster.
1. Pola Kemitraan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008,
kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan
Usaha Besar. Kemitraan dilaksanakan dengan pola sebagai berikut.
7
1) Inti-plasma
Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma, Usaha Besar sebagai inti
membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi
plasmanya dalam:
(1) penyediaan dan penyiapan lahan;
(2) penyediaan sarana produksi;
(3) pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;
(4) perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
(5) pembiayaan;
(6) pemasaran;
(7) penjaminan;
(8) pemberian informasi; dan
(9) pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas dan wawasan usaha.
2) Subkontrak
Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak, untuk memproduksi
barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:
(1) kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;
(2) kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara
berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;
(3) bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;
(4) perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
(5) pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah
satu pihak; dan
(6) upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
3) Waralaba
Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba,
memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang memiliki kemampuan. Pemberi waralaba dan penerima waralaba
mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri
sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual
berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan
dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian,
dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.
8
4) Perdagangan umum
Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum, dapat dilakukan
dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan
pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan
secara terbuka. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha
Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil
atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
diperlukan. Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan
salah satu pihak.
5) Distribusi dan Keagenan
Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan, Usaha
Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan
barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
6) Bentuk-bentuk Kemitraan Lain
Bentuk-bentuk kemitraan lain adalah seperti: bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).
10
tersebut dalam bidang teknis, manajemen, keuangan dan sebagainya, sesuai dengan
sektor dan bidang keahlian masing-masing.
Adanya pendamping atau konsultan tersebut sangat membantu UMKM
dalam mengembangkan usahanya, akan tetapi untuk mengembangkan usaha lebih jauh
UMKM seringkali menemui kendala untuk akses dengan lembaga keuangan khususnya
perbankan. Di lain pihak perbankan yang memiliki alokasi sumber dana belum dapat
menjangkau lebih banyak UMKM karena keterbatasan informasi dan SDM yang
dimiliki. Peranan pendamping/konsultan dalam menghubungkan UMKM dengan bank
menjadi sangat strategis karena dapat menciptakan kesinambungan UMKM dan dapat
mengatasi keterbatasan perbankan dalam menjangkau UMKM. Konsultan/
pendamping UMKM yang mampu menghubungkan dengan bank dapat menjadi mitra
bank. Sehubungan dengan peranan yang strategis tersebut,
konsultan/pendamping UMKM perlu diperkuat dari aspek keuangan dan perbankan
melalui pendidikan dan pelatihan yangg terpadu, sehingga menjadi konsultan
keuangan/pendamping UMKM yang profesional dan dapat menjadi mitra bank.
Pemberdayaan BDSP dimaksudkan untuk memberdayakan konsultan/
pendamping, baik swasta maupun yang dibentuk Pemerintah, yang selama ini terlibat
dalam pengembangan UMKM. Pembentukan BDSP didasarkan pada visi untuk
memperluas akses sektor UMKM kepada kredit perbankan, sedangkan misinya adalah
memberdayakan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM agar mampu menyediakan
jasa pengembangan bisnis dan berfungsi sebagai “jembatan penghubung” antara
UMKM dan bank.
3. Pola Pendekatan Klaster
Pola pengembangan satuan usaha berbasis klaster adalah suatu
pengembangan investasi bagi kelompok usaha mikro, kecil, menengah berbasis klaster
komoditas atau industri yang mengoptimalkan hubungan antar pengusaha dalam
perluasan kesempatan kerja, pemanfaatan sumberdaya lokal, dan pemasaran. Usaha ini
mengkaitkan antara input – proses – output dan pasar secara terangkai yang berbasis
pada satu jenis komoditas (klaster komoditas) atau pada kelompok industri (klaster
industri).
Banyak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) gagal beroperasi karena
tidak mendapatkan kepastian terhadap penyediaan input dan pemasaran output.
Lembaga keuangan kurang melihat perspektif mata rantai produksi, pengolahan,
pemasaran sebagai suatu rangkaian usaha yang beroperasi secara menyatu dan modal
11
dapat kembali. Keterlibatan input, proses, output dan akses pasar pada UMKM sering
tidak terorganisir secara benar. Paket kebijakan pengembangan usaha sangat sektoral
dan tidak terfokus pada satuan kelompok usaha yang terangkai. Upaya pemerintah
belum optimal dalam mengembangkan jaringan kerja kemitraan dalam pengembangan
UMKM. Peran yang diharapkan dari pemerintah adalah:
1). Menciptakan peluang pasar lokal, domestik dan global sebagai respon
terhadap perkembangan yang ada;
2). Melakukan terbosan-terobosan dalam pengembangan teknologi sistem
produksi, pengolahan dan pemasaran;
3). Menguatkan dan mengaktifkan jalinan hubungan secara kemitraan antar pelaku
dalam proses produksi, pengolahan dan pemasaran;
4). Melakukan identifikasi sumberdaya yang potensial secara lebih intensif;
5). Menciptakan produk yang memiliki keunggulan komparatif;
6). Memanfaatkan sumber daya yang tersedia guna memperoleh nilai tambah yang
lebih tinggi.
Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya
untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung
dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan,
infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan
perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang
tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
Sebagai contoh adalah Klaster Opak Ubi Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai
- Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara mempunyai beberapa klaster yang
potensial untuk dikembangkan. Klaster yang terpilih menjadi pilot project di Kabupaten
Serdang Bedegai adalah klaster ubi kayu menjadi produk opak. Pemilihan klaster ini
didukung dengan ketersediaan bahan baku berupa ubi kayu uang dipasok dari luasan
lahan ubi kayu sebesar 86.265 hektar. Lusasan tersebut dapat mensuplai bahan baku
sebesar + 201.000 ton per tahun untuk diolah menadi opak. Kertesediaan bahan baku
yang berlimpah berkontribusi terhadap kelangsungan klaster pengolahan opak.
Demikian juga adanya peluang pasar yang masih terbuka untuk pasar domestik maupun
pasar ekspor. Sejauh ini, klaster belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik
yaitu ke Jawa.
12
REFERENSI
13