Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rehan Arfiananda

Kelas :C

NIM : 1041811101

Ketahui Penyakit Turunan Buta Warna

A. Pengertian Buta Warna

Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Prevalensi buta warna di Indonesia sebesar
0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang harus memilih jurusan dalam jenjang
pendidikan, khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan pengodean warna dalam pekerjaan.
(Kartika, Keishatyanarsha, Yenni, dan Yohanie, 2014:268)

B. Gejala Buta Warna


Penderita buta warna terdapat lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan, dengan persentase masing-masing 5-8% laki-laki dan 0.5% perempuan. Sebagian
besar orang menganggap buta warna bukan merupakan suatu masalah yang serius, sehingga sering
diabaikan meskipun dapat mengganggu pekerjaan. Beberapa masalah yang dihadapi oleh
penderita buta warna yaitu dapat mengganggu aktivitas penderitanya sehari-hari, dapat
mempengaruhi penderitanya dalam memilih program studi di universitas dan memilih karir atau
pekerjaan, dan diskriminasi terhadap penderita buta warna masih sering terjadi. (Randy, Ernawati,
Desi, 2014:51-52)

C. Penyebab Buta Warna


Buta warna disebabkan karena mutase pada gen opsin gelombang panjang, gelombang
menengah, dan atau gelombang pendek. Gen opsin gelombang panjang (OPN1LW) dan gen opsin
gelombang menengah (OPN1MW) terletak pada kromosom Xq28, sedangkan gen opsin
gelombang pendek (OPN1SW) terletak pada kromosom 7q32. Penyakit ini biasanya diturunkan
secara herediter dari orang tua ke anak dengan pola terkait kromosom X resesif (X-linked
recessive). Pola penurunan ini ditunjukkan dengan adanya pewarisan dari seorang ibu kepada anak
laki-lakinya sehingga si anak menderita buta warna. Apabila alel diwariskan kepada anak
perempuannya, maka anak perempuan tersebut akan menjadi pembawa (carrier). (Mitayani,
2018:159)

1
D. Mekanisme Penglihatan Warna
1. Teori Trikromatik
Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitive terhadap 3 spektrum warna yaitu
merah, hijau, dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari 3 reseptor warna yang
dikirim ke otak dibandingkan sampai menampilkan warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan,
tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena transmisi ke otak.
2. Teori Hering’s opponent colors
Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi penampilan
warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan defisiensi penglihatan warna. Hering mencatat
penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi secara bersamaan, contohnya kemerahan-
kehijauan dan kekuningankebiruan. Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh
untuk membedakan warna yang berpasangan.
3. Teori modern opponent colors
Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa warna
yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru dikirim ke otak.
(Kartika, Keishatyanarsha, Yenni, dan Yohanie, 2014:269)

E. Klasifikasi Buta Warna


1. Monochromacy
Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah sel pigmen
cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Monochromacy ada dua jenis, yaitu
Rodmonochromacy dan Cone monochromacy. Rodmonochromacy (typical) adalah jenis buta
warna yang sangat jarang terjadi, yaitu ketidakmampuan dalam membedakan warna sebagai
akibat dari tidak berfungsinya semua cones retina. Penderita rod monochromacy tidak dapat
membedakan warna sehingga yang terlihat hanya hitam, putih ,dan abu-abu. Cone monochromacy
(atypical) adalah tipe monochromacy yang sangat jarang terjadi yang disebabkan oleh tidak
berfungsinya dua sel cones. Penderita cone monochromacy masih dapat melihat warna tertentu,
karena masih memiliki satu sel cones yang berfungsi.

Gambar 1. Monokhromat
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna dimana salah satu dari tiga sel cone tidak ada
atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada cone, seseorang yang
menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sel pigmen yang rusak. Protanopia adalah

2
salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreseptor retina merah. Pada
penderita protanopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi
pada 1% dari seluruh pria. Protanopia juga dikenal dengan buta warna merah-hijau. Deutanopia
adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreseptor retina
hijau. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone.
Seseorang yang menderita tritanopia akan mengalami kesulitan dalam membedakan warna biru
dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan
merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

Gambar 2. Protanopia Gambar 3. Tritanopia

Gambar 4. Deuteranopia
3. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan
oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomaloustrichromacy
memiliki tiga sel cones yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap
salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Protanomaly adalah tipe anomaloustrichromacy
dimana terjadi kelainan terhadap longwavelength (red) pigment, sehingga menyebabkan
rendahnya sensitifitas terhadap cahaya merah. Artinya penderita protanomaly tidak akan mampu
membedakan warna dan melihat campuran warna yang dapat dilihat oleh mata normal. Penderita
juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini
mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam. Deuteranomaly
disebabkan oleh kelainan pada bentuk pigmen middle-wavelength (green). Sama halnya dengan
protanomaly, deuteranomaly tidak mampu melihat perbedaan kecil pada nilai hue dalam area
spektrum untuk warna merah, orange, kuning, dan hijau. Penderita salah dalam menafsirkan hue
dalam region warna tersebut karena hue-nya lebih mendekati warna merah. Perbedaan antara
keduanya yaitu penderita deuteranomaly tidak memiliki masalah dalam hilangnya penglihatan
terhadap kecerahan (brigthness). Tritanomaly adalah tipe anomolous trichromacy yang sangat
jarang terjadi, baik pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly, kelainan terdapat pada short
wavelength pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum warna. Tidak

3
seperti protanomaly dan deuteranomaly, tritanomaly diwariskan oleh kromosom 7. (Sofiar,
Tony,dan Sidik, 2012:16-18)

F. Diagnosis Buta Warna


1. Uji Farnsworth
Uji Farnsworth terdiri dari 4 set chips yang harus disusun sesuai dengan progression
of hue. Orang dengan defisiensi penglihatan beberapa warna akan membuat kesalahan menyusun
chips pada lokasi di sekitar hue circle. Tes ini dapat membedakan tipe defisiensi penglihatan
warna dan mengevaluasi tingkat keparahan diskriminasi warna.
2. Uji Ishihara
Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna. Penapisan dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum gangguan
penglihatan warna. Uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda sehingga
keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan pasien dengan kelainan warna. Penderita buta
warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak
dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan, pasien diminta melihat dan
mengenali tanda gambar yang diperlihatkan selama 10 detik.
3. Nagel Anomaloskop
Nagel anomaloskop terdiri dari test plate yang bagian bawahnya berwarna kuning
yang dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha mencocokkan bagian atas sampai berwarna
kuning dengan mencampur warna merah dan hijau. Orang dengan buta warna hijau akan
menggunakan banyak warna hijau dan begitu juga pada orang dengan buta warna merah.
4. Uji Holmgren
Pada tahun 1837, August Seebeck menggunakan lebih dari 300 kertas berwarna dan
meminta pasien mencocokkan atau menemukan warna yang sesuai dengan contoh warna yang
diberikan, dan pada tahun 1877, Holmgren mengambil ide ini dan menggunakan gulungan benang
wol berwarna sebagai pengganti kertas. (Kartika, Keishatyanarsha, Yenni, dan Yohanie,
2014:270-271)

G. Alat Bantu Buta Warna


Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna yang diturunkan, sedangkan buta warna dapat
diterapi sesuai penyebab. Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai alat bantu penglihatan
warna :
1. Lensa kontak dan kacamata specially tinted, yang dapat membantu uji warna namun
tidak memperbaiki penglihatan warna.
2. Kacamata yang memblokade glare, karena orang dengan masalah penglihatan warna
dapat membedakan sedikit warna saat tidak terlalu terang. (Kartika, Keishatyanarsha,
Yenni, dan Yohanie, 2014:271)

4
Daftar Pustaka
 Kartika, Kuntjoro, K., Yenni, & Halim, Y. 2014. Patofisiologi dan Diagnosis Buta
Warna. Jurnal Dunia Kedokteran, 41(4) : 268-271.
 Purwoko, M. 2018. Prevalensi Buta Warna pada Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(2) : 159-162.
 Agusta, S., Mulia, T., & Sidik, M. 2015. Instrumen Pengujian Buta Warna
Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite Elektro, 3(1) : 15-22.
 Dhika, R. V., Ernawati, Andreswari, D. 2014. Aplikasi Tes Buta Warna dengan
Metode Ishihara pada Smartphone Android. Jurnal Pseudocode, 1(1) : 51-59

Anda mungkin juga menyukai