Kelas :C
NIM : 1041811101
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Prevalensi buta warna di Indonesia sebesar
0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang harus memilih jurusan dalam jenjang
pendidikan, khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan pengodean warna dalam pekerjaan.
(Kartika, Keishatyanarsha, Yenni, dan Yohanie, 2014:268)
1
D. Mekanisme Penglihatan Warna
1. Teori Trikromatik
Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitive terhadap 3 spektrum warna yaitu
merah, hijau, dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari 3 reseptor warna yang
dikirim ke otak dibandingkan sampai menampilkan warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan,
tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena transmisi ke otak.
2. Teori Hering’s opponent colors
Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi penampilan
warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan defisiensi penglihatan warna. Hering mencatat
penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi secara bersamaan, contohnya kemerahan-
kehijauan dan kekuningankebiruan. Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh
untuk membedakan warna yang berpasangan.
3. Teori modern opponent colors
Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa warna
yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru dikirim ke otak.
(Kartika, Keishatyanarsha, Yenni, dan Yohanie, 2014:269)
Gambar 1. Monokhromat
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna dimana salah satu dari tiga sel cone tidak ada
atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada cone, seseorang yang
menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sel pigmen yang rusak. Protanopia adalah
2
salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreseptor retina merah. Pada
penderita protanopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi
pada 1% dari seluruh pria. Protanopia juga dikenal dengan buta warna merah-hijau. Deutanopia
adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreseptor retina
hijau. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone.
Seseorang yang menderita tritanopia akan mengalami kesulitan dalam membedakan warna biru
dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan
merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.
Gambar 4. Deuteranopia
3. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan
oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomaloustrichromacy
memiliki tiga sel cones yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap
salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Protanomaly adalah tipe anomaloustrichromacy
dimana terjadi kelainan terhadap longwavelength (red) pigment, sehingga menyebabkan
rendahnya sensitifitas terhadap cahaya merah. Artinya penderita protanomaly tidak akan mampu
membedakan warna dan melihat campuran warna yang dapat dilihat oleh mata normal. Penderita
juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini
mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam. Deuteranomaly
disebabkan oleh kelainan pada bentuk pigmen middle-wavelength (green). Sama halnya dengan
protanomaly, deuteranomaly tidak mampu melihat perbedaan kecil pada nilai hue dalam area
spektrum untuk warna merah, orange, kuning, dan hijau. Penderita salah dalam menafsirkan hue
dalam region warna tersebut karena hue-nya lebih mendekati warna merah. Perbedaan antara
keduanya yaitu penderita deuteranomaly tidak memiliki masalah dalam hilangnya penglihatan
terhadap kecerahan (brigthness). Tritanomaly adalah tipe anomolous trichromacy yang sangat
jarang terjadi, baik pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly, kelainan terdapat pada short
wavelength pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum warna. Tidak
3
seperti protanomaly dan deuteranomaly, tritanomaly diwariskan oleh kromosom 7. (Sofiar,
Tony,dan Sidik, 2012:16-18)
4
Daftar Pustaka
Kartika, Kuntjoro, K., Yenni, & Halim, Y. 2014. Patofisiologi dan Diagnosis Buta
Warna. Jurnal Dunia Kedokteran, 41(4) : 268-271.
Purwoko, M. 2018. Prevalensi Buta Warna pada Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(2) : 159-162.
Agusta, S., Mulia, T., & Sidik, M. 2015. Instrumen Pengujian Buta Warna
Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite Elektro, 3(1) : 15-22.
Dhika, R. V., Ernawati, Andreswari, D. 2014. Aplikasi Tes Buta Warna dengan
Metode Ishihara pada Smartphone Android. Jurnal Pseudocode, 1(1) : 51-59