NIM: 1710313210035
Kelas: D
Jurusan: S1 Akuntansi
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa besar
jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar negeri dan pajak tersebut dapat
dikreditkan atau dikurangkan dari penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari
pengenaan pajak berganda.
Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.
1. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut
2. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
3. untuk penghasilan berupa dividen sesuai Pasal 18 ayat 2 UU PPh dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan
seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut
berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka
seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya
penghasilan, atau dalam tahun pajak tetapi kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh
digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia
hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak.
PKP
1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah
di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau
maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di
dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan
Kena Pajak).
4. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh
Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat
(1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan
penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak
boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan
permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
b. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
c. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri
d. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib
pajak.
8. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak
harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
9. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.
Perhitungan PPh Pasal 25 dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam bentuk SPT Tahunan.
Karena sifatnya yang tahunan, penghitungan pajak akan didapat setelah adanya data penghasilan
selama satu tahun tersebut. Untuk skala perusahaan, penghasilan tersebut hanya bisa dibuat
setelah adanya laporan keuangan yang dilaporkan dalam tutup buku tahunan.
Adapun yang dimaksud kredit pajak (Pajak Penghasilan yang dipotong) dalam pasal-pasal di atas
adalah sebagai berikut.
PPh Pasal 21: Bagi yang memiliki NPWP, pembayaran kredit pajak sesuai dengan tarif (Pasal 17
Ayat 1) dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
PPh Pasal 23: potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah. Potongan
2% berdasarkan sewa, imbalan jasa, serta penghasilan lain.
PPh pasal 24: Pajak penghasilah yang dibayarkan di luar negeri dan boleh dikreditkan sesuai
ketentuan dalam pasal 24.
Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan batas waktu penyampaian SPT
sama besarnya dengan PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak pada tahun sebelumnya. Apabila
tahun pajak adalah tahun kalender (Januari–Desember), yang diartikan sebagai bulan-bulan
sebelumnya adalah bulan Januari–Februari. Sebagai contoh, jika PPh Pasal 25 jatuh pada bulan
Januari dan Februari 2012, PPh Pasal 25 sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2011.
Jika dalam tahun berjalan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang
lalu, besaran angsuran pajak dihitung berdasarkan SKP yang baru diterbitkan. Dan itu akan
berlaku pada bulan berikutnya setelah SKP diterbitkan.
Kebijakan mengenai tarif PPh 25
1. Wajib Pajak kategori Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
Wajib Pajak OPPT adalah siapa saja yang menjalankan usaha penjualan barang (grosir
ataupun eceran) dan usaha jasa dengan satu tempat usaha atau lebih. Bagi OPPT, akan
dikenakan PPh Pasal 25 sebesar 0,75% x omzet bulanan pada tiap-tiap tempat usaha.
Sanksi Keterlambatan
Wajib Pajak yang terlambat dalam membayar pajak akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar
2% per bulan. Keterlambatan dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran. PPh Pasal 25 bisa memberikan dampak positif bagi pemilik usaha. Selain itu, disisi
lain, pemasukan sektor pajak dari PPh Pasal 25 ini cukup dominan dalam menambah pemasukan
negara. Dengan membayar pajak tepat waktu dan sesuai ketentuan, Anda turut serta membangun
iklim pertumbuhan usaha yang positif di tanah air.