Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KEBUTUHAN HIGIENE DAN INTEGRITAS KULIT

LUKA AKIBAT GIGITAN DAN SENGATAN BINATANG

Oleh:

INTAN SEPTIANA 22020111120015

LILYANA SEPTIAYU TIFANY 22020111120019

FITRI CHANDRA 22020111120018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2011
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil`alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bu Meira
selaku pembimbing mata kuliah Kebutuhan Higiene dan Integritas Kulit.
Juga kepada semua pihak-pihak yang terlibat yang telah mendukung
terselesaikannya makala ini, penulis ucapkan terima kasih.

Dalam makalah ini akan membahas tentang luka akibat gigitan dan
sengatan binatang. Makalah ini akan lebih mendetail pada pembahasan
patofisiologi akibat gigitan ular berbisa, tanda-tanda gigitan ular berbisa,
cara pertolongan pertama serta komplikasinya.

Makalah ini disusun dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan


pihak-pihak tertentu yaitu dosen yang mengajarkan mata kuliah ini,
mahasiswa yang akan mendalaminya, calon peneliti atau peneliti, maupun
orang awam yang ingin mendalami tentang luka akibat gigitan binatang
tertentu.
Pada kesempatan ini, kami sekaligus akan menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini. Pertama tama
penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah
mengizinkan kami menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu, orang tua yang telah memberi dukungan yang luar biasa, dosen
pembimbing yang selalu memberikan arahan sehingga makalah ini dapat
sesuai dengan keinginan, serta teman-teman yang telah membantu
mendukung selama pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
banyak kekurangan. Besar harapan kami adanya masukan dan saran
yang membangun demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
benar-benar bermanfaat bagi semua orang.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh
dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem
biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit,
bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan
atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau
bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa
yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih
sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat
menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular
berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di
Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular
tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian
rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem
pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu kelenjar ludah parotid yang terletak di
setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak
hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan
campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik. Patofisologi atau proses bisa ular masuk ke dalam tubuh
untuk setiap ular kurang lebih sama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana patofisiologi akibat gigitan ular berbisa?
2. Apakah tanda-tanda gigitan ular berbisa?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan
pada pasien dengan gigitan ular berbisa?
4. Apa saja komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang
mendapatkan gigitan ular berbisa?

C. TUJUAN
1. Mempelajari patofisiologi akibat gigitan ular berbisa
2. Menjelaskan tanda-tanda gigitan ular berbisa
3. Menguraikan cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan
pada pasien dengan gigitan ular berbisa
4. Menjelaskan beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh
penderita yang mendapatkan gigitan ular berbisa
BAB II

ISI

A. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR


Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di
bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga
20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap
gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir,
derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang
hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang
memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan
dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi)
adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai
mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase,
ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah
dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk
membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya
akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi,
muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah
adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae.
Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang
banyak akan mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti
venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis
pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih
kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat,
3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda klinis yang dapat ditemui
adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan,
venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan
hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa.


Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular
berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui
ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan
saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk
kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas
gigitan terdapat bekas taring.

Ciri-ciri ular tidak berbisa:


1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan

Ciri-ciri ular berbisa:


1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa


bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring

B. TANDA-TANDA GIGITAN ULAR BERBISA


Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat
dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang
mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak;
dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi
gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular,
meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya dapat
menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular
akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya
bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda
tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri
lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah
bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

GEJALA KLINIS :

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.

1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis


(kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan
bawah kulit).
2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat,
menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak),
muntah, nyeri kepala, pandangan kabur

Tanda gigitan ular(fang mark) ekimosis

Edema menghitam
Derajat Gigitan Ular (Parrish)

1. Derajat 0

- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam

- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

2. Derajat I

- Bekas gigitan 2 taring

- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm

- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

3. Derajat II

- Sama dengan derajat I

- Petechie, echimosis

- Nyeri hebat dalam 12 jam

4. Derajat III

- Sama dengan derajat I dan II

- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh

5. Derajat IV

- Sangat cepat memburuk.

C. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN


Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah
terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini
dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di
tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk
menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan
menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di
rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan.
Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan
korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian
tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan
kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation
pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan
karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya,
dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari
pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.

Pengobatan gigitan ular


Pada umumnya terjadi
salah pengertian mengenai
pengelolaan gigitan ular. Metode
penggunaan torniket (diikat dengan
keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan
dengan alat tajam), pengisapan
tempat gigitan, pendinginan daerah
yang digigit, pemberian antihistamin
dan kortikosteroid harus dihindari
karena tidak terbukti manfaatnya.
Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air
steril.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban
katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan
kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari
kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat
dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan
jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu.
Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu
aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek
sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi
penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;
penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan
shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi
yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban,
hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal
dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah
mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara
intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut
cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar
terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat
dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen,
yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum
antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan
lokal yang luas.
Indikasi SABU(Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala
venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman
terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
 Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi
dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU
 Derajat II: 3-4 vial SABU
 Derajat III: 5-15 vial SABU
 Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

D. KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA


1. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur,
pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah
gigitan penting diperhatikan untuk menduga adanya efek
keracunan yang lanjut.
2. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah
gigitan.
3. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga
sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di
rumah sakit.
BAB III

STUDI KASUS

Kasus :

Seorang laki-laki berusia 51 tahun digigit ular pada lengannya saat


sedang merapikan semak-semak di kebun. Sesaat setelah digigit, laki-laki
itu merasakan nyeri di seluruh lengan yang menjalar ke seluruh badan.
Lengan tampak membengkak dan membiru.

Menurut kasus di atas, luka gigitan yang dialami laki-laki tersebut


termasuk ke dalam derajat II karena mengalami ekimosis atau
membengkak dan membiru, serta merasakan nyeri di seluruh lengan dan
menjalar ke seluruh tubuh.

Pengobatannya:
Melakukan pertolongan pertama sebalum dibawa ke rumah sakit, setelah
sampai di rumah sakit diberikan SABU 3-4 vial (derajat II)
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan


bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa
yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi
cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening.
Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular
yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Korban yang terkena gigitan ular harus segera diberi pertolongan
pertama sebelum dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pada umumnya
terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Untuk
mengobati korban gigitan ular dianjurkan menggunakan serum anti bisa
ular.

B. Saran

1. Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa


dianjurkan untuk memakai sepatu dan celana berkulit sampai
sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada
daerah paha bagian bawah sampai kaki.
2. Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan
ular.
3. Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan
bersemak – semak.
4. Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan
teliti.
5. Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita
yang tergigit akibat kejadian semacam itu.
DAFTAR PUSTAKA

http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/24/penatalaksanaan-keracunan-akibat-
gigitan-ular-berbisa/
http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/snake-bite-gigitan-ular.html
http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-
bite.html
http://www.pom.go.id/RacunUlarBerbisa.pdf
http://pkugombong.blogspot.com/gigitan-ular-snake-bite.html

Anda mungkin juga menyukai