Anda di halaman 1dari 7

Prekursor Narkotika Psikotropika

Mengapa Perlu Diawasi ?

Oleh:
Hanik Rustiningsih
Widyaiswara Madya Pusdiklat Bea dan Cukai
 

Prekursor narkotika psikotropika merupakan bahan kimia yang dapat digunakan


sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan narkotika atau psikotropika. Secara
internasional, prekursor ini telah diawasi peredaran dan penggunaannya melalui United
Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropics Substances,
1988. Indonesia sudah meratifikasinya dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1997.
Prekursor narkotika psikotropika (prekursor NP) yang diawasi secara internasional sampai
dengan saat ini berjumlah 23 jenis, yang dikelompokkan dalam tabel I dan tabel II. Sejak
tahun 2005, setelah banyak ditemukan laboratorium gelap psikotropika, disadari bahwa
Indonesia ternyata telah menjadi produsen psikotropika. Data dan penelitian menunjukkan
bahwa banyak laboratorium gelap yang menggunakan prekursor NP sebagai bahan untuk
memproduksi psikotropika. Faktanya prekursor banyak diperoleh dari jalur yang legal dan
ilegal (penyelundupan) dan sebagian besar psikotropika diproduksi dalam skala rumahan.
Karenanya peran Bea dan Cukai sangat penting dalam pengawasan importasi bahan
prekursor NP.

Kata kunci: prekursor NP, laboratorium gelap, NPP

Pendahuluan

Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika sudah menjadi keprihatinan


internasional pasca perang dunia ke-II. Wujud keprihatinan
internasional atas meningkatnya penyalahgunaan narkotika-
psikotropika dituangkan dalam Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika tahun 1988 (United Nations
Convention Against Illicit Trafic in Narcotic Drugs and
Psychotropics Substances, 1988). Indonesia sebagai bagian dari komunitas masyarakat
internasional telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1997
tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropics Substances, 1988 yang ditindaklanjuti dengan kebijakan nasional di bidang
pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif dalam Undang-Undang No. 22 tahun
1997 tentang Narkotika (telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2009) dan Undang -
Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Akhir-akhir ini semakin banyak berita terkait dengan peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Narkotika dan Psikotropika (NPP) yang terjadi di
Indonesia. Pada bulan Maret 2017, BNN telah memusnahkan barang bukti hasil tangkapan
periode Maret-Mei 2017 berupa 30.329,5 gram shabu, 498 gram ganja sintetis, 1.518 gram
narkotika dalam bentuk tanaman, 29.367 butir ekstasi, 62.959 mililiter cairan prekursor, dan
311,2 gram prekursor padat, hasil dari pengungkapan tujuh kasus dengan 18 tersangka
(Berita Satu, 18 Mei 2017).

Prekursor dan Penyalahgunaannya

Mungkin Anda sudah sering mendengar apa Narkotika dan Psikotropika. Namun
jarang mendengar apa itu prekursor narkotika psikotropika (selanjutnya disebut prekursor
NP). Prekursor sebenarnya sangat lazim digunakan di bidang kimia, yaitu suatu bahan
kimia yang digunakan sebagai bahan pemula atau bahan pembantu untuk membuat suatu
produk kimia tertentu, misalnya industri kimia dasar, parfum, farmasi, pestisida, herbisida,
dyes, plastik dan pelarut. Secara resmi, prekursor narkotika didefinisikan dalam UU No.
35/2009 sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
tentang Prekursor, prekursor didefinisikan sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.

Leebarty, dalam penelitiannya terkait Clandestine Laboratory yang dipublikasikan


pada Jurnal Kriminologi Indonesia Volume III Desember 2010, menyatakan bahwa :

“Pengungkapan kasus kejahatan drugs di Indonesia sendiri sebelum tahun 2005, hanya
sebatas pada pengedar dan pengguna, baik skala besar maupun kecil. Namun sejak
polisi mengungkap pabrik-pabrik ekstasi skala besar di Jalan Cikande, Serang, Banten,
11 November 2005, berbagai kasus pabrik drugs pun silih berganti terungkap ke publik.
Kasus pabrik ekstasi di Cikande seakan telah membuka mata polisi bahwa Indonesia
telah menjadi produsen drugs, bahkan disebut terbesar ketiga setelah Fiji dan China.
Temuan clandestine laboratory di Cikande tersebut menunjukkan bahwa saat ini
Indonesia bukanlah sekedar sebagai wilayah transit dan tujuan pemasaran narkotika
dan psikotropika saja, melainkan telah menjadi tempat ideal bagi pelaku kejahatan
transnasional yang terorganisir untuk memproduksi narkotika dan psikotropika illegal.”

Laboratorium ilegal ini merupakan suatu operasi terselubung yang terdiri dari
kombinasi bahan dan peralatan kimia untuk kepentingan memproduksi bahan drugs sintetik.
Jumlah ekstasi yang ditemukan di laboratorium gelap (clandestine laboratory) Cikande
sebanyak 2.244.000.000 (dua milyar dua ratus empat puluh empat juta) tablet ekstasi, dan
kemudian diikuti dengan temuan-temuan lain yang tidak sedikit, seperti kasus Batam
(Oktober 2007) dan kasus Depok (April 2009). Tentu beroperasinya laboratorium gelap ini
tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku, ahli kimia, ketersediaan tempat, peralatan yang
digunakan dan kemampuan produksi. Terkait tempat, tidak dibutuhkan tempat yang khusus
untuk memproduksi psikotropika jenis MDMA/ekstasi (misalnya), bisa rumah, ruko atau
pabrik. Sebagai informasi, saat ini MDMA/Ekstasi telah dipindahkan menjadi narkotika
golongan I melalui UU No. 35/2009, jadi bukan termasuk golongan psikotropika melainkan
golongan narkotika.

Hasil penelitian Leebarty menemukan bahwa dalam kurun waktu lima tahun (2005 –
2009), ditemukan 80 kasus laboratorium gelap di Indonesia, dengan karakteristik:

a. bahan prekursor yang digunakan untuk memproduksi drugs oleh laboratorium gelap
berasal dari bahan kimia legal yang banyak diperoleh dari apotek atau toko kimia, yang
dibeli dalam skala kecil dan melalui berbagai proses percobaan bersama ahli kimia.
Setelah sesuai, maka bahan akan dibeli dengan jumlah sama pada beberapa tempat.
Ada juga prekursor yang diperoleh secara ilegal melalui penyelundupan impor di
perbatasan dalam skala besar.
b. Dari sisi lokasi laboratorium, dominani lokasi kasus laboratorium gelap adalah berlokasi
di perumahan.
c. Dari sisi peralatan yang digunakan, sebagian besar menggunakan peralatan lengkap,
yaitu peralatan kimia, peralatan rumah tangga dan peralatan produksi (mesin pencetak
tablet, mesin penghitung tablet, mesin pengemas plastik dan lain-lain). Pada faktanya
untuk produksi skala kecil tidak diperlukan peralatan kimia.

Peneltian tersebut juga menemukan bahwa dari 80 kasus yang diteliti keseluruhannya
memproduksi psikotropika dengan jenis shabu dan ekstasi dan sebagian besar adalah skala
rumahan. Yang patut dicatat dari penelitian ini adalah suatu gambaran bahwa sebagian
besar laboratorium gelap tersebut memiliki ketersediaan dan aksesibilitas terhadap
prekursor secara legal dan hubungan kontrak kerja dengan ahli kimia.

Badan Narkotika Nasional


(BNN) pernah merilis data
(sebagaimana gambar di samping)
bahwa jumlah laboratorium gelap
narkotika yang berhasil diungkap tahun
2010 dan 2011 sebagian besar
dilakukan dengan skala rumahan (skala
kecil), bahkan temuan laboratorium
gelap tahun 2011 sejumlah 22,
semuanya merupakan skala kecil
(rumahan).
Sumber : Bahan sosialisasi BNN, 2011

Tidak mungkin melarang importasi dan peredaran prekursor, karena memang sangat
dibutuhkan dalam dunia industri kimia dan farmasi. Namun penyalahgunaan prekursor
sebagai bahan untuk membuat narkotika dan psikotropika, adalah masalah lain yang harus
mendapat perhatian dengan ketat. Gambaran pada penelitian Leebarty terkait jumlah
laboratorium gelap dan potensi penyalahgunaan prekursor, serta berbagai tangkapan
narkotika, psikotropika dan prekursor NP sudah seharusnya menyadarkan kita semua
betapa pentingnya pengawasan prekursor NP. Baik dilakukan di perbatasan negara oleh
Ditjen Bea dan Cukai, maupun peredaran dan penggunaan dalam negeri oleh Kementerian
Kesehatan, Kementerian Perdagangan dan para penegak hukum lain (Kepolisian, BNN).

Tujuan Pengawasan Prekursor NP

Indonesia sudah berkomitmen untuk melakukan pengawasan importasi dan


peredaran bahan kimia yang merupakan prekursor NP, dengan tetap berusaha menjaga
kebutuhan industri legal atas prekursor itu sendiri. Dalam rangka pengawasan, preskursor
NP telah diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan PP No. 44
Tahun 2010 tentang Prekursor. Tujuan pengaturan prekursor sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 dan PP No. 44 Tahun 2010 adalah:

a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika;


b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika;
c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika; dan
d. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sehingga pengawasan oleh penegak hukum terkait dengan prekursor NP diarahkan


pada:

a. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan industri farmasi dan non farmasi;


b. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan pelayanan kesehatan;
c. pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran Prekursor;
d. perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor; dan
e. pemberantasan peredaran gelap Prekursor.

Dalam PP 44 tahun 2010 petugas pengawasan diberi kewenangan untuk melakukan


pemeriksaan setempat dan/atau mengambil contoh Prekursor pada sarana produksi,
penyaluran, penyimpanan dan peredaran; memeriksa surat/dokumen yang berkaitan
dengan Prekursor; dan melakukan pengamanan terhadap Prekursor yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kebutuhan prekursor untuk industri legal harus tetap dijaga ketersediaannya. Untuk
itu pengadaan Prekursor NP dilakukan melalui produksi dan impor. Pengaturan impor
prekursor NP diatur oleh Kementerian Kesehatan (untuk Prekursor farmasi) dan
Kementerian Perdagangan (untuk prekursor non farmasi). Prekursor NP yang dibatasi
impor sampai dengan saat ini berjumlah 23 jenis yang digolongkan ke dalam Prekursor
Tabel I dan Prekursor Tabel II sesuai dengan Konvensi PBB 1988. Tabel I merupakan
kelompok bahan kimia prekursor NP yang sering digunakan dalam
produksi NP secara gelap dan pengawasannya lebih ketat.

Pada tabel I terdapat 14 jenis, yaitu: Acetate anhydride; N-


acetylanthranilic acid; Ephedrine; Ergometrine; Ergotamine; Isosafrole;
Lysergic acid; 3,4-methylenedioxyphenyl-2-propanone; Norephedine
(Phenylpropanolamine/PPA); 1-Phenyl 2-propanone (P2P); Piperonal;
Potassium permanganate; Pseudo ephedrine; dan Safrole. Sedangkan yang termasuk
prekursor NP tabel II terdapat 9 jenis, yaitu: Acetone; Anthranillic acid; Ethyl ether (Diethyl
ether); Hydrochloric acid; Methyl ethyl ketone; Phenylacetic acid; Piperidine; Sulphuric acid;
dan Toluene.

Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus Hendra Wijoyo (29 th) tahun 2014.
Hendra, WNI menjadi buronan pasukan elite AS, Drug Enforcement of Administration United
State (DEA) karena menjual bahan baku ekstasi ke seluruh dunia, berupa safrole.   yaitu
bahan prekursor pembuatan narkotika jenis MDMA/ekstasi. Dia menjual via online dengan
pembeli dari California, Chicago, Los Angeles, Texas, Georgia, Australia, Belanda, Jerman,
Chechnya dan Inggris dengan modus perdagangan kopi. Melalui kerjasama DEA dan BNN,
Henrda akhirnya ditangkap di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada tahun yang sama,
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun terhadap
Hendra. (Detik.news, 2014)

Saat ini, kelompok Amphetamine-type-stimulants (ATS) lebih mendominasi pasar


gelap narkotika psikotrpika. Hasil tangkapan dari pihak BNN, Bea dan Cukai serta
Kepolisian juga mendukung ini. ATS merupakan sejumlah zat yang berada di bawah
pengawasan internasional, terutama amphetamine, methamphetamine, zat ekstasi-
kelompok (3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA), 3,4-
methylenedioxyamphetamine (MDA), 3,4-methylenedioxyethylamphetamine (MDE)) dan
methcathinone. Berdasarkan Global Synthetic Drugs Assessment, 2014, dari INCB
(International Narcotic Control Board), ada banyak metode untuk sintesis/pembuatan ATS
ini dan berbagai bahan kimia prekursor dapat digunakan. Namun, bahan kimia yang paling
umum digunakan adalah yang tercantum dalam Tabel I dan Tabel II dari Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1988 tersebut.

Fleksibilitas pembuatan ATS tercermin dalam jenis bahan kimia prekursor yang
dapat digunakan dan memang merupakan bahan kimia yang luas digunakan. Jika
sebelumnya lebih banyak menggunakan ephedrin dan pseudoephedrine, saat ini
pembuatan ATS, terutama amphetamine dan methampetamine banyak bergeser ke
penggunaan prekursor jenis alternatif utama, yaitu 1-Phenyl 2-propanone (P2P) dan
turunannya.

Pembatasan Impor dan Ekspor Prekursor NP

Dari beberapa fakta di atas, pengawasan importasi, eksportasi, peredaran dan


penggunaan prekursor sudah tidak bisa ditawar lagi. Dalam rangka importasi dan
eksportasi, Kementerian Kesehatan melaui Peraturan Menteri Kesehatan No.
10/Menkes/Per/I/2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi telah mengatur bahwa ekspor prekursor farmasi hanya dapat dilakukan oleh
insdustri farmasi atau pedagang besar farmasi (PBF) yang sudah ditetapkan sebagai
Eksportir Terdaftar (ET) atau Eksportir Terdaftar (EP) oleh Kementerian Kesehatan dan
dilengkapi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) saat ekspornya. Sedangkan impor prekursor
farmasi hanya dapat dilakukan oleh insdustri farmasi atau PBF dan lembaga pengetahuan,
dan pada saat impornya harus dilengkapi dengan SPI.

Ketentuan ekspor prekursor non farmasi diatur dalam Keputusan Menperindag


Nomor 647/MPP/Kep/ 10/2004 tentang Ketentuan Impor Prekursor. Dalam keputusan
tersebut diatur bahwa impor prekursor non farmasi hanya dapat dilakukan oleh Importir
Produsen (IP) atau Importir Terdaftar (IT) Prekursor dan saat impornya harus dilengkapi
dengan Laporan Surveyor (LS) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) khusus untuk IP-
Prekursor. Ekspor prekursor non farmasi diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor : 47/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor Non Farmasi yang
mengatur bahwa ekspor prekursor non farmasi hanya bisa dilakukan oleh Eksportir
Terdaftar Non Farmasi yang harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dan
LS saat ekspornya.

Pada PP No. 44/2010 diatur juga bahwa setiap Prekursor wajib diberi label pada
setiap wadah atau kemasan, yang dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan
gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan,
ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki peran sebagai community protector
memiliki tugas melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang membahayakan
masyarakat dan lingkungan. Salah satunya DJBC berkomitmen untuk melakukan
pengawasan prekursor NP, baik impor maupun ekspor. Terkait jenis-jenis prekursor NP dan
ciri-cirinya lebih detail akan dibahas pada tulisan berikutnya.

   

OOOOOOO
Daftar Pustaka

Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, .


Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 143, Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor,
Sekretariat Negara. Jakarta.

Kementerian Perdagangan dan Perindustrian RI , 2004, Keputusan Menteri perdagangan


dan Perindustrian Nomor 647/MPP/Kep/ 10/2004 tentang Ketentuan Impor Prekursor,
Jakarta.

Kementerian Perdagangan RI, 2012, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 47/M-


DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor Non Farmasi , Jakarta.

Kementerian Kesehatan, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan No. 10/Menkes/Per/I/2013


tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, Jakarta.

Leebaty, 2014, Clandestine Laboratory: Analisis Faktor Pendorong Berkembangnya


Laboratorium Gelap Narkoba Di Indonesia Dalam Konteks Transnational Organized
Crimes (TNOCS), Jurnal Kriminologi Indonesia Volume III, Desember, 2010 (online).

INCB (International Narcotic Control Board), Global Synthetic Drugs Assessment, United
Nation, 2014.

http://news.detik.com/berita/2779745/jadi-buronan-pasukan-elite-as-di-kasus-narkoba-
hendra-menyaru-bisnis-kopi diakses tanggal 25 Juli 2017
http://www.beritasatu.com/galeri-foto/6826-bnn-musnahkan-barang-bukti-hasil-tangkapan-
maretmei-2017.html. (diakses tanggal 25 Juli 2017)
http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/172/Prekursor-dibalik-peredaran-gelap-
narkotika-dan-psikotropika.html. Diakses 25 Juli 2017

Anda mungkin juga menyukai