Oleh:
Hanik Rustiningsih
Widyaiswara Madya Pusdiklat Bea dan Cukai
Pendahuluan
Mungkin Anda sudah sering mendengar apa Narkotika dan Psikotropika. Namun
jarang mendengar apa itu prekursor narkotika psikotropika (selanjutnya disebut prekursor
NP). Prekursor sebenarnya sangat lazim digunakan di bidang kimia, yaitu suatu bahan
kimia yang digunakan sebagai bahan pemula atau bahan pembantu untuk membuat suatu
produk kimia tertentu, misalnya industri kimia dasar, parfum, farmasi, pestisida, herbisida,
dyes, plastik dan pelarut. Secara resmi, prekursor narkotika didefinisikan dalam UU No.
35/2009 sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
tentang Prekursor, prekursor didefinisikan sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
“Pengungkapan kasus kejahatan drugs di Indonesia sendiri sebelum tahun 2005, hanya
sebatas pada pengedar dan pengguna, baik skala besar maupun kecil. Namun sejak
polisi mengungkap pabrik-pabrik ekstasi skala besar di Jalan Cikande, Serang, Banten,
11 November 2005, berbagai kasus pabrik drugs pun silih berganti terungkap ke publik.
Kasus pabrik ekstasi di Cikande seakan telah membuka mata polisi bahwa Indonesia
telah menjadi produsen drugs, bahkan disebut terbesar ketiga setelah Fiji dan China.
Temuan clandestine laboratory di Cikande tersebut menunjukkan bahwa saat ini
Indonesia bukanlah sekedar sebagai wilayah transit dan tujuan pemasaran narkotika
dan psikotropika saja, melainkan telah menjadi tempat ideal bagi pelaku kejahatan
transnasional yang terorganisir untuk memproduksi narkotika dan psikotropika illegal.”
Laboratorium ilegal ini merupakan suatu operasi terselubung yang terdiri dari
kombinasi bahan dan peralatan kimia untuk kepentingan memproduksi bahan drugs sintetik.
Jumlah ekstasi yang ditemukan di laboratorium gelap (clandestine laboratory) Cikande
sebanyak 2.244.000.000 (dua milyar dua ratus empat puluh empat juta) tablet ekstasi, dan
kemudian diikuti dengan temuan-temuan lain yang tidak sedikit, seperti kasus Batam
(Oktober 2007) dan kasus Depok (April 2009). Tentu beroperasinya laboratorium gelap ini
tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku, ahli kimia, ketersediaan tempat, peralatan yang
digunakan dan kemampuan produksi. Terkait tempat, tidak dibutuhkan tempat yang khusus
untuk memproduksi psikotropika jenis MDMA/ekstasi (misalnya), bisa rumah, ruko atau
pabrik. Sebagai informasi, saat ini MDMA/Ekstasi telah dipindahkan menjadi narkotika
golongan I melalui UU No. 35/2009, jadi bukan termasuk golongan psikotropika melainkan
golongan narkotika.
Hasil penelitian Leebarty menemukan bahwa dalam kurun waktu lima tahun (2005 –
2009), ditemukan 80 kasus laboratorium gelap di Indonesia, dengan karakteristik:
a. bahan prekursor yang digunakan untuk memproduksi drugs oleh laboratorium gelap
berasal dari bahan kimia legal yang banyak diperoleh dari apotek atau toko kimia, yang
dibeli dalam skala kecil dan melalui berbagai proses percobaan bersama ahli kimia.
Setelah sesuai, maka bahan akan dibeli dengan jumlah sama pada beberapa tempat.
Ada juga prekursor yang diperoleh secara ilegal melalui penyelundupan impor di
perbatasan dalam skala besar.
b. Dari sisi lokasi laboratorium, dominani lokasi kasus laboratorium gelap adalah berlokasi
di perumahan.
c. Dari sisi peralatan yang digunakan, sebagian besar menggunakan peralatan lengkap,
yaitu peralatan kimia, peralatan rumah tangga dan peralatan produksi (mesin pencetak
tablet, mesin penghitung tablet, mesin pengemas plastik dan lain-lain). Pada faktanya
untuk produksi skala kecil tidak diperlukan peralatan kimia.
Peneltian tersebut juga menemukan bahwa dari 80 kasus yang diteliti keseluruhannya
memproduksi psikotropika dengan jenis shabu dan ekstasi dan sebagian besar adalah skala
rumahan. Yang patut dicatat dari penelitian ini adalah suatu gambaran bahwa sebagian
besar laboratorium gelap tersebut memiliki ketersediaan dan aksesibilitas terhadap
prekursor secara legal dan hubungan kontrak kerja dengan ahli kimia.
Tidak mungkin melarang importasi dan peredaran prekursor, karena memang sangat
dibutuhkan dalam dunia industri kimia dan farmasi. Namun penyalahgunaan prekursor
sebagai bahan untuk membuat narkotika dan psikotropika, adalah masalah lain yang harus
mendapat perhatian dengan ketat. Gambaran pada penelitian Leebarty terkait jumlah
laboratorium gelap dan potensi penyalahgunaan prekursor, serta berbagai tangkapan
narkotika, psikotropika dan prekursor NP sudah seharusnya menyadarkan kita semua
betapa pentingnya pengawasan prekursor NP. Baik dilakukan di perbatasan negara oleh
Ditjen Bea dan Cukai, maupun peredaran dan penggunaan dalam negeri oleh Kementerian
Kesehatan, Kementerian Perdagangan dan para penegak hukum lain (Kepolisian, BNN).
Kebutuhan prekursor untuk industri legal harus tetap dijaga ketersediaannya. Untuk
itu pengadaan Prekursor NP dilakukan melalui produksi dan impor. Pengaturan impor
prekursor NP diatur oleh Kementerian Kesehatan (untuk Prekursor farmasi) dan
Kementerian Perdagangan (untuk prekursor non farmasi). Prekursor NP yang dibatasi
impor sampai dengan saat ini berjumlah 23 jenis yang digolongkan ke dalam Prekursor
Tabel I dan Prekursor Tabel II sesuai dengan Konvensi PBB 1988. Tabel I merupakan
kelompok bahan kimia prekursor NP yang sering digunakan dalam
produksi NP secara gelap dan pengawasannya lebih ketat.
Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus Hendra Wijoyo (29 th) tahun 2014.
Hendra, WNI menjadi buronan pasukan elite AS, Drug Enforcement of Administration United
State (DEA) karena menjual bahan baku ekstasi ke seluruh dunia, berupa safrole.
yaitu
bahan prekursor pembuatan narkotika jenis MDMA/ekstasi. Dia menjual via online dengan
pembeli dari California, Chicago, Los Angeles, Texas, Georgia, Australia, Belanda, Jerman,
Chechnya dan Inggris dengan modus perdagangan kopi. Melalui kerjasama DEA dan BNN,
Henrda akhirnya ditangkap di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada tahun yang sama,
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun terhadap
Hendra. (Detik.news, 2014)
Fleksibilitas pembuatan ATS tercermin dalam jenis bahan kimia prekursor yang
dapat digunakan dan memang merupakan bahan kimia yang luas digunakan. Jika
sebelumnya lebih banyak menggunakan ephedrin dan pseudoephedrine, saat ini
pembuatan ATS, terutama amphetamine dan methampetamine banyak bergeser ke
penggunaan prekursor jenis alternatif utama, yaitu 1-Phenyl 2-propanone (P2P) dan
turunannya.
Pada PP No. 44/2010 diatur juga bahwa setiap Prekursor wajib diberi label pada
setiap wadah atau kemasan, yang dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan
gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan,
ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki peran sebagai community protector
memiliki tugas melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang membahayakan
masyarakat dan lingkungan. Salah satunya DJBC berkomitmen untuk melakukan
pengawasan prekursor NP, baik impor maupun ekspor. Terkait jenis-jenis prekursor NP dan
ciri-cirinya lebih detail akan dibahas pada tulisan berikutnya.
OOOOOOO
Daftar Pustaka
Republik Indonesia, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor,
Sekretariat Negara. Jakarta.
INCB (International Narcotic Control Board), Global Synthetic Drugs Assessment, United
Nation, 2014.
http://news.detik.com/berita/2779745/jadi-buronan-pasukan-elite-as-di-kasus-narkoba-
hendra-menyaru-bisnis-kopi diakses tanggal 25 Juli 2017
http://www.beritasatu.com/galeri-foto/6826-bnn-musnahkan-barang-bukti-hasil-tangkapan-
maretmei-2017.html. (diakses tanggal 25 Juli 2017)
http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/172/Prekursor-dibalik-peredaran-gelap-
narkotika-dan-psikotropika.html. Diakses 25 Juli 2017