Anda di halaman 1dari 9

TEORI AKUNTANSI

MANAJEMEN LABA
(SAP 13)

Oleh Kelompok 9:

Ni Luh Ketut Sugi Lestari (1607531001)


A.A. Sagung Shinta Devi Darmayani (1607531004)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA

2018

0
1. PENGERTIAN MANAJEMEN LABA

Manajemen laba sebagai bentuk dari manipulasi laporan keuangan, hingga saat ini
belum mempunyai batasan mengenai definisi dari manajemen laba. Berikut pendapat
beberapa ahli mengenai definisi manajemen laba. Menurut Davidson, Stickney dan Weil
dalam Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah
tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi yang diterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
Schipper dalam Widodo Lo (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi
atau campur tangan dengan maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Definisi tersebut
mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih
metode atau kebijakan akuntansi tertentu untuk menaikkan laba atau menurunkan laba.
Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode-periode yang akan datang ke
periode kini dan manajer dapat menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke
periode-periodeberikutnya.
Fisher dan Rosenzweig dalam Sulistyant (2008), menyebutkan bahwa manajemen
laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan
dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan)
keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan
permainan manajerial untuk memanipulasi laporan keuangan dengan mengatur besar kecilnya
laba perusahaan demi kepentingan pribadi.

2. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MANAJEMEN LABA


Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya
manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:
a. Bonus Plan Hypothesis
Yang didasarkan adanya dorongan manajer perusahaan untuk mendapatkan bonus
berdasarkan laba yang dilaporkan oleh manajer. Motivasi bonus tersebut mendorong
manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode yang
akan datang ke periode saat ini (Scott, 2000). Penelitian terkait dengan motivasi bonus
menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai
sekarang dari pembayaran bonus (Holthausen, 1995).

1
b. Debt Covenant Hypothesis
Motivasi debt covenant disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara
manajer dan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial. Penelitian terkait
dengan hipotesis perjanjian utang dilakukan oleh Defond dan Jiambalvo (1994).
c. Political Cost Hypothesis
Motivasi politik timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi
yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi dalam rangka
menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Penelitian terkait dengan
hipotesis biaya politik dilakukan Cahan (1992) dan Saputro (2004).

3. MOTIVASI MANAJEMEN LABA


Scott (2000: 302) dalam Rahmawati dkk. (2006) mengemukakan beberapa motivasi
terjadinya manajemen laba, yaitu:
a. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini
(Healy, 1985 dalam Rahmawati dkk, (2006).
b. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan
publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
c. Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata.
Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan untuk penghematan pajak
pendapatan.
d. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk
meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
e. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya dipasar modal belum
memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana menetapkan nilai saham
yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti laba bersih dapat digunakan sebagai
sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan
yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga
lebih tinggi atas sahamnya.
f. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

2
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga
pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut
dalam kinerja yang baik.

Menurut Ayres (1994) dalam Firdaus (2007), ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan
munculnya praktik-praktik manajemen laba yaitu :
a. Manajemen Akrual
Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran
kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer
(managers discretion).
b. Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib (adoption of management accounting
changes)
Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu
kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara
menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat
berlakunya kebijaksanaan tersebut.
c. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes)
Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah
suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang
tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada

4. TEKNIK MANAJEMEN LABA


Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati
dkk. (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik, yaitu :
a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi
akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan
lain-lain.
b. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, Contoh:
merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode
depresiasi garis lurus.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Contohnya yaitu rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau
menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi
berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,

3
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan
aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

5. KONDISI UNTUK PRAKTIK MANAJEMEN LABA


Trueman dan Titman (1988) dalam Rahmawati dkk. (2006) berpendapat bahwa hanya
manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode.
Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi
dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer.
Dalam menyiapkan laporan mungkin manajer dapat memindah, antarperiode, pada saat
sebagian laba ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan.
Perpindahan tersebut dapat dicapai, sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun,
penyesuaian penaksiran umur ekonomis, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer
tidak dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan
sama dengan laba ekonomi perusahaan pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda laba
antarperioda hanya tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui
apakah mereka mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak.

6. POLA MANAJEMEN LABA


Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dalam Rahmawati dkk, (2006) dapat
dilakukan dengan cara:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan
melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada
periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak
menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya manajemen
“menghapus” beberapa aktiva, membebankan perkiraan-perkiraan mendatang. Akibatnya
laba pada periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
b. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar
tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa
penghapusan atas barang modal dan aktiva berwujud, pembebanan pengeluaran iklan,
riset dan pengembangan yang cepat, memilih metode succesfull-effort untuk biaya
eksplorasi gas dan minyak bumi dan sebagainya.
c. Income Maximization

4
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization ini bertujuan
untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih
menyukai laba yang relatif stabil

Foster (1986) dalam Firdaus (2007) mengklasifikasikan unsur-unsur laporan


keuangan yang sering dijadikan sasaran perekayasaan atau manipulasi oleh manajemen yaitu:
a. Unsur Penjualan
1. Saat penjualan faktur. Misalnya, penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan
datang, fakturnya dibuat pada periode ini akan dilaporkan sebagai penjualan periode
ini.
2. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif
3. Penurunan produk, misalnya dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum
rusak ke dalam kelompok produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual
dengan harga yang lebih rendah.
b. Unsur Biaya
1. Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk suatu pembelian atau pesanan dipecah
menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur
dan tanggal yang berbeda dan kemudian melaporkannya ke dalam beberapa periode
akuntansi yang berbeda

2. Mencatat prepayment (biaya dibayar di muka) sebagai biaya. Misalnya melaporkan


biaya iklan dibayar di muka untuk tahun depan sebagai biaya iklan tahun ini.

Moses (1987) dalam Firdaus (2007) dalam penelitiannya mengklasifikasikan berbagai


perubahan kebijakan akuntansi yang sering dijadikan alat perekayasaan laba antara lain:

a. Perubahan metode pencatatan persediaan ke metode LIFO


b. Perubahan metode pencatatan biaya jaminan hari tua
c. Perubahan metode depresiasi aktiva tetap, amortisasi aktiva tidak berwujud dan
konsolidasi
d. Perubahan dalam penaksiran atau estimasi masa manfaat aktiva tetap maupun aktiva tidak
berwujud
e. Perubahan kebijakan terhadap pembebanan atau pengkapitalisasian.

7. MODEL EMPIRIS MANAJEMEN LABA

5
Sulistyanto (2008) menyebutkan secara umum terdapat tiga kelompok model empiris
manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan yaitu
model yang berbasis akrual agregat (aggregate accruals), akrual khusus (specific accruals)
dan distribusi laba (distribution of earnings).
1. Model berbasis akrual agregat (aggregate accruals) merupakan model yang digunakan
untuk mendeteksi aktivitas rekayasa dengan menggunakan discretionary accruals sebagai
proksi manajemen laba. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Healy, DeAngelo dan
Jones. Selanjutnya Dechow, Sloan dan Sweeney mengembangkan model Jones menjadi
model yang dimodifikasi (modified Jones Model). Model ini menggunakan total akrual
dan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan (expected accruals) dan
akrual yang tidak diharapkan (unexpected accruals).
Model Jones menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan
property, plant and equipment sebagai proksi manajemen laba.. Model Healy merupakan
model yang relatif sederhana karena menggunakan total akrual (total accruals) sebagai
proksi manajemen laba. Total akrual disini merupakan penjumlahan discretionary accruals
dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang
dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, sementara
undiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan
direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan.
2. Model akrual khusus (specific accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual
sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan
keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari sektor industri
tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.
Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel,
Beaver dan McNichols. McNichols dan Wilson mengembangka model yang menggunakan
sisa provisi untuk piutang tak tertagih, yang diestimasi sebagai sisa regresi provisi untuk
piutang tak tertagih pada saldo awal, serta penghapusan piutang periode berjalan dan
periode yang akan datang sebagai proksi manajemen laba. Petroni menggunakan klaim
terhadap estimasi cadanga kesalahan yang diukur selama lima tahun perkembangan
cadangan kerugian penjaminan kerusakan property sebagai proksi manajemen laba.
3. Model distribusi laba (distribution of earnings). Pendekatan ini dikembangkan dengan
melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk
mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus pada
pergerakan laba disekitar benchmack yang dipakai, misalkan laba kuartal sebelumnya.
Untuk menguji apakah incidence jumlah yang berada di atas maupun di bawah bencmark

6
telah didistribusikan secara merata atau merefleksikan ketidak berlanjutan kewajiban
untuk menjalankan kebijakan yang telah dibuat.
Model ini dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel dan
Zeckhauser serta Myers dan Skinners. Model Burgtahler dan Dichev merupakan model
yang menguji apakah frekuensi realisasi laba tahunan yang merupakan bagian atas
(bawah) laba yang besarnya nol dan laba akhir tahun adalah lebih besar (kecil) daripada
yang diharapkan untuk mendeteksi manajemen laba.

DAFTAR PUSTAKA

Assih, Prihat. 2004. "Pengaruh Set Kesempatan Investasi terhadap Hubungan Antara
Faktor-faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba". Disertasi. Gadjah Mada
University, Yogyakarta. Indonesia

Firdaus, M. 2007. Manajemen Agribisnis. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Rahmawati, dkk. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba
pada Perusahaan Perbankan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Simposium
Nasional Akuntansi IX

Watts, R, L., and Zimmerman, J, L. 1990, “Positive Accounting Theory: A Ten Year
Perspective”. The Accounting Review, 60 (1): 131-156.

Wiwik Utami, 2005, “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi
Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur)”, Simposium Nasional Akuntansi VIII

Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. PT. Grasindo. Jakarta.

7
8

Anda mungkin juga menyukai