Anda di halaman 1dari 21

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah


Ilmu Pendidikan Islam

Kelompok VII:

Munawaroh 1622230031

Vika Pratiwi 1612230054

Dosen Pengampu: Afriantoni, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
A. Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal itu dikarenakan


manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk
lainnya. Manusia merupakan makhluk yang mulia dari segenap makhluk
yang ada di alam raya ini. Kemuliaan itu sendiri tidak mungkin terwujud
dengan mengandalkan diri sendiri, tanpa adanya upaya pendidikan dan
pembinaan yang sungguh-sungguh, meliputi pembinaan aspek jasmaniah
maupun rohaniah. Sehingga jelaslah bahwa sepanjang hidupnya manusia
perlu mendapatkan pendidikan. Namun, untuk mengetahui komponen yang
ada dalam manusia, hal ini dapat dilihat pengertian manusia dari tinjauan
Al-Qur’an.
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang
dikenal dengan istilah Fitrah. Banyak persepsi mengenai makna fitrah.
Sehingga kadang melenceng dari konsepnya yang sesuai dengan yang
dimaksud dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi.
Peserta didik merupakan salah satu unsur dari suatu pendidikan. Namun,
Peserta didik bukan hanya anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang
dalam masa-masa bimbingan orang tua ataupun sekolah saja, akan tetapi
mempunyai ruang lingkup usia yang tidak terbatas. Untuk itu, kami
mengkaji makalah ini gengan tujuan untuk membahas mengenai konsep
fitrah manusia dan peran peserta didik yang dikaitkan dengan pendidikan
Islam.
B. Konsep Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
1. Ragam Istilah Pendidikan
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep pendidikan
sangat banyak atau beragam sesuai dengan sudut pandang masing-
masing. Menurut Rusmaini (2016), dalam masyarakat Islam, sekurang-
kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menggambarkan
konsep pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Istilah tarbiyah
digunakan untuk menendai konsep pendidikan dalam Islam, meskipun
telah berlaku umum, ini masih merupakan masalah kontroversial.

1
Diantara ulama muslim kontenporer ada yang cenderung menggunakan
istilah ta’lim, atau ta’dib sebagai gantinya.
Pendidikan Islam itu menurut Hasan Langgulung, seperti yang di
kutip oleh Muhaimin (dalam MN Rofiq), bahwa Pendidikan Islam
setidaknya tercakup dalam delapan pengertian yaitu, Al-tarbiyah al-
diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-
ta'lim al-diny (pengajaran keagamaan), a1-ta'lim al-Islamy (pengajaran
keIslaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-
tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), al-tarbiyah inda' al-
muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam), dan al-tarbiyah
al-Islamy (pendidikan Islam).
Namun beberapa pengertian itu pada dasarnya mempunyai tujuan dan
pengertian yang sama, yaitu mengarah kepada “pendidikan Islam”.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang peristilahan pendidikan Islam
tersebut, akan diuraikan lebih lanjut dari segi etimologi dan terminologi.

a. al-Tarbiyah ( ‫) التربية‬

Jika di amati secara intens, tampak istilah tarbiyah yang telah


sekian abad dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam
dibanding sorotan yang pada istilah ta’lim dan ta’dib. Hal tersebut
dapat dimaklumi, karena istilah tarbiyah itulah yang dikembangkan
mayoritas ahli sepanjang sejarah.
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1992), dilihat dari asal
bahasa, kata at-Tarbiyah mempunyai tiga asal kata. Pertama, kata
tarbiyah berasal dari kata rabba yarbu yang berarti zadawa nama
bertambah dan tumbuh. Kedua, berasal dari kata rabiya-yarba berarti
masyaa wa tara’ra’a tumbuh dan berkembang. Ketiga berasal dari
kata rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntut, menjaga dan memelihara.
Kata al-Rabb, juga berasal dari kata Tarbiyah dan berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan secara bertahap atau
membuat sesuatu mencapai kesempurnaannya secara bertahap atau
membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsung-angsur. Abul

2
A’la Al-Maududi (dalam al-Raghib al-Isfahani), mengatakan kata
Rabbun (‫ )رب‬terdiri dari dua huruf “Ra” dan “Ba” tasydid yang
merupakan pecahan dari kata tarbiyah (‫ )تربية‬yang berati pendidikan,
pengasuh, dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti
seperti, kekuasaan, perlengkapan, pertanggungjawaban, perbaikan,
penyempurnaan dan lain-lain. Kata ini juga merupakan predikat bagi
suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan dan kepemimpinan.
Menurut Zakiah Daradjat, 11 kata kerja Rabb yang berarti
mendidik sudah dipergunakan sejak zaman Rasulullah SAW seperti
dalam al-Qur’an dan Hadis. Dalam bentuk kata benda, kata Rabba ini
digunakan untuk Tuhan mungkin karena juga bersifat mendidik,
mengasuh, memelihara dan mencipta. Di antara ayat-ayat al-Qur‟an
yang menggunakan kata tersebut ada dalam QS. Yusuf : 23, seperti
berikut:
   
   
    
     
    
  
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda
Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup
pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku
berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku
dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan
beruntung (QS. Yusuf: 23).

Dengan demikian, kata tarbiyah itu mempunyai arti yang sangat


luas dan bermacam-macam dalam penggunaannya, dan dapat diartikan
menjadi makna “pendidikan, pemeliharaan, perbaikan, peningkatan,
pengembangan, penciptaan dan keagungan yang kesemuanya ini
menuju dalam rangka kesempurnaan sesuai dengan kedudukannya

3
b. al-Ta’lim ( ‫) التعليم‬
Adapun al-Ta’lim secara etimologi berasal dari kata kerja allama
yang berarti mengajar. Jadi, makna ta’lim dapat diartikan pengajaran,
seperti dalam bahasa Arab dinyatakan tarbiyah wa ta’lim berarti
pendidikan dan pengajaran. Kata ta’lim dengan kata kerja allama juga
sudah digunakan pada zaman Nabi baik di dalam al-Qur’an maupun
dalam Hadis serta pemakaian sehari-hari pada masa dulu lebih sering
digunakan daripada tarbiyah.
Menurut Zakiah Darajat (1992), kata allama memberi pengertian
sekadar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung
arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke
arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian
pengetahua. Pada pembentukan kepribadian tidak hanya dengan cara
memberi tetapi harus mencontohkan, membina, mengarahkan dan
lainnya.
Menurut Abdul Fattah Jalal (1998), kata ta’lim merupakan proses
yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir. Sehingga satu
segi telah mencakup aspek kognisi pada segi lain tidak mengabaikan
aspek afeksi dan psikomotorik. Menurut Fattah, ia mendasarkan
pandangan tersebut pada argumentasi bahwa Rasulullah SAW diutus
sebagai Mua’llim, sebagai pendidik dan Allah SWT sendiri
menegaskan posisi Rasul-Nya yang demikian itu dalam QS. Al-
Baqarah: 151, seperti berikut:
   
  
 
 
  
   
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan

4
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. Al-Baqarah: 151).
Dari ayat di atas, dapat dipandang bahwa proses ta’lim lebih
universal dari tarbiyah Sebab, ketika mengajarkan tilawatil al-Qur’an
kepada kaum muslimin Rasulullah SAW tidak sekedar terbatas pada
mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan
tentang pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan penanaman
amanah.
Menurut Ali Anas Nasution (2014), konsep ta’lim (menjadikan
orang berilmu) mengandung pengertian sebagai usaha untuk
memdorong dan menggerakkan daya jiwa atau akal seseorang untuk
belajar (menuntut ilmu, agar sampai kepada kesimpulan, ide (gagasan)
dan hakikat sebenarnya tentang sesuatu). Jadi, konsep dasar ta’lim
lebih menekankan kepada usaha untuk membelajarkan anak daripada
hanya sekedar menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan.

c. al-Ta’dib ( ‫)التأديب‬
Kata Ta’dib secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata
addaba yang berarti memberi adab, mendidik. Adab dalam kehidupan
sering diartikan sopan santun yang mencerminkan kepribadian. Istilah
ini dalam kaitan dengan arti pendidikan Islam telah dikemukakan oleh
Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1994), yang menyatakan bahwa
istilah Ta’dib merupakan istilah yang dianggap tepat untuk menunjuk
arti pendidikan Islam.19 Pengertian ini didasarkan bahwa arti
pendidikan adalah meresapkan dan menanamkan adab pada manusia,
di samping alasan makna kebahasaan lainnya. Dikemukan oleh Al-
Attas bahwa pendidikan dalam kenyataannya adalah ta’dib karena
adab sebagaimana di defenisikan di sini sudah mencakup ilmu dan
amal. Konsep ini di dasarkan pada hadis Nabi :
َ ِ‫ي (رواه المسعان عه أبى مسعود) ْبِ ْبيِدْأَ ت َ َه ْس َحأ َ ف ْي‬
‫ب ر ْ ِينَّبَدَأ‬
Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku (HR.
Ibnu Mas’an dari Abi Mas’ud).

5
Kata addaba dalam hadis di atas dimaknai oleh Muhammad
Naquib al-Attas (1994), sebagai mendidik. Pemakaian kata ta’dib
untuk pengertian pendidikan lebih tepat dari tarbiyah dan ta’lim
dikarenakan, Pertama¸ istilah tarbiyah yang dipahami sekarang kurang
ditemukan dalam bahasa Arab besar. Ibnu Manzur (dalam al-Attas),
menyatakan bentuk tarbiyah bersama dengan bentuk-bentuk lain
rubba dan rabba yang diriwayatkan al-Asma’i mengatakan istilah-
istilah tersebut memuat makna yang sama. Kedua, bahwa tarbiyah
berkenaan dengan istilah raba dan rabba berarti sama. Memiliki
konteks hubungan dengan Tuhan misalnya, kata Rabbayani Q.S. 17 :
14)
   
   
Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai
penghisab terhadapmu (QS. Al-Israa’: 14).
Berdasarkan argumentasi para ahli, tampaknya dalam persoalan
istilah yang tepat mengenai pendidikan Islam sangat tergantung
kepada aspek mana dalam memandang dan memberi pemaknaannya.
Semua istilah di atas mempunyai keterkaitan makna satu sama lain.
Terlepas dari itu semua, yang jelas ketiga istilah ini terus menjadi
khazanah intelektual muslim dalam memberikan makna pendidikan
Islam.
C. Peserta Didik dan Konsep Fitrah
1. Konsep Fitrah
Menurut Nizar(2001), Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan
keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau
pembawaan disebut dengan fitrah, yang berasal dari kata ‫فطر‬yang dalam
pengertian etimologi mengandung etimologi kejadian. Kata tersebut berasal
dari kata ‫الفا طر‬yang berarti pecahan atau belahan. secara umum pemaknaan
fitrah dalam al Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam empat
makna, yaitu:
1) Proses penciptaan langit dan bumi.
2) Proses penciptaan manusia.

6
3) Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang.
4) Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi
manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

2. Fitrah Manusia
Menurut Al-Munjid(1986), ditinjau dari segi bahasa, fitrah berarti
ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang berwujud dianugrahkan
dengannya pada awal masa penciptaannya, sifat pembawaan manusia, dan
agama. Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah
memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang
bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau
bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan telah diberikan kepada
manusia semenjak lahir. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai
berikut:

    


    
      
  
   
 

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah


atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui(QS.Ar-Rum: 30).

Dalam ayat di atas fitrah Allah Maksudnya ciptaan Allah. manusia


diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka
tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Berdasarkan Tafsir Al-Azhar Karya Hamka, konsep fitrah dalam surat
Ar-Rum ayat 30, pedekatan yang digunakan adalah pendekatan maudhui
Hasil penelitian menunjukan:

7
1) Bahwa konsep fitrah manusia, yaitu rasa asli dan murni yang berupa
pengakuan akan adanya Allah, pengakuan tersebut adalah fitrah dalam
jiwa dan akal manusia. Barang siapa menentang akan adanya Allah
berarti ia telah menentang fitrahnya sendiri. Ketetapan tersebut adalah
sebuah keniscayaan yang tidak dapat diubah, karena seluruh manusia
tidak pandang bagaimana latar belakang kehidupannya, mereka
dilahirkan ke dunia atas dasar yang demikian itu. Selanjutnya fitrah
tersebut harus dikembangkan, orang tua adalah faktor utamn bagi
perkembangan fitrah manusia.
2) lmplikasi konsep fitrah manusia terhadap pendidikan Islam, yaitu pada
aspek pendidik. Pendidik dalam pendidikan Islam bukan hanya
seseorang yang mampu memberikan ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge), akan tetapi pendidik juga harus mampu (transfer of value),
yaitu menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan,
sehingga akal dan jiwa anak didik akan terarah pada kebaikan. Pada
aspek materi, namun materi yang diajarkan pada anak didik tidak
menyimpang dari koridor tauhid, sehingga pembentukan dan
pengembangan fitrah yang ada dalam jiwa dan akal manusia bisa dan
mampu mencapai pada taraf penghambaan yang utuh kepada Allah
SWT.

Selain itu, mengenai fitrah juga terdapat dalam sabda Nabi Saw dengan
beberapa riwayat dari para sahabat, Hadis Bukhari no. 1296, sebagai
berikut:

َّ ‫ي‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫الرحْ َم ِن َع ْن أَبِي ه َُر ْي َرة َ َر‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬
َّ ‫سلَ َمةَ ب ِْن َع ْب ِد‬ َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ُّ ‫ب َع ْن‬ ٍ ْ‫َحدَّثَنَا آدَ ُم َحدَّثَنَا ا ْبنُ أَبِي ِذئ‬
‫َص َرانِ ِه أ َ ْو‬ ْ ‫سلَّ َم ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَد ُ َعلَى ْال ِف‬
ِ ‫ط َرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِودَانِ ِه أ َ ْو يُن‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫َع ْنهُ قَا َل قَا َل النَّب‬
‫سانِ ِه َك َمث َ ِل ْالبَ ِهي َم ِة ت ُ ْنتَ ُج ْالبَ ِهي َمةَ ه َْل ت ََرى فِي َها َجدْ َعا َء‬
َ ‫يُ َم ِج‬
“Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari
Abu Hurairah r.a berkata, Nabi Saw bersabda: "Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang
akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi

8
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?”
Untuk memperjelas pengertian fitrah, maka akan dikemukakan sebagai
pendapat para ahli sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad, sebagai berikut:
1) Kurtuby, berpendapat bahwa dengan fitrah anak itu siap menerima
kebenaran dan siap juga menerima kesesatan.
2) Ibnu Nubarak, berpendapat bahwa anak itu dilahirkan bisa menjadi
orang bahagia dan bisa menjadi celaka, tetapi Allah sudah tahu bahwa
anak itu akan menjadi muslim atau akan menjadi orang kafir.
3) Imam Bukhari, berpendapat bahwa fitrah itu Islam, berarti anak yang
dilahirkan muslim dan muslimah, yang menjadikannya kafir kedua ibu
bapaknya, di sinilah tanggung jawab orang tuanya agar ia tetap menjadi
muslim.

Dari dalil dan beberapa pendapat ulama di atas, jelaslah bahwa fitrah
merupakan potensi dasar yang terdapat pada manusia yang siap ditumbuh
kembangkan melalui proses pendidikan. Aspek-aspek fitrah merupakan
komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan
sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen- komponen dasar
tersebut meliputi :
1) Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial
mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan
keahlian (profesional) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini
berpangkal pada kemampuan kopmisi (daya cipta), konasi (kehendak),
dan emosi yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan
rohani manusia). Masing-masing kekuatan rohani berperan.
2) Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa
melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan
pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan
ini termasuk kapabilitas, yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan
melalui proses belajar.
Muhaimin dan Zaini (1991), mengemukakan bahwa fitrah manusia
cukup banyak macamnya, adapun fitrah tersebut, antara lain:

9
1) Fitrah beragama
Fitrah beragama merupakan potensi bawaan yang mendorong
manusia untuk selalu pasrah, tunduk, dan mengabdi kepada Allah SWT
yang mengatur segala aspek kehidupan manusia.
2) Fitrah berakal budi
Fitrah bekal budi merupakan potensi bawaan yang mendorong
manusia untuk berfikir dan berzikir dalam memahami tanda-tanda
keagungan Allah yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbudaya,
serta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan
berusaha memecahkannya.
3) Fitrah kebersihan dan kesucian
Fitrah kebersihan dan kesucian mendorong manusia untuk selalu
menjaga kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya.
4) Fitrah bermoral/berakhlak.
Fitrah bermoral/berakhlak mendorong manusia untuk melaksanakan
norma-norma atau nilai-nilai dan aturan yang berlaku.
5) Fitrah kebenaran
Fitrah kebenaran mendorong manusia untuk untuk selalu mencari
dan menegakkan kebenaran.
6) Fitrah kemerdekaan
Fitrah kemerdekaan mendorong manusia untuk bersikap
bebas/merdeka, tidak terbelenggu dan tidak mau diperbudak oleh
sesuatu yang lain, kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya
kepada kebaikan.
7) Fitrah keadilan
Fitrah keadilan mendorong manusia untuk selalu menegakkan
keadilan di muka bumi.
8) Fitrah persamaan dan persatuan
Fitrah persamaan dan persatuan mendorong manusia untuk selalu
mewujudkan persamaan hak serta menentang diskriminasi ras, etnik,
bahasa, dan berusaha menjalin persatuan dan kesatuan di muka bumu
ini.

10
9) Fitrah individu
Fitrah individu mendorong manusia untuk bersikap mandiri,
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan,
mempertahankan harga diri, kehormatannya, dan menjaga keselamatan
diri dan hartanya.
10) Fitrah sosial
Fitrah soaial mendorong manusia untuk hidup bersama, bekerjasama,
bergotong royong, saling membantu dan sebagainya.
11) Fitrah seksual
Fitrah seksual mendorong seseorang untuk mengembangkan
keturunan, melanjutkan keturunan, dan mewariskan tugas-tugas kepada
generasi penerusnya.
12) Fitrah ekonomi
Fitrah ekonomi mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya melalui aktivitas ekonomi.
13) Fitrah politik
Fitrah politik mendorong manusia untuk berusaha menyusun suatu
kekuasaan dan institusi yang mampu melindungi kepentingan bersama.
14) Fitrah seni
Fitrah seni mendorong manusia untuk menghargai sesama dan
mengembangkan kebutuhan seni dalam kehidupannya.

3. Hubungan Fitrah Manusia dan Pendidikan


Fitrah yang mengandung implikasi pendidikan mengandung paham
nativisme. Maksudnya bahwa manusia mempunyai potensi dasar beragama
yang tidak dapat dirubah Fitrah yang bercorak nativisme ini berkaitan juga
dengan faktor hereditas (keturunan) yang bersumber dari orang tua,
termasuk juga keturunan beragama.
Namun demikian fitrah itu tetap harus dipelihara dan dan dijaga.
Sehingga peran lingkungan sangat penting dalam mengembangkan potensi
seorang manusia. Potensi anak akan dikembangkan melalui proses
pendidikan. Sehingga dalam proses pendidikan menjelaskan bahwa fitrah
yang telah dibawa sejak lahir bagi anak akan memiliki pengaruh yang cukup

11
besar dipengaruhi dengan lingkungan. Fitrah tidak akan berkembang tanpa
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan mampu
mengubah fitrah secara drastis, ketika lingkungan sebagai tempat interaksi
membentuk kepada hal yang buruk. Sifat dasar fitrah ditentukan dari
semakin sering atau tidaknya dengan lingkungan. Meskipun demikian,
lingkungan tidak selamanya mampu mengubah kepribadian seseorang.
Banyak juga contoh orang baik lahir dari lingkungan atau masyarakat yang
zalim.
Dalam dunia pendidikan menurut Wahyudin (2002), peserta didik
berperan sebagai organisme yang rumit yang mempunyai kemampuan luar
biasa untuk tumbuh. Peranan peserta didik adalah belajar bukan untuk
mengatur pelajaran. Peserta didik dituntut aktif belajar dalam rangka
mengkontruksi pengetahuannya, dan karena itu peserta didik sendirilah yang
harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Menurutnya Implikasi dari
konsep perkembangan individu terhadap pendidikan, antara lain:
1. Sebab perkembangan individu semenjak lahir tidak mengalir ibarat
aliran air melainkan berlangsung secara bertahap, yang mana setiap
tahap perkembangan mempunyai sifatnya sendiri, memunculkan
masalah atau krisis-krisis tertentu yang berbeda dari tahapan
sebelumnya, setiap tahap mengandung tugas-tugas perkembangan
tertentu yang harus diselesaikannya, yang mana jika tugas-tugas
perkembangan pada tahapannya tidak diselesaikan dengan baik maka
akan berakibat negatif terhadap perkembangan selanjutnya maka
individu memerlukan pendidikan untuk dapat menyelesaikan tugas-
tugas perkembangan sesuai tahap perkembangannya dan sebab itu pula
individu akan dapat didik.
2. Dalam konteks ini maka pendidikan merupakan upaya membantu
peserta didik untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan
sesuai dengan tahap perkembangannya
3. Tahap perkembangan peserta didik mengandung tugas-tugas
perkembangan yang harus diselesaikannya, serta mengimplikasikan
kemampuan dan kesiapan belajarnya. Oleh karena itu, keberhasilan

12
pendidik dalam melaksanakan peranannya akan dipengaruhi oleh
pemahaman perkembangan peserta didik serta kemampuan
mengaplikasiannya dalam praktik pendidikan.
4. keberhasilan peserta didik menyelesaikan tugas-tugas perkembangan
pada tahapannya akan mempengaruhi keberhasilan penyelesaian tugas-
tugas perkembangan pada tahap perkembangan selanjutnya maka
pendidikan yang dilaksanakan menyimpang dari tahapan dan tugas-
tugas perkembangan individu peserta didik.

D. Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam


Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat
pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih
memerlukan bimbingan dan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta
sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan
atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Menurut Binham (2012), peserta didik adalah setiap manusia yang
sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan
pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju
kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan
bimbingan yang diberikan oleh pendidik. Siswa atau peserta didik adalah
salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses
belajar-mengajar, peserta didiklah yang menjadi pokok persoalan dan
sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai
pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin
mencapainya secara optimal. Peserta didik itu akan menjadi faktor
(penentu), sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang
diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.Itulah sebabnya sisa atau
peserta didik adalah merupakan subjek belajar.
Dengan berpijak pada paradigma fitrah, maka istilah yang tepat untuk
menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak
didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan

13
anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak
didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak.
Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga
pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan formal), tetapi juga lembaga
pendidikan di masyarakat, seperti Majelis Taklim, Paguyuban, dan
sebagainya.
Menurut Nizar(2001), secara etimologi murid berarti “orang yang
menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi murid adalah pencari
hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari,
sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana
ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi.
Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada
sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi
lazimnya disebut dengan mahasiswa.
Menurut Dinoto (2007), peserta didik adalah amanat bagi para
pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan
tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat juga kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan
murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya, jika
peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan
tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan
begitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka
dan binasa.
Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam pendidikan Islam
adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di
akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan
individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk
menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam
keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, dan umat beragama
menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama.

14
Peserta didik menurut Rusmaini (2016), merupakan pribadi yang
tumbuh dan berkembang, yang memiliki kesamaan dan juga memiliki
perbedaan-perbedaan. Setiap peserta didik memiliki sifat dan ciri khas
masing-masing. Sifat yang dimiliki oleh setiap peserta didik terbentuk dari
pengaruh faktor-faktor keturunan, lingkungan, dan diri (self). Agar peran
peserta didik dapat berkembang secara optimal, maka pendidik dalam
melaksanakan proses pendidikan hendaknya memperhatikan kepribadian
peserta didik.
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, mengemukakan kepribadian
idealistik dapat dilihat bila peserta didik mampu memiliki setidaknya enam
karakteristik, yang dalam perspektif pendidikan al-insaniah Islami
dikatakan sebagai insan paripurna yaitu, sebagai berikut :
1. Jasmani yang sehat dan menunjang terbentuknya sikap dan prestasi
keilmuan yang maksimal. Untuk itu, pendidikan al-insaniah Islami harus
mampu menstimulasi peserta didiknya untuk mampu memelihara dan
menjaga kesehatan jasmaninya, serta memanfaatkannya untuk mampu
mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
2. Kualitas psikologis yang stabil, yaitu dalam arti memiliki pengetahuan
yang luas dan ketajaman analisis rasional yang tinggi, memiliki jiwa,
serta kemampuan emosional.
3. Memiliki sikap perilaku sosial yang terpuji, terutama berupa kepekaan
atau kepeduliaan sosial yang tinggi dan sebagai warga negara yang baik
dalam keikutsertaannya secara aktif, baik langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan pembangunan bangsa.
4. Kualitas psikomotorik yang tinggi. Kualitas ini termanifestasi pada
kemampuan peserta didik dalam menguasai sejumlah keterampilan dan
skill tertentu sesuai dengan tuntutan lapangan kerja yang ada secara
profesional.
5. Memiliki kepribadian yang tangguh dan mandiri.
6. Memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt dan
mampu mewarnai seluruh aktivitasnya, sehingga menumbuhkan sikap
terpuji. Kondisi ini akan mampu mengantarkan peserta didik untuk

15
meraih kebahagiaan dan kesuksesan dalam kehidupannya, baik di dunia
maupun di akhirat, secara serasi dan seimbang.

Dalam rangka mencapai hal tersebut di atas, menurut Semiawan (1998),


dituntut suatu sistem pendidikan yang komprehensif, dialektik dan dinamis.
Formulasi yang ditawarkan bukan hanya menyangkut pentransferan ilmu
dan sikap dalam memposisikan peserta didik, akan tetapi juga menuntut
kemapuan pendidik secara profesional dalam mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal, kemudian dalam mengembangkan transformasi
fundamental ilmu pengetahuan harus memperhatikan aspek sosio-kultural
dimana manusia itu berada. Transformasi ini merupakan langkah yang
efektif dalam menyatukan totalitas potensi peserta didik, yang meliputi
pertumbuhan fisik, intelektual, emosional, sosial, moral, dan keimanan
sebagai fitrahnya.

Tugas dan tanggung jawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan
baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin
dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa wajib dan mutlak
melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali. Tapi kenyataannya
banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban mereka sebagai
pelajar. siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan belajar, akan
tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan teman-teman,
ngobrol dan lain sebagainya. sementara tugas sejatinya untuk belajar dan
menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok. tapi ini realita dan potret
siswa masa kini. selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah.
menyerah sebelum berjuang, kalah sebelum bertanding.

E. Perkembangan Peserta Didik Era Modern


Pada era modern semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan
telah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Pendidikan yang
diperolehnya menjadi bekal pada era modern ini. Hal ini sejalan dengan
Kunandar (1997), pendidikan adalah kunci modernisasi atau pendidikan
adalah investasi manusia untuk memperoleh pengakuan dalam kalangan

16
ahli. Sesuai dengan pernyataan di atas pendidikan dirasa sangat penting dan
bermanfaat untuk masa depan.
Pada era modern Pelajar atau anak didik bukanlah objek bagi guru,
melainkan sebagai subyek yang bebas berpikir dan mengembangkan
kreativitasnya sehingga nantinya akan mampu mengubah realitas dirinya
sendiri, sedangkan guru berfungsi sebagai motivator dan fasilitator yang
selalu membantu dan membimbing anak didiknya ke arah kedewasaan. Hal
ini sesuai dengan definisi mengajar modern, yaitu mengajar adalah
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar.
Menurut Dimyati Machmud (1979), konsep pendidikan modem, yaitu
pendidikan menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik,
pendidikanmerupakan proses belajaryang terus menerus, pendidikan
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di
luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat
peserta didik, juga tepat tidaknya situasi beiajar dan efektif tidaknya cara
mengajar. Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang
tengahbergerak kearah modern (modernizing), seperti masyarakat indonesia,
pada dasamya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik
denganlingkungan sosiaikuituralnya yangterus berubah dengan cepat.
Menurut Shipman (dalam Azyumardi Azra), bahwa fungsi pokok
pendidikan dalam masyarakat modern yang tengah membangun terdiri dari
tiga bagian, yaitu sosialisasi, pembelajaran (schooling), dan pendidikan
(education). Pertama, sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah
wahana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau
nasional yang dominan. Kedua, pembelajaran (schooling) mempersiapkan
mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan
karena itu, pembelajaran harus dapat membekali peserta didik dengan
kualifikasi-kualifikasi pekerjaan profesi yang akan membuat mereka mampu
memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan
merupakan education untuk menciptakan kelompok elit yang pada
gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program
pembangunan.

17
F. Analisis
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang
dikenal dengan istilah Fitrah. Fitrah merupakan potensi dasar yang terdapat
pada manusia yang siap ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan.
Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive
terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Fitrah itu tetap harus dipelihara dan dan dijaga. Sehingga peran
lingkungan sangat penting dalam mengembangkan potensi seorang manusia.
Potensi anak akan dikembangkan melalui proses pendidikan. Sehingga dalam
proses pendidikan menjelaskan bahwa fitrah yang telah dibawa sejak lahir
bagi anak akan memiliki pengaruh yang cukup besar dipengaruhi dengan
lingkungan.
dalam masyarakat Islam, sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang
digunakan untuk menggambarkan konsep pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim,
dan ta’dib. Istilah tarbiyah digunakan untuk menendai konsep pendidikan
dalam Islam, meskipun telah berlaku umum, ini masih merupakan masalah
kontroversial.
Istilah pendidikan ta’lim lebih universal dari tarbiyah Sebab, ketika
mengajarkan tilawatil al-Qur’an kepada kaum muslimin Rasulullah SAW
tidak sekedar terbatas pada mengajar mereka membaca, melainkan membaca
disertai perenungan tentang pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan
penanaman amanah.
Tugas dan anggung jawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan
baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin
dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa wajib dan mutlak
melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali. Pendidikan telah
menjadi kebutuhan pokok bagi setiap manusia.
Pada era modern Pelajar atau anak didik bukanlah objek bagi guru,
melainkan sebagai subyek yang bebas berpikir dan mengembangkan
kreativitasnya sehingga nantinya akan mampu mengubah realitas dirinya
sendiri, sedangkan guru berfungsi sebagai motivator dan fasilitator yang
selalu membantu dan membimbing anak didiknya ke arah kedewasaan. Hal

18
ini sesuai dengan definisi mengajar modern, yaitu mengajar adalah
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar.

KESIMPULAN

Fitrah merupakan potensi dasar yang terdapat pada manusia yang siap
ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan. Aspek-aspek fitrah
merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh
lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan,
perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan.
Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami
fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun
fikiran.
Peserta didik itu akan menjadi faktor (penentu), sehingga menuntut dan
dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
belajarnya.Itulah sebabnya sisa atau peserta didik adalah merupakan subjek
belajar.
Berkembangnya era globalisasi harus dapat disikapi dengan bijak oleh
semua pihak. Pemanfaatan media pembelajaran Islam menjadi sebuah keharusan
demi peningkatan kualitas hidup bangsa secara umum, serta untuk menghalau
pengaruh atau dampak negatif dari globalisasi yang semakin gencar. Keberadaan
media pembelajaran Islam tidak hanya menjadi sebuah sarana komunikasi
pendidikan/dakwah Islam yang santun, melainkan sebagai media pemersatu
Islam dalam memperjuangkan dan mempertahan nilai-nilai tauhid dalam
kehidupan dan peradaban manusia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ahmad bin Ali Hajar, tth. Fathul Bari’. Beirut: Dar Al-Fikr.

Dinoto, Anto. 2007. “Konsep Fitrah Manusia Dalam Al-Qur’an dan


Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam”. Skripsi Tesis. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Nizar, Samsul. 2001. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam.


Jakarta: Media Pratama.

Rusmaini. 2016. Ilmu Pendidikan Islam. Palembang: Grafika Terlindo Press.

Semiawan, Conny R, dalam Musa Asy’ari, et. all. 1998. Agama Kebudayaan
dan Pembangunan Menyongsong Era Industrialisasi Yogyakarta: IAIN Sunan
Kali Jaga Press.

Wahyudin, Dinn. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta:Universitas Terbuka.

Al-Nahlawi, Abdurrahman. 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan


Islam. Bandung : CV. Diponegoro.

Darajat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Al-Isfahani, Al-Raghib, tth. Mu‟jam al-Mufradat Al-Fazh al-Qur‟an. Beirut :


Dar al-Fikr.

20

Anda mungkin juga menyukai