Anda di halaman 1dari 21

Metode Pelaksanaan Pemancanagan Tiang

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan suatu konstruksi, pertama – tama sekali yang
dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (
struktur bawah ) baru kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas.
Pembangunan suatu pondasi sangat besar fungsinya pada suatu
konstruksi. Secara umum pondasi didefinisikan sebagai bangunan bawah
tanah yang meneruskan beban yang berasal dari berat bangunan itu
sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ke tanah yang
disekitarnya.
Bentuk dan struktur tanah merupakan suatu peranan yang penting
dalam suatu pekerjaan konstruksi yang harus dicicermati karena kondisi
ketidaktentuan dari tanah berbedabeda. Pondasi merupakan suatu
pekerjaan yang sangat penting dalam suatu pekerjaan teknik sipil, karena
pondasi inilah yang memikul dan menahan suatu beban yang bekerja
diatasnya yaitu beban konstruksi atas. Pondasi ini akan menyalurkan
tegangan-tegangan yang terjadi pada beban struktur atas kedalam lapisan
tanah yang keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut.
Pondasi sebagai struktur bawah secara umum dapat dibagi dalam 2
(dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis
pondasi tergantung kepada jenis struktur atas apakah termasuk
konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga tergantung pada jenis
tanahnya. Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik,
biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat
biasanya jenis pondasi dalam adalah pilihan yang tepat.
Secara umum permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari
pondasi dangkal. Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative
panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi
melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah kelapisan tanah
keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang relative
cukup dalam dibanding pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang
diperoleh dari daya dukung ujung ( end bearing capacity ) yang
diperoleh dari tekanan ujung tiang, dan daya dukung geser atau selimut (
friction bearing capacity ) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau
gaya adhesi antara tiang pancang dan tanah disekelilingnya.
Secara umum tiang pancang dapat diklasifikasikan antara lain: dari
segi bahan ada tiang pancang bertulang, tiang pancang pratekan, tiang
pancang baja, dan tiang pancang kayu. Dari segi bentang penampang,
tiang pancang bujur sangkar, segitiga, segi enam, bulat padat, pipa, huruf
H, huruf I, dan bentuk spesifik. Dari segi teknik pemancangan, dapat
dilakukan dengan palu jatuh (drop hammer), diesel hammer, danhidrolic
hammer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pondasi tiang pancang serta
penggunaanya pada konstruksi atau bangunan struktur.
2. Bagaiman meode kerja/pelaksanaan pemancangan tiang.
3. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan pada proses
pelaksanaan tiang pancang.
4. Apa saja Kekurangan serta keuntungan penggunaan pondasi tiang
pancang.
5. Bagaiman K3 dalam konstruksi pemancangan tiang.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pondasi tiang pancang serta
penggunaanya pada konstruksi atau bangunan struktur.
2. Untuk mengetahui bagaimana meode kerja/pelaksanaan pemancangan
tiang.
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan
pada proses pelaksanaan tiang pancang.
4. Untuk mengetahui kekurangan serta kelebihan menggunakan pondasi
tiang pancang.
5. Untuk mengetahui Bagaiman K3 dalam konstruksi pemancangan
tiang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pondasi Tiang Pancang Serta Penggunaanya Pada


Konstruksi Atau Bangunan Struktur.
Pondasi tiang pancang (Pile Foundation) adalah bagian dari
struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer
(menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak
pada kedalaman tertentu. Tiang pancang bentuknya panjang dan
langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Bagian
dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer
(menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak
pada kedalaman tertentu.
Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan
beban ke tanah yang lebih dalam. Pelaksanaan pekerjaan pemancangan
menggunakan diesel hammer. Sistem kerja diesel Hammer adalah
dengan pemukulan sehingga dapat menimbulkan suara keras dan getaran
pada daerah sekitar. Itulah sebabnya cara pemancangan pondasi ini
menjadi permasalahan tersendiri pada lingkungan sekitar.
Tiang pancang pada pondasi difungsikan untuk mentransfer beban
yang dipikul oleh pondasi ke lapisan tanah terdalam dimana terdapat
daya dukung tanah yang lebih baik, ada 3 macam jenis tiang pancang
yang biasa digunakan yaitu tiang pancang kayu,tiang pancang
beton dan tiang pancang baja, masing masing tiang pancang memiliki
kegunaan yang sama hanya saja pemakaiannya tergantung dari
bangunan seperti apa yang akan didirikan dan daya dukung tanah sekitar
yang akan dibangun.
Bentuk dari tiang pancang juga bermacam macam bisa berupa
silinder, persegi atau segitiga dengan panjang tiang 10 m sampai dengan
30 m. pemancangan tiang pancang biasanya dilakukan dengan cara
ditumbuk, dalam penumbukan tiang pancang juga harus memperhatikan
beberapa faktor agar dalam penumbukan tidak terjadi kerusakan.
Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai
pondasi bangunan struktur, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik
atau gedung-gedung industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin
berat, dll. Dimana semuanya merupakan konstruksi-konstruksi yang
memiliki dan menerima beban yang relatif berat. Penggunaan tiang
pancang untuk konstruksi biasanya bertitik tolak pada beberapa hal
mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar sehingga pondasi
langsung jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada lokasi
yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi langsung
tidak ekonomis lagi untuk dipergunakan.
Secara umum pemakaian pondasi tiang pancang dipergunakan
apabila tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan
dan beban diatasnya, dan juga bila letak tanah keras yang memiliki daya
dukung yang cukup untuk memikul berat dari beban bangunan diatasnya
terletak pada posisi yang sangat dalam. Dari alasan itulah maka dalam
mendesain Pondasi tiang pancang mutlak diperlukan informasi
mengenai :
a. Data tanah dimana bangunan akan didirikan.
b. Daya dukung dari tiang pancang itu sendiri (baik single
pile ataupun group pile).
c. Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban
tambahan).

Gaya geser negatif (negative skin friction) adalah suatu gaya yang
bekerja pada sisi tiang pancang dimana gaya tersebut justru bekerja
kearah bawah sehingga malah memberikan penambahan beban secara
vertikal selain beban luar yang bekerja. Negative skin friction berbeda
dengan Positif skin friction, karena positif skin friction justru membantu
memberikan gaya dukung pada tiang dalam melawan beban luar/vertikal
yang bekerja dengan cara memberikan perlawanan geser disisi-sisi tiang,
dengan arah kerja yang berlawanan dari arah gaya luar yang bekerja
ataupun gaya dari negative skin friction tersebut.
Negatif skin friction terjadi ketika lapisan tanah yang diperkirakan
mengalami penurunan yang cukup besar akibat proses konsolidasi,
dimana akibat proses konsolidasi ini, tiang mengalami gaya geser
dorong kearah bawah yang bekerja pada sisi sisi tiang (karena
terbebani). keadaan ini disebut sebagai keadaan dimana tiang mengalami
gaya geser negatif (negative skin friction). Nah....jika jumlah gaya gaya
sebagai akibat dari beban luar dan gaya geser negatif ini melebihi gaya
dukung tanah yang diizinkan, maka akan terjadilah penurunan tiang
yang disertai dengan penurunan tanah disekitarnya.
Keadaan ini bisa terjadi karena tanahnya yang lembek,
pemancangan pondasi pada daerah timbunan baru, atau akibat
penurunan air tanah pada tanah yang lembek, dimana kondisi tersebut
memungkinkan terjadinya penurunan atau konsolidasi tanah yang cukup
besar. Pondasi tiang pancang hendaknya direncanakan sedemikian rupa
sehingga gaya luar yang bekerja pada kepala tiang tidak melebihi gaya
dukung tiang yang diizinkan. Adapun yang dimaksud dengan gaya
dukung tiang yang diizinkan adalah meliputi aspek gaya dukung tanah
yang diizinkan, tegangan pada bahan tiang perpindahan kepala tiang
yang diizinkan, dan gaya- gaya lain (seperti perbedaan tekanan tanah
aktif dan pasif).
Perhitungan serta pengevaluasian tersebut tidak saja dilaksanakan
terhadap tiang secara individu (single pile) tetapi juga harus
dilaksanakan terhadap tiang-tiang dalam kelompok (group pile).
Umumnya pondasi tiang pancang dapat ditinjau dari :
1. Jenis / bahan yang digunakan, meliputi : kayu, baja, beton, atau
komposit (perpaduan dari beberapa bahan).
2. Cara Penyaluran Beban.
Berdasarkan cara penyaluran beban dapat dibedakan atas :
a. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile) :

Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah


akibat dari perlawanan tanah keras pada ujung tiang. Tiang yang
dimasukan sampai lapisan tanah keras, secara teoritis dianggap bahwa
seluruh beban tiang dipindahkan kelapisan keras melalui ujung tiang.
Anggapan tanah keras yang dimaksudkan disini sebetulnya relatif
dan tergantung dari beberapa faktor, antara lain seperti besar beban yang
harus dipikul oleh tiang. Sehingga bisa saja ada anggapan asalkan pada
posisi dimana daya dukung tanahnya sudah mumpuni untuk
mengimbangi besarnya beban yang dipikul tiang, maka disitu
diasumsikan letak tanah keras berada. Anggapan ini tidak salah tapi juga
tidak betul, namun supaya tidak terjadi perbedaan yang tajam dalam
perspektif anggapan, maka untuk dianggap sebagai lapisan tanah
pendukung yang baik, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut :
1. Lapisan non kohesif (pasir, kerikil) mempunyai harga standard
penetration test (SPT), N > 35.
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan bebas (Unconfined
compression strength) qu antara 3 s/d 4 kg/cm2 atau N > 15 s/d 20.
Dari hasil sondir dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konis S
≥ 150 kg/cm2 untuk lapisan non kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm2 untuk
lapisan kohesif.
b. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)
Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah
akibat dari gesekan antara tanah dengan sisi- sisi tiang pancang, atau
dengan kata lain kemampuan tiang pancang dalam menahan beban
hanya mengandalkan gaya geseran antara tiang dengan tanah
disekelilingnya. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya kenyataan
dilapangan mengenai data kondisi tanah tidak bisa diprediksi, sehingga
sering kita menjumpai suatu keadaan dimana lapisan yang memenuhi
syarat sebagai lapisan pendukung yang baik ditemui pada kedalaman
yang dalam, sehingga untuk mendapatkan tumpuan ujungnya kita perlu
merogoh kocek lebih dalam dikarenakan biayanya sangat mahal.
Pada kenyataan seperti ini praktis daya dukung yang didapat adalah
dari gesekan antara sisi tiang dengan tanah disekelilingnya namun bukan
berarti perlawanan diujungnya kita anggap melempem atau tidak ada,
tapi pada kenyataannya tumpuan diujung ini juga memiliki andil dalam
memberikan sumbangan daya dukung walaupun itu kecil.
Perbedaan dari kedua jenis tiang pancang ini, semata-mata hanya
dari segi kemudahan, karena pada umumnya tiang pancang berfungsi
sebagai kombinasi antara friction pile (tumpuan sisi) dan end bearing
pile (tumpuan ujung). Kecuali tiang pancang yang menembus tanah
yang sangat lembek sampai lapisan tanah dasar yang padat.
Berikut ini adalah beberapa contoh rangkaian pekerjaan pondasi
tiang pancang di lapangan :
Gambar 1. Tampak Kepala Tiang Pancang Sebelum Dipecah
Gambar 2. Pemecahan Kepala Tiang Pancang

Gambar 3.Penyusunan Bata Hebel (sebagai pengganti bekisting), untuk


Poer Pondasi
Gambar 4. Perakitan Tulangan Untuk Poer Pondasi

Gambar 5. Perakitan Tulangan Untuk Sloof ke Poer Pondasi


Gambar 6. Pondasi yang Telah di Cor Beton

Gambar 7. Tulangan Sisa dari Pondasi Untuk Disambung ke Kolom


B. Metode Kerja/Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai Metode Pemancangan Beton
Tiang pancang menggunakan alat pancang hidrolik hammer, yaitu
sebagai berikut :
1. Penyiapan lahan area kerja yang cukup guna penampatan alat berat
juga area manuver alat.
2. Penyiapan lahan untuk penempatan material (tiang pancang) pada
posisi yang strategis guna memudahkan dalam pengerjaannya.
3. Pada masing masing tiang pancang diberi identitas dan diberi meteran
per satu meter.
4. Penyiapan alat-alat kerja pendukung lainnya.
5. Melakukan pengukuran :
a. Pengukuran dilakukan oleh Pemborong dengan disaksikan dan
disahkan oleh Direksi/MK.
b. Kedudukan/posisi dari masing-masing tiang pancang harus ditandai
dengan patok bergaris tengah 80 mm dengan panjang 300 mm yang
ditancapkan didalam tanah.
c. Bagian atas patok sepanjang 150 mm harus dicat dengan warna yang
menyolok.
d. Sebelum mulai jacking, tiang yang akan dijacking harus dicheck dan
berada dalam keadaan/posisi vertikal.
e. Penyambungan tiap bagian tiang dengan las harus dilakukan secermat
mungkin dan benar, sehingga tidak ada celah/lubang pada sambungan
las tersebut.
f. Semua tiang pancang harus mempunyai nomor referensi, tanggal cor,
panjang dan lain lainnya dengan aturan sebagai bcrikut :
Setiap tiang pancang bagian I diberi tanda pada interval 50 Cm.
Setiap tiang pancang bagian II diberi tanda pada interval 25 Cm.
Setiap tiang pancang bagian III diberi tanda pada interval 10 Cm.
6. Pengujian Tiang pancang :
a. Pengujian dilakukan terhadap suatu Tiang pancang percobaan yang
tidak dipakai (unused pile) sebelum dilakukan pemancangan sebenarnya
(used pile).
b. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk membuktikan kebenaran
asumsi yang dipergunakan dalam penurunan dan perhitungan design
load dari tiang pancang.
7. Penyipapan informasi data teknis : Panjang tiang Pancang, Energi
Hammer, Hammer, Literatur dan Referensi teknis lengkap tentang alat
pemukul yang dipakai.
8. Tahap-tahap pelaksanaan pemancangan :
a. Sebelum dilakukan pemancangan, semua tiang pancang pra-cetak
harus diberikan perincian dan data secara jelas pada sisi puncak tiangnya
meliputi : Nomor referensi, Panjang tiang, Tanggal pengecoran, beban
Kerja.
b. Sebelum dilakukan pemancangan harus diteliti terlebih dahulu hal-hal
sebagai berikut :
c. Pada pemancangan tiang yang utuh maka pemancangan (set)
maksirnum umumnya diperoleh dengan cara menggunakan alat pemukul
(hammer) yang paling tepat dan paling lunak. Bila pemancangan
dilakukan secara sebagian (segmental) maka ketinggian naksimum
pemukulan yang diusulkan harus semaksimal mungkin konsisten dengan
tegangan maksimum yang diijinkan pada beton dan massa alat
pemukulnya juga harus diganti dengan yang sesuai, harus pula
diperhitungkan kemungkinan adanya kehilangan energi pada
sambungansambungan.
d. Bila tiang pancang segmental menemui tanah yang lembek sekali,
batuan keras atau lapisan-lapisan batuan maka ketinggian pcmukulannya
harus dikurangi.
e. Pemborong harus memberikan perincian tentang urutan pemancangan
yang harus disusun sedemikian rupa untuk menghindari terangkatnya
kembali (up Lifting) tiang pancang.
f. Bila tiang yang dipancangkan pada tanah lunak sampai kelapisan
keras pendukung untuk memperoleh penumpuan ujung yang kuat (high
end bearing) maka ketinggian dari semua tiang pancang yang berdekatan
harus diperiksa apakah terjadi pengangkatan, bila mengalami hal
tersebut.
g. Pemborong harus bertanggung jawab untuk melaksanakan semua
usaha untuk memancang kembali tiang pancang yang terangkat tersebut.
h. Semua pemancangan harus dilakukan sampai mencapai kedalaman
yang direncanakan dan disyaratkan, dalam pemancangan setiap titik
pancang harus secara terus menerus tanpa terputus kecuali terdapat
penyambungan bagian tiang pancang.
i. Dalam pemancangan perlu diperhatikan bahwa jumlah pukulan pada
masing-masing tiang pancang diusahakan agar dibatasi sampai lebih
kurang 2000 pukulan, apabila dalam harus dilakukan test integritas tiang
(Pile Integrity test/PIT) yang bertujuan untuk mengetahui kualitas tiang
pancang terpasang.
9. Mengecek kelurusan / kemiringan sudut tiang pancang dengan
menggunakan theodolit min. 2 sudut yang berbeda.
10. Siapkan kertas grafik kalendering pada tiang pancang tersebut
11. Secara berlahan hummer diangkat keatas hingga ketinggian tertentu,
kemudian hummer dilapaskan.
12. Bila tiang pancang perlu mendapat sambungan karena kedalaman
pemancangan masih belum terlampaui, maka hentukan pemancangan
tiang pancang hingga +/- 1 meter dari muka tanah terhadap kepala tiang
pancang.
13. Melakukan sambungan dengan tiang pancang berikutnya yang mana
sambungan tersebut dilas pada ujung tiang pancang dengan
menggunakan mesin las yang kemudian hasil las diberi bahan anti karat
maka konsultasikan dengan Konsultan Perencana untuk langkah
berikutnya.
14. Axial Loading Test :
a. Axial loading test dilakukan pada setiap tiang pancang dimaksudkan
untuk menentukan respon tiang pancang terhadap suatu pembebanan
tekan statis. Beban tersebut bekerja secara aksial pada tiang pancang
yang bersangkutan.
b. Untuk axial loading test ini kami menggunakan sistem Non
Destructive Test yaitu Pile Driving Analysis (PDA) atau Shock Test
dengan tujuan untuk mempersingkat waktu pengetesan, dengan
ketentuan beban loading test 200 % dari Design Load.
c. Beban percobaan pada pengujian ini harus sebesar 200 % dari design
load untuk suatu Proving Test, pembebanan dilakukan mengikuti
prosedur “Slow maintaned Load test” dengan cyclic loading berdasar
ASTM D 1143-8, sedangkan pada Preleminary Loading test
pembebanan minimal sebesar 300 % design load.
d. Jumlah preleminary loading test ditetapkan 2 (dua) titik tiang
percobaan, sedapat mungkin pelaksanaan pemancangan tiang uji
dilakukan disebelah lobang pemboran Penyelidikan Tanah.
e. Beban maksimum yang ditumpukan pada pengujian pendahuluan ini
harus 3 (tiga) kali besar Design Load, setelah itu penambahan beban
dilanjutkan sampai kelongsoran (failure) teljadi.
f. Apabila telah dicapai suatu keadaan pengujian sesuai dengan rencana,
maka pemancangan harus dihentikan sementara untuk memberikan
kesempatan tanah kembali kepada kondisi semula.
Pemancangan/Pemukulan tiang pancang dapat dilanjutkan kembali
setelah selang waktu yang cukup untuk menentukan apakah telah terjadi
perubahan dari keadaan semula.
15. Lateral Loading Test :
a. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan respon tiang terhadap
pembebanan lateral.
b. Jumlah lateral loading test adalah 1 (satu) buah, sebagai percobaan
digunakan used pile.
c. Untuk setiap tiang pancang yang dilakukan pengujian ini tidak boleh
mengalami kegagalan struktural, untuk mengatasi kegagalan Pemborong
harus memantau secara langsung hubungan antara beban dan defleksi
lateral.
d. Persyaratan pelaksanaan Lateral Loading test mencakup hal-hal berikut
:
Prosedur Pembebanan
Peralatan pengadaan beban
Prosedur dan peralatan untuk pengukuran lateral displacement
Laporan hasil pengujian
e. Pembebanan dilaksanakan dengan cyclic loading scsuai dengan
persyaratan ASTM D 3966-81, beban percobaan ditetapkan sebesar
maksimum 200 % x 5 % dari daya dukung izin vertikal tiang bor,
kecuali ditentukan lain.
f. Pada bagian atas dari tiang pancang Pada tanah yang bcrada disekitar
kepala tiang yang akan diuji, harus dipadatkan sampai pada “cut off
level” dengan nilai CBR minimal 5 %.
g. Lateral Displacement yang diijinkan untuk pengujian ini adalah
sebesar 12 mm pada beban percobaan lateral maksimum.
h. Segera setelah pengujian beban dilakukan, Pemborong harus
menyerahkan laporan lengkap tentang hasil pembebanan, agar dapat
dilakukan evaluasi oleh Konsultan.
i. Evaluasi akan dilakukan untuk menentukan daya dukung akhir tiang
pancang tersebut. Kegagalan memenuhi daya dukung tersebut menjadi
tanggung jawab Pemborong.

16. Catatan dan laporan instalasi tiang pancang mencakup :


a. Nama Proyek
b. Lokasi Tiang
c. Ukuran Tiang
d. Mutu Beton
e. Tanggal Cor Tiang
f. Beban Rencana Tiang
g. Maximum beban Jacking
h. Total panjang Tiang
i. Total Penetrasi Tiang
j. Tekanan Hidrolis pada setiap interval 1.00 m
k. Level muka tanah
l. Kedalaman penetrasi
m. Level ujung tiang
n. Cut-off level
o. Panjang effective tiang
p. Kondisi cuaca
q. Ganggunan yang timbul
r. Penyimpangan-penyimpangan sewaktu instalasi.

C. Faktor – Faktor Yang Harus Diperhatikan Pada Proses


Pelaksanaan Tiang Pancang.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses
pemancangan tiang adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan tiang pancang di lapangan.
Pengangkatan dan penyusunan tiang pancang yang disimpan di lapangan
harus memperhatikan titik angkat dan titik tumpu untuk penyimpanan
material, sesuai dengan petunjuk teknis dari produsen tiang pancang.
2. Pemeriksaan material tiang pancang
Pada waktu kedatangan material, harus dipastikan dilampiri mill sheet
untuk pemantauan kesesuaian material yang diterima dengan spesifikasi
teknis pekerjaan.
Harus dipastikan kode dan tanggal produksi sesuai dengan mill sheet
yang dilampirkan pada surat pengiriman barang.
Sebelum digunakan, material tiang pancang harus diperiksa kembali :
Tidak ada yang retak, cacat dan pecah – jika ada yang retak, cacat atau
pecah maka harus dipisahkan untuk direpair oleh produsen tiang
pancang sebelum digunakan
Ukuran penampang dan panjang harus sesuai dengan spesifikasi dan
penempatannya pada gambar konstruksi
Umur beton harus sudah memadai untuk dipancang – jika masih belum
cukup umur maka dipisahkan dulu dan ditunggu sebelum dipakai
3. Persiapan tiang untuk pemancangan.
Tiang pancang harus diberi marking atau tanda dengan cat merah, untuk
keperluan pemantauan pada saat pemancangan dilakukan :
Tiap jarak 0,5 m’ dari ujung tiang pancang sampai ke pangkalnya.
Diberi angka pada tiap meternya dari ujung bawah ke pangkal tiang.
Untuk tiang sambungan, angka harus melanjutkan angka dari tiang
yang disambung.
Tiang sambungan harus selalu diposisikan di dekat titik pancang yang
sedang dikerjakan – supaya tidak terlalu lama mengambil tiang
sambungan jika diperlukan penyambungan.
4. Pemantauan pelaksanaan pemancangan
Pada saat pekerjaan pemancangan harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Tiang pancang telah ditempatkan pada titik rencana dan diperiksa
vertikalitasnya dari 2 arah (X-Y penampang tiang pancang), toleransi
kemiringan mengikuti ketentuan spesifikasi alat dan spesifikasi teknis –
pemeriksaan boleh dilakukan dengan pendulum/bandul, selama kondisi
angin tidak terlalu besar dan tidak mengganggu posisi bandul (harus bisa
diam/stabil).
b. Tiang pancang harus sejajar dengan sumbu hammer dan
ladder alat pancang – jika tidak sejajar, berpotensi tiang akan
pecah atau patah – dipantau berkala oleh operator alat pancang dan
helper
c. Counter harus mencatat jumlah pukulan per 0,5 m’ atau per 1
m’
d. Kelurusan/vertikalitas tiang pancang selama pemancangan
harus selalu dipantau oleh helper operator dan jika terjadi
pergeseran vertikalitas atau tiang menjadi miring, maka harus
dihentikan dulu pemancangannya :
- jika masih memungkinkan, tiang pancang diatur supaya vertikal
kembali.
- jika sudah tidak memungkinkan penyesuaian tiang pancang,
dilakukan penyesuaian sumbu.
- jatuh hammer supaya sejajar dengan kemiringan sumbu tiang dan jika
kemiringan bertambah semakin parah di luar toleransi, pemancangan
dihentikan.
e. Selama pelaksanaan pemancangan, tinggi jatuh hammer dipantau
tidak boleh lebih dari 2,5 m' kecuali atas persetujuan khusus Konsultan
Pengawas, namun tidak boleh lebih dari 3 m' dalam segala kondisi
pelaksanaan.
f. Jika diperlukan penyambungan diusahakan tidak melebihi 3
sambungan tiang
g. Jika terdapat lapisan lensa/lapis tipis tanah keras, diusahakan
untuk ditembus dengan tidak mengakibatkan tegangan internal
melebihi spesifikasi material
h. Tinggi jatuh hammer harus dipantau pada saat pengambilan
final set yaitu:
- harus sesuai dengan syarat dari Konsultan Desain (untuk drop
hammer).
- dicatat sesuai dengan ram stroke yang terjadi untuk diesel hammer
dan hydraulic hammer.
i. Pengambilan final set harus dilakukan :
- Menggunakan kertas milimeter yang masih baru (tidak boleh berupa
fotocopy).
- Dengan pulpen supaya garis yang dihasilkan tidak terlalu tebal dan
tidak luntur jika terkena air dan oli, tidak boleh dengan spidol atau pensil
yang memberikan garis yang tebal sehingga menyulitkan pembacaan
garis grafik.
- Pulpen harus dialasi acuan yang stabil dan tidak terpengaruh
penurunan tiang saat dipukul.
- Arah penarikan pulpen harus sejajar dengan garis milimeter pada
kertas record/milimeter.
- Grafik yang diambil harus jelas, tidak terlalu rapat garis rebound-nya
dan tidak miring.
- Diambil pencatatan final set untuk minimal 10 kali pukulan.
- Jika tidak tercapai nilai final set yang ditetapkan, maka pemancangan
harus dilanjutkan dan diambil lagi final setnya pada lembar yang sama,
sampai tercapai final set yang ditetapkan.
5. Pemeriksaan terhadap heaving (pengangkatan).
Pile heaving adalah kondisi terangkatnya kembali tiang pancang
yang sudah selesai dipancang, akibat tekanan tanah yang terjadi pada
saat pemancangan titik pondasi berikutnya yang berdekatan, yang
radiusnya tergantung dari sifat tanah di lokasi pekerjaan.
Untuk pemancangan tiang dalam kelompok (2 atau lebih), harus
diperiksa secara berkala apakah terjadi pile heaving atau tidak :
· Untuk kelompok tiang yang terdiri dari 2-4 tiang pancang, tetap harus
diperiksa pile heaving pada pemancangan awal sebagai data awal – jika
tidak terjadi pile heaving setelah 5 kelompok tiang pertama diperiksa,
maka pemeriksaan berikutnya dapat dilakukan secara random, namun
jika terjadi pile heaving, maka harus diperiksa setiap kelompok tiang
berikutnya.
 Setiap titik pancang yang telah selesai dipancang dalam satu
kelompok harus dicatat level top of pile nya sebelum dilakukan
pemancangan berikutnya(level yang dicatat boleh merupakan pinjaman
level setempat dan tidak diikat ke BM, karena surveyor juga harus
melakukan tugas yang lain dan mungkin hanya dapat melakukan
pengukuran optik dari posisi yang tidak memungkinkan memindahkan
acuan BM level ke tiang yang diukur).
 Setiap selesainya pemancangan 2-4 tiang berikutnya dalam satu
kelompok tiang, dilakukan pengukuran ulang level tiang pancang yang
telah terpancang sebelumnya dan dipastikan tidak terjadi pile heaving
 Jika terjadi pile heaving, maka tiang pancang yang terangkat harus
dipukul ulang/redrive untuk mengembalikan level top of pile ke posisi
semula atau sedikit lebih rendah dari level awal – untuk pekerjaan re-
drive harus dicatat pada piling record yang ada dan tidak perlu dilakukan
pengambilan grafik final set lagi
 Proses pengukuran dan pengecekan harus dilakukan terus sampai
seluruh tiang pancang dalam satu kelompok tiang selesai dipancang.
Penetapan nilai pengangkatan (heaving) yang disyaratkan untuk
dilakukan re-drive harus mengikuti ketentuan spesifikasi teknis atau
persetujuan Konsultan Pengawas -- direkomendasikan nilai 5 mm untuk
end-bearing pile dan 3 cm untuk friction pile.
Untuk menghindari atau mengurangi resiko pile heaving dapat
dilakukan langkah sebagai berikut :
· Jarak bersih antar tiang pancang tidak kurang dari 2 diameter atau
diagonal penampang tiang – ditentukan oleh konsultan desain, jika
terjadi pile heaving dalam 5 kelompok tiang berturut-turut, maka
diinformasikan kepada PM untuk diputuskan apakah akan diubah jarak
antar tiang pancang atau tidak.
· Jika terdapat kelompok tiang pancang, pemancangan dimulai dari
posisi terdalam lalu melingkar keluar.
6. Penghentian Pekerjaan Pemancangan.
Penghentian pemancangan dilakukan jika salah satu kondisi berikut
terjadi atau tercapai :
· final set sudah dicapai (end-bearing pile) atau kedalaman
pemancangan yang disyaratkan sudah dicapai (friction pile).
· sudah mencapai maksimal 2.000 pukulan hammer/palu pancang.
· telah mencapai batas kelangsingan tiang pancang sesuai spesifikasi
material atau ketentuan Konsultan : harus dilakukan penambahan titik
pondasi tiang jika diperlukan.
· terjadi kerusakan pada tiang (pecah, retak, patah, dsb) : harus
dilakukan penambahan titik pondasi tiang.
· terjadi kemiringan di luar toleransi : harus dilakukan penambahan
titik pondasi tiang.
7. Pencatatan data pelaksanaan.
Pencatatan data pelaksanaan yang harus dilakukan, minimal meliputi
:
 Data jenis dan spesifikasi alat pancang yang dipakai.
 Data jenis, ukuran dan kapasitas material tiang pancang yang
dipakai.
 Data pelaksanaan (Pile Driving Record dan Grafik Final Set).
 Data panjang tertanam termasuk konfigurasi sambungan tiang dan
tanggal pemancangan, yang ditabelkan sesuai dengan penomoran titik
pancang pada gambar konstruksi.
 Data pergeseran titik pancang yang diplotkan pada gambar dan
ditabelkan, sesuai penomoran titik pancang.
 Data titik pancang yang berubah vertikalitas tiang pancangnya
selama pemancangan, dicatat dan ditabelkan sesuai nomor titik pancang
pada gambar konstruksi.
 Tabel nilai kapasitas ultimate dan ijin tiap titik pancang sesuai
nomor pada gambar konstruksi, dengan menggunakan rumus dinamik
yang telah diverifikasi dengan pengujian PDA Test atau Static Loading
Test.
· kekurangan serta kelebihan menggunakan pondasi tiang pancang.

D. Kekurangan Serta Kelebihan Menggunakan Pondasi Tiang


Pancang.
Ada beberapa keuntungan serta kekurangan dari penggunaan
pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan :
a. Karena dibuat dengan system pabrikasi, maka mutu beton terjamin.
b. Bisa mencapai daya dukung tanah yang paling keras.
c. Daya dukung tidak hanya dari ujung tiang, tetapi juga lekatan pada
sekeliling tiang.
d. Pada penggunaan tiang kelompok atau grup (satu beban tiang ditahan
oleh dua atau lebih tiang), daya dukungnya sangat kuat.
e. Harga relative murah bila dibanding pondasi sumuran.
2. Kekurangan :
a. Untuk daerah proyek yang masuk gang kecil, sulit dikerjakan karena
factor angkutan.
b. Sistem ini baru ada di daerah kota dan sekitarnya.
c. Untuk daerah dan penggunaan volumenya sedikit, harganya jauh lebih
mahal.
d. Proses pemancangan menimbulkan getaran dan kebisingan.

E. K3 Dalam Pelaksanaan konstruksi.


Industri konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan yang mendukung kegiatan konstruksi dimulai dari penyediaan
barang/material keperluan pekerjaan konstruksi sejak pabrikan,
suplai/pasokan (delivery) hingga ke pelaksanaan pekerjaan konstruksi
yang mencakup kegiatan : sipil, arsitektural, mekanikal, elektrikal dan
tata lingkungan masing- masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lainnya sesuai dengan
yang direncanakannya. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau
sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta
pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masing masing beserta kelengkapannya,
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam
pembangunan namun dalam kegiatan konstruksi kecelakaan konstruksi
relatif tinggi dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan konstruksi
menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang
menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan proyek
konstruksi memiliki Karakteristik antara lain : bersifat sangat kompleks,
multi disiplin ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja kasar dan
berpendidikan relatif rendah, masa kerja terbatas, intensitas kerja yang
tinggi, tempat Kerja (terbuka, tertutup, lembab, kering, panas, berdebu,
kotor), menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas
dan beragam berpotensi bahaya, mobilisasi yang tinggi, peralatan,
tenaga kerja, material dll.
1. Potensi Sumber Bahaya Dalam Manajemen K3
a. Pekerja tertimbun longsoran
o Kondisi tanah : geologis, topografis, jenis tanah, lereng galian
o Pengaruh air : air tanah, air permukaan, sumber air, piping dll
o Alat berat / kendaraan yang digunakan : beban, getaran
c. Pekerja tenggelam/kena air banjir.
d. Pekerja terkena sengatan aliran listrik
e. Pekerja menghirup gas beracun
f. Pekerja menghrup debu / kotoran
g. Pekerja tertimpa alat kerja /material
h. Pekerja terjatuh kedalam galian
i. Dll .
2. Penanganan Bahaya Pekerjaan Pondasi, Pengaman Pekerjaan
Galian Dalam Manajemen K3.
o dinding penahan , perancah dan tangga kerja
o pagar pengaman
o sirkulasi udara yang cukup
o penerangan yang cukup
o sarana komunikasi
3. Persyaratan Rencana Penggalian Dalam Manajemen K3
1. Lakukan penelitian terhadap :
 keadaan tanah
 air tanah
 jaringan utilitas dibawah tanah (listrik, air, gas )
2. Tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya tertimbun tanah
3. Lampu & rambu–rambu dipasang untuk mencegah orang
terjatuh
4. Persyaratan Umum Pekerjaan Galian Tanah Dalam Manajemen
K3
1. Untuk tempat kerja di bawah tanah, setiap pergantian shift
kerja, lakukan pemeriksaan.
2. Lakukan pemeriksaan seminggu sekali untuk
 mesin-mesin
 peralatan
 penyangga
 jalan keluar dll
3. Daerah kerja dibawah tanah yang berbahaya hrs dipagari
4. Buat sistem komunikasi ( sambungan telpon )
5. Gunakan APD ( pakaian water proof, sepatu boot )
6. Semua yang masuk terowongan harus dicatat dan
diidentifikasi Buat ventilasi udara
Kerugian yang dialami beberapa pihak
a. Kerugian diri sendiri
1. Cacat fisik
2. Kerugian Materi
3. Mengakibatkan luka
4. Mengakibatkan cidera
b. Kerugian Perusahaan
1. Berkurangnya tenaga kerja
2. Kerugian Materi
3. Alat-alat yang rusak
4. Menurunnya citra perusahaan
5. Proses pekerjaan menjadi terhambat
c. Kerugian Masyarakat
1. Kerugian emosional
2. Kerugian Materi
3. Orang yang ditinggalkan merasa kehilangan jika kecelakaan tersebut
hingga menewaskan pekerja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembasahasan adalah
sebagai berikut :
1. Pondasi tiang pancang (Pile Foundation) adalah bagian dari struktur
yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban
dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman
tertentu.
2. Kita dapat mengetahui metode kerja/pelaksanaan pemancangan tiang.
3. Ada banyak faktor atau hal-hal yang harus diperhatikan dari
pelaksanaan pemancangan pondasi.
4. Terdapat keuntungan dan kekurangan pada penggunaan pondasi tiang
pancang.
5. K3K dalam pelaksanaan konstruksi bangunan sangatlah penting untuk
melindungi para pekerja dari hal-hal yang mungkin terjadi yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja.

B. Saran
Dalam pembangunan konstruksi tiang pancang banyak
menggunakan alat-alat berat, jadi apabila pembangunan pemancangan
yang lokasinya sulit dijangkau maka akan sangat membutuhkan biaya
yang sangat banyak. Jadi saran saya agar memperhitungkan matang-
matang terlebih dahulu dalam proses perencanaan agar tidak terjadi
permasalahan pada saat pelaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai