Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Hyperemesis Gravidarum

a. Pengertian

Mual dan muntah 60-80% sering terjadi pada primigravida, hal

ini merupakan gejala yang wajar dan sering didapatkan pada

kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi

dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini 40-

60% dialami oleh multigravida. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi

6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama

kurang lebih 10 minggu. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan

dengan keadaan ini, meskipun gejala mual dan muntah yang berat

dapat berlangsung sampai 4 bulan (Sumai, dkk, 2014).

Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan

selama masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari

morning sickness normal yang umum dialami wanita hamil karena

intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama

trimester pertama kehamilan (Varney, 2007).

Hyperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai

umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa

yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi

keadaan umum dan pekerjaan sehari hari, berat badan menurun,

8
9

dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bukan karena penyakit

seperti appendistritis, pielititis dan sebagainya (Joseph, Nugroho,

2011).

Hyperemesis gravidarum merupakan keluhan muntah yang

berlebihan pada ibu hamil yang terjadi mulai dari minggu ke 6

kehamilannya dan bisa berlangsung sampai minggu ke 12 atau lebih

(Lisnawati, 2013).

b. Etiologi

Menurut Fauziyah (2012), penyebab hyperemesis gravidarum

belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, faktor-faktor seperi

biologi, fisiologi, psikologi, dan sosialkultural dapat menjadi faktor

risiko untuk hyperemesis gravidarum. Beberapa teori menyatakan

bahwa mual dan muntah selama kehamilan mungkin berhubungan

dengan adaptasi untuk mencegah asupan makanan yang berbahaya,

seperti mikroorganisme patogen yang ada dalam daging dan racun

yang berada disayuran dan minuman. Mencegah masuknya komponen

yang berbahaya, hal ini akan mencegah embrio dari keguguran.

Faktor risiko hyperemesis gravidarum yaitu kehamilan ganda,

primigravida, obesitas, gangguan metabolik, riwayat hyperemesis

gravidarum sebelum kehamilan, gangguan troboplas, gangguan

psikologis (contohnya, gangguan makan seperti anorexia nervosa atau

bulimia).
10

1) Human Chorionic Gonadotrophin (HCG)

Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan produksi HCG

(khususnya pada kehamilan mola dan kehamilan ganda) dan

insiden hyperemesis ini meningkat ketika produksi HCG

mencapai puncaknya (usia kehamilan sekitar 9 minggu). Namun

demikian, tidak ada bukti yang mendukung hipotesis tersebut dan

beberapa hamil tidak mengalami mual dan muntah meskipun

kadar HCG meningkat. Lebih lanjut, penderita karsinoma

chorionic (suatu penyakit yang berkaitan dengan peningkatan

HCG), tidak mengalami mual dan muntah. Peningkatan HCG ini

masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan bahwa

kemungkinan aktivitas biological dari masing-masing isoform

HCG berbeda-beda sebagaimana sensitivitas individu untuk

stimulus emetogenik. Selain itu, interaksi hormon reseptor

mungkin memodifikasi efek HCG pada hyperemesis.

2) Helicobacter pylori infection

Infeksi kronik helicobacter pylori mungkin dapat

menyebabkan hyperemesis gravidarum. Pemeriksaan histologi

mukosa gaster pada 30 wanita (20 pasien hyperemesis

gravidarum dan 10 kontrol) menunjukkan bahwa bacterium ada

pada hampir 95% pasien hyperemesis gravidarum tetapi hanya

50% pada kontrol. Pada studi meta-analisis 14 kasus-kontrol, total

sampel 1732 (kasus-kontrol), ada hububngan antara helicobacter


11

pylori dan hyperemesis gravidarum, walaupun tidak semua studi

analisis mencapai signifikasi secara statistik. Namun demikian,

pada pemeriksaan dengan menggunakan saliva (61,8% terdeteksi

helicobacter pylori pada pasien dengan hyperemesis gravidarum

dan 27,6% pada wanita hamil non hyperemesis gravidarum dan

serum (52,9% VS 20,7%)). Hasil ini bermakna secara statistik.

Meskipun helicobacter pylori tidak langsung menyebabkan

hyperemesis gravidarum, namun hal ini bisa menjadi bahan

pertimbangan untuk faktor risiko hyperemesis gravidarum.

3) Faktor hormon

Beberapa hormon dapat menyebabkan hyperemesis

gravidarum, diantaranya estrogen, progesterone, ACTH, kortisol,

growth hormon, dan prolactin. Serotonin yang diberikan untuk

kemoterapi dapat menyebabkan mual dan muntah, hal ini menjadi

dasar bahwa kemungkinan hormon berperan penting pada

hyperemesis gravidarum, namun hal ini masih inkonsisten.

a) Progesteron

Pada kondisi awal kehamilan, kadar progesteron tetap

dipertahankan oleh korpus luteum untuk mempersiapkan

uterus pada saat proses implantasi. Progesteron ini

mempunyai sifat yang unik, yaitu menekan system imun. Hal

ini dimaksudkan supaya embrio dapat implantasi ke dalam

rahim. Embrio dikenal sebagai benda asing, apabila sistem


12

imun tidak ditekan, maka tubuh akan menolak embrio.

Karena sistem imun tubuh ibu ditekan, ibu akan rentan sakit,

dan kemungkinan mual muntah dialami ibu berkaitan juga

dengan pelemahan sistem imun ibu. Studi prospektif pada 44

wanita hamil (22 pasien hyperemesis dan 22 sehat)

membuktikan bahwa secara signifikan terdapat peningkatan

kadar progesteron plasma pada wanita hamil hyperemesis

dibanding dengan wanita sehat.

b) Estrogen

Peningkatan kadar estron dan estradiol diketahui dapat

menyebabkan mual dan muntah. Pengamatan pasien dengan

terapi estrogen menunjukkan salah satu efek sampingnya

yaitu mual dan muntah. Begitu pula pada kehamilan, dimana

terjadi peningkatan kadar estrogen. Lebih lanjut, apabila fetus

yang dikandung berjenis kelamin perempuan berkaitan

dengan mual dan muntah yang lebih parah karena konsentrasi

estrogen di utero mengalami peningkatan yang signifikan.

Pasien dengan hyperemesis gravidarum lebih sensitive

terhadap estrogen.

c) Hipertiroid

Secara fisiologis, fungsi tiroid mengalami perubahan

selama kehamilan, salah satunya karena distimulasi oleh

HCG. Pada hipertiroid, kadar T3 bebas dan T4 bebas normal,


13

tetapi terjadi penurunan TSH (thyroid stimulating hormone),

kemungkinan hal ini menyebabkan hyperemesis gravidarum.

Hipertiroid hyperemesis gravidarum akan terjadi sampai

umur kehamilan 18 minggu. Kondisi ini disebabkan oleh

tingginya kadar HCG. TSH dan HCG memiliki struktur

protein yang hampir sama, hal ini menyebabkan HCG dapat

berfungsi seperti TSH yaitu dapat berkaitan dengan reseptor

TSH dan menstimulasi tiroid secara berlebihan.

4) Psikosomatik

Perubahan fisiologis merupakan faktor penyebab utama pada

hyperemesis gravidarum. Postulat psikologik yang menyebabkan

hyperemesis gravidarum dibagi dalam empat kategori utama,

yaitu:

a) Hyperemesis gravidarum mengekspresikan adanya konflik,

seperti penolakan terhadap kehamilan, pribadi yang belum

dewasa, bergantung pada kekuatan ibu, dan takut akan

kehamilan.

b) Hyperemesis gravidarum mengekspresikan adanya disfungsi

seksual.

c) Hyperemesis gravidarum merupakan gejala perubahan,

mengekspresikan disfungsi histerikal, neurotik, dan depresi.

d) Hyperemesis gravidarum merupakan dampak dari stress

psikososial, misalnya kekerasan atau konflik antar pasangan.


14

Berdasarkan psikoanalisis, hyperemesis gravidarum sangat

berkaitan dengan faktor stress, seperti ketakutan, kurangnya

informasi tentang kehamilan, komunikasi yang buruk dapat

menjadi pemicu peningkatan mual dan muntah.

Faktor predisposisi peningkatan keparahan mual dan muntah menurut

Tiran, 2009, yaitu:

1) Keletihan

2) Janin wanita

3) Refluks gastroesofagus

4) Mual dan muntah di kehamilan sebelumnya

5) Penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi

6) Mual pramenstruasi

7) Merokok

8) Stres, cemas, dan takut

9) Masalah sosio-ekonomi

10) Kesulitan dalam masalah membina hubungan

11) Wanita yang memiliki ibu yang mengalami mual dan muntah saat

hamil

c. Tingkat

Menurut Nugraheny (2010), kesepakatan batas muntah lebih

dari 10 kali dan apabila keadaan umum ibu terpengaruh maka disebut

hyperemesis gravidarum.
15

1) Tingkat I: Ringan

a) Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah

b) Tidak mau makan

c) Berat badan turun

d) Rasa nyeri di epigastrium

e) Nadi sekitar 100 kali/ menit

f) Tekanan darah turun

g) Turgor kulit kurang

h) Lidah kering

i) Mata cekung

2) Tingkat II: Sedang

a) Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum

penderita lebih parah

b) Lemah

c) Apatis

d) Turgor kulit mulai jelek

e) Lidah kering dan kotor

f) Nadi kecil dan cepat

g) Suhu badan naik (dehidrasi)

h) Ikterus ringan

i) Berat badan turun

j) Mata cekung

k) Tensi turun
16

l) Hemokonsentrasi

m) Oliguria dan konstipasi

n) Asetonuria dan dari nafas keluar aseton.

3) Tingkat III: Berat

a) Keadaan umum jelek

b) Kesadaran sangat menurun

c) Samnolen sampai koma

d) Nadi kecil, halus dan cepat

e) Dehidrasi hebat

f) Suhu badan naik

g) Tensi turun sekali

h) Ikterus

d. Patologi

Dari otopsi wanita yang meninggal karena hyperemesis gravidarum

diperoleh keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh

sebagai berikut:

1) Hepar: pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak

sentrilobuler tanpa nekrosis

2) Jantung: jantung atrofi, kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai

perdarahan subendokardial

3) Otak: terdapat bercak perdarahan pada otak.

4) Ginjal: tampak pucat, degenerasi lemak pada lubuli kontorti

(Sofian, 2012)
17

e. Patofisiologis

Perasaan mual diakibatkan oleh berbagai faktor, keluhan ini terjadi

pada trimester pertama. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita

hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung

berbulan-bulan. Hyperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi

mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat

menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan

alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya

terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan

faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang

sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak

suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih

berat (Fauziyah, 2012).

Hyperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena

oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan

tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton

dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan

karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler

dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula

klorida dalam urin. Selain itu, dehidrasi menyebabkan

hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini

menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang


18

pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium

sebagai akibat muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,

menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak

hati, disamping dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dapat terjadi

robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung (sindroma

Mallory-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada

umumnya, robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri,

jarang sampai diperlukan tranfusi atau tindakan operatif. (Fauziyah,

2012).

f. Diagnosis

Menurut Tiran (2009), mual sering kali merupakan gejala pertama

yang dialami ibu yang sering kali terjadi bahkan sebelum periode

menstruasi pertama tidak datang. Oleh karena itu rasa mual didiagnosis

oleh diri sendiri, dan dalam banyak kasus, ditangani oleh diri sendiri.

Akan tetapi, kemampuan koping wanita yang mengalami mual dan

muntah selama kehamilan sangat beragam, yang akan dipengaruhi oleh

kepribadian dan sikapnya terhadap penyakit, komitmen keluarga dan

pekerjaan, kesehatan umum dan ketersediaan mekanisme pendukung.

Jika dehidrasi, gangguan elektolit, malnutrisi protein-kalori dan

defisiensi vitamin turut dialami ibu hamil, hospitalisasi sangat penting

untuk kesehatan ibu dan janin. Akan tetapi, penting untuk

menyingkirkan dugaan penyebab lain terjadinya muntah berlebihan

sebelum diagnosis hyperemesis gravidarum ditegakkan. Wanita yang


19

sebelumnya memiliki riwayat hyperemesis gravidarum secara personal

atau memiliki ibu dengan riwayat hyperemesis akan lebih rentan

terhadap kondisi, begitu juga wanita yang memiliki penyakit hati.

Diagnosis banding

1) Perlemakan hati akut

2) Gastroeneteritis

3) Hernia hiatus

4) Infeksi helicobacter pylori

5) Hepatitis

6) Hiperkalsemia

7) Kondisi intraabdomen

8) Hipertensi intracranial (benigna)

9) Pielonefritis

10) Refluks esophagitis sebagai gambaran dari adanya masalah medis

g. Penanganan

Menurut Fauziyah (2012), strategi penanganan hyperemesis

gravidarum berdasarkan tingkat keparahan tanda dan gejalanya.

Penanganan dapat berupa edukasi, hidrasi, medikasi, hospitalisasi, dan

konseling psikosomatik apabila dibutuhkan. Penanganan yang pertama

yaitu dapat berupa edukasi tentang diet dan gaya hidup untuk

mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup ibu hamil.


20

Ibu hamil yang mengalami mual dan muntah yang ringan dapat

diberikan edukasi tentang nutrisi seperti asupan makanan dan minuman

dalam porsi kecil tapi sering (sepanjang hari). Makanan harus kaya

akan karbohidrat dan rendah lemak dan asam. Merekomendasi sering

memakan snack, kacang dan biskuit. Ditambah dengan minuman

pengganti elektrolit dan suplemen nutrisi dianjurkan untuk menjaga

keseimbangan elektrolit dan kecukupan asupan kalori. Jika bau pada

makanan yang baru dimasak (panas) dapat memicu muntah, maka

dianjurkan untuk menyediakan selalu makanan dingin.

Edukasi tentang gaya hidup juga dapat membantu mencegah stres

dan istirahat dapat mengurangi muntah. Dukungan emosional juga

penting untuk mencegah hyperemesis gravidarum menjadi lebih parah.

1) Medikasi

Jika tanda dan gejala tidak dapat ditangani dengan edukasi

diet dan gaya hidup, maka dosis rendah antiemesis dapat

diberikan. Semua intervensi farmakologi harus berdasarkan

keamanan, kemanfaatan, dan biaya yang efektif. Antiemesis dapat

mengurangi muntah pada kehamilan muda dan lebih tinggi

dibandingkan dengan placebo. Ondansetron, salah sau jenis obat

yang paling umum digunakan, obat yang efektif dan memiliki

sedikit efek samping. Pyridoxine yang diberikan 3 kali sehari

dengan dosis 10-25 mg yang dimulai dengan dosis rendah dapat

mengurangi gejala dan terbukti lebih efektif dari pada placebo.


21

Dosis sehari-hari dapat ditingkatkan hingga mencapai 200 mg

tanpa efek samping. Antihistamin dan antikholinergik seperti

meclizine, dimenhydrinate, dan diphenhydramine juga

menunjukan lebih efektif dari pada placebo.

Namun demikian, efek samping yang dihasilkan berbeda-

beda pada masing-masing pengobatan. Sementara itu,

medikamentasi dapat menyebabkan kebingungan, drowsiness,

mulut kering, yang lebih parah dapat menyebabkan kompulsi,

penurunan kesadaran, mempengaruhi jantung dan menyebabkan

halusinasi (doxyamine, metoclopramide, dimenhydrinate,

diphenhydramin, dan promethazine). Sakit kepala, nyeri otot atau

tremor dan demam juga dapat terjadi.

Diazepam memiliki efek yang positif pada pasien dengan

hyperemesis gravidarum, kemungkinan karena efek sedativenya.

Diazepam dapat mengurangi hospitalisasi dan meningkatkan

kepuasan pasien. Akan tetapi, penggunaan sering diazepam,

kemungkinan dapat menyebabkan ketergantungan.

2) Intervensi non-farmakologi

Pengobatan akupresur dapat digunakan untuk pengobatan

alternatif untuk hyperemesis gravidarum. Selain itu, suplemen

seperti jahe juga dapat mengurangi mual dan muntah.

Berdasarkan penelitian, dari 66 wanita yang mengkonsumsi jahe

(1 gram/hari) secara signifikan dapat mengurangi mual dan


22

muntah dibandingkan dengan placebo. Lebih lanjut, konsumsi

jahe (1 gram/hari) tidak memberikan efek negative terhadap fetus.

3) Hospitalisasi

Pasien dengan dehidrasi dan ketonuria yang parah,

dianjurkan untuk perawatan intensif di rumah sakit. Namun,

kadang-kadang hospitalisasi itu sendiri dapat meningkatkan

gejala karena berkaitan dengan faktor psikis. Akan tetapi,

penanganan dehidrasi lebih penting untuk menjaga keseimbangan

elektrolit. Pasien dengan hyperemesis gravidarum

direkomendasikan untuk mengganti elektrolit (sekurang-

kurangnya 2 L/hari) untuk menjaga keseimbangan elektrolit,

pemberian vitamin, dan pemberian karbohidrat serta pemberian

asam amino (sekitar 8400-10500 kJ/d).

Rehidrasi dapat diberikan melalui parental vena yaitu sentral

vena dan perifer vena. Pemberian rehidrasi melalui sentral vena

dapat meningkatkan komplikasi seperti infeksi, thrombosis, dan

endocarditis. Studi retrospektif pada 85 wanita hamil dengan

pemasangan kateter vena dibagian sentral, 25% terjadi

komplikasi dan 12% berkembang menjadi infeksi.

Alternatif, pemberian nutrisi/rehidrasi dapat melalui

nasogastric tube. Melalui nasogastric tube, dapat menjaga

kecukupan nutrisi. Sebagai pertimbangan, apakah hyperemesis

gravidarum disebabkan oleh bakteri helicobacter pylori, maka


23

harus dilakukan pemeriksaan adanya helicobacter pylori. Jika

hasilnya positif, dapat diberikan pengobatan dengan H2 bloker

(cimetidine) atau inhibitornya (omeprazol).

Jika hyperemesis gravidarum tidak dapat ditangani dengan

penanganan tersebut, maka dapat diberikan kortikoid

(hydrocortisone). Kortikosteroid diketahui aman dan tidak

memiliki efek samping terhadap fetus, pemberiannya dapat

melalui oral. Nutrisi parenteral total dianjurkan pada kasus

hyperemesis yang susah disembuhkan, hal ini untuk menjaga

tercukupinya asupan kalori. Penanganan harus tetap dilakukan

sampai frekuensi mual dan muntah berkurang hingga tidak lebih

dari 3 kali sehari.

2. Gravida

Menurut Bobak (2005), gravida adalah seorang wanita yang hamil.

Klasifikasi gravida sebagai berikut :

a. Nuligravida

Yaitu seorang wanita yang belum pernah hamil.

b. Primigravida

Yaitu seorang wanita yang hamil untuk pertama kali.

c. Multigravida

Yaitu seorang wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih.
24

d. Grandemultigravida

Yaitu seorang wanita yang hamil lebih dari lima kali (Prawirohardjo,

2008)

Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%

multigravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala-gejala ini menjadi

lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar

hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan

hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau

pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat

menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan

muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-

hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan

inilah yang disebut hyperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan

perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Penyebab

hyperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti

bahwa penyakit ini disebabkan oleh toksik; juga tidak ditemukan kelainan

biokimia. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah

primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda (Prawirohadjo, 2007).

Seorang primigravida berperan dominan pada faktor predisposisi

hyperemesis gravidarum, antara lain pada faktor adaptasi, hormonal dan

psikologi. Pada faktor hormonal, primigravida sebagian kecil belum

mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan koreonik gonadotropin

(Manuaba, IBI 1998:210). Sedangkan pada faktor psikologi, primigravida


25

mempunyai kecendrungan mengalami ambivalen terhadap kehamilan dan

perasaan yang saling berkonflik tentang peran dimasa depan sebagai ibu,

perubahan tubuh, dan perubahan gaya hidup yang dapat menjadi penyebab

episode vomitus (Bobak, 2005).

3. Penelitian Terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan Sastri (2013), tentang

“Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum Di

Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang” didapatkan hasil bahwa ibu

hamil dengan hyperemesis gravidarum pada umur resiko tinggi

sebanyak 65 responden (64,3%), dan umur resiko rendah 36 responden

(35,7%). pada primigravida sebanyak 57 responden (56,5%),

multigravida 43 responden (42,5%) dan grandemultigravida 1

responden (1,0%). Dan pada ibu yang tidak bekerja sebanyak 67 orang

(66,3%), dan yang bekerja yaitu 34 orang (33,7%).

Pada penelitian Sundari (2013), tentang hubungan gravida dengan

hyperemesis gravidarum di RSUD A. Yani kota Metro Tahun 2013,

didapatkan hasil bahwa p.value 0,028 (<0,05) yang berarti ada hubungan

signifikan antara gravida dengan hyperemesis gravidarum di RSUD A.

Yani kota Metro Tahun 2013, karena pada penelitian ini diperoleh hasil

dari 238 responden dengan kategori primigravida 108 responden terdapat

39 responden (36,1%) yang mengalami hyperemesis gravidarum,

sedangkan dari 130 responden multigravida terdapat 29 responden

(22,3%) yang mengalami hyperemesis gravidarum.


26

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topik

penelitian. Rumusan kerangka teori paling mudah mengikuti kaedah input,

proses dan output. Apabila dalam sebuah penelitian sudah terdapat kerangka

teori yang baku, maka kita bisa mengadobsi kerangka teori tersebut dengan

mencantumkan sumbernya (Saryono, 2010).

Etiologi :
Kehamilan ganda
Primigravida
Obesitas
Gangguan metabolik
Riwayat hyperemesis
gravidarum
Gangguan troboplas
Gangguan psikologis

Hyperemesis Gravidarum

Faktor Predisposisi :
Keletihan
Janin wanita
Refluks gastroesofagus
Mual dan muntah di kehamilan Dampak Risiko :
sebelumnya Dehidrasi
Penggunaan pil kontrasepsi saat Syok
prakonsepsi alkalosis metabolic
Mual pramenstruasi hipokloremik
Merokok hiponatremia dan
Stres, cemas, dan takut hypokalemia
Masalah sosio-ekonomi BBLR
Kesulitan dalam masalah Prematur
membina hubungan
Wanita yang memiliki ibu yang
mengalami mual dan muntah
saat hamil

Skema 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran

pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan


27

pustaka. Uraian dalam kerangka konsep menjelaskan hubungan dan

keterkaitan antar variabel penelitian (Saryono, 2010).

Variabel Independent Variabel Dependent

Gravida Hyperemesis Gravidarum

Skema 2.2 Kerangka Konsep


D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian

yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat

kebenarannya (Saryono, 2010). Jadi, hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada

Hubungan Gravida Dengan Kejadian Hyperemesis Gravidarum.

Anda mungkin juga menyukai