Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease)

A. Definisi
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit saluran pencernaan
yang bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam lambung atau terkadang isi lambung naik
kembali ke esofagus (refluks) sehingga seseorang akan mengalami mual bahkan muntah.
Akibat naiknya asam lambung maka akan mengiritasi dan membakar esofagus atau
kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas pada dada (heartburn) sampai bagian
dalam leher bahkan tenggorokan. Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak
sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi
peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan
keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru
dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus
distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks
berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel
skuamosa esofagus.
Faktor Resiko Faktor-faktor resiko atau kondisi yang bisa menjadi penyebab
GERD adalah:
 Obesitas atau kegemukan
 Hernia hiatus
 Kanker
 Alergi terhadap makanan tertentu
 Pengosongan lambung yang tertunda
 Kehamilan
 Merokok
 Asma
 Diabetes melitus
 Gangguan jaringan ikat, seperti skleroderma
B. Etiologi
Gastroesophageal reflux disease disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada
orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga
terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol,
rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan
lambung yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga
menimbulkan refluks gastroesofagus
C. Patofisiologi
Secara fisiologis faktor anatomis mencegah terjadinya refluks asam lambung ke
esofagus, dimana melalui beberapa mekanisme berikut ini.
1. Sfingter esofageal bawah (LES) harus memiliki ukuran panjang yang
normal dan tekanan yang normal, serta mempunyai kemampuan pada
relaksasi sementara pada episode mekanisme menelan.
2. Persimpangan anatomis gastroesofageal harus terletak di dalam abdomen
sehingga otot diafragma dapat membantu aktivitas LES, fungsi ini sebagai
sfinger eksternal. Adanya hiatal hernia akan mengganggu aksi sinergis ini
dan akan meningkatkan risiko refluks.
3. Mekanisme pembersihan esofageal harus dapat menetralkan refluks asam
yang melewati LES (mekanisme pembersihan dapat mencapai nilai yang
optimal dengan adanya peristaltik esofagus dan pembersihan asam oleh
saliva).
4. Mekanisme pengosongan lambung harus optimal.

Kondisi abnormal pada refluks gastroesofageal disebabkan oleh tidak optimalnya


satu atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut:

1. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanikal (penurunan


tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks gastroesofageal.
2. Komponen makanan (misalnya: kafein, alkohol), obat-obatan (seperti
penghambat saluran kalsium, nitrat, penghambat beta), atau hormon-
hormon (seperti progesteron) dapat menurunkan tekanan LES.
3. Kegemukan merupakan faktor penting yang mengkontribusi refluks
gastroesofageal yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdomen.
4. Walaupun refluks gastroesofageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi
pada usia lanjut kondisi refluks gastroesofageal meningkat seiring dengan
penurunan tekanan LES.

Meskipun banyak faktor dan mekanisme yang terlibat dalam kondisi refluks
esofagus, terdapat empat faktor dasar utama, meliputi: 1) asam lambung, 2) integritas
struktural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk mencegah aliran refluks, 3) mekanisme
pertahanan mukosa esofageal yang memerankan pertahanan penting dari asam lambung,
dan 4) mekanisme sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul.

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala
atipikal, dan gejala alarm.
1. Gejala tipikal (typical symptom). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
 Heartburn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
 Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian
mulut terasa asam dan pahit.
 Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur
2. Gejala atipikal (atypical symptom). Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus
dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Antara lain:
 Batuk kronik dan kadang wheezing
 Suara serak
 Pneumonia
 Fibrosis paru
 Bronkiektasis
 Nyeri dada nonkardiak
 Faringitis
3. Gejala alarm (alarm symptom). Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang
berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang
tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh
refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tersedak.
E. Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain:
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan
 Striktur esophagus
 Aspirasi
F. Penatalaksanaan
1. Tahap I: Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esofagus
dengan cara :
 Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
 Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,
berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
 Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
 Jangan makan terlalu kenyang
 Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
 Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
Seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
2. Tahap II Menggunakan obat-obatan, seperti :
 Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan
SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan
sebelum tidur atau Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan
sebelum tidur.
 Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan
jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2
seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg
sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti
Omeprazole: 20 mg 1- 2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
 Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari, diberikan
sebagai campuran dalam 5-15 ml air.
 Antasida, Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur,
untuk menurunkan refluks asam lambung ke esofagus.
3. Tahap III
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara lain
mal-nutrisi berat, GERD persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu
fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses penting komponen asuhan
keperawatan bagi klien. Pengkajian keperawatan merupakan proses yang dilakukan oleh
seorang perawat guna menggali masalah keperawatan yang diderita klien. Pada bahasan
klien dengan gangguan sistem penglihatan, maka perawat menggali informasi yang
berhubungan dengan sistem penglihatan guna menentukan diagnosa pada langkah
selanjutnya. Kegiatan menggali informasi tersebut harus sistematis, akurat dan
menyeluruh serta saling berhubungan. Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan
oleh seorang perawat dalam pengkajian keperawatan (Nursalam, 2002).
Adapun macam data yang perlu dikumpulkan oleh perawat adalah:
1. Data Subyektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat kepada klien
ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur dengan jelas karena
merupakan suatu penilaian subyektif.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya.Data obyektif diperoleh
melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang lainnya seperti hasil
pemeriksaan laboratorium.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan sistem pencernaan
antara lain;
a. Riwayat Kesehatan,
b. Kajian per Sistem,
c. Pengkajian Psikososial.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan sekarang dan masa
lalu. Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga klien, apakah ada penyakit
yang diturunkan secara genetis atau tidak. Aspek yang sangat erat hubungannya
dengan gangguan sistem pernafasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (apakah
tempat kerja mempengaruhi sistem pernafasan klien), dan kondisi tempat tinggal
serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang lain.
a. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat kesehatan yang berhubungan dengan sistem
pencernaan, maka sangat penting untuk mengenal tanda serta gejala umum
gangguan sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri di daerah
episgatrium seperti terbakar, tidak nafsu makan, susah menelan, dan
timbul rasa pahit di lidah.
- Mual dan muntah.
Mual dan muntah merupakan salah satu indikasi yang ditimbulkan dari
adanya gangguan pada sistem pencernaan. Gangguan ini banyak
ditemukan, tetapi bukan merupakan tanda yang spesifik. Mual dan
muntah yang ditimbulkan biasanya merupakan reflek akibat
kembalinya (refluks) makanan berupa kim yang bercampur dengan
cairan lambung ke esofagus. Anamnesa pada klien perlu dilakukan
guna menentukan penyebab mual dan muntah yang timbul.
- Nyeri seperti terbakar di daerah episgatrium. Nyeri pada abdomen
bagian atas dan tengah. Perasaan panas ditimbulkan dari asam
lambung yang mengiritasi dinding mukosa gaster. Nyeri ini bisa
dijadikan indikator adanya gangguan pada sistem pencernaan.
- Tidak nafsu makan. Nafsu makan akan menurun akibat rasa mual
terus-menerus dan persepsi bahwa akan muntah setelah makan.
Kemudian bisa diakibatkan rasa penuh pada lambung dan perut
kembung.
- Sulit menelan. Diakibatkan luka iritasi pada mukosa sepanjang saluran
pencernaan hingga mencapai daerah orofaring. Iritasi ini disebabkan
mukosa yang terlalu sering kontak dengan asam lambung akibat reaksi
muntah.
- Rasa pahit di lidah. Pahit yang muncul disebabkan oleh campuran
HCL, kimus, dan getah lain yang mencapai mulut.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan sehingga
menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan. Sebagai contoh: melakukan
anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah mengalami gejala serupa
sebelumnya, kemudian apakah memiliki faktor alergi seperti alergi obat-obatan
dan makanan. Tanyakan kepada pasien apakah selalu tidur atau telentang setelah
makan. Apabila pasien mengeluhkan penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja
yang pernah dikonsumsi sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali rasa
sakit itu muncul.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna
mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau ditularkan
secara genetis atau tidak. Hal ini akan membantu perawat mengetahui sumber
penularannya jika memang ada penyakit serupa yang pernah terjadi dalam lingkup
keluarganya.
6. Riwayat Sosial
a. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
b. Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang menderita
penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
7. Riwayat Psikologis
a. Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu penyakit?
b. Kaji tingkat stres klien
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Sistem Gastrointestinal Pemeriksaan fisik merupakan
serangkaian tindakan pemeriksaan secara holistik yang bertujuan melihat kondisi klien
serta mendapatkan data obyektif secara valid dan didukung dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan meliputi:
1. Survei umum.
Bertujuan untukmenilai adanya ikterus, kaheksia dan atrofi, pigmentasi kulit,
status mental, serta pengkajian tangan.
a. Perhatikan adanya ikterus pada sklera mata dan kulit. Ikterus (kekuningan)
menandakan adanya peningkatan bilirubin dalam darah yang abnormal.
b. Kaheksia dan Atrofi. Lihat apakah klien mengalami kaheksia (tubuh terlihat
kurus) dan atrofi (lemah) akibat kurangnya kebutuhan nutrisi tubuh. Sistem
gastrointestinal yang tidak normal akan menyebabkan gangguan penyerapan
nutrisi. Bisa dilihat dari adanya muntah.
c. Pigmentasi kulit mungkin terjadi pada daerah sela-sela jari akibat
meningkatnya jaringan adenokarsinoma gastrointestinal.
d. Clubbing fingers dapat ditunjukkan oleh klien yang mengalami sirosis yang
tidak terkompensasi. Serta penyakit hati kronik yang menyebabkan sianosis.
2. Pada klien yang mengalami gangguan pada hepar, seperti sirosis dan gagal hati,
cenderung tingkat kesadaran dan status mentalnya terganggu. Pemeriksaan Bibir
dan Rongga Mulut
a. Inspeksi bibir dan rongga mulut untuk mengetahui adanya gangguan fungsi
ingesti dan digesti.
b. Cermati lidah apakah ada perubahan warna, kebersihan, serta tremor.
c. Palpasi kelenjar parotis dan kedua pipi. Rasakan apakah ada pembengkakan
atau tidak.
3. Pemeriksaan Abdomen
a. Lihat pergerakan dan bayangan abnormal pada abdomen. Kesimetrisan
abdomen perlu dilihat, dan amati apakah ada penonjolan dan pembengkakan.
b. Dengarkan bisisng usus, motilitas usus, bising vena, serta bunyi yang lain
dengan stetoskop. Himbau klien agar tidak berbicara selama pemeriksaan.
Pemeriksaan abdomen secara auskultasi dilakukan sebelum palpasi dan perkusi,
agar tidak terjadi perubahan suara bisisng.
c. Palpasi abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.
d. Perkusi abdomen untuk mengetahui letak organ-organ yang ada di bawahnya
dan untuk mengetahui adanya udara di lambung dan usus.
4. Pemeriksaan Rektal-Anus
a. Inspeksi fisura-in-ano pasien dengan cara menginstruksikan untuk mengedan.
Lihat apakah ada hemoroid, karsinoma, atau keadaan abnormal lainnya.
b. Palpasi keadaan prostat dengan cara colok dubur. Masukkan ujung jari telunjuk
yang sudah memakai sarung tangan dan dilubrikasi. Instruksikan pasien untuk
rileks dan rasakan tekstur prostat pada pria, dan serviks pada wanita.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi pengkajian sistem gastrointestinal.
Pemeriksaan diagnostik sistem gastrointestinal terdiri atas pemeriksaan laboratorium,
radiografik, endoskopik, dan USG. Secara umum, peran perawat pada pasien yang
menjalani pemeriksaan diagnostik meliputi:
1. Berperan dalam memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang akan
dilaksanakan.
2. Memberikan informasi waktu atau jadwal yang tepat kapan prosedur diagnostik akan
dilaksanakan.
3. Memberikan informasi mengenai aktifitas yang harus dilakukan oleh pasie,
memberikan instruksi mengenai perawatan pascaprosedur, serta pembatasan diri dan
aktifitas.
4. Memberikan informasi mengenai nutrien khusus yang diberikan setelah diagnosis.
5. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan ketidaknyamanan. 7.
Mendorong anggota keluarga atau orang terdekat untuk memberikan dukungan emosi
pada pasien selama tes.
D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin Dilakukan bertujuan untuk menilai gangguan gastrointestinal
terhadap fungsi sistemik.
2. Tes fungsi hati Faktor yang digunakan untuk melakukan tes ini adalah memeriksa
aktifitas enzim serum dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor
pembekuan, serta lipid.
3. Pengukuran enzim-enzim hati Menggunakan serum aminotransferase sebagai
indikator yang sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu
dalam pendeteksian penyakit hati yang akut seperti hepatitis.
4. Pemeriksaan feses Bertujuan untuk melihat tekstur, jumlah, dan warna feses.
E. Diagnosa keperawaatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, mual,
muntah/ pengeluaran yang berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan, kurang asupan makan
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esophagus.
F. Intervensi keperawatan
Dx 1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan refluks cairan ke
laring dan tenggorokan
Kriteria hasil : menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif yang dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi, status pernapasan kepatenan jalan napas. Menunjukkan status
pernapasan kepatenan jalan napas yang normal.
Intervensi :
 Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal
rongga dada
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermuda fungi pernapasan
dengan menggunakan gravitasi.
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Rasional : keseimbangan akan stabil apabila antara pemasukan dan
pengeluaran diatur
Dx 2 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, mual,
muntah/ pengeluaran yang berlebihan
Kriteria hasil : mempertahankan urine output sesuai dengan usia BB, Urine normal.
Keseimbangan elektrolit asam basa, keseimbangan cairan, hdrasi yang adekuat
Intervensi :
 Monitor status hidrasi
Rasional : mengetahui peubahan pada kapasitas gaster dan mual sangat
mempengaruhi masukan kebutuhan cairan peningkatan resiko hidrasi
 Monitor ttv
Rasional : indicator dehidrasi hipovolemik, keadekuatan penrgantian cairan
Dx 3 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan, kurang asupan makan
Kriteria hasil : memperlihatkan status gizi asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indicator yang adekuat
 Buat jadwal masakan tiap jam dan pertahankan makan pasien sesuai jadwal.
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat
 Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui makanan apa saja yang dapat dimakan ole pasien
Dx 4 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esophagus.
Kriteria hasil : mampu mengontrol nyeri dan mampu mengenali penyebab nyeri.
Mampu beradaptasi dengan nyeri.
 Kurangi factor prespitasi nyeri
Rasional : dengan berkurangnya factor pencetus nyeri maka pasien dapat
beradaptasi dengan nyeri
 Berikan informasi tentang penyebab nyeri dan berikan terapi non farmakologi
Rasional : agar pasien tidan mencemaskan soal nyeri, memberikan terapi
nafas dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), sixth edition.
USA: ELSEVIER.
Bulechek, G.M. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), sixth edition.
USA: ELSEVIER.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai