Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Penyakit jantung rematik merupakan kelainan katup jantung yang merupakan


konsekuensi dari demam rematik akut yang disebabkan oleh reaksi imunologi terhadap infeksi
Streptococcus group A. Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik merupakan
komplikasi nonsupuratif faringitis streptococcal grup A. Penyakit jantung rematk merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan. Diantara kelainan yang terjadi pada penyakit
jantung rematik, gangguan pada katup mitral ditemukan pada 75% kasus dan pada katup aorta
ditemukan pada 25% kasus. Stenosis dan regurgitasi pada katup yang sama sering terjadi,
sementara stenosis aorta yang disebabkan oleh penyakit jantuung rematik tanpa adanya
kelainan pada katup mitral jarang terjadi. Gangguan pada katup trikuspid dan katup pulmonal
hampir tidak pernah ditemukan.1,2

3.2 Epidemiologi

Penyakit jantung rematik dan demam rematik merupakan penyebab terjadinya penyakit
kardiovaskular yang masih signifikan di dunia. Pada tahun 2001 World Health Organization
(WHO) melaporkan bahwa pada tahun 1994 sekitar 12 juta penduduk dunia menderita demam
rematik dan penyakit jantung rematik, 3 juta diantaranya menderita penyakit jantung kongestif.
Pada tahun 2000, dilaporkan angka kematian akibat PJR bervariasi di setiap negara, mulai dari
1,8 per 100.000 penduduk di Amerika hingga 7,6 per 100.000 penduduk di Asia Tenggara.3

Angka kejadian demam rematik di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit jantung rematik berkisar
antara 0,3-0,8 per 1.000 anak sekolah. Diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik lebih
tinggi dari pada penyakit jantung rematik. Faktor sosioekonomi dna lingkungan tampaknya
berhubungan secara tidak langsung dengan kejadian demam rematik dan penyakit jantung
rematik, oleh karena itu angka kejadian di negara berkembang lebih besar dan kontras dengan
negara maju.Adapun faktor-faktor yang terkait adalah keterbatasan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, kurangnya tenaga ahli yang menangani, kepadatan penduduk, status nutrisi,
keadaan rumah, dan rendahnya kesadaran terhadap penyakit.3

14
Telah lama diketahui bahwa demam rematik dan penyakit jantung rematik mempunyai
hubungan dengan infeksi Streptokokus β Hemolitikus Grup A. Hubungan Streptokokus β
Hemolitikus Grup A sebagai penyebab demam rematik dan penyakit jantung rematik terjadi
secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi
berdasarkan rekasi imunologis yang membuktikan bahwa terdapatnya hubungan. Prevalensi
Streptokokus β Hemolitikus Grup disaluran nafas atas pada anak-anak usia sekolah yang sehat
adalah sebesar 10-35% dan paling tinggi pada anak usia 3-15 tahun. Streptokokus β
Hemolitikus Grup A yang asimtomatik banyak terdapat pada kultur sediaan apus tenggorok
anak-anak usia 5-15 tahun. Angka kejadian demam rematik setelah infeksi Streptokokus β
Hemolitikus Grup A bervariasi berdasakan keparahan infeksi, mulai dari 0,3% sampai 3%.3,4

3.3 Etiologi

Demam rematik dan penyakit jantung rematik diketahui berhubungan dengan adanya
infeksi bakteri Streptokokus β Hemolitikus Grup A pada saluran nafas atas dan infeksi pada
kulit mempunyai hubungan dengan kejadian glomerulonefritis akut. Streptokokus β
Hemolitikus Grup A merupakan bakteri gram positif yang berbentuk cocus dan tersusn seperti
rantai. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob, teridiri atas tiga kelompok berdasarkan
kemampuan pada lisis eritrosit, yaitu Streptokokus β jika bakteri melakukan hemolisis lengkap,
group Streptokokus α jika hemolisis parsial, dan group Streptokokus γ jika tidak menyebabkan
hemolisis. Bakteri ini kemudian dikelompokkan lagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A
hingga T berdasarkan jenis polisakarida dinding sel (Lancefield group) atas dasar reaksi
presipitin protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel. Disebut sebagai Streptokokus
Group A karena dinding sel teridir dari polisakarida polimer I-ramnose dan N-asetil-D-
glukosamin dengan rasio 2:1. Polisakarida ini mengadakan ikatan ke peptidoglikan.
Streptokokus group A,B, C, D dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan pada
manusia. Streptokokus β Hemolitikus Grup A terdiri atas beberapa serotipe, beberapa serotipe
yang paling sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu serotipe M 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19,
dan 24.5

Struktur sel Streptokokus β Hemolitikus Grup A terdiri dari kapsul asam hialuronidat,
dinding sel, fimbriae, dan membran sitoplasma yang menutupi sitoplasma. Kapsul asam
hialuronat bekerja sebagai strain mukoid, resisten terhadap pagositosis dan berperan dalam
terjadinya infeksi. Dinding sel merupakan struktur kompleks yang mempercepat kolonisasi
bakteri serta mengadakan ikatan ke permukaan sel epitel. Fimbriae yang meninjol pad

15
aermukaan dinding sel disusun dari protein M spesifik dan asam lipoteikoat yang memediasi
adesi bakteri ke fibronektin pada sel epitel pejamu. Protein M merupakan salah satu protein
kelas mayor, disamping terdapat juga jenis protein T dan protein kelas minor seperti protein F,
protein R dan M-liked protein yang terkandung pada dinding sel bakteri. Membran sitoplasma
dibentuk dari lipoprotein, termasuk penicillin-binding-protein yang berperan dalam sintesis
dinding sel. Secara keseluruhan, Streptokokus β Hemolitikus Grup A diselubungi oleh kapsul
yang terdiri dari asam hialuronat yang berfungsi sebagai antipagositik dan untuk perlekatan ke
sel epitel pejamu.5,6

Gambar 3.1 Diagram skematik Streptokokus β Hemolitikus Grup A.

Streptokokus β Hemolitikus Grup A merupakan bakteri komensal pada tenggorokan


manusia. Demam rematik akut merupakan penyakit sebagai respon imunologi yang terjadi
sebagai sekuele lambat akibat infeksi Streptokokus β Hemolitikus Grup A pada faring tetapi
tidak pada kulit. Sementara itu, penyakit jantung rematik adalah cacat pada jantung akibat
karditis rematik, merupakan gejala sisa dari demam rematik yang ditandai dengan terjadinya
cacat katup jantung. Demam rematik yang merupakan manifestasi yang tumbul akibat
hipersensitivitas terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh Streptokokus β Hemolitikus

16
Grup A. Adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptokokus β Hemolitikus Grup A dengan
struktur jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptokokus β Hemolitikus
Grup A sehingga menyebabkan kelainan pada jantung.6,7

3.4 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang terlibat dalam kejadian penyakit jantung reumatik
yaitu sebagai berikut:7,8

3.4.1 Riwayat Keluarga dengan Demam Rematik

Menurut WHO, demam rematik adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat rekasi
autoimun terhadap bakteri Streptokokus β Hemolitikus Grup A yang terjadi secara akut ataupun
berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea,
nodul subkutan dan eritema marginatum. Bakteri ini paling sering menyebabkan infeksi saluran
nafas atas yaitu faringitis. Faringitis ditularkan melalui inhalasi atau kontak langsung dengan
sputum hasil sekresi respiratorius. Masa inkubasinya adalah 2-5 hari setelah adanya kontak.
Peranan riwayat keluarga dalam kejadian demam rematik adalah adanya kerentenan genetik
penderita. Adanya faktor genetika disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen tertentu yang
diturunkan sehingga demam rematik dapat mengenai beberapa orang dalam satu keluarga serta
sering mengenai saudara kembar monozigotik.5

3.4.2 Jenis Kelamin

Kejadian demam rematik pada laki-laki dan perempuan pada dahulunya dinyatakan
lebih tinggi pada perempuan. Namun, terdapat adanya perbedaan kejadian berdasarkan jenis
kelamin pada manifestasi klinis yang ditimbukan seperti gejala korea yang lebih sering
ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki. Kelainan katup sebagai gejala sisa berupa
stenosis mitral lebih sering pada wanita, sementara insufisiensi aorta lebih sering terjadi pada
laki-laki.6

3.4.3 Golongan Suku Bangsa atau Etnik

Di negara wilayah Amerika utara didaptkan bahwa demam rematik serangan pertama
maupun ulangan lebih sering terjadi pada ras kulit hitm dibanding ras kulit putih. Tetapi , pada
kedua ras ini terdapat perbedaan faktor lingkungan uang dapat berperan. Di negara-negara barat
pada umumnya kejadian stenosis mitral muncul bertahun-tahun setelah serangan penyakit

17
jantung rematik. Data dari India menunjukan bahwa stenosis mitral berat sering terjadi dalam
waktu singkat yaitu 6 bulan sampai 3 tahun setelah serangan pertama.6

3.4.4 Usia

Usia merupakan salah satu faktor predisposisi terpendting dalam kejadian demam
rematik dan penyakit jantung rematik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berusia antara
5 sampai 15 tahun dengan puncak kejadian pada usia sekitar 8 tahun. Tidak biasa ditemukan
pada anak berusia 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi usia ini dikatakan sesuai dengan
isidens infeksi Streptokokus β Hemolitikus Grup A pada anak usia sekolah.7

3.4.5 Keadaan Gizi

Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain, belum dapat ditentukan dalam
timbulnya kejadian demam rematik dan penyakit jantung rematik. Saat ini diketahui bahwa
penderita sickle cell anemia jarang menderita demam rematik dan penyakit jantung rematik.7

3.4.6 Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk

Faktor lingkungan juga merupakan faktor predisposisi yang penting dalam kejadian
demam rematik. Termasuk dalam keadaan ssial ekonomi yang buruk diantaranya adalah
sanitasi lingngan yang buruk, rumah dengan penghuni padat, dan rendahnya pendidikan. Hal
ini dapat mengakibatkan kurangnya pengertian untuk segera mengobati anak, disamping
adanya permasalahan biaya pengobatan dan terbatasanya ketersediaan fasilitas kesehatan.7

3.4.7 Keadaan Geografi

Demam rematik merupakan penyakit yang kosmoolit, dimana banyak ditemukan pada
pdaerah beriklim sedang, dengan angka kejadian di iklim tropis yang tinggi. di daerah yang
datarannya tinggi tampak insiden demam rematik lebih tinggi dibanding dataran rendah.
Adanya perubahan cuaca yang mendadak juga sering mengakibatkan insiden infeksi saluran
nafas bagian atas meningkat sehingga kesempatan terjadinya demam rematik juga tinggi.7

3.5 Patofisiologi

Penyakit jantung rematik diawali dengan terjadinya demam rematik. Pada demam
rematik, reaksi yang terjadi adalah berupa autoimun yang dipicu oleh terpajannya pejamu yang
secara genetis rentan terhadap suatu antigen pada Streptokokus β Hemolitikus Grup A. Setelah
antigen masuk ke dalam tubuh, ia akan dikenali sebagai benda asing, kemampuan ini dimiliki

18
oleh suatu kelompok gen di lengan pendek kromosom keenam yaitu kompleks
histokompatibilitas mayor (MHC) yang sering juga disebut sebagai human leukosit antigen
(HLA). Molekul MHC kelas II dapat ditemukan di monosit, makrofag dan sel sistem imun
lainnya dan aktif selama proses fagositosis.7,8

Dengan adanya MHC, suatu antigen akan dikenali sebagai benda asing yang kemudian
akan ditelan oleh makrofag. Makrofag, sel fagosit lain, dan sel B juga dikenal sebagai sel
penyaji antigen (APC) karena sel-sel ini menelan dan menguraikan imunogen dan menyajikan
epitop-epitopnya di permukaan sel untuk mengaktifkan limfosit T. Sel limfosit T terdapat 2
jenis yaitu sel T CD4+ atau sel T helper, dan sel T CD8+ atau sel T sitotoksik. Apabila
makrofag menelan suatu antigen kemudian akan diproses menjadi epitope-epitopnya. Sebuah
epitope akan berikatan dengan antigen MHC makrofag (MHC kelas II) dalam arti kata MHC
telah menunjukkan ke sel T CD4 bahwa benda ini adalah antigen sehingga sel T CD4 akan
teraktifasi. Setelah sel APC ( makrofag) dan sel CD4 menyatu maka sel CD4 akan
mengeluarkan interferon ɤ yang menarik makrofag lain ke tempat antigen tersebut berada. Sel-
sel CD4 yang sudah diaktifkan ini akan menghasilkan limfokin misalnya interleukin 2, 4 dan
5 yang merangsang sel B matang menghasilkan immunoglobulin. Selain itu, sebagian sel T
akan berkembang menjadi sel T pengingat, yang mampu segera aktif apabila terpajan ke
epitope di kemudian hari. Telah diketahui bahwa pada proses pengenalan antigen, tubuh juga
memproduksi sel T pengingat yang dapat melakukan penyerangan jika ia menggangap bahwa
hal itu adalah antigen yang sama.5

Gambar 3.1 Reaksi imunologi terhadap infeksi Streptokokus β Hemolitikus Grup A.

Streptokokus β Hemolitikus Grup A dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk


ekstra sel, beberapa yang terpenting diantaranya ialah streptolisin, hialuronidase, streptokinase,

19
dapat mensekresi dua jenis hemolisin yaitu streptolisin O (oxygen-labile) dan streptolisin S
(serum-soluble). Keduanya dapat menghancurkan eritrosit, leukosit polimorfonuklear,
trombosit, dan organela dengan cara membuat lubang pada membran sel. Streptolisin O bersifat
imunogenik dan oxygen-labile, sedangkan streptolisin S tidak imunogenik dan oxygen-stabile.
Streptokokus β Hemolitikus Grup A juga menghasilkan deoksiribonuklease (DNAase) yaitu
DNAase A, B, C dan D, tetapi DNAase B merupakan bentuk yang paling sering dijumpai dan
paling imunogenik. Enzim ini akan menghidrolisis asam nukleat dan berperan penting dalam
penyearan faktor yang mencairkan pus atau eksudat kental. Oleh karenanya, pada pemeriksaan
imunologi dapat dilakukan pemeriksaan antistreptolisin O (ASTO) dan antideoksiribonukleat
B (anti DNAase B) untuk infeksi bakteri Streptokokus β Hemolitikus Grup A.5,8

Streptokokus β Hemolitikus Grup A,C dan G mempunyai protein M yang diidentifikasi


lebih dari 80 serotipe. Protein M merupakan faktor virulensi utama Streptokokus β Hemolitikus
Grup A. Protein M bersifat tahan panas, resisten terhadap fagositosis, dan sensitif terhadap
tripsin. Protein M terdiri dari 2 rantai dengan struktur sebagai alpha-helical coiled-coil dimer,
yang tampak seperti rambut pada permukaan bakteri. Protein M ini bermuara dalam membran
sitoplasma melalui dinding sel dan menonjol dari permukaan sel sebagai fibril. Protein M
dibagi menjadi 2 kelas berdasarkan reaktivitas antibodi yaitu kelas I yang mengandung epitop
yang terekspos dengan permukaan dan akan bereaksi dengan antibodi, sedangkan protein M
kelas II tidak mengandung epitop dan tidak bereaksi dengan antibodi. Kemampuan resistensi
bakteri terhadap fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear tergantung pada protein M
permukaan sel. Resistensi infeksi Streptokokus β Hemolitikus Grup A adalah hasil dari sekresi
antibodi terhadap molekul protein M. 7

Pada penderita penyakit jantung rematik, sel B, IgG, dan IgE akan memiliki reaksi
silang dengan beberapa protein yang terdapat didalam tubuh. Hal iini disebabkan M protein
dan N-asetil-glukosamin pada bakteri mirip dengan protein miosin dan tropomiosin pada
jantung, laminin pada katup jantung, vimentin pada sinovial, keratin pada kulit, dan
lysogangliosida pada subtalamikus dan caudate nuclei di otak. Reaksi imun ini akan
menyebabkan pajanan sel terus menerus dengan makrofag. Kejadian ini akan meningkatkan
sitoplasma dan organel dari makrofag sehingga mirip seperti sel epitel. Sel epitel tersebut
disebut dengan sel epiteloid, penggabungan dari granuloma ini disebut dengan Aschoff body.
Sedangan jaringan yang lisis karena reaksi autoimun, baik yang disebabkan oleh karena reaksi
komplemen atau fagositosis oleh makrofag akan digantikan dengan jaringan fibrosa (scar).

20
Terbentuknya jaringan inilah yang dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari
katup-katup jantung.7

Gambar 3.2 Perjalanan penyakit jantung rematik.

3.6 Patologi Anatomis

21
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain
seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu
reversibel.9

3.6.1 Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat
ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang
dapat berakibat fatal. Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak
dapat meninggalkan jaringan parut di antara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan
viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat
bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tapi tidak pernah purulen. Bila berlangsung
lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.8,9
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup
jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling
sering terkena, sedangkan katup trikuspid dan pulmonal jarang sekali terkena. Mula-mula
terjadi edema dan reaksi seluler akut yang mengenai katup dan korda tendine. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis, vegetasi ini berisi masa
hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap
dan dapat mengakibatkan kebocoran katup. Perubahan-perubahan pada katup ini dapat terus
berlanjut meskipun stadium akut sudah berlalu. Stenosis katup hampir selalu mengenai katup
mitral, dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah stadium akut.9
3.6.2 Organ-organ lain9
a. Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi
fibrinoid sinovium.
b. Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi
oleh sel-sel jaringan ikat, mirip badan Aschoff.
c. Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil.
Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebelum dan ganglia basal.
Kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya
korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang
meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea.

22
d. Pada paru dapat terjadi pneumonia. Kelainan pembuluh darah dapat terjadi di mana-
mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan
proliferasi endotel.
e. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi.

Seperti yang telah diterangkan, perubahan patologik di luar jantung tersebut semuanya
reversibel.

3.7 Manifestasi Klinis


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium:7,8
a. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya
berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan
bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare.7
Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali
membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.7
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari
sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.7
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.7
c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik.7

d. Stadium IV

23
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan.Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.7
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik yaitu sebagai berikut:8
a. Gejala peradangan umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak juga
mengalami atralgia, yaitu rasa sakit di sekitar sendi selama beberapa hari/minggu
dimana rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain
yang dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga
menyerupai apendisitis akut. Sakit perut ini akan memberi respon cepat dengan
pemberian salisilat.8
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan
akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju
endap darah. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG
dapat dijumpai pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I). Sebagian gejala-gejala
peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokkan sebagai gejala
minor8
b. Manifestasi spesifik (gejala mayor)
1. Artritis
Khas untuk demam reumatik adalah poliartritis migrans akut. Biasanya
mengenai sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan),
dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering bergantian/pindah-pindah.
Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang yang jelas seperti
bengkak, merah, panas di sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.
Yang menyolok ialah rasa nyerinya, yang keliatan tidak proporsional dengan
kelainan obyektif yang ada. Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa
pengobatan dalam beberapa hari sampai satu minggu dan seluruh gejala sendi
biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa.8
2. Karditis
24
Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium,
miokardium atau perikardium. Dapat salah satu saja yang terkena atau kombinasi
dari ketiganya. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis. Untuk
menentukan adanya karditis, sebaiknya diketahui dahulu keadaan jantung sebelum
sakit. 4,8
Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena karditislah yang dapat
meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung. Angka kejadian
karditis pada demam reumatik tampaknya cenderung menurun dari waktu ke waktu.
4

Karditis ini dapat menyebabkan kematian pada stadium akut (terdapat kira-kira
pada 1% kasus). Penyembuhan sempurna dapat diharapkan, namun tidak jarang
menyebabkan kelainan katup yang menetap. Stenosis mitral yang sebenarnya terjadi
beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah serangan akut. Yang paling sering
ditemukan ialah bising sistolik apikal yang menjalar ke aksila. Sehingga dapat
ditegaskan bahwa penyakit jantung reumatik dapat terjadi tanpa riwayat demam
reumatik.4
Gejala-gejala karditis ialah rasa lelah, pucat, tidak bergairah dan anak tampak
sakit bisa sampai beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik.
Seseorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan
satu atau lebih tanda-tanda berikut:4
a. Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik
b. Terdengar bising yang semula tidak ada, yaitu berupa bising apikal, bising
mid-diastolik apikal atau bising diastolik basal; atau terdapat perubahan
intensitas bising yang semula sudah ada atau bertambahnya bising yang
bermakna pada penderita yang tadinya sudah pernah menderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri pada foto Rontgen dada
penderita tanpa demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya
pembesaran jantung yang nyata pada penderita yang pernah mengalami
penyakit jantung reumatik sebelumnya.
c. Perikarditis
Biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilikus akibat penjalaran
nyeri bagian tengah diafragma. Tanda-tanda lainnya ialah adanya friction

25
rub, efusi perikardial dan kelainan pada EKG. Perikarditis jarang ditemukan
sebagai kelainan tersendiri, biasanya merupakan bagian dari pankarditis.
d. Gagal jantung kongestif pada anak-anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.

Gambaran EKG pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat


menunjukkan berbagai kelainan yang sesuai dengan kelainan jantungnya,
seperti miokarditis, perikarditis, hipertrofi ventrikel dan/atau hipertrofi atrium.
Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR, yang dianggap
sebagai salah satu gejala minor. Namun tidak jarang gambaran EKG pada
demam reumatik/PJR mula-mula normal dan baru setelah dilakukan
pemeriksaan ulangan didapatkan kelainan yang menyokong diagnosis karditis
reumatik. Bila didapatkan kelainan EKG, maka hal ini dapat dipakai untuk
mengikuti perjalanan penyakit; namun diperlukan pengalaman untuk dapat
melakukan interpretasi yang baik dan tepat.4,6

Pemeriksaan radiologis sangat membantu pada karditis reumatik, karena itu


foto Rontgen dada harus segera dibuat pada setiap kasus yang diduga menderita
demam reumatik. Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri atau
gambaran jantung yang membesar dan bentuk seperti vas akibat perikarditis
dengan efusi perikardium serta denyut jantung yang melemah pada pemeriksaan
fluoroskopi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis. Juga dapat dideteksi
pneumonia yang lebih tepat disebabkan infeksi Streptococcus, bukan suatu
pneumonia reumatik akibat suatu superinfeksi atau gagal jantung.4

3. Korea
Korea ialah gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar
dikendalikan, seringkali disertai kelemahan otot. Korea dapat terjadi pada stadium
akut maupun stadium inaktif dan pada 5% kasus demam reumatik, korea merupakan
gejala tunggal. Sering terdapat pada anak perempuan sekitar umur 8 tahun dan
jarang setelah masa pubertas. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa
manifestasi lainnya. Keadaan ini belum dapat diterangkan.4
Gambaran klinis korea:4,7
a. Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstremitas, muka dan kerangka
tubuh. Gerakan-gerakan tersebut hanya dapat diatasi sementara saja, dapat
dibangkitkan atau diperhebat dengan emosi dan menghilang pada waktu

26
tidur. Indikasi pertama mungkin berupa seringnya anak menjatuhkan
barang, tulisan mendadak menjadi buruk atau sulit berhadapan muka dengan
saudara-saudaranya. Gerakan-gerakan khas terasa pada waktu berjabat
tangan. Dapat pula terjadi gangguan bicara. Gerakan-gerakan pada otot
muka dapat menghebat sehingga disebut society smile. Bila lidah dijulurkan
terlihat tremor. Yang khas ialah kelainan pada waktu pemeriksaan refleks
patela, ialah tungkai yang perlahan-lahan kembali ke posisi semula setelah
patela diketuk. Ini terjadi bila gerakan korea terjadi bersamaan dengan
waktu patela dirangsang.
b. Hipotonia akibat kelemahan otot. Ini menyebabkan posisi khas, berupa
tangan yang lurus sedangkan pergelangan tangan sedikit fleksi serta sendi
metakarpofalangea dalam hiperekstensi. Bila hipotonia berat, anak tidak
dapat berdiri (korea paralitika).
c. Inkoordinasi gerakan dapat jelas atau samar-samar; bila anak diminta untuk
memungut uang logam di lantai akan terlihat jelas inkoordinasi tersebut.
d. Gangguan emosi hampir selalu ada, bahkan sering merupakan tanda dini.
Anak menjadi murung, mudah tersinggung, kelihatan bingung atau bahkan
menjadi manik (korea insapiens). Pekerjaan sekolah seolah mengalami
kemunduran.

Bila korea merupakan manifestasi tunggal remam reumatik, maka hasil-


hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak menyokong ke arah demam
reumatik. Laju endap darah maupun C-reaktive protein normal, begitu pula
ASTO biasanya sudah turun menjadi normal, karena masa laten yang lama.
Beberapa ahli menyatakan bahwa anti DNA-ase, antibodi terhadap
Streptococcus yang dapat bertahan lebih lama daripada antibodi lainnya dapat
dipakai sebagai petunjuk adanya infeksi Streptococcus sebelumnya pada
korea.4,7

Korea dapat terjadi pada banyak keadaan klinis lainnya seperti berbagai tics,
cerebral palsy dengan korea-atetosis, penyakit Wilson (degenerasi
hepatolentikular), korea Hutington, lupus eritematosus, hiperparatiroidisme
idiopatik dan polisitemia. Tetapi biasanya tidak sulit untuk menyingkirkan
kelainan-kelainan tersebut karena biasanya terdapat manifestasi klinis lainnya
pada korea non-reumatik. 4,7

27
4. Eritema marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi demam reumatik pada kulit,
berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan
tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tanpa indurasi dan tidak
gatal. Bila ditekan, lesi akan menjadi pucat. Tempatnya dapat berpindah-pindah, di
kulit dada dan bagian lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit
muka. Kelainan ini dapat terjadi pada fase akut, tetapi dapat timbul pada fase inaktif.
Tidak terpengaruh oleh obat anti-inflamasi. Eritema marginatum sering menyertai
kelainan lainnya terutama karditis. Eritema marginatum dapat berulang setelah
gejala lainnya menghilang.4,7
5. Nodul subkutan
Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan,
berukuran antara 3-10 mm. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian
terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas
prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa
minggu setelah serangan akut demam reumatik, karena itu jarang mempunyai arti
diagnostik yang penting, karena biasanya manifestasi kelainan lainnya sudah nyata.
Ditemukannya nodul subkutan menunjukkan bahwa penyakit sudah berjalan
beberapa waktu lamanya.4,7
Dengan pemberian steroid, nodul subkutan ini cepat hilang. Nodul subkutan
juga dapat ditemukan pada reumatoid artritis dan lupus eritematosus diseminata.
Nodul subkutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk, sebab
seringkali disertai karditis yang berat.4,7

3.7.1 Regurgitasi Mitral


Regurgitasi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak
dan remaja dengan penyakit jantung rematik kronik. Penyembuhan valvulitis reumatik akut
akan mengakibatkan fibrosis dan kontraktur daun katup. Fibrosis ini akan mnyebabkan
pemendekan katup sehingga katup tidak pas dengan yang lainnya. Anulus pada katup akan
berdilatasi jika ventrikel kiri berdilatasi. Dengan bertambahnya derajat berat regurgitasi mitral,
maka akan bertambah juga dilatasi dari ventrikel sehingga menimbulkan semakin dilatasinya
anulus katup. Hipertensi pulmonal dapat terjaid pada reguritasi mitral.8
Pada regurgitasi mitral ringan pasien biasanya asimtomatik. Jika regurgitasi semakin
berat, maka dapat dijumpai adanya kelelahan yang disebabkan oleh berkurangnya cardiac
28
output, dan dapat terjadi palpitasi yang disebabkan oleh munculnya atrial fibrilasi pada
regurgitasi mitral. Pada keadaan regurgitasi mitral yang tidak menimbukan gagal jantung tidak
didapatkan adanya kenaikan tekanan vena jugularis. Pada pasien dengan regurgitasi mitral
ringan, satu-satunya tanda fisi adalah bsising pasnsitolik di apeks. Bunyi jantung I biasanya
normal, karena kerusakan katup yang luas dengan kalsifikasi berat jarang terjadi pada anak-
anak. Bunyi jantung II biasanya juga normal, namun pmbelahan (split) bunyi jantung III pada
ekspirasi dapat terjadi pada regurgitasi mitral yang berat, mungkin akibat pemendekan sistol
ventrikel kiri. Penutupan katup pulmonal keras bila terdapat hipertensi pulmonal. Bunyi
jantung III dengan nada rendah mungkin terdengar dengan jelas akibat pengisia diastolik awal
ventrikel yang besar. Terdapatnya bunyi jantung III menyingkirkan kemungkianan diagnossi
stenosis mitral berat. Bising klasik regurgitasi mitral adalah pansistolik dengan intensitas
maksimum pada apeks, menjalar ke aksila dan tepi sternum kiri, dan mengeras bila pasien
miring ke kiri, namun tidak dipengaruhi oleh respirasi. Murmur yang timbul pada regurgitasi
mitral dimulai pada S1 dengan derajat 2 sampai 4/6, dapat terdengar di apex dan menjalar ke
axila sinistra. Posisi terbaik mendengarkan murmur adalah dengan posisi dekubitus kiri.8
Pada pemeriksaan EKG, regurgitasi mitral ringan dapat ditemukan hasil yang
pemeriksaan yang normal. biasanya pada regurgitasi mitral dapat dijumpai adanya hipertropi
ventrikel kiri atau ventrikel kiri yang dominan. Atrial fibrilasi jarang ditemukan pada anak-
anak dan sering pada dewasa. Sedangkan pada pemeriksaan echocardiography dapat dijumpai
adanya dilatasi dari atrium kiri, ventrikel kiri, dan derajat dilatasi berhubungan dengan
keparahan regurgitasi mitral. Pemetaan aliran warna menunjukkan adanya arus balik darah ke
atrium kiri.8
Pada pasien dengan regurgitasi mitral, perlu diberikan pengobatan agar tidak terjadi
rekurensi penyakit rematik. Pada kasus-kasus ringan, aktivitas mungkin tidak perlu dibatasi.
Pengobatan yang dapat mengurangi beban afterload mungkin dapat membantu, serta
pemberian antikongestif dapat mencegah terjadinya CHF. Terapi dengan operasi reparasi katup
tidak terlalu dipertimbangkan karena tindakan operasi dapat memperberat regurgitasi. Indikasi
dilakukannya operasi pada regurgitasi mitral berdasarkan ACC/AHA2006 adalah sebagai
berikut:8
1. Pasien yang simtomatik dengan regurgitasi mitral kongenital yang berat dengn
fungsi NYHA kelas III atau IV
2. Pasien yang asimtomatik dengan regurgitasi mitral kongenital berat dan disfungsi
sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi ≤0,6)
3.7.2 Stenosis Mitral
29
Stenosis mitral terjadi akibat fibrosis, perlekatan komisura, dan kotraktur daun katup
dan korda tendine. Bila dilihat dar atrium kiri, orifisium katup menyerupai lubang kancing atau
mulut ikan. Obastruksi aliran katup menyebabkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri serta ruang
jantung kanan. Stenosis mitral derajat ringan dapat ditoleransi dengan baik, namun derajat berat
akan berakibat hipertensi atrium kiri dan hipertensi pulmonal yang berat. Tekanan arteri paru
akan naik untuk mempertahankan aliran paru. Gejala yang ditimbulkan sebanding dengan
derajat obstruksi. Pada stenosis minimal tidak menunjukan gejala. Pada stenosis yang berat
pasien akan mengalami intoleransi saat bekerja disertai dengan dispnea. Ortopne dan/atau
dispnea nokturnal paroksismal dnegan atau tanpa serangan edema paru dapat terjadi. Gejala
dapat dipicu dengan keadaan yang menambah beban jantung seperti infeksi saluran
pernapasan, takikardi yang tidak terkendali, atau bila terjadi fibrilasi atrium. Gagal jantung
dapat terjadi pada pasien dengan stenosis mitral yang berat danhipertensi pulmonal dapat
terjaid pada derajat sedang hinggan berat. Perasaan tidak enak padaperut yang disebabkan oleh
kongesti olkal hati mungkin merupakan kunci awal diagnsosi.4

3.7.3 Regurgitasi Aorta


Regurgitasi aorta sering dijumpai pada pasien dengan penyakit katup mitral.
Regurgitasi aorta akan menambah beban volume yang sangat besar pada ventrikel kiri dengan
akibat dilatasi ventrikel kiri. Regurgitasi aorta yang progresif dan dilatasi ventrikel kiri dapat
menyebabkan perburukan penyakit yang cepat. Gagal jantung dapat didahului oleh adanya
edema paru yang jelas. Asiend engan regurgitasi aorta yang ringan bersifat asimtomatik. Pada
kasus yang berat dapat timbul lekas lelah, palpitasi, dispnea setelah beraktifitas, dan banyak
berkeringat. Pad apemeriksaan mungkin dada kiri akan membonjol akibat dilatasi atau
hipertrofi ventrikel kiri. Padapalpasi tampak aktivitas ventrikel kiri yang meniingkat, serta
teraba getaran bising diastolik pada tepi kiri sternum atas. Tanda auskultasi yang khas adalh
bising diastolik dini bernada tinggi di sela iga II tepi kiri sternum (daerah auskultasi pulmonal)
dengan penjalaran ke sepanjang tepi kiri sternum dan apeks. Kadang terdengar bising paling
keras di sela iga II tepi kanan sternum (daerah auskultasi aorta). Pada umumnya bising diastlik
lebih mudah didengar pada ekspirasi penuh dengan pasien condong ke depan. Kadang bising
juga dapat terdengar jelas pada posisi berbaring. Kadang juga terdengar bising ejeksi sistolik
dengan atau tanpa didahului klik, hal ini akibat isi sekuncup ventrikel kiri dan tidak
menunjukkan stenosis. Gambaran EKG pada lesi ringan dapat noral. Pada regurgitasi aorta
murni biasnaya terdapat hipertrofi ventrikel kiri. Gelombang P yang berlekuk dapat ditemukan,
sesuai dengan hipertrofi ventrikel kiri. Fibrilasi atrium jarang terjadi ada regurgitasi aorta tanpa
30
regurgitasi mitral. Pada echocardiography didapatkan adanya pemetaan pancaraan regurgitan
ke dalam ventrikel kiri.4,8

3.7.4 Regurgitasi Trikuspid


Regurgitasi trikuspid biasanya terjadi akibat dilatasi ventrikel kanan kaibat hipertensi
pulmonal. Keadaan ini menyatakan secara tidak langsung bahwa ada kombinasi lesi jantung
kiri, biasnaya kombinasi stenosis mitral dan regurgitasi mitral. Gejala dikombinasi oleh lesi
jantung kiri. Sering terjadi rasa tidak enak pada kuadran kanan atas perut akibat hepatomegali.
Tanda fisis akan didominasi oleh naiknya desakan vena akibat aliran regurgitan. Bising
iregurgitasi trikuspid terdengar di linea prasternalis kiri bawah. Sering ditemukan tand
apenyakit mitral dan/atau aorta dengan atau tanpa fibrilasi atrium. Gambaran EKG menunjukan
adanya lesi jantung kiri, sering terjadi fibrilasi atrium. Radiografi menunjukan adannya
kardiomegali dengan atau tanpa tanda hipertensi pulmonal. Echocardiography memperlihatkan
terdapatnya beban volume kanan. Pada echocardiography 2 dimensi memperlihatkan katup
tidak lentur, menebal, dan membuka serta menutup mendadak. Regurgitasi trikuspid yang berat
dapat menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan.4,8

3.8 Diagnosis

Demam reumatik ditandai oleh berbagai manifestasi klinis dan laboratorium. Sampai
saat ini tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk demam reumatik.
Oleh karena itu diagnosis demam reumatik/penyakit jantung reumatik didasarkan pada
gabungan gejala dan tanda klinis serta kelainan laboratorium.8

Kriteria Jones mewakili standar klinis untuk menegakkan diagnosis dan telah
mengalami beberapa revisi selama bertahun-tahun. Baru-baru ini, American Heart
Association/American College of Cardiology (AHA/ACC) (2015) telah menemukan revisi
kriteria Jones yang telah memasukkan modifikasi besar untuk area dengan prevalensi tinggi
untuk meningkatkan hasil diagnostik.9

Tabel 1. Kriteria yang Digunakan untuk Mendefinisikan DRA

Kriteria WHO 2004 Pedoman Australia AHA/ACC 2015 untuk


untuk populasi populasi berisiko
berisiko tinggi tinggi

31
Manifestasi  Karditis  Karditis (termasuk  Karditis (klinis
Mayor  Poliartritis karditis subklinis) dan/atau subklinis)
 Korea  Poliartritis  Poliartritis
 Eritema Atau Atau

marginatum  Monoartritis aseptik  Monoartritis


 Nodul subkutan Atau Atau
 Poliartralgia  Poliartralgia
 Korea  Korea
 Eritema marginatum  Eritema
 Nodul subkutan marginatum
 Nodul subkutan
Manifestasi  Demam  Demam  Demam
Minor  Poliartralgia  LED≥30 mm/h atau  LED≥30 mm/h atau
 Meningkatnya CRP≥30mg/L CRP≥30mg/L
reaktan fase akut  Interval PR  Interval PR
(LED atau memanjang memanjang
meningkatnya  Monoartralgia  Monoartralgia
hitung leukosit)
 Interval PR
memanjang

Kriteria  Meningkatnya ASO  Meningkatnya ASO  Meningkatnya ASO


Esensial atau antibodi atau antibodi atau antibodi
(mendahului Streptococcus Streptococcus Streptococcus
infeksi lainnya lainnya lainnya
Group A  Infeksi tenggorokan  Infeksi tenggorokan  Infeksi tenggorokan
Streptococci) positif positif positif
 Rapid antigen test  Rapid antigen test  Rapid antigen test
DRA Dua mayor  Pasti (definite) Dua mayor
Pertama Atau Dua mayor Atau

32
Satu mayor dan dua Atau Satu mayor dan dua
minor Satu mayor dan dua minor
Plus minor Plus
Bukti infeksi Group A Plus Bukti infeksi Group A
Streptococci Bukti infeksi Group A Streptococci
sebelumnya Streptococci sebelumnya
sebelumnya
 Mungkin (probable)
Tidak memenuhi satu
mayor atau satu minor
atau tidak adanya bukti
infeksi Group A
Streptococci namun
DRA dianggap paling
mungkin terjadi
Rekuren  Tanpa PJR Dua mayor Dua mayor
Dua mayor Atau Atau
Atau Satu mayor dan satu Satu mayor dan dua
Satu mayor dan dua minor minor
minor Atau Atau
Plus Tiga minor Tiga minor
Bukti infeksi Group A Plus Plus
Streptococci Bukti infeksi Group A Bukti infeksi Group A
sebelumnya Streptococci Streptococci
 Dengan PJR sebelumnya sebelumnya
Dua minor
Plus
Bukti infeksi Group A
Streptococci
sebelumnya

33
Kriteria Jones dimaksudkan untuk pedoman diagnosis demam reumatik/penyakit
jantung reumatik akut. Perlu ditekankan bahwa kriteria ini tidak dibuat untuk mengganti
clinical judgement dokter, melainkan hanya sebagai petunjuk diagnosis. Pada kasus yang
meragukan harus dilakukan observasi dan penelitian yang cermat, sebab disamping
menimbulkan kegelisahan pada penderita atau orang tuanya, diagnosis demam reumatik
mempunyai implikasi diberikannya kemoprofilaksis yang lama.9

Tabel 2. Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk diagnosis demam rematik dan penyakit
jantung rematik (berdasarkan revisi kriteria Jones)

Kategori diagnostik Kriteria


Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren dengan PJR Dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
Korea rematik Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
bukti infeksi SGA
PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan mendiagnosis sebagai PJR
katup aorta)

3.9 Diagnosis Banding

Reumatoid artritis serta lupus eritematosus sistemik juga dapat memberikan gejala
yang mirip dengan demam reumatik.

Tabel 3. Perbedaan Demam Reumatik, Artritis Reumatoid dan Lupus Eritematosus Sistemik

Demam Reumatik Artritis Reumatoid Lupus


Eritematosus
Sistemik

34
Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun
Rasio kelamin sama P:L=1,5:1 P:L= 5:1
Kelainan Sendi
- Sakit Hebat Sedang Biasanya ringan
- Bengkak Non-spesifik Non-spesifik Non-spesifik
- Kelainan rontgen Tidak ada Sering (lanjut) Kadang-kadang
Kelainan Kulit Eritema marginatum Makular Lesi kupu-kupu
Karditis Ya Jarang Lanjut
Respon terhadap Cepat Biasanya lambat Lambat / -
salisilat

Gejala klinis demam rematik akut tidak spesifik, sehingga diagnosis banding yang
luas pun harus dipertimbangkan seperti pada tabel berikut.9

Tabel 4. Diagnosis Banding berdasarkan Manifestasi Mayor Demam Rematik Akut

3.10 Pengobatan
3.10.1 Tirah baring
Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan.4

35
Tabel 5. Panduan aktivitas pada DRA
Aktivitas Artritis Karditis Karditis Karditis berat
minimal sedang
Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4
bulan/selama
masih terdapat
gagal jantung
kongestif
Aktivitas 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
dalam rumah
Aktivitas di 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
luar rumah
Aktivitas Setelah 6-10 Setelah 6-10 Setelah 3-6 Bervariasi
penuh minggu minggu bulan

3.10.2. Pemusnahan streptokok dan pencegahan


Rekomendasi untuk pencegahan streptokok dari tonsil dan faring sama dengan
rekomendasi yang dianjurkan untuk pengobatan faringitis streptokok, yaitu:4,9
1. Benzantin penicillin G
Dosis 0,6-1,2 juta U i.m
Juga berfungsi sebagai pencegahan dosis pertama
2. Jika alergi terhadap benzantin penisilin G
Eritromisin 40mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis selama 10 hari
Alternatif lain: penisilin V 4 X 250 mg p.o. selama 10 hari
3.10.3. Pengobatan antinyeri dan antiradang
Antiinflamasi asetosal diberikan pada karditis ringan sampai sedang, sedangkan
prednison hanya diberikan pada karditis berat.4
a. Karditis minimal: tidak jelas ditemukan kardiomegali
b. Karditis sedang: kardiomegali ringan
c. Karditis berat: jelas terdapat kardiomegali disertai tanda gagal jantung
Tabel 6. Panduan obat anti inflamasi
Artritis Karditis ringan Karditis sedang Karditis berat

36
Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Dosis: Prednison : 2 mg/kgbb/haridibagi 4 dosis


Aspirin :100 mg/kgbb/hari, dibagi 4-6 dosis

Dosis prednison di tappering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberikan
aspirin. Setelah minggu ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari. Demam
rematik akut juga dapat ditatalaksana berdasarkan manifestasi klinisnya seperti pada tabel
berikut.4
Tabel 7. Tatalaksana Demam Rematik Akut berdasarkan Manifestasi Klinisnya

3.11 Pencegahan
Sesudah pengobatan DRA selama 10 hari dilanjutkan dengan pencegahan sekunder.
Cara pencegahan sekunder yang diajukan oleh The American Heart Association dan WHO,
yaitu mencegah infeksi streptokokus.10,11
3.11.1 Pencegahan primer
Penisilin oral untuk eradikasi Streptococcus beta hemolyticus group A selama 10 hari
atau benzathine penicillin G 0.6-1.2 juta unit IM. 10

37
3.11.2 Pencegahan sekunder
Benzantin penisilin G 600.000 U IM untuk berat badan<27 kg (60 pound), 1,2 juta U
untuk berat badan >27 kg (60 pound) setiap 4 minggu/28 hari. 10
Pilihan lain dapat berupa:
a. Penisilin V p.o.125–250mg 2 kali sehari
b. Sulfadiazin 1 g p.o. sekali sehari
c. Eritromisin --250 mg p.o. 2 kali sehari
d. Diberikan pada demam reumatik akut, termasuk korea tanpa penyakit jantung
reumatik.
Lama pencegahan adalah sebagai berikut:11

Tabel 8. Durasi Pencegahan berdasarkan Kategori Pasien


Kategori pasien Durasi
Demam rematik tanpa karditis Sedikitnya sampai 5 tahun setelah serangan
terakhir atau hingga usia 18 tahun
Demam rematik dengan karditis tanpa bukti Sedikitnya sampai 10 tahun setelah serangan
adanya penyakit jantung residual/kelainan terakhir atau hingga usia 25 tahun, dipilih
katup. jangka waktu yang terlama
Demam reumatik akut dengan karditis dan Sedikitnya 10 tahun sejak episode terakhir atau
penyakit jantung residual (kelainan katup sedikitnya hingga usia 40 tahun, dan kadang-
persisten) kadang seumur hidup
Setelah operasi katup Seumur hidup

3.12 Komplikasi

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi terberat dari DRAdan merupakan


penyebab terbesar dari stenosis dan insufisiensi mitral di dunia. Beberapa variabel yang
mempengaruhi beratnya kerusakan katub antara lain jumlah serangan DRAsebelumnya, lama
antara onset dengan pemberian terapi, dan jenis kelamin (penyakit ini lebih berat pada wanita
dibandingkan pria). Insufisensi katub akibat DRAakan sembuh pada 60-80% penderita yang
menggunakan profilaksis antibiotik.4

3.13 Prognosis

38
Kelainan jantung pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien.
Penyakit katup sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.Prognosis sangat baik
bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang.Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan
ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama
dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan bertambah bila pengobatan pencegahan
sekunder dilakukan secara baik.4

39
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini dilaporkan anak perempuan usia 9 tahun dengan berat badan 31 kg dan
tinggi badan 130 cm, datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan utama sesak napas
sejak 3 jam SMRS. Keluhan tambahan demam disertai batuk pilek, nyeri sendi dan mudah
lelah.

Berdasarkan anamnesis, 3 jam SMRS pasien mengalami sesak napas setelah


berolahraga lari di sekolahnya dengan jarak sekitar 20 meter. Sesak napas berkurang dengan
beristirahat. Pasien mengatakan bahwa pasien mengalami keterbatasan aktivitas untuk lari,
namun tidak untuk aktivitas lain seperti pelajaran olahraga biasa, naik tangga, atau jalan santai
jarak jauh. Keadaan ini dialami sudah sejak kira-kira 3 bulan ini. Pasien mengalami demam,
dengan suhu 37,8˚C saat di IGD, terdapat batuk berdahak dan pilek. Keadaan ini dialami sudah
2 hari. Pasien juga mudah merasa lelah. Pasien kemudian dirawat dan didiagnosis menderita
penyakit jantung rematik. Sejak usia 3 tahun, pasien sering mengalami batuk pilek disertai
dengan radang tenggorokan. Pada saat pasien duduk dibangku TK (usia sekitar 5 tahun) pasien
sering mengeluh pegal-pegal diseluruh badan, terutama setelah selesai bermain. Nyeri pada
sendi-sendi berpindah-pindah kadang disertai dengan pembengkakan tetapi tidak memerah.
Saat itu, pasien pernah mengalami nyeri sendi yang semakin dirasakan berat hingga pasien
tidak mampu untuk menggerakan tangan dan kaki sehingga pasien tidak bisa berdiri. Selain itu
pasien juga mengeluh nyeri pada dada. Ibu pasien membawa berobat ke RS Arafah dan
didiagnosa demam rematik akut. Pasien dirawat kemudian diberikan terapi dengan obat suntik
BPG namun tidak teratur berobat. Saat ini pasien telah dirujuk ke RS Harapan Kita dan telah
mendapatkan pemeriksaan echocardiography sebanyak 3 kali dan terapi lanjutan.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan TD 100/60 mmHg, iktus kordis terlihat,


dapat diraba, kuat angkat dengan diameter ±3 jari, batas kiri jantung terletak pada ICS V 1 cm
lateral linea midklavikularis sinistra, terdengar murmur pansistolik pada daerah apeks (derajat
bising 3/6), pada pemeriksaan paru tidak ditemukan adanya kelainan dan tidak ada tanda-tanda
radang sendi pada ekstremitas.

40
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari pemeriksaan darah rutin didapatkan
hasil leukosit meningkat, dari pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar natrium menurun dan
kalsium meningkat, dari pemeriksaan LED (Westergen) didapatkan LED meningkat
(120mm/jam I), dari pemeriksaan imunologi didapatkan CRP(+), hs-CRP meningkat (95,7
mg/L), dan ASTO meningkat (400 IU/mL). Dari hasil pemeriksaan EKG, didapatkan interval
PR normal (tidak memanjang) dengan hasil diagnosis irama sinus normal dan kemungkinan
hipertrofi ventrikel kanan. Dari pemeriksaan echocardiography disimpulkan pasien mengalami
regurgitasi mitral derajat sedang.

Diagnosa yang ditegakkan terhadap pasien ini adalah penyakit jantung rematik.
Penegakan diagnosa ini didukung berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang diukur dengan menggunakan kriteria Jones yang mewakili standar klinis untuk
menegakkan diagnosis.

Kriteria Jones WHO 2004 An. ED


Manifestasi Mayor
 Karditis +
 Poliartritis -
 Korea -

 Eritema marginatum -

 Nodul subkutan -

Manifestasi Minor
 Demam +
 Poliartralgia +
 Meningkatnya reaktan fase akut (LED atau meningkatnya +
hitung leukosit)
 Interval PR memanjang -

Kriteria Esensial
 Meningkatnya ASO atau antibodi Streptococcus lainnya +
 Infeksi tenggorokan positif -
 Rapid antigen test -

41
Kriteria Jones AHA/ACC 2015 An. ED
Manifestasi Mayor
 Karditis (klinis dan/atau subklinis) +
 Poliartritis -
 Monoartritis -
Atau
 Poliartralgia +

 Korea -

 Eritema marginatum -
-
 Nodul subkutan
Manifestasi Minor
 Demam +
 LED≥30 mm/h atau CRP≥30mg/L +
 Interval PR memanjang -

 Monoartralgia -

Kriteria Esensial
 Meningkatnya ASO atau antibodi Streptococcus lainnya +
 Infeksi tenggorokan positif -
 Rapid antigen test -

Berdasarkan kepustakaan, demam rematik dan penyakit jantung rematik merupakan


sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta-Streptococcus hemolyticus grup A, dengan satu atau
lebih gejala mayor. Gambaran klinis dan laboratorium pada pasien ini memenuhi kriteria
diagnosis. Tatalaksana yang diberikan saat pasien dirawat di RS Raden Mattaher yaitu oksigen
2l/menit untuk mengatasi sesak. Kemudian pasien diberikan IVFD D5 ¼ NS 10 tpm. Hal ini
sesuai karena berdasarkan pemeriksaan elektrolit, pasien mengalami kekurangan Natrium (Na)
sehingga dapat diberikan cairan yang mengandung Na seperti NaCl 0,9% atau D5 ¼ Ns. Pasien
diberikan nebulizer menggunakan ventolin (salbutamol) untuk membantu dilatasi saluran
pernapasan dalam mengurangi sesak. Pasien diberikan ambroxol sirup untuk pengobatan batuk
berdahak. Pemberian Ampisilin dan Gentamisin berkenaan dengan didapatkannya temuan

42
leukositosis pada pasien sehingga ampisilin dan gentamisin bersifat sebagai antibiotik empiris
yang diberikan hingga hasil kultur darah keluar.

Untuk eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A, diberikan inj. Penisilin


Benzatin G (BPG) 600.000 U IM. Terapi ini tetap dilanjutkan saat pasien pulang sebagai terai
rawat jalan. Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera
dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Pada penderita yang peka terhadap Penisilin, dapat
diganti dengan Eritromisin. Untuk pengobatan hipertensinya diberikan Ramipril 1 x 2,5 mg,
terapi ini juga diteruskan sebagai terapi rawat jalan.

43
BAB V

KESIMPULAN

Penyakit Jantung Rematik merupakan kelainan jantung yang ditemukan pada demam
rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele) dari suatu demam
rematik. Demam Rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul
subkutan dan eritema marginatum. DRA sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun.
Reaksi autoimun yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolyticus grup A
tersebut dapat mengenai jantung melalui infeksi pericardium, miokardium ataupun katup-katup
jantung, dapat mengenai ginjal dan menyebabkan glomerulonephritis akut, dapat menginfeksi
kulit dan menyebabkan nodus subkutan ataupun eritema marginatum, dan juga dapat mengenai
sendi-sendi, serta ganglion saraf di otak. Manifestasi klinis tersebut dikenal sebagai kriteria
mayor sesuai dengan kriteria Jones yang digunakan untuk penegakan diagnosis demam
rematik. Kriteria minornya dilihat dari faktor klinis yaitu adanya demam, nyeri sendi, dan pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya penanda proses inflamasi akut (CRP +,
peningkatan LED) serta adanya pemanjangan interval P-R pada pemeriksaan EKG yang
menandakan blockade impuls jantung dari SA node ke AV node. Kriteria Jones ini kemudian
di revisi untuk selanjutnya dijadikan kriteria WHO 2003/2004 dalam penegakan diagnosis
penyakit jantung rematik, kemudian kriteria ini direvisi lagi oleh AHA/ACC 2015.
Pengobatan penyakit jantung rematik secara garis besar yaitu dimulai dengan
pencegahan primer untuk eradikasi kuman Streptokokus Beta Hemolyticus Grup A dengan
penggunaan antibiotik dalam jangka waktu 10 hari. Kemudian dilanjutkan dengan profilaksis
sekunder dengan pemberian antibiotik Benzathine Penicillin G ataupun antibiotic per oral
selang waktu 3-4 minggu diberikan dalam jangka waktu minimal 10 tahun tergantung ada
tidaknya sekuele yang ditimbulkan pada katup jantung. Terapi untuk menghilangkan gejala
yang menyertai, termasuk tirah baring, diet, anti inflamasi dan lainnya.

44

Anda mungkin juga menyukai