Anda di halaman 1dari 10

DIAGNOSIS USG UNTUK KELAINAN WAJAH

Pada tahap awal embryogenesis, faktor genetic memiliki peran dominan dalam proses
perkembangan wajah janin. Pada tahap akhir, pengaruh lingkungan menjadi lebih
meningkat. Malfromasi wajah dapat disebabkan oleh kelainan kromosomal dan juga
faktor-faktor teratogenik. Oleh sebab itu, dismorfisme wajah dapat memberikan
petunjuk apakah kelainan tersebut disebabkan oleh abnromalitas dari kromosom atau
genetic. Diagnosis post-natal dismorfisme wajah merupakan sebuah diagnosis
pediatrik yang sudah biasa dikenal, terutama berdasarkan pola diagnosis yang
berhubungan dengan tampilan dari salah satu atau kombinasi dari ciri wajah , seperti
low-set ears, hipohipertelorisme, orbita yang kecil, mikrognatia, retrognatia dan lain-
lain. Beberapa ciri tersebut dapat dideteksi pada masa prenatal (Benacerraf, 1998).
Lebih dari 250 sindrom berhubungan dengan pertumbuhan yang disproporsional dari
ciri-ciri abnormal pada wajah janin.

Wajah janin dapat dievaluasi pada tiga penampang menggunakan USG 2D –


sagittal, aksial atau transversal, dan koronal. Masing-masing penampang memiliki
kontribusi yang unik dalam mengevaluasi anatomi kraniofasial janin. Penampang
sagittal memungkinkan penilaian profil janin dan juga dapat memperlihatkan adanya
dismorfisme pada dahi atau hidung dan ada atau tidaknya tulang hidung sekaligus
posisi dari dagu janin untuk menilai mikrognatia atau retrognatia.

Penilaian struktur wajah janin dianjurkan pada tampilan penampang koronal dan
mid-sagital. Tampilan profil wajah janin harus diperoleh melalui sebuah garis khayal
yang melewati nasi (jembatan hidung) dan gnathion (tonjolan bawah dagu). Garis
khayal ini terletak vertical dari tulang maksila. Pada tampilan ini, struktur-struktur
berikut dapat diidentifikasi: jembatan dan puncak hidung, filtrum (area di antara hidung
dan bibir atas), bibir atas dan bawah, dan dagu.

Gambar. A Menjelaskan jarak antara puncak hidung ke mulut (garis antara bibir)
B. dari mulut ke dagu

a. menjelaskan jarak antara philtrum atas dan mulut

b. dari mulut dan konkavitas atas dagu

Rasio antara jarak bagian-bagian berikut independen terhadap usia kehamilan


dan hampir selalu konstan: jarak antara puncak hidung dengan mulut, dan jarak antara
mulut dengan gnathion. Sebagai tambahan, rasio yang konstan juga ditemukan antara
filtrum bagian atas dan mulut dan dari mulut sampai konkavitas atas dagu.

Visualisasi dari kurvatura dahi penting dilakukan untuk menyingkirkan adanya


dahi datar. Para pemeriksa menyetujui bahwa mikrosefali berhubungan dengan
penurunan ukuran fossa frontalis dan pendataran dari tulang frontal. Oleh sebab itu,
penentuan dimensi normal dari fossa kranial anterior dan lobus frontal dari otak janin
dapat memberikan data normatif supaya janin yang diduga mengalami mikrosefali atau
lesi lain yang mempengaruhi fossa anterior dapat dievaluasi. Tanda-tanda dismorfik
yang memiliki frekuensi tinggi ternyata adalah profil wajah datar pada neonatus dengan
trisomi 21.

Kira-kira 22 hari setelah konsepsi, dimulailah perkembangan dari mata, dan


kemudian pembentukan dari struktur bola mata selesai dalam 42 hari. Diferensiasi dari
struktur lensa dan mata terjadi setelah tahap awal ini. Orbita sendiri merupakan sebuah
struktur yang kompleks yang dibentuk dari tujuh tulang yang berbeda – frontal,
zigomatikum, sfenoid, etmoid, maksila, lakrimal, dan palatina. Mata kemudian
beretambah ukurannya dan berpindah ke medial seiring pertambahan usia kehamilan,
dengan tujuan akhirnya adalah memungkinkan penglihatan stereotipik. Sudut antara
nervus optikus awalnya adalah sebesar 1800 dan ketika lahir sudut tersebut menjadi
sebesar 700. Secara sonografi, vitreous dan lensa normalnya bersifat hipoekoik,
sedangkan garis batas lensa dan orbita bersifat hiperekoik. Mikroftalmia didefinisikan
sebagai penurunan ukuran mata yang direfleksikan oleh penurunan diameter okuler,
dan anoftalmia adalah tidak adanya struktur-struktur mata pada pemeriksaan patologi.
Diagnosis sonografi prenatal untuk mikroftalmia pertama kali dilaporkan oleh Feldman
dan kawan-kawan pada tahun 1985. Temuan ini dapat unilateral atau bilateral dan juga
dapat berkaitan dengan banyak sindroma genetik seperti Goldenhar sindrom, sebuah
kondisi adanya mikromia hemifasial yang diduga terjadi secara sekunder akibat
kelainan vaskular yang mengenai cabang pertama dan kedua dari arkus brakialis.
Kelainan ini juga dapat disebabkan oleh infeksi atau paparan teratogen. Deteksi
mikroftalmia memungkinkan untuk terdeteksi pada survei janin pada awal trimester
kedua; akan tetapi, kelainan ini juga dapat berkembang dari waktu ke waktu, seperti
adanya kasus mikroftalmia pada trimester ketiga dengan diameter okuler yang normal
saat diperiksa pada trimester kedua. Bayi dan anak dengan mikroftalmia seringkali
mengalami kelainan penglihatan dan kebutaan; 3,2% sampai 11,2% anak yang buta
mengalami mikroftalmia.

Katarak kongenital merupakan kelainan yang jarang terjadi, terjadi pada 1


sampai 6 per 10.000 kelahiran hidup. Kelainan ini dapat dideteksi pada gambaran
ultrasonografi prenatal, dimana akan terlihat lensa yang sangat ekogenik. Penyebab
dari katarak kongenital dapat berupa genetik (baik autosomal dominan maupun resesif,
atau X-linked) atau berkaitan dengan aneuploidi atau sindrom lain, infeksi, dan kelainan
metabolik. Katarak unilateral bersifat genetik pada 30% kasus, dan katarak bilateral
bersifat genetik pada 50% kasus. Pembedahan dengan cara mengeluarkan lensa untuk
janin direkomendasikan sebelum 6 minggu untuk katarak unilateral, dan sebelum 10
minggu untuk katarak bilateral, dengan tujuan mengoptimalkan penglihatan.

Katarak adalah opasitas pada lensa dan menjadi penyebab kebutaan pada 10%
anak usia pre-sekolah di negara-negara Barat. Katarak janin dapat terjadi berhubungan
dengan penyakit infeksi, anomali kromosomal atau sindroma sistemik.

Siklopia adalah sebuah anomali yang ditandai oleh fossa orbita tunggal, dengan
fusi bulbi, kelopak mata, dan aparatus lakrimal dengan derajat yang beragam. Biasanya
terdapat satu mata atau mata yang terbagi secara parsial pada satu orbita dan arhinia
dengan proboscis. Tidak terdapat hidung yang normal dan struktur proboscis yang
berasal dari nasal root juga dapat terlihat. Diagnosis banding dari kasus ini meliputi
etmosefali (hipotelorisme ekstrim, arhinia dan proboscis tumpul yang terletak di antara
mata) dan seboefali (hipotelorisme dengan hidung yang memiliki rongga tunggal, tanpa
adanya midline cleft). Pada etmosefali, tulang hidung, maksila, dan septum nasi dan
rongga hidung hilang dan tulang lakrimal dan palatina menyatu.

Telinga kecil abnormal telah tercatat sebagai salah satu temuan pada bayi baru
lahir dengan trisomi 21 dan aneuploidi lain. Telinga pada bayi ini sering disebut sebagai
telina yang kecil, low-set, dan mengalami malformasi. Panjang dari telinga yang
pendek tersebut ditemukan menjadi karakteristik klinis yang paling konsisten dalam
membuat diagnosis sindrom Down. Secara sonografi, panjang dari telinga janin yang
pendek dapat menjadi parameter dalam memprediksi aneuploidi janin. Penelitian
sonografi menyarankan bahwa pengukuran panjang telinga pendek mungkin dapat
menjadi prediktor yang berguna untuk anomali janin.

Kraniosinostosis dijelaskan sebagai penutupan prematur dari satu atau lebih


sutura kranialis. Prevalensi secara keseluruhan dari kraniosinostosis kira-kira sebesar
4,3 per 10.000 kelahiran. Kraniosinostosis terisolasi mewakili 85% dari keseluruhan
kasus, sedangkan sisanya adalah kraniosionostosis yang berkaitan dengan sindrom atau
anomali lain. Pada sinostosis sutura tunggal, sutura yang paling sering terkena adalah
sutura sagitalis, diikuti oleh sutura koronal, metopik, dan lambdoidea. Bentuk
tengkorak tergantung kepada sutura yang terkena: sinostosis dari sutura sagitalis
menyebabkan bentuk skaposefali (disebut juga dengan dolisefali), dan sinostosis
koronal menyebabkan brakisefali. Bentuk yang lebih jarang dari kraniosinostosis,
Kleeblattschadel, yang biasanya meliputi fusi dari kebanyakan sutura, menghasilkan
bentuk tengkorak serupa daun semanggi. Kraniosinostosis terisolosai ataupun
sindromik memiliki beragam penyebab. Pada sebuah penelitian kohort prospektif dari
kasus kraniosinostosis selama 10 tahun, 21% kasus diberikan dengan diagnostik
genetik. Dari jumlah tersebut, 86% kasus merupakan kelainan gen tunggal dan 15%
merupakan kelainan kromosom (satu orang pasien mempelihatkan kedua kelainan).
Sebagai tambahan, sinostosis Kleeblattschadel khususnya berhubungan dengan
displasia tanatoforik tipe 2 dan sindrom Pfeiiffer tipe 2.
Sindrom Apert awalnya dijelaskan pada 1906 oleh Eugene Apert pada sebuah
laporan sentinel yang menjelaskan sembilan orang pasien dengan karakteristik yang
mirip. Kelainan ini biasanya meliputi fusi dari sutura koronal, sagital, dan lambdoidea.
Kasus ini jarang, insidensna kira-kira 6 sampai 15 kasus per 1 juta kelahiran hidup.
Kelainan merupakan kondisi autosomal dominan, dan telah diketahui bahwa usia orang
tua yang telah lenjut sebagai faktor risiko untuk perkembangan de novo dari mutasi
autosomal dominan ini. Ciri-ciri klinis yang unik tersebut meliputi hipoplasia maksila,
proptosis, dan sindaktili pada tangan dan kaki. Tangan yang terkena sering disebut
dengan mitten hands, dimana terdapat fusi dari seluruh jari selain ibu jari. Lebih dari
75% pasien dapat mengalami CP atau uvula bifida. Tingkat intelijensia beragam dari
disabilitas perkembangan yang signifikan sampai dengan tingkat intelijensia normal.
Sindrom Crouzon sedikit lebih sering terjadi daripada sindrom Apert, dengan perkiraan
angka insidensnya 16 per 1 juta kelahiran hidup. Kelainan ini juga merupakan kelainan
autosomal dominan. Pada sindrom ini, sutura sagital dan koronal keduanya mengalami
penyatuan. Akan tetapi, ciri-ciri fasial dan kranial cenderung lebih berat daripada
sindrom Apert. Sebagai tambahan, tidak ada bukti terjadinya sindaktili pada sindro
Crouzon, dan anak yang terkena biasanya memiliki intelijensia yang normal.

Sindroma Pfeiffer lebih jarang daripada sindroma Apert atau Crouzon, dan
kondisi ini juga merupakan kelainan autosomal dominan. Sindrom Pfeiffer dibagi
menjadi tiga tipe, dengan tipe 2 dan 3 memiliki bentuk yang lebih berat dan memiliki
prognosis yang lebih buruk dimana biasanya sering mengenai banyak sutura. Jenis
sindaktili yang beragam ditemukan pada sindrom ini, yang biasanya terlihat tidak
signifikan seperti pada sindrom Apert.

Kondisi kraniosinostosis unik lain adalah trigonosefali, yang dihasilkan dari


penutupan dari sutura metopik, dan biasanya tidak bersifat sindromik. Penutupan dari
sutura metopik menciptakan tampilan dari dahi yang menyerupai segitiga. Deteksi
prenatal dari kraniosinostosis ini mungkin sulit, dan seringkali hanya kasus yang berat
teridentifikasi pada pemeriksaan ultrasonografi prenatal. Hiperekogenik tulang
tengkorak juga telah tervisualisasikan pada awal 9 minggu usia kehamilan. Sutura yang
hipoekoik menjadi lebih tipis seiring perkembangan kehamilan. Bentuk kepala janin
yang abnormal atau parameter pertumbuhan (diameter biparietal dan oksipitofrontal)
atau tidak tampak visualisasi dari sutura harus memberikan kecurigaan untuk
kraniosinostosis. Akan tetapi, bentuk tengkorak yang abnormal dapat muncul nantinya,
4 sampai 16 minggu sebelum penutupan seluruhnya dari sutura. Pelebaran dari sutura
yang tidak menyatu juga dapat ditemukan dan paling baik divisualisasikan dengan
ultrasonografi 3D.

Sumbing pada bibir dan palatum merupakan anomali wajah yang biasa
ditemukan, dengan insidens 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insidens pada janin jauh lebih
tinggi dan kebanyakan kasus ini juga disertai malformasi lain. Sumbing pada palatum
saja terjadi pada sekitar 1 dari 2500 kelahiran hidup pada kulit putih. Sumbing pada
bibir lebih sering pada laki-laki dan sumbing pada palatum lebih sering pada
perempuan. Sumbing pada biibir adaah pemisahan satu atau lebih bagian pada bibir
bagian atas. Sumbing pada bibir dapat berupa indentasi kecil pada bibir sampai
pemisahan pada bibir yang dapat meluas sampai ke salah satu atau kedua liubang
hidung. Sumbing pada bibir terjadi pada sekitar minggu ke 6 atau ke 8 kehamilan
dimana ketika struktur pada rahang bagian atas tidak menyatu secara benar dan bibir
bagian atas tidak sepenuhnya menyatu. Terkadang rongga hidung, palatum, dan higi
bagian atas juga terkena pada pembukaan atap mulut yang berkembang ketika sumbing
pada tulang dan jaringan palatum yang tidak sepenuhnya menyatu selama masa
pertumbuhan janin, terkadang antara minggu ke 7 dan 12 kehamilan keparahan dan tipe
dari sumbing palatum bermacam-macam berdasarkan pada dimana sumbing tersebut
terjadi pada palatum dan apakah semua lapisan dari palatum terkena atau tidak. Bentuk
yang ringan pada sumbing palatum mungkin saja tidak terlihat karena adanya jaringan
yang menutupi sumbing tersebut. Sumbing palatum yang komplit melibatkan semua
lapisan jaringan lunak pada palatum mole dan meluas sampai mengenai palatum durum
dan mungkin dapat berlanjut sampai ke bibir dan hidung. Terkadang masalah yang
berkaitan dengan sumbing palatum juga meliputi deformitas pada rongga hidung
dan/atau septum yang memisahkan rongga hidung tersebut.
Makroglosia secara sibjektif didefinisikan sebagai penonjolan dari lidah yang
meluas melebihi gigi dan bibir. Temuan ini khas pada sindrom Beckwith-Wiedemann,
sebuah sindrom pertumbuhan yang berlebih yang telah sukses dideteksi pada
pencitraan USG antenatal. Trisomi 21, tidak adanya tiroid, triploidi, kelainan
penyimpanan metabolik, dan banyak sindrom genetik lain juga dapat tampak
bersamaan dengan makroglosia baik pada saat prenatal atau, lebih sering, setelah lahir.
Penonjolan dari lidah paling baik dilihat pada gambaran potongan sagital namun sering
kali tidak terdeteksi pada akhir trimester kedua atau ketiga.

Ukuran yang abnormal dari dagu, mikrognatia dan makrognatia, dan panjang
yang abnormal dari philtrum (pendek atau panjang) merupaka ciri morfologi pada
beberapa sindrom. Mikrognatia merupakan temuan yang sering pada kebanyakan
aberasi kromosom dan sindroma dismorfik. Pemeriksa telah melaporkan sekelompok
mikroganita subjektif, dimana 66% memiliki abnormalitas kromosom. Peneliti lain
melaporkan bahwa mikrognatia berhubungan dengan aneuploidi pada 25% dan 38%
kasus. Dimensi normatif yang dikembangkan untuk penilaian panjang dagu secara
objektif, pengukuran dari panjang dagu, dilakukan antara bibir bagian bawah dan apeks
dagu pada potongan mid-sagital.

Diagnosis banding tumor kongenital pada regio orofaring meliputi teratoma,


hemangioma, limfangioma, neurofibroma, dan tumor sel granular. Tumor dapat
berkembang selama masa gestasi, seperti kasus yang telah didokumentasikan dengan
hasil sonogram normal pada trimester kedua dan dengan epignathus teridentifikasi
hanya pada kehamilan lanjut. Tumor dapat unidireksional, tumbuh hanya ke arah luar
melalui mulut, atau bidireksional dan meluas keintrakranial. Jenis yang terakhir
merupakan tanda prognosis yang buruk dimana tidak ada laporan bayi yang dapat
bertahan hidup. Pada kasus dengan perluasan unidireksional, proses persalinan dan
ketahanan hidu dapat menggunakan kombinasi pencitraan USG 2D dan 3D, dimana
penilaian rinci dari leher janin dapat ditentukan. Pada sebuah penelitian oleh Liberty
dan kawan-kawan pada 582 janin yang menjalani skrining USG rutin, struktur leher
janin terlihat dengan jelas pada 23% janin pada minggu 10 sampai 13 , 29% pada
minggu 14 sampai 16, 35% pada minggu 17 sampai 19, dan 88% pada minggu 20
sampai 24. Keberhasilan pencitraan selanjurnya bergantung pada masa kehamilan.
Struktur yang dapat terlihat meliputi komponen multipel pada faring dan laring fetus
sekaligus esofagus. Penilaian pada lima penampang standar bertujuan untuk
mengevaluasi laring dan faring, termasuk penampang koronal posterior, penampang
koronal anterior, dan tiga penampang aksial (high, mid, low). Tabel yang terstandar
dibuat untuk laring dan faring bersasarkan pada penelitian Liberty dan kawan-kawan.
Gambaran ini paling baik diperoleh menggunakan rekonstruksi multiplanar 3D;
meskipun demikian, USG real time 2D berguna dalam mendeteksi aliran cairan amnion
dengan Doppler warna melalui faring dan laring ke dalam paru janin dan melalui
esofagus ke gaster janin. Esofagus janin, ketika terdekompresi, terlihat sebagai dua
garis ekogenik yang merepresentasikan serosa dan mukosa dengan dinding muskular
hipoekogenik disekelilingnya. Anomali yang dapat terdeteksi melalui pencitraan
struktur dasar dari leher janin ini termasuk atresia laring atau esofagus atau fistula
trakeoesofageal sepanjang panjang badan janin. Limfangioma merupakan malformasi
limfatik yang mirip dengan higroma kistik yang menginfiltrasi ruang subkutan dan
septum muskular. Kelainan ini dapat terlihat dengan USG prenatal sebagai massa pada
leher janin yang ukurannya bervariasi dengan komponen kistik yang menginfiltrasi
jaringan sekitarnya. Kelainan ini membutuhkan pembedahan segera baik pada saat
lahir dimana saat adanya kompromi saluran nafas pada masa kehidupan neonatus.
Resolusi spontan jarang terjadi. Higroma kistik dapat sembuh pada beberapa kasus
ketika masa gestasi, dengan teori bahwa pada janin ini, terjadi rekanalisasi dari
pembuluh limfe dan berkembangnya pembuluh kolateral. Untuk kelanjutan kehamilan,
higroma kistik terisolasi yang diidentifikasi pada trimester pertama, pada keadaan lain
pada janin yang normal, telah menunjukkan adanya perbaikan sebesar 78%. Pada
sebuah penelitian kontemporer besar pada hampir 40.000 pa higroma kistik sien yang
diskrining pada trimester pertama, frekuensi dari higroma kistik ditemukan sebanyak
1 dalam 285, sedangkan pada penelitian lain frekuensinya sebesar 1,7%. Beberapa
orang menganggap higroma sebagai sebuah gambaran translusensi ekstrim yang besar
pada daerah nuchae. Pada pencitraan USG, giroma kistik dan distensi bilateral dari
sakus jugularis tampak sebagai struktur hipoekoik pada nuchal space janin. Kelainan
ini dapat bersepta atau tidak bersepta. Septa fibrosa multiple dapat memberikan
gambaran seperti honeycomb.

Higroma memiliki ukuran yang bervariasi dan dapat dihubungkan dengan


temuan USG pada hidrops, termasuk edema kulit, efusi pada pleura dan perikard, dan
asites. Higroma kistik merupakan sebuah temuan sonografi yang perlu diperhatikan,
karena kelainan ini biasanya berhubungan dengan aneuploidi, anomali janin, dan
kematian janin. Pada sebuah penelitian pada 134 kasus, 51% berhubungan dengan
aneuploidi yang telah terkonfirmasi sementara 34% dari kasus sisanya berhubungan
dengan malformasi struktural mayor. Higroma pada trimester pertama telah
menunjukkan hubungan yang lebih dengan trisomi 21 dan pada trimester kedua dengan
45, X (sindrom Turner), meskipun kelainan ini dapat terlihat pada aneuploidi lainnya.
Septa dam higroma kistik yang lebih besar telah menunjukkan terutama berkenaan
dengan hubungannya dengan aneuplodi dan anomali.

Higroma kistik pada janin euploidi dapat pterygium colli (webbed neck) setelah
lahir. Higroma anterior atau limfangioma, dibanding dengan posterior, tidak memiliki
hubungan serupa dengan aneuploidi. Teratoma merupakan tumor yang jarang, yang
terjadi pada 1 dari 20.000 sampai 1 dari 40.000 kelahiran hidup, dan sekitar 5% dari
kelainan ini berlokasi pada regio servikal. Kelainan ini paling sering bersifat jinak,
walaupun transformasi ganas pernah dilaporkan. Seperti tumor epignathus pada mulut,
tumor ini berasal dari ketiga lapisan sel germinal. Pada pencitraan USG, tumor terlihat
sebagai massa faringeal yang biasanya melintasi garis tengah dengan komponen solid
dan kistik. Goiter janin juga dapat bermanifestasi sebagai massa leher anterior yang
dapat menyebabkan kompresi trakea dan masalah jalan nafas neonatal pada saat lahir.
Pada pencitraan USG, kelainan ini bersifat homogen, massa pada leher bagian tengah
yang seragam dengan batas yang tegas yang dapat menyebabkan
hiperekstensi/retrofleksi pada leher janin. Defisiensi yodium, kelebihan pengobatan
pada ibu.
Penyakit graves atau penyebab lain dari hipertiroid, pergantian tiroid yang
berlebihan, dan hipotiroid kongenital; dapat menyebabkan perkembangan goiter janin.
Jika penyebabnya merupakan masalah medis pada ibu, hal ini dapat atasi secara tepat;
akan tetapi, jika adanya dugaan terjadinya hipotiroid kongenital, pengambilan sampel
darah umbilikal perkutaneus mungkin diperlukan untuk menilai status tiroid janin dan
menentukan penatalaksanaan yang benar. Jika telah teridentifikasinya hipotiroid janin
yang signifikan, hal ini dapat berhasil diobati dengan levotiroksin intraamnion;
tatalaksana ini menyebabkan penurunan ukuran goiter dan menurunkan risiko
kompresi trakeal pada saat lahir. Jika patensi trakea sangat diragukan pada saat
sonografi dan MRI prenatal, dan massa tersebut mungkin tidak mengganggu atau
membuat adanya masalah pada jalan nafas saat persalinan, goiter janin tersebut juga
dapat diatasi secara konservatif dengan pengobatan hipotiroid kongenital yang dimulai
setelah kelahiran.

Anda mungkin juga menyukai