1396 - Diagnosis USG
1396 - Diagnosis USG
Pada tahap awal embryogenesis, faktor genetic memiliki peran dominan dalam proses
perkembangan wajah janin. Pada tahap akhir, pengaruh lingkungan menjadi lebih
meningkat. Malfromasi wajah dapat disebabkan oleh kelainan kromosomal dan juga
faktor-faktor teratogenik. Oleh sebab itu, dismorfisme wajah dapat memberikan
petunjuk apakah kelainan tersebut disebabkan oleh abnromalitas dari kromosom atau
genetic. Diagnosis post-natal dismorfisme wajah merupakan sebuah diagnosis
pediatrik yang sudah biasa dikenal, terutama berdasarkan pola diagnosis yang
berhubungan dengan tampilan dari salah satu atau kombinasi dari ciri wajah , seperti
low-set ears, hipohipertelorisme, orbita yang kecil, mikrognatia, retrognatia dan lain-
lain. Beberapa ciri tersebut dapat dideteksi pada masa prenatal (Benacerraf, 1998).
Lebih dari 250 sindrom berhubungan dengan pertumbuhan yang disproporsional dari
ciri-ciri abnormal pada wajah janin.
Penilaian struktur wajah janin dianjurkan pada tampilan penampang koronal dan
mid-sagital. Tampilan profil wajah janin harus diperoleh melalui sebuah garis khayal
yang melewati nasi (jembatan hidung) dan gnathion (tonjolan bawah dagu). Garis
khayal ini terletak vertical dari tulang maksila. Pada tampilan ini, struktur-struktur
berikut dapat diidentifikasi: jembatan dan puncak hidung, filtrum (area di antara hidung
dan bibir atas), bibir atas dan bawah, dan dagu.
Gambar. A Menjelaskan jarak antara puncak hidung ke mulut (garis antara bibir)
B. dari mulut ke dagu
Katarak adalah opasitas pada lensa dan menjadi penyebab kebutaan pada 10%
anak usia pre-sekolah di negara-negara Barat. Katarak janin dapat terjadi berhubungan
dengan penyakit infeksi, anomali kromosomal atau sindroma sistemik.
Siklopia adalah sebuah anomali yang ditandai oleh fossa orbita tunggal, dengan
fusi bulbi, kelopak mata, dan aparatus lakrimal dengan derajat yang beragam. Biasanya
terdapat satu mata atau mata yang terbagi secara parsial pada satu orbita dan arhinia
dengan proboscis. Tidak terdapat hidung yang normal dan struktur proboscis yang
berasal dari nasal root juga dapat terlihat. Diagnosis banding dari kasus ini meliputi
etmosefali (hipotelorisme ekstrim, arhinia dan proboscis tumpul yang terletak di antara
mata) dan seboefali (hipotelorisme dengan hidung yang memiliki rongga tunggal, tanpa
adanya midline cleft). Pada etmosefali, tulang hidung, maksila, dan septum nasi dan
rongga hidung hilang dan tulang lakrimal dan palatina menyatu.
Telinga kecil abnormal telah tercatat sebagai salah satu temuan pada bayi baru
lahir dengan trisomi 21 dan aneuploidi lain. Telinga pada bayi ini sering disebut sebagai
telina yang kecil, low-set, dan mengalami malformasi. Panjang dari telinga yang
pendek tersebut ditemukan menjadi karakteristik klinis yang paling konsisten dalam
membuat diagnosis sindrom Down. Secara sonografi, panjang dari telinga janin yang
pendek dapat menjadi parameter dalam memprediksi aneuploidi janin. Penelitian
sonografi menyarankan bahwa pengukuran panjang telinga pendek mungkin dapat
menjadi prediktor yang berguna untuk anomali janin.
Sindroma Pfeiffer lebih jarang daripada sindroma Apert atau Crouzon, dan
kondisi ini juga merupakan kelainan autosomal dominan. Sindrom Pfeiffer dibagi
menjadi tiga tipe, dengan tipe 2 dan 3 memiliki bentuk yang lebih berat dan memiliki
prognosis yang lebih buruk dimana biasanya sering mengenai banyak sutura. Jenis
sindaktili yang beragam ditemukan pada sindrom ini, yang biasanya terlihat tidak
signifikan seperti pada sindrom Apert.
Sumbing pada bibir dan palatum merupakan anomali wajah yang biasa
ditemukan, dengan insidens 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insidens pada janin jauh lebih
tinggi dan kebanyakan kasus ini juga disertai malformasi lain. Sumbing pada palatum
saja terjadi pada sekitar 1 dari 2500 kelahiran hidup pada kulit putih. Sumbing pada
bibir lebih sering pada laki-laki dan sumbing pada palatum lebih sering pada
perempuan. Sumbing pada biibir adaah pemisahan satu atau lebih bagian pada bibir
bagian atas. Sumbing pada bibir dapat berupa indentasi kecil pada bibir sampai
pemisahan pada bibir yang dapat meluas sampai ke salah satu atau kedua liubang
hidung. Sumbing pada bibir terjadi pada sekitar minggu ke 6 atau ke 8 kehamilan
dimana ketika struktur pada rahang bagian atas tidak menyatu secara benar dan bibir
bagian atas tidak sepenuhnya menyatu. Terkadang rongga hidung, palatum, dan higi
bagian atas juga terkena pada pembukaan atap mulut yang berkembang ketika sumbing
pada tulang dan jaringan palatum yang tidak sepenuhnya menyatu selama masa
pertumbuhan janin, terkadang antara minggu ke 7 dan 12 kehamilan keparahan dan tipe
dari sumbing palatum bermacam-macam berdasarkan pada dimana sumbing tersebut
terjadi pada palatum dan apakah semua lapisan dari palatum terkena atau tidak. Bentuk
yang ringan pada sumbing palatum mungkin saja tidak terlihat karena adanya jaringan
yang menutupi sumbing tersebut. Sumbing palatum yang komplit melibatkan semua
lapisan jaringan lunak pada palatum mole dan meluas sampai mengenai palatum durum
dan mungkin dapat berlanjut sampai ke bibir dan hidung. Terkadang masalah yang
berkaitan dengan sumbing palatum juga meliputi deformitas pada rongga hidung
dan/atau septum yang memisahkan rongga hidung tersebut.
Makroglosia secara sibjektif didefinisikan sebagai penonjolan dari lidah yang
meluas melebihi gigi dan bibir. Temuan ini khas pada sindrom Beckwith-Wiedemann,
sebuah sindrom pertumbuhan yang berlebih yang telah sukses dideteksi pada
pencitraan USG antenatal. Trisomi 21, tidak adanya tiroid, triploidi, kelainan
penyimpanan metabolik, dan banyak sindrom genetik lain juga dapat tampak
bersamaan dengan makroglosia baik pada saat prenatal atau, lebih sering, setelah lahir.
Penonjolan dari lidah paling baik dilihat pada gambaran potongan sagital namun sering
kali tidak terdeteksi pada akhir trimester kedua atau ketiga.
Ukuran yang abnormal dari dagu, mikrognatia dan makrognatia, dan panjang
yang abnormal dari philtrum (pendek atau panjang) merupaka ciri morfologi pada
beberapa sindrom. Mikrognatia merupakan temuan yang sering pada kebanyakan
aberasi kromosom dan sindroma dismorfik. Pemeriksa telah melaporkan sekelompok
mikroganita subjektif, dimana 66% memiliki abnormalitas kromosom. Peneliti lain
melaporkan bahwa mikrognatia berhubungan dengan aneuploidi pada 25% dan 38%
kasus. Dimensi normatif yang dikembangkan untuk penilaian panjang dagu secara
objektif, pengukuran dari panjang dagu, dilakukan antara bibir bagian bawah dan apeks
dagu pada potongan mid-sagital.
Higroma kistik pada janin euploidi dapat pterygium colli (webbed neck) setelah
lahir. Higroma anterior atau limfangioma, dibanding dengan posterior, tidak memiliki
hubungan serupa dengan aneuploidi. Teratoma merupakan tumor yang jarang, yang
terjadi pada 1 dari 20.000 sampai 1 dari 40.000 kelahiran hidup, dan sekitar 5% dari
kelainan ini berlokasi pada regio servikal. Kelainan ini paling sering bersifat jinak,
walaupun transformasi ganas pernah dilaporkan. Seperti tumor epignathus pada mulut,
tumor ini berasal dari ketiga lapisan sel germinal. Pada pencitraan USG, tumor terlihat
sebagai massa faringeal yang biasanya melintasi garis tengah dengan komponen solid
dan kistik. Goiter janin juga dapat bermanifestasi sebagai massa leher anterior yang
dapat menyebabkan kompresi trakea dan masalah jalan nafas neonatal pada saat lahir.
Pada pencitraan USG, kelainan ini bersifat homogen, massa pada leher bagian tengah
yang seragam dengan batas yang tegas yang dapat menyebabkan
hiperekstensi/retrofleksi pada leher janin. Defisiensi yodium, kelebihan pengobatan
pada ibu.
Penyakit graves atau penyebab lain dari hipertiroid, pergantian tiroid yang
berlebihan, dan hipotiroid kongenital; dapat menyebabkan perkembangan goiter janin.
Jika penyebabnya merupakan masalah medis pada ibu, hal ini dapat atasi secara tepat;
akan tetapi, jika adanya dugaan terjadinya hipotiroid kongenital, pengambilan sampel
darah umbilikal perkutaneus mungkin diperlukan untuk menilai status tiroid janin dan
menentukan penatalaksanaan yang benar. Jika telah teridentifikasinya hipotiroid janin
yang signifikan, hal ini dapat berhasil diobati dengan levotiroksin intraamnion;
tatalaksana ini menyebabkan penurunan ukuran goiter dan menurunkan risiko
kompresi trakeal pada saat lahir. Jika patensi trakea sangat diragukan pada saat
sonografi dan MRI prenatal, dan massa tersebut mungkin tidak mengganggu atau
membuat adanya masalah pada jalan nafas saat persalinan, goiter janin tersebut juga
dapat diatasi secara konservatif dengan pengobatan hipotiroid kongenital yang dimulai
setelah kelahiran.