Anda di halaman 1dari 31

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Madani Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFARAT
“ DEMENSIA“

DISUSUN OLEH :
NUR AISYAH LATIFAH
N 111 17 015

PEMBIMBING KLINIK
dr. Nyoman Sumiati, M.Biomed., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSD MADANI PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Nur Aisyah Latifah

No. Stambuk : N 111 17 015

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Demensia

Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Madani Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Oktober 2017

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Nyoman Sumiati, Sp.KJ) (Nur Aisyah Latifah)

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. 1
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. 4
Demensia dalam PPDGJ III termasuk dalam gangguan mental organic yaitu gangguan
mental yang berkaitan dengan penyakit sistemik/ otak. Termasuk gangguan mental
somtomatik dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/ganggaun sistemik di luar otak. 5
Gambaran utama :
1. Gangguan fungsi kognitif
Misalnya, daya ingat (memory), daya pikir(intellect), daya belajar ( learning).
2. Gangguan sensorium,
Misalnya gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian (attention).
3. Sindrom dengan manifestasi menonjol :
Misalnya persepsi, isi pikir, mood dan afek.

Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:

1. Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)


2. Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

1. Definisi demensia
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. 1
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran.2
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif
serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir ,
daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada
kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial
atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan
pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. 1
Pedoman diagnostic menurut PPDGJ III menuturkan bahwa demensia disertasi
dengan penurunan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian
seseorang (personal activites of daily living) seperti mandi, Berpakaian, makan, kebersihan
diri, buang air besar dan kecil. tidak ada gangguan kesadaran dan gejala disabilitas sudah
nyata untuk paling sedikit 6 bulan. 5

Klasifikasi

Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur


otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III).1

4
Menurut Umur:1
 Demensia senilis (>65th)
 Demensia prasenilis (<65th)

Menurut kerusakan struktur otak

 Tipe Alzheimer
 Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia terkait dengan HIV-AIDS
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
o Palsi Supranuklear progresif
o Ytt

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan mental
organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;

 F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer


F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
- Onset sebelum usia 65 tahun
- Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteorisasi)
- Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan faktor
yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
- Sama tersebut diatas hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalanan
penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai
gambaran utamanya.
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran

5
- Yang tidak cocok dengan pedoman untuk F00.0 atau F00.1, tipe campuran adalah
demensia Alzheimer + vaskuler
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

 F 01 Demensia Vaskular
- Terdapatnya gejala demensia
- Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya
daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri
(insight) dan daya nilai secara relative tetap baik.
- Suatu onset yang mendadak atau deteorisasi yang bertahap disertai adanya
gejala neurologis fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskuler. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksan CT-scan atau pemeriksaan neuro patologis.
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
- Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat thrombosis
serebrovaskular, emolisme, atau perdarahan. Pada kasus-kasus jaran, satu
infark yang besar dapat sebagai penyebabnya.
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
- Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor
yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
- Focus kerusakan akibat iskemik pada substansi alba di hemisferi serebral,
yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-scan. Korteks
serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip
dengan demensia pada penyakit Alzheimer.
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
- Komponen campuran kortikal dan sub dapat diduga dari gambaran klinis,
hasil pemeriksaanatau keduanya
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
 F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK

6
- Adnya gejala demensia yang progresif
- Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang
menonjol, disertai euphoria, emosi tumpul, dan prilaku social yang kasar, di
inhibisi dan apatis atau gelisah.
- Manifestasi gangguan prilaku pada umumnya mendahului daya ingat.
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini:
- Demensia yang progresif merusak
- Penyakit pyramidal dan ekstramidal dengan mioklonus
- Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
- Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform , demensia, dan riwayat
keluarga dengan penyakit Huntington
- Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan, dan bahu
atau cara berjalan yang khas, merupakan manifestasi dini dari gangguan ini.
Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia dan jarang sekali gejala dini
mendahului gejala demensia.
- Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada ahap
dini, dengan daya ingat relative masih terpelihara, sampai saat selanjutnya.
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
- Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang
sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
- Pada pasien hiv tanpa infeksi lain
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di -Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
- Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam
kondisi somatic dan serebral lainnya.
 F03 Demensia YTT.5

7
Epidemiologi

Demensia dianggap penyakit yang timbul pada akhir hidup karena cenderung berkembang
terutama pada orang tua. Sekitar 5% sampai 8% dari semua orang di atas usia 65 tahun memiliki
beberapa bentuk demensia, dan jumlah ini meningkat dua kali lipat setiap lima tahun di atas usia
itu. Diperkirakan bahwa sebanyak setengah daripada orang berusia 80-an menderita demensia.4
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia
sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun
prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas
85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.3

8
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita
jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s
diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk
seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada
wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. 1,2,4
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang
secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor
predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang
yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar
10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.1,3
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5
persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai
jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson. 1

9
1. Demensia Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi
nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51
tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun.

Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun


demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah
penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.2,3

Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Kemungkinan faktor genetik dan


lingkungan yang sedang diteliti (APoE atau β Secretase). Berdasarkan hasil riset,
menunjukan adanya hubungan antara kelainan neurotransmitter dan enzim-enzim yang
memetabolisme neurotransmitter tersebut. 3

Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,


kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. 4

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik. 3

10
Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. Faktor risiko terjadinya penyakit
Alzheimer diantaranya yaitu usia lebih dari 65 tahun, faktor keluarga dan abnormalitas
pada gen ApolipoproteinE (APoE) terutama pada ras kaukasian. 3

Patogenesis

Pasien umumnya mengalami atrofi kortikal dan berkurangnya neuron secara


signifikan terutama saraf kolinergik. Kerusakan saraf kolinergik terjadi terutama pada
daerah limbik otak (terlibat dalam emosi) dan kortek (Memori dan pusat pikiran). Terjadi
penurunan jumlah enzim kolinesterasi di korteks serebral dan hippocampus sehingga
terjadi penurunan sintesis asetilkolin di otak. 1

Di otaknya juga dijumpai lesi yang disebut senile (amyloid) plaques dan
neurofibrillary tangles, yang terpusat pada daerah yang sama di mana terjadi defisit
kolinergik sehingga plak tersebut berisi deposit protein yang disebut ß-amyloid. Amyloid
adalah istilah umum untuk fragment protein yang diproduksi tubuh secara normal. Beta-
amyloid adalah fragment protein yang terpotong dari suatu protein yang disebut amyloid
precursor protein (APP), yang dikatalisis oleh β-secretase. Pada otak orang sehat,
fragmen protein ini akan terdegradasi dan tereliminasi. 1

Sejumlah patogenesis penyakit alzheimer yaitu:


1) Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita
alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19. 4

11
Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom
21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), ssenile plaque dan
penurunan. Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatolgi pada penderita alzheimer. 4
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50%
adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor
genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%),
beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan
bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer. 4

2) Protein precursor amyloid


Protein prekursor amiloid Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada
lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan
empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen
utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan
hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi
kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan
dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu
proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana
proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab
utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi
yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor amiloid
maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer
untuk menjawab pertanyaan tersebut. 4

3) Gen E4 Multiple
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga
kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang
memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang

12
tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal
direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa
demensia dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita demensia. 4

4) Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel
serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer
adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada
korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan
serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer
terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan
serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena
tersebut juga ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk
syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak
yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya
ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus. Plak
senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit
Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam
beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal. 4

5) Faktor lingkungan
faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer.
Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan
neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles
(NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara
pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau
sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum
jelas. 4

13
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron. 4

6) Faktor Imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. 4
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari
penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas. 4
7) Faktor Trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik,
dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles. 2
8) Faktor Neurotransmiter
Neurotrasnmitter yang paling sering disangku pautkan dalam patofisiologi
penyakit Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, yang keduanya dihipotesiskan
menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Sejumlah studi telah melaporkan data yang
konsisten dengan hipotesis bahwa terjadi degenerasi spesifik neuron kolinergik di nucleus
basalis meynert pada orang Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya deficit
kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah data yang menunjukkan penurunan
konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di otak. Kolin asetiltransferase
merupakan enzim kunci untuk sintesis asetilkolin dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase memberi kesan berkurangnya jumlah neuron kolinergik yang tersedia.
Dukungan lain untuk hipotesis deficit kolinergik ini berasal dari pengamatan bahwa
antagonis kolinergik, seperti skopolamin dan atropine, merusak kemampuan kognitif,
sementara agonis kolinergik, seperti fisostigmin dan arekolin, meningkatkan kemampuan

14
kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada Alzheimer ini diusulkan berdasarkan
berkurangnya neuron yang mengandung norepinefrin di lokus seruleus yang ditemukan
pada sejumlah pemeriksaan patologi otak penderita penyakit Alzheimer. Tiga
neurotransmitter lain yang dikaitkan ialah glutamate dan peptide neuroaktif somatostatin
dan kortikotropin: penurunan konsentrasi masing-masing neurotransmitter tersebut
dilaporkan terjadi pada penderita Alzheimer. 4

Gejala Klinik
Penyakit ini menyebabkan penurunan kemampuan intelektual penderita secara progresif
yang mempengaruhi fungsi sosialnya, meliputi penurunan ingatan jangka pendek atau
kemampuan belajar atau menyimpan informasi, penurunan kemampuan berbahasa, kesulitan
menemukan kata atau kesulitan memahami pertanyaan atau petunjuk, ketidakmampuan
menggambar atau mengenal gambar dua-tiga dimensi, dan lain-lain. 3

Kategori Gejala pada Alzheimer

Diagnosa
Pedoman Diagnostik PPDGJ III:
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit
ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan

15
tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil(plateau)
secara nyata.
3. Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaaan khusus, yang menyatakan bahwa
kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat
menimbulkan demensia (misalnya, hipotiroidisme , hiperkalsemia, def. B12, def, niasin,
neurosifilis, hidrosefalus bertekan normal, atau hematoma subdural).
4. Tidak adanya serangan apoplektik mendaak atau gejala neurologic kerusakann otak fokal
seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik defek lapangan pandang mata, dan
inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu(walaupun fenomena ini di
kemudian hari dapat bertumpang tindih). 5

16
4.Pemeriksaan Penunjang
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000
gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer,
sistem somatosensorik tetap utuh. 1
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
1. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks,
hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak.
NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak
manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy.
Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. 1

17
2. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang
berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile
plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis,
dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks
visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. 1
Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. 1
3. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan
sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe
dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada
neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer. 2
4. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP ,
perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak. 2
5. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan

18
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi
penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer. 2
b. Pemeriksaan radiologi

 MRI atau Ct-Scan otak alah pemeriksaan radiologi yang utama. Pada penderita
Alzheimer, MRI atau CT-scan akan menunjukkan atrofi serebral atau kortikal
yang difus.
 SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi jaringan di
daerah Temporoparietalis bilateral yang biasanya terjadi pada penderita
Alzheimer.
 PET Scan .Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas metabolic di daerah
temporoparietalis bilateral.
 Indikasi MRI/CT Scan pada penderita demensia
 Awitan terjadi pada usia < 65 tahun.
 Manifestasi Klinis timbul < 2 tahun
 Tanda atau gejala neurologi asimetris.
 Gambaran klinis Hidrosefalus tekanan normal {NPH (Normal pressure
hydrocephalus)}2

c. EEG

Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan aktivitas teta
yang menyeluruh.2

d. Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.


Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara
selektif.

19
Prognosis

Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai survival rate 5-10 tahun


setelah diagnosis ditegakkan dan seringkali meninggal karena infeksi. Penurunan kognitif
serta sifat ketergantungan yang dialami pasien Alzheimer memberikan beban mental,
fisik, dan ekonomi yang berat terutama kepada keluarga dan kerabat dekat yang
mengurus pasien.2

2. Demensia Vaskular

Demensia vascular ialah sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak akibat
penyakit serebrovaskular atau stroke. Demensia vascular merupakan penyebab demensia
kedua tersering setelah demensia Alzheimer.2

A. Epidemiologi
Sepertiga penderita pascastroke yang masih hidup didiagnosis demensia vascular.2

B. Etiologi
Stroke, penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis, dan HIV), penggunaan alcohol
kronis, pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenic, dan aluminium),
trauma kepala berulang pada petinju professional, penggunaan obat-obatan jangka
panjang, obat-obatan sedative, dan analgetik.2

C. Patofisiologi
Mekanisme demensia vaskular :
a. Degenerasi yang disebabkan faktor genetic, peradangan, atau perubahan biokimia.
b. Aterosklerosis, infark thalamus, ganglia basalis, jaras serebral, dan area di sekitarnya.
c. Trauma, lesi di serebral terutama di lobus frontalis dan temporalis, korpus kalosum,
dan mesensefalon.
d. Kompresi, TIK meningkat, dan hidrosefalus kronis (NPH

20
Sebagai fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk memori jangka
panjang dibandingkan dengan korteks lainnya. Kegagalan dalam tes fungsi verbal (afasia)
berhubungan dengan gangguan di hemisfer serebral dominan, khususnya di bagian
perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan parientalis. Kehilangan kemampuan
membaca dan berhintung berhubungan dengan lesi di hemisfer serebri dominan bagian
posterior. Gangguan menggambar dan membangun bentuk sederhana dan kompleks
dengan balok, tongkat, serta mengatur gambar, biasanya terjadi bila terdapat lesi di lobus
parientalis hemisfer serebri nondominan.2

D. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu kegiatan
harian seseorang seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar, dan
kecil.2 Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan
disabilitas telah timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.2

21
E. Diagnosis

22
Tabel : Skor Iskemik Hachinski2

Riwayat dan Gejala Skor


Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalanan Klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relative tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit serebrovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2

Skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia
vaskuler

 Bila skor ≤ 4 : demensia Alzheimer


 Bila skor ≥ 7 : demensia Vaskuler

B. Diagnosis banding
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
A. Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler
seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang
bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal

23
lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana
hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler. 4

B. Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks


Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis
fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun
berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh
mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak
sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan
parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi
mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA
merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus
membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem
karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya
gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi
sistem karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan
hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin
dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko
infark serebri pada pasien dengan TIA. 4

C. Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan
demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam
perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang
bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 4

24
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit Kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, Biasanya penyakit otak kronik
dehidrasi, guna/putus obat) (sptAlzheimer, demensia
vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif
Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu periodik Normal intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren, Sulit menemukan istilah tepat
inadekuat, angka pendek terganggu Jangka pendek dan panjang
nyata terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang terjadi
kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklus tidurnya Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

D. Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related
cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien
dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi

25
yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien
dengan demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi. 4

E. Proses penuaan yang normal


Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif yang
signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat terjadi
sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang
dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh
ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori
tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien. 4

C. Farmakoterapi demensia
Penatalaksanaan untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilitatif.
Sasaran terapi simtomatik adalah mengurangi gejala kognitif, perilaku dan psikiatrik.
Tabel : Jenis, dosis, dan efek samping obat-obat demensia.2

Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efek Samping


Donepezil Penghambat DA ringan Dosis awal 5 mg/hr bila perlu, Mual, muntah,
(Aricept) Kolinesterase sedang setelah 4-6 minggu menjadi diare, insomnia
10mg/hr.
Galantamine Penghambat DA ringan Dosis awal 8 mg/hr; setiap Mual, muntah,
(remynil) kolinesterase sedang bulan dosis dinaikkan 8 mg/hr diare, anoreksia
hingga dosis maksimal 24
mg/hr.
Rivastigmine Penghambat DA ringan Dosis awal 2x1,5mg/hr; setiap Mual, muntah,
(Exelon) kolinesterase sedang bulan dinaikkan 2x1,5mg/hr pusing, diare,
hingga dosis maksimal 2x6 anoreksia
mg/hr.
Memantine Penghambat DA Dosis awal 5mg/hr; setelah 1 Pusing, nyeri
reseptor sedang minggu , dosis dinaikkan kepala,
NMDA berat menjadi 2x5 mg/hr dan konstipasi

26
seterusnya hingga dosis
maksimal 2x10 mg/hr

Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan Psikiatrik dan perilaku
pada demensia.2

Depresi
Nama Obat Dosis Efek Samping
Sitalopram 10-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan disfungsi seksual
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan mengantuk
Sertralin 25-100mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan disfungsi seksual
Fluoksetin 10-40mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, dan ansietas
Venlaflaksin 37,5-225mg/hr Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, dan mulut kering
Duloksetin 30-60mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk, dan insomnia
Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif
Quetiapin 25-300mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi, dyspepsia, dan
peningkatan berat badan.
Olanzapin 2,5-10mg/hr Peningkatan berat badan, mulut kering, peningkatan nafsu
makan, pusing, mengantuk, dan tremor
Risperidon 0,5-1mg 3x/hr Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, pusing,
nyeri kepala, mual, dan peningkatan berat badan.
Ziprasidon 20-80 mg/hr Kelelahan, mual, interval QT memanjang, pusing, diare, dan
gejala ekstrapiramidal.
Divalproex 125-500 mg Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi, dyspepsia, depresi,
2x/hr ansietas, dan tremor.
Gabapentin 100-300 mg Konstipasi,dyspepsia, kelemahan, hipertensi, anoreksia,
3x/hr vertigo, pneumonia, peningkatan kadar kretinin
Alprazolam 0,25-1mg Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan
3x/hr
Lorazepam 0,5-2mg 3x/hr Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi, muntah, disfungsi

27
seksual
Insomnia
Zolpidem 5-10mg malam Diare, mengantuk
hari
Trezodon 25-100 mg Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi.
malam hari

Terapi dengan menggunakan pendekatan lain


Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk
penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe
dapat memperlambat perkembangan penyakit ini. 2
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif
pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan
fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan
mengenai penggunaan obatantiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah
terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam
pencegahan penyakit. 2

D. Terapi psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. 2

28
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat. 2
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan,
dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2

29
BAB III
KESIMPULAN

Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat
kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas
belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling sering terjadi dan belum ada
penyembuhannya. Demensia vascular merupakan merupakan penyakit kedua setelah demensia
Alzaimer yang dapat menyebabkan demensia. Sebagai dokter kita perlu memberikan edukasi
terhadap pasien dan keluarga pasien. Menasihati keluarga pasien supaya sentiasa mendukung dan
bersabar.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; Dementia; neurolgi klinis dasar;
Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.
2. Dr George Dewanto,Sp.S; Dr wita J. Suwono, Sp.S; Dr Budi Riyanto, Sp.S; Dr Yuda
Turana, Sp.S Demensia Alzheimer, demensia Vaskular, Farmako terapi demensia;
Diagnosis & tatalaksana penyakit saraf; Departemen Ilmu penyakit saraf fakultas
kedokteran UNIKA ATMAJAYA; penerbit buku kedokteran 2009 Bab 12 hal 174-183.
3. Dr. dr. Rusdi Sp.kj. diagnosis gangguan jiwa PPDGJ III dan DSM 5 : 2013.
4. Elvira S.D dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta : FKUI ;2013.
5. Sadock B.J dan Sadock V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC ;2010.

31

Anda mungkin juga menyukai