Anda di halaman 1dari 40

I.

JUDUL PERCOBAAN : Uji Fitokimia Pada Ekstrak Rimpang Daun


Kelor
II. HARI/TANGGAL PERCOBAAN : Rabu, 18 April 2018 Pukul 10.00 WIB
III. HARI/TANGGAL SELESAI PERCOBAAN : Rabu, 18 April 2018 Pukul 16.00
WIB
IV. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Memilih peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan percobaan yang dikerjakan.
2. Memilih bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai dengan percobaan yang
dikerjakan.
3. Mengidentifikasi komponen kimia tumbuhan dari kelompok terpenoid,
steroid, fenolik (antrokuinon, tannin, dan fenol), flavonoid, dan alkaloid yang
terkandung dalam ekstrak rimpang daun kelor.
V. TINJAUAN PUSTAKA
1. Uji Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang
mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara
isolasi atau pemisahannya.
Skrinning fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit
sekunder yang terdapat dalam tumbuhan-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi
secara khas dengan pereaksi tertentu. Metode ini dgunakan untuk mendeteksi adanya
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyaa fenolat, tannin, saponin, kumanin, kuinon,
steroid/terpenoid (Tyler,1988). Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa
kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi untuk
mempertahankan diri dari lingkungan yang kurang menguntungkan seperti
suhu, iklim, maupun gangguan hama dan penyakit tanaman (Harborne, 1987).
Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa daun, batang,
buah, bunga umbi dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan
sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obat - obatan tradisional
(Rohyani, dkk, 2015).
Yang termasuk senyawa metabolit sekunder, yaittu :
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencangkup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk
kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Tyler,1988). Hampir semua alkaloid
yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat
beracun tetapi ada juga yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya
kuinin, morfin, dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis
serta psikologis. Fungsi senyawa alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat
racun untuk melawan serangga atau hewan pemakan tanaman dan sebagai
faktor pengaruh pertumbuhan. Kegunaan lain dari senyawa ini di bidang
farmakologi sebagai stimulan sistem saraf, obat batuk, obat tetes mata, sedative, obat
malaria, kanker, dan anti bakteri. Selain itu, senyawa alkaloida dapat mempercepat
kesembuhan luka dengan meningkatkan Transforming Growth Factor α1 (TGF-α1)
dan Epidermal Growth Factor (EGF) (Porras-Reyee et al., 1993 ; Dong et al., 2005).

Alkaloid dapat di deteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer


menganung kalium iodida dan merkuri, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan
endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendoff mengandung bismuth nitrat dan merkuri
klorida dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah
penyemprotan dengan pereaksi dragendoff membentuk warna jingga
(Sastrohamidjojo,1996).

Gambar 1. Struktur Alkaloid

b. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang di temukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan kuning, yang
ditemukan banyak dalam tumbu-tumbuhan. Sebagian besar flavonoid yang terdapat
dalam tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk
campuran, serta jarang sekali dijumpai berupa senyawa tunggal. Misalnya
antosianin dalam mahkota bunga yang berwarna merah, hampir selalu ditemukan
mengandung senyawa flavon atau flavonol yang tidak berwarna (Tim Dosen Kimia
Organik, 2017).

Pada tumbuhan, flavonoid berfungsi pada proses fotosintesis, anti mikroba,


anti virus. Aktivitas anti oksidasi juga dimiliki oleh komponen aktif flavonoid tertentu
digunakan untuk menghambat pendarahan dan anti skorbut (Robinson, 1991). Pada
manusia flavonoid berfungsi sebagai antibiotika, misalnya pada penyakit kanker dan
gangguan ginjal. Beberapa jenis flavonoid seperti slimirin dan silyburn terbukti
mengobati gangguan fungsi hati, menghambat sintesis prostaglandin sehingga
bekerja sebagai hepatoprotektor. Flavonoid juga bekerja mengurangi pembekuan darah.
Flavonoid pada manusia dalam dosis kecil adalah flavon, yang bekerja sebagai
stimulan pada jantung. Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretic dan sebagai
antioksidan pada lemak (Tarziah, 2012).

Flavonoid memberikan efek perlindungan terhadap fungsi endotel dan


menghambat agregasi platelet, sehingga dapat menurunan resiko penyakit jantung
koroner, penyakit kardiovaskuler.18 Flavonoid memiliki efek hipotensi dengan
mekanisme menghambat aktivitas Angiotensin I Converting Enzyme (ACE), serta
sebagai diuretic (Panjaitan dan Bintang, 2014). Flavonoid dapat menghambat ACE.
Diketahui ACE memegang peran dalam pembentukan angiotensin II yang
merupakan salah satu penyebab hipertensi. Angiotensin II menyebabkan pembuluh
darah menyempit, yang dapat menaikkan tekanan darah. ACE inhibitor menyebabkan
pembuluh darah melebar sehingga darah lebih banyak mengalir ke jantung,
mengakibatkan penurunan tekanan darah (Kane et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Flavonoid


c. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi suatu gula
dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihirolisis akan menghasilkan
gula (glikon) dan non gula (aglikon) serta busa. Saponin terdiri dari dua kelompok
yaitu saponin triterpenoid, dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan dalam
kehidupan sehari – hari, misalnya untuk bahan pencuci kain batik, dan sebagai shampo
(Hidajati, dkk, 2017).
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan
menghormolisis sel darah merah. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis
sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid , tetapi saponin kadang-kadang dapat
menyebabkan beracun pada ternak (Robindon,1991).

Gambar 3. Struktur Saponin

d. Steroid
Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka
dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin terpadu.
Senyawa senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu. Senyawa ini memiliki
beberapa kegunaan bagi tumbuhan yaitu sebagai pengatur pertumbuhan
(seskuitertenoid abisin dan giberelin), karotenoid sebagai pewarna dan memiliki
peran dalam membentu proses fotosintesis. Kegunaannya dalam bidang farmasi yaitu
biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat. Kenyataannya sekarang ini
Steroida dianggap sebagai senyawa yang hanya terdapat pada hewan tetapi sekarang ini
makin banyak juga ditemukan pada tumbuhan (fitosterol). Fitosterol merupakan
senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang biasa
terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol (Harborne,
1987).
Steroid merupakan golongan lipid utama. Steroid berhubungan dengan terpena
dalam artian bahwa keduanya dibiosintesis lewat rute yang mirip. Lewat reaksi yang
benar-benar luar biasa urutannya, triterpena asiklik skualena dikonversi secara
stereospesifik menjadi steroid tetrasiklik lanosterol, dan dari sini disintetis steroid lain.
Ciri struktur yang umum pada steroid ialah empat cincin yang tergabung. Cincin A, B,
dan C beranggota enam, dan cincin D beranggota lima, biasanya bergabung dengan cara
trans (Hart, 2003).

Gambar 4. Struktur Steroid

Steroid terdapat dalam hampir setiap tipe sistem kehidupan. Dalam binatang banyak
steroid bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid sintetik digunakan
meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan sterfoid hewani yang terdapat paling
meluas dan dijumpai dalamhampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan
kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawaini. Kolesterol merupakan zat
yang diperlukan dalam biosintesis hormon steroid, namun tak merupkan keharusan
dalam makanan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzim A
(Fessenden, 1982).
e. Terpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isopropena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan
berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa tersebut merupakan
senyawa tanpa warna berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif
optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya.
Senyawa triterpenoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pertahanan terhadap
serangga pengganggu dan faktor pengaruh pertumbuhan (Harborne, 1987).
Triterpenoid merupakan senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh
tinggi, optis aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia.
Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida asetat –
H2SO4 pekat) yang kebanyakan triterpena dan sterol jika terjadi perubahan warna
hijau-biru menunjukkan positif steroida dan jika perubahan warna merah-ungu, coklat
menunjukkan triterpenoida (Edeoga et al., 2005).

Gambar 5. Struktur Terpenoid


f. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol
mempunyai rasa sepat (Robinson, 1991). Tanin sering terdapat dalam buah yang tidak
masak, dan menghilang ketika buah masak. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan
perlindingan terhadap serangan mikroba. Tanin mempunyai 2 jenis struktur yang
laus yaitu proantosianidin terkondensasi dalam mana satuan struktur fundamental adalah
inti fenolik flavan-3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidi-fenoil dan
turunan-turunannya (Satyajit, 2007).

Gambar 6 Struktur Tanin

Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah


sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau
kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga apabila uji
fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam sampel terdapat
senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan
senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne (1987), cara klasik untuk
mendeteksi senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl 3
1 % dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru kehitaman pada ekstrak setelah
ditambahkan dengan FeCl3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion
Fe3. Senyawa kompleks adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan
pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam dengan
atom non logam. Dalam pembentukan senyawa kompleks, atom atau ion logam disebut
sebagai atom pusat, sedangkan atom yang mendonorkan elektronnya ke atom pusat
disebut atom donor. Atom donor terdapat pada suatu ion atau molekul netral. Ion atau
molekul netral yang memiliki atom-atom donor yang dikoordinasikan pada atom pusat
disebut ligan. Suatu molekul dikatakan sebagai ligan jika atomnya memiliki
pasangan elektron bebas,memiliki elektron tak berpasangan, atau atom yang terikat
melalui ikatan π (Effendy, 2007).

Reaksi yang terjadi :

Gambar 7. Reaksi antara Tanin dan FeCl3


(Sumber : Harborne,1987)
2. Daun Kelor
Kelor termasuk ke dalam familia Moringaceae dan memiliki banyak sebutan,
seperti kelor, kerol, marangghi, moltong, kelo, keloro, kawano, dan ongge.
Tanaman kelor tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini
memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran
kecilkecil bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur atau obat. Bunganya
berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau,
bunga ini keluar sepanjang tahun. Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis
nutrisi berupa vitamin esensial, mineral, asam amino, antipenuaan dan antiinflamasi.
Kelor mangandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika
dan India serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari
300 penyakit. Berbagai bagian dari tanaman kelor bertindak sebagai stimulan
jantung dan peredaran darah, memiliki antitumor, antipiretik, antiepilepsi,
antiinflamasi, antiulser, diuretik, antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan,
antidiabetik, antibakteri dan anti-jamur .
Seluruh bagian dari tanaman kelor telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan
maupun obatobatan. Bagian tanaman ini yang sering digunakan sebagai obat adalah biji,
daun, dan kulit kayu, dan berkhasiat sebagai anti diabetes dan antioksidan. Jus dari akar
tanaman kelor dapat digunakan untuk pengobatan iritasi eksternal. Suspensi dari biji
kering diketahui sebagai koagulan. Beberapa manfaat lain dari tanaman kelor (Moringa
oleifera L.) diantaranya kulit dari pohon kelor sebagai obat radang usus besar, daun kelor
sebagai anti anemia (Oduro et al., 2008), daun dan batang kelor dapat digunakan sebagai
penurun tekanan darah tinggi dan obat diabetes (Giridhari et al., 2011).
Ekstrak daun kelor dibuat dengan maserasi sebanyak 50 gram daun kelor
segar dihancurkan menggunakan blender, ditambahkan pelarut etanol 96%,
dimasukkan ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama dua hari terlindung dari
sinar matahari. Campuran itu disaring sehingga didapat maserat. Ampas dimaserasi
dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama. Maserasi dilakukan sampai
didapat maserat yang jernih. Maserat diuapkan dengan menggunakan alat penguap
vakum putar pada suhu 40ºC. Ekstrak daun kelor selanjutnya dilakukan skrining
fitokimia untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, fenolat,
flavonoid, tanin, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera L.) menunjukkan bahwa terdapat senyawa alkaloida, flavonoida,
saponin, fenol, steroida/triterpenoida, tanin sebagaimana dalam Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia Daun Kelor
(Sumber : Wayan, dkk, 2016).

VI. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Gelas ukur 25 mL 1 buah
2. Gelas kimia 400 mL 1 buah
3. Kaki tiga dan kasa 1 buah
4. Kaca arloji 1 buah
5. Tabung reaksi secukupnya
6. Corong 1 buah
7. Pipet tetes secukupnya
8. Pembakar spiritus 1 buah
9. Neraca empat lengan 1 buah
10. Kertas saring secukupnya
11. Blender 1 buah

Bahan

1. Serbuk Daun Kelor 5 gram


2. H2SO4 2N secukupnya
3. H2SO4 pekat secukupnya
4. FeCl3 1% secukupnya
5. Kloroform secukupnya
6. HCl pekat secukupnya
7. Amoniak secukupnya
8. Sebuk Mg secukupnya
9. Metanol 60-80% secukupnya
10. Etanol 70% secukupnya
11. Reagen Meyer secukupnya
12. Reagen Wagner secukupnya
13. Reagen Dragendorff secukupnya

VII. ALUR PERCOBAAN

1. PenyiapanEkstrakMetanolRimpangTemulawak

Daun kelor
- Dibersihkan
- Dikeringkan pada suhu kamar
- Digiling atau diblender
- Diambil 5 gram

5 g daun kelor

- Dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml


- Direndam dengan 15 ml etanol 60-80 %
- Dipanaskan secukupnya
- Disaring dengan kertas saring

Filtrat Residu

- Dipekatkan dengan diuapkan


dalam penangas air

Ekstrak kental (sampel)

- Dilakuakan uji fitokimia

Komponen Kimia
2. Identifikasi alkaloid denganmetodeCulvenor-Fitz Gerald (Harborne. 1987

1 ml sampel

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


- Ditambahkan1 ml kloroform
- Ditambahkan 1 ml amoniak
- Dipanaskan dengan penangas air
- Dikocok dan disaring

Filtrat Residu
- dibagi menjadi 3
bagian yang sama

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3

- 3 tetes H2SO4 2 N - 3 tetes H2SO4 2 N - 3 tetes H2SO4 2 N


- Dikocok lalu - Dikocok lalu - Dikocok lalu
didiamkan didiamkan didiamkan
- Diambil lapisan atas - Diambil lapisan atas - Diambil lapisan atas
- Diuji dengan - Diuji dengan - Diuji dengan
pereaksi Meyer pereaksi Wagner pereaksi Dragendorf

Endapan jingga Endapan cokelat


Endapan putih
(menunjukkan (menunjukkan (menunjukkan
adanya alkaloid) adanya alkaloid) adanya alkaloid)
3. Identifikasi Flavonoid (Harborne, 1987)

1 ml sampel

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


- Ditambahkan 3 ml etanol 70%
- Dikocok dan dipanaskan
- Dikocok kembali dan disaring
-

Filtrat Residu

- Ditambahkan 0,1 g Mg
- Ditambahkan 2 tetes HCl pekat
- Diamati

Terbentuk warna merah pada lapisan etanol


(menunjukkan adanya flavonoid)

4. IdentifikasiSaponin (Harborne, 1987)

1 ml sampel

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


- Dipanaskan dengan 10 mL air dalam
penangas air
- disaring

Filtrat Residu

- Dikocok
- didiamkan 15 menit
- diamati
-
Terbentuk busa yang stabil
(enunjukkan adanya saponin)
5. Identifikasi Steroid (Harborne, 1987)

1 ml sampel

- Ditambahkan 3 ml etanol 70%


- Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat
- Ditambahkan 2 ml CH3COOH anhidrat (reagen
Liebermann-Burchard)

Perubahan warna ungu


kebiru/hijau menunjukkan
adanya steroid.

6. IdentifikasiTriterpenoid

1 ml sampel

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


- Ditambah 2 ml kloroform
- Ditambah 3 ml asam sulfat pekat
- diamati

Terbentuk warna merah kecoklatan pada antar permukaan


menunjukkan adanya triterpenoid.

7. IdentifikasiTanin (Edoga et al, 2003 )

1 ml sampel

- Didihkan 20 ml air di atas penangas air,


- Disaring

Filtrat Residu

- Ditambah 2-3 tetes FeCl3 1 %


- Diamati

Terbentuk warna Coklat


kehijauan/biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
XI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Persiapan Ekstrak Metanol pada Rimpang Daun Kelor


Pada percobaan uji fitokimia rimpang daun kelor bertujuan untuk Mengidentifikasi
komponen kimia tumbuhan dari kelompok terpenoid, steroid, fenolik (antrokuinon, tannin,
dan fenol), flavonoid, dan alkaloid yang terkandung dalam ekstrak rimpang daun kelor.
Daun kelor yang sudah dikeringkan dan diblender berupa serbuk berwarna hijau tua. Serbuk
tersebut diambil 5 gram dan dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml kemudian direndam
dengan 15 ml larutan metanol 60% - 80%. Fungsi penambahan metanol adalah agar
dapat bereaksi dengan sampel karena metanol bersifat polar dan sampel juga bersifat
polar sehingga dapat bereaksi sesuai prinsip like dissolve like. Selanjutnya dilakukan
penyaringan yang menghasilkan filtrat berupa larutan berwarna hijau dan residu berupa
ampas serbuk daun kelor. Dalam uji fitokimia hanya menggunakan filtratnya. Filtrat tidak
dipanaskan sesuai alur karena hal tersebut dapat merusak komponen yang ada dalam larutan.
Kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui komponen kimianya.
2. Identifikasi Alkaloid Dengan Metode Culvenor-Fitzgerald (Harborne, 1987)
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan
alkaloid dalam ekstrak daun kelor. Alkaloid merupakan senyawa organik bahan alam yang
terbesar jumlahnya, baik dari segi jumlah maupun sebarannya. Alkaloid merupakan senyawa
yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen di dalam struktur dasarnya (Tim Kimia
Organik,2018). Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai
senyawa organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam
hidroklorida dan asam sulfat (Robinson, 1995). adapun struktur dari alkaloid adlah sebagai
berikut :

Gambar 8. struktur alkaloid


Pada percobaan ini untuk mengidentifikasi adanya alkaloid digunakan metode
Culvenor-Fitzgerald. Metode ini terdiri dari 3 uji dengan reagen yang berbeda yakni uji
dengan reagen Mayer, reagen Wagner dan reagen Dragendorf. Prinsip uji alkaloid pada
dasarnya adalah pengendapan alkaloid dengan logam-logam berat. Adanya alkaloid
pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan jingga, sedangkan pada pada uji
Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat dan adanya alkaloid dengan uji reagen
Dragendorf akan menghasilkan endapan putih.
Langkah pertama yang dilakukan pada uji alkaloid yaitu ekstrak daun kelor
(berwarna hijau tua) diambil ± 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 1 mL kloroform (tidak berwarna) dan 1 mL larutan ammonia (tidak berwarna)
sehingga terbentuk larutan hijau kekuningan dan endapan berwarna hijau tua . Fungsi dari
penambahan Kloroform dan ammonia adalah untuk memutuskan ikatan antara asam
tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik. Dimana atom N dari alkaloid berikatan
dengan gugus hidrosifenolik yang berasal asam tannin membentuk ikatan yang saling
stabil. Terputusnya ikatan antara asam tannin dengan alkaloid akan membuat
alkaloid bebas sedangkan asam tannin akan terikat dengan kloroform ammonikal.
Terputusnya ikatan tersebut hanya akan terjadi apabila sampel yang diuji mengandung
senyawa alkaloid. Berdasarkan referensi yang bersumber dari jurnal menyatakan ekstrak
daun kelor mengandung senyawa alkaloid.
Langkah selanjutnya campuran dipanaskan dalam pengangas air ±2 menit. Setelah
itu campuran dikocok dan disaring dengan kertas saring dan dihasilkan filtrate yag berwarna
kuning kehijauan dan residu berupa endapan yang berwarna hijau tua. Selanjutnya filtrate
dibagi menjadi 3 bagian untuk diuji dengan uji Mayer, Wagner, dan Dragendorf.
a. Uji Mayer
Pada uji mayer adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan jingga saat penambahan reagen mayer pada larutan filtrate. Sebelumnya filtrate
ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak berwarna). Penambahan asam sulfat
dikarenakan alkanoid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang
bersifat asam. Selanjutnya dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan
yang terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan tetapi
setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan terpisah. Langkah
selanjutmya larutan diuji dengan reagen meyer (tidak berwarna). Reagen meyer dibuat
dari reaksi berikut ini :
HgCl2 (aq) + 2KI (aq) HgI2 (aq) + 2KCl (aq)
HgI2 (aq) + 2KI (aq) K2[HgI2] (aq)
Setelah diuji dengan reagen meyer dihasilkan larutan berwarna jingga dan terdapat
endapan bewarna jingga. Dari uji alkaloid dengan reagen meyer dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun kelor positif mengandung alkaloid. Reaksi yang terjadi amtara reagen meyer
dengan alkaloid sebagai berikut :

Gambar 9. Reaksi antara Reagen Meyer dengan Alkaloid


Berdasarkan reaksi di atas, senyawa alkaloid akan bereaksi dengan reagen Meyer
dengan membentuk endapan kalium-alkanoid. Dimana reagen meyer mengalami ionisasi
dengan menghasilkan K+ dan K [HgI4]- dan ion K+ tersebut akan menyerang gugus alkaloid
yang berikatan dengan gugus nitrogen sehingga menghasilkan endapan kalium-alkanoid
berwarna jingga yang menandakan adanya snyawa alkaloid dalam ekstrak daun kelor. Hal
tersebut sesuai dengan referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam ekstrak daun
kelor mengandung senyawa alkaloid.
b. Uji Wagner
Pada uji Wagner adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan jingga saat penambahan reagen Wagner pada larutan filtrate. Sebelumnya filtrate
ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak berwarna). Penambahan asam sulfat dikarenakan
alkanoid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan larutan yang bersifat asam.
Selanjutnya dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk lapisan yang terpisah.
Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan tetapi setelah
didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan terpisah. Langkah selanjutmya
larutan diuji dengan reagen Wagner (berwarna cokelat). Reagen Wagner dibuat dari
reaksi berikut ini :
I2 (aq) + I- (aq) → I3- (aq)
K+ (aq) + I3- (aq) → KI (aq) + I2
Setelah diuji dengan reagen Wagner dihasilkan larutan berwarna cokelat dan terdapat
endapan bewarna cokelat. Dari uji alkaloid dengan reagen Wagner dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun kelor positif mengandung alkaloid. Reaksi yang terjadi amtara reagen Wagner
dengan alkaloid sebagai berikut :

(aq) + KI (aq) + I2 → + I3-


Gambar 10. Reaksi antara Wagner dengan Alkaloid
Bedasarkan reaksi di atas, senyawa alakaloid akan bereaksi dengan reagen wegner
dengan membentuk endapan kalium-alkanoid dan ion I3-. Dimana reagen Wagner akan
mengalami ionisasi K+ dan I3- dan ion K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan
nitrogen membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap sedangkan ion I3- akan
memberika warna cokelat, seingga dihasilkan endapan yang berwarna cokelat yang
menandakan adanya snyawa alkaloid dalam ekstrak daun kelor. Hal tersebut sesuai dengan
referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam ekstrak daun kelor mengandung
senyawa alkaloid.
c. Uji Dragendroff
Pada uji Dragendorf adanya alkaloid atau positif alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga saat penambahan reagen Dragendorf pada larutan filtrate.
Sebelumnya filtrate ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2 N (tidak berwarna). Penambahan
asam sulfat dikarenakan alkanoid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan larutan
yang bersifat asam. Selanjutnya dikocok dan didiamkan beberapa menit sampai terbentuk
lapisan yang terpisah. Setelah penambahan asam sulfat 2 N dihasilkan larutan jingga. Akan
tetapi setelah didiamkan beberapa menit larutan tidak membentuk lapisan terpisah. Langkah
selanjutmya larutan diuji dengan reagen Dragendorf (berwarna merah kecokelatan). Reagen
Dragendorf dibuat dari reaksi berikut ini :
Bi(NO3)3 (aq) + 3KI (aq) BiI3 (aq) + 3KNO3 (aq)
BiI3 (aq) + KI (aq) K[BiI4] (aq)
Pada pembuatan reagen Dragendroff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak
terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismuth mudah terhidrolisis membentuk ion
bismutil (BiO+). Penambahan larutan asam bertujuan agar ion Bi3+ tetap ada di dalam larutan
karena kesetimbangannya akan bergeser ke kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat
beraksi dengan kalium iodide membentuk endapan hitam bismuth (III) iodide yang
kemudian melarut dalam kalium iodide berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat.

Setelah diuji dengan reagen Dragendor dihasilkan larutan berwarna merah


kecokeltan dan terdapat endapan bewarna putih. Dari uji alkaloid dengan reagen Dragendor
dapat dikatakan bahwa ekstrak daun kelor positif mengandung alkaloid. Reaksi yang
terjadi amtara reagen Dragendor dengan alkaloid sebagai berikut :

Gambar 11. Reaksi antara Reagen Dragendorff dengan Alkaloid


Alkaloid
Bedasarkan reaksi di atas, senyawa alakaloid akan bereaksi dengan reagen
Dragendor dengan membentuk endapan kalium-alkanoid dan ion ion [BiI4]- Dimana reagen
Dragendor akan mengalami ionisasi K+ dan [BiI4]-dan ion K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap
sedangkan ion [BiI4]- akan memberika warna putih, sehingga dihasilkan endapan yang
berwarna putih yang menandakan adanya snyawa alkaloid dalam ekstrak daun kelor. Hal
tersebut sesuai dengan referensi dari jurnal yang menyatakan bahwa dalam ekstrak daun
kelor mengandung senyawa alkaloid.
3. Identifikasi Flavonoid
Uji Flavonoid pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
kandungan flavonoid dalam ekstrak rimpang daun kelor. Flavonoid adalah suatu kelompok
senyawa fenol yang terbesar yang di temukan di alam. Pada identifikasi flavonoid
menggunakan uji Wilstater menunjukkan warna jingga yang berarti positif adanya
flavonoid. Langkah pertama adalah mengambil sampel sebanyak ± 1 mL berwarna hijau
tua (+++). Selanjutnya dicampur dengan 3 mL etanol 70% sehingga dihasilkam larutan
berwarna hijau tua (++). Penambahan etanol berfungsi untuk mengekstrak senyawa
tertentu yang ada dalam sampel, dalam percobaan ini senyawa flavonoid. Ekstak daun
kelor yang sudah dicampur etanol 70% dikocok lalu dipanaskan selama kurang lebih 1
menit diatas penangas, larutan tidak mengalami perubahan warna. Kemudian diambil dan
dikocok kembali. Pengocokan ini berfungsi untuk mempercepat proses pencampuran (agar
larutan homogen).
Larutan yang sudah dipanaskan ditambahkan Mg (serbuk berwarna abu-abu)
sebanyak 0,1 gram., logam Mg mengendap pada bagian bawah tabung reaksi. Setelah itu
ditambahkan 2 tetes HCl pekat, dan dihasilkan larutan berwarna hijau kecoklatan, dan
serbuk Mg sedikit larut. Penambahan HCl berfungsi untuk melarutkan logam Mg,
sehingga dalam larutan tersebut terbentuk senyawa MgCl2 dan gas H2. Senyawa MgCl2
dan gas H2 inilah yang nantinya akan bereaksi dengan flavonoid yang terkandung
dalam sampel daun kelor (jika ada) menghasilkan senyawa kompleks flavilium yang
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada lapisan etanol.
Selanjutnya gas hidrogen yang dihasilkan akan bereaksi dengan senyawa
flavonoid yang terkandung dalam sampel melalui reaksi reduksi. Setelah direduksi,
senyawa flavonoid akan bereaksi dengan larutan MgCl2 yang telah dihasilkan
sebelumnya. Larutan MgCl2 akan terionisasi menjadi Mg2+ dan Cl-, dimana ion Mg
akan menyerang flavonoid yang telah tereduksi membentuk garam flavilium dan
melepaskan HCl. Dapat dikatakan jiga logam Mg dan HCl pekat dalam uji ini berfungsi
untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga
terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga. Garam yang terbentuk dari
reaksi ini adalah garam flavilium. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
Mg (s) + 2HCl (aq) → MgCl2 (aq)+H2 (g)
Gambar 12. Reaksi Uji Flavonoid
(Widiastuti dkk,2014)
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, uji flavonoid pada ekstrak daun kelor
menunjukkan hasil negatif, hal ini menunjukkan bahwa di dalam ekstrak daun kelor tidak
mengandung senyawa flavonoid. Hal ini tidak sesuai dengan teori , berdasarkan jurnal yang
ada ekstrak daun kelor mengandung flavonoid, Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya faktor sampel yang digunakan terlalu kering akibat pemanasan dengan
suhu yang terlalu tinggi menggunakan oven. Sehingga ekstrak yang dihasilkan kurang
maksimal, atau dapat dikatakan senyawa yang terkandung dalam sampel telah rusak oleh
proses pengeringan.
4. Idenifikasi Saponin
Saponin adalah senyawa glikosida kompleks hasil kondensasi suatu gula dengan
suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon)
dan non-gula (aglikon) serta busa. Prinsip uji saponin adalah reaksi hidrolisis senyawa
saponin menjadi aglikon dan glikonnya yang ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil
(Harborne, 1987).
Identfikasi saponin bertujuan untuk mengidentifikiasi ekstrak kelor mengandung
saponin atau tidak. Pada identifikasi saponin, 1 mL ekstrak kelor dicampur dengan 10 mL
aquades dan dipansakan dalam penangas air selama 15 menit, kemudian dikocok dan
didiamkan. Uji positif adanya senyawa saponin jika terbentuk busa yang stabil ± 7 menit
(Harborne, 1987).
Apabila pada suatu sampel mengandung saponi akan terjadi reaksi hidrolisis
yang menghasilkan gua (glikon) dan non-gula (aglikon) seta terdapat busa. Reaksinya
sebagai berikut.

Saponin Aglikon Glikon


Gambar 13 . Reaksi Uji Fitokimia Saponin (Marliana, 2005)

Uji fitokimia kandungan saponin pada ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.)
menunjukkan hasil yang negatif dikarenakan tidak terbentuknya busa yang stabil. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak daun kelor yang telah diuji tdak mengandung sponin.
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu,
dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Saponin juga digunakan
sebagai anti mikroba (Robinson, 1995).
5. Identifikasi Steroid
Identifikasi ini didasarkan pada kemampuan senyawa steroid membentuk warna oleh
asam sulfat pekat. Steroid adalah kelompok senyawa bahan alam yang kebayakan
strukturnya terdiri dari atas 17 atom karbon dengan membentuk struktur dasar 1,2-
siklopentenoperhidrofenantren.
Pada uji fitokimia steroid, 1 mL ekstrak daun kelor ditambah 3 mL etanol 70%, 2 mL
H2SO4 pekat, 2 mL asam asetat anhidrat. Adanya senyawa steroid ditunjukan dengan
terbentuknya warna hijau atau biru. Perubahan warna desebabkan terjadinya oksidasi
pada golongan senyawa steroid melalui pembentukan ikatan terkonjugasi. Fungsi dari
etanol sebagai pelarut universal yang dapat bersifat polar dan nonpolar, karena
steroid bersifat polar sehingga dapat mengekstraksi dengan etanol. Penambahan
H2SO4 pekat yang bertujuan untuk menghidrolisis air yang akan bereaksi dengan
derivatif asetil untuk membentuk cincin merah coklat atau ungu dan penambahan
sejumlah kecil anhidrida asetat dalam uji Liebermann-Burchard akan menyerap air
dan membantu mengoksidasi asam dengan asam sulfat, karena reaksi oksidasi asam
tidak akan terjadi jika masih terkandung di dalam air. Reaksinya sebagai berikut.

Gambar 14. Reaksi Uji Fitokimia Triterpenoid (Burke et al, 1974)

Uji fitokimia kandungan steroid pada ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.)
menunjukkan hasil yang negatif dikarenakan larutan tidak berubah warna menjadi
hijau/buru, akan tetapilarutan berubah menjadi warna merah kecoklatan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada ekstrak daun kelor tidak mengandung steroid.
6. Identifikasi Terpenoid
Identifikasi ini didasarkan pada kemampuan senyawa terpenoid membentuk warna
oleh asam sulfat pekat. Tripernoid adalah kelompok senyawa metabolit sekunder yang
terbesar, dilihat dari jumlah senyawa maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Senyawa
terpenoid tersusun atas karbon karbon dengan jumlah kelipatan lima.
Pada uji fitokimai terpenoid, 1 mL ekstrak daun kelor dimabahkan 2 mL kloroform,
3 mL H2SO4 pekat. Adanya senyawa terpenoid ditunjukan dengan terbentuknya warna
merah kecoklatan dan terbentuk cincin coklat pada batas penambahan H 2SO4.
Perubahan warna desebabkan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa steroid
melalui pembentukan ikatan terkonjugasi. Prisip reaksi steroid adalah kondensasi atau
pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi
gugus hidroksil menggunakan asam anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus
pergi yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya tejadi
pelepasan gugus hidrogen beserta elektronya, mengakibatkan ikatan rangkap
berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofilik atau
karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti dengan
pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronya dilepas akibatnya
senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya cincin coklat.
Reaksinya sebagai berikut.

Gambar 15. Reaksi Uji Fitokimia Triterpenoid (Burke et al, 1974)

Uji fitokimia kandungan steroid pada ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.)
menunjukkan hasil yang positif dikarenakan larutan berubah warna menjadimerah
kecoklatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak daun kelor tidak mengandung
terpenoid.
7. Identifikasi Tanin
Pada uji tanin, larutan sampel diambil 1 ml dan dididihkan dengan 14 mL aquades
dalam penangas air. Larutan sampel berubah warna menjadi hijau (++) Kemudian disaring
menghasilkan filtrat berupa larutan berwarna hijau (++). Selanjutnya ditambahkan 3 tetes
FeCl3 1% dan larutan berubah warna menjadi coklat kehijauan. Uji fitokimia dengan
menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol.
Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah
ditambahkan dengan FeCl3. Penambahan FeCl3 pada larutan sampel menghasilkan
perubahan warna pada larutan sampel menjadi coklat kehijauan yang menandakan adanya
senyawa tanin pada ekstrak daun kelor. Terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru
kehitaman ini disebabkan karena tanin akan bereaksi dengan Fe3+ membentuk suatu senyawa
kompleks triaryloksi. Reaksi tanin dengan FeCl3 adalah sebagai berikut :

Gambar 16. Reaksi Tanin dan FeCl3 (Setyowati & Ariani, t.t.)
Berdasarkan hasil identifikasi tanin pada ekstrak daun kelor menghasilkan uji
positif yang artinya pada daun kelor mengandung senyawa tanin. Tanin merupakan
golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa sepat. Senyawa
tannin merupakan senyawa polifenol yang berada di tumbuhan, makanan dan minuman.

XII. SIMPULAN

1. Identifikasi alkaloid dengan metode Culvenor-Fitzgerald dengan menggunakan:


 Reagen meyer, terbentuk endapan jingga yang menunjukkan daun kelor positif (+)
mengandung alkaloid. .
 Reagen weagner, terbentuk endapan coklat yang menunjukkan daun kelor positif (+)
mengandung alkanoid mengandung alkanoid karena tidak terbentuk endapan.
 Reagen dragendorff, terbentuk endapan putih yang menunjukkan daun kelor positif
(+) mengandung alkaloid.
2. Identifikasi flavonoid, daun kelor positif (+) mengandung flavonoid yang ditunjukkan
dengan terbentukwarna merah pada lapisan etanol.
3. Identifikasi saponin, daun kelor negatif (-) mengandung saponin ditujukkan tidak
terdapat busa satbil.
4. Identifikasi steroid, daun kelor negatif (-) mengandung steroid ditandai ditandai dengan
tidak dihasilkan perubahan larutan menjadi hijau.
5. Identifikasi triterpenoid, daun kelor positif (+) mengandung treterpenoid yang ditandai
dengan terbentuknya warna merah kecoklatan.
6. Identifikasi Tanin, daun kelor positif (+) mengandung tannin yang ditandai dengan
terbentuknya larutan coklat kehijauan.
DAFTAR PUSTAKA

Edeoga HO, Okwu DE, Mbaebre BO. 2005. Phytochemical Constituent of Some
Nigerian Medicinal Plants. African Journal of Biotechnology 4(7):685-688.

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia Publishing.

Giridhari VVA, Malathi D, Geetha K. 2011. Anti Diabetic Property of Drumstick


(Moringaoleifera) leaf tablets. International Journal of Health and Nutrition,
2(1):1-5.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 147.

Kane SR, Apte VA, Todkar SS, Mohite SK. 2009. Diuretic and laxative activity of
ethanolic extract and its fractions of Euphorbia Thymifolia Linn. Int J ChemTech
Res 1(2):149-152.

Oduro I, Ellis WO, Owusu D. 2008. Nutritional potential of two leafy vegetables:

Moringaoleifera and Ipomoea batatas leaves. Scientific Research and Essay 3(2)
:57-60.

Porras-Reyee BH, Lewis WH, Roman J, Simchowitz L, Mustoe TA. 1993.


Enhancement of wound healing by the alkaloid taspine defining mechanism of
action. Proc. Soc. Exp. Biol. Med 203(1):18-25.

Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata. Bandung: ITB.

Rohyani, I.S., Aryanti, E., Suripto, 2015,“Kandungan Fitokimia Beberapa Jenis


Tumbuhan Lokal yang sering dimanfaatkan sebagai Bahan Baku Obat di
Pulau Lombok”, Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv. Indon 1(2): 388-391.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Liberty


Setyowati, W. A. E., & Ariani, S. R. D. (t.t.). SKRINING FITOKIMIA DAN
IDENTIFIKASI KOMPONEN, 10.

Tarziah. 2012. Karakterisasi Simplisia dan skrining Fitokimia serta Isolasi Steroid

/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Pucuk Labu siam (Sechium edule (Jacq.).
(Skripsi). Program Ekstensi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.
Tim Dosen Kimia Organik.2017. Panduan Praktikum Kimia Organik. Surabaya. Unesa
Press.
Tyler, V.E, Lynn, R.B and Robbers, J.E. 1988. Pharmacognosy. Philadelphia. Lea and
Febiger
JAWABAN PERTANYAAN

1. Tulis Secara lengkap reaksi setiap uji fitokimia di atas!


Identifikasi Alkaloid dengan Metode Culvenor-Filzgerald
Reaksi Mayer :

K2[HgI4]
N +  NK+ + K[HgI4]-

Reaksi Wagner :

N + KI + I2 NK+ + I3-

Reaksi Dragendorf :

N + K[BiI4] NK+ + K[BiI4]-

Identifikasi Flavonoid
C2H5OH + Mg(s) Mg(OH)2(aq) + C2H5Mg(OH)2 +CH3-CH2 + HCl
HO O
O
+ C2H5 (aq) 

OH O

C O
OH
+ C2H5 (aq) + HCl (aq)

Identifikasi Steroid
KBiI4 K+ + BiI4-
o CH 3 O
o
H 3C N CH 3
N
H 3C BiI 4
+ BiI 4-
N N N N O
O

O CH 3 CH3

Identifikasi Tanin
FeCl3 Fe3++3Cl-

HO
OH
+Fe(OH)3
OH
OH
+Fe3+
OH HO
OH
HO
OH hitam

2. Tulis struktur dasar dari masing-masing kelompok senyawa steroid, triterpenoid,


tannin, saponin, flavonoid, dan alkaloid!
Jawab:

Struktur Dasar Alkaloid Struktur Dasar Flavonoid


Struktur Dasar Saponin

Struktur Dasar Tannin

3. Sebutkan senyawa-senyawa flavonoid apa saja yang terdapat pada rimpang temulawak
berdasarkan literatur yang ada!
Jawab:
Dalam rimpang temulawak terdapat senyawa Alkaloid, flavonoid, saponin,
triterpenoid, tannin, glikosida, dan fenolik.

4. Sebutkan fungsi dan manfaat rimpang temulawak bagi kehidupan manusia!


Jawab:
Rimpang temulawak dalma kehidupan sehari-hari biasanya digunakan untuk
mengatasi gangguan liver, rematik dan lelah, sebagai penghilang rasa sakit,anti
bakteri/jamur, anti diabetic, anti diare,anti oksidan, anti tumor, diuretic, depresi.
Beberapa khasiat temulawak antara lain: mengobati bau badan yang tidak sedap,
penurunan kolesterol, liver, sakit kuning, hepatitis, perut kembung, tidak nafsu makan
akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal linu, rematik, memulihkan kesehatan
setelah melahirkan, sembelit, darah tinggi, batu empedu, haid tidak lancar, wasir,
produksi ASI sedikit, dan menjaga stamina.
LAMPIRAN FOTO

No Alur Percobaan Foto Keterangan


1. disiapkan alat yang Alat yang akan
akan digunakan untuk digunakan untuk
percobaan uji fitokimia praktikum uji
fitokimia daun
kelor

2. Disiapkan bahan kimia Bahan-bahan


yang akan digunakan yang akan
untuk percobaan uji digunakan untuk
fitokimia dan praktikum uji
fitokimia daun
kelor.

Daun kelor
kering
3. dimasukkan 5 gram Daun kalor
serbuk daun kelor kering direndam
kering kedalam gelas kedalam
kimia dan ditambah 15 metanol
mL metanol 60-80 %
hingga terendam

4. Disaring ekstrak daun kelor


metanol daun kelor setelah
dengan menggunakan direndam
corong dan kertas dengan metanol
saring dan disaring
menghasilkan
filtrat berupa
larutan berwarna
hijau

5. Dilakukan uji alkaloid Proses


ekstrak daun kelor. penyaringan
Larutan sampel campuran
ditambahkan 1 ml ekstrak daun
kloroform dan 1 ml kelor,
amonia lalu dipanaskan kloroform, dan
dan disaring amonia
menghasilkan
filtrat berwarna
hijau pudar
6. Larutan campuran Larutan filtrat 1,
dibagi kedalam 3 filtrat 2, dan
bagian. filtrat 3

7. Pada filtrat 1, campuran Terbentuk


ditambahkan2 tetes endapan
asam sulfat 2 N lalu
didiamkan hingga
terpisan dan diuji
dengan reagen meyer

8. Pada filtrat 2, campuran Terbentuk


ditambahkan2 tetes endapan
asam sulfat 2 N lalu berwarna coklat
didiamkan hingga
terpisan dan diuji
dengan reagen Wagner
9. Pada filtrat 3, campuran Terbentuk
ditambahkan 2 tetes endapan
asam sulfat 2 N lalu
didiamkan hingga
terpisan dan diuji
dengan reagen
Dragendorff

10. Hasil akhir uji


alkaloid pada
ekstrak daun
kelor
menghasilkan
uji positif.

11. Dilakukan uji flavonoid Setelah


pada 1 ml ekstrak daun ditambahkan
kelor ditambahkan 3 ml etanol larutan
etanol 70% berubah warna
menjadi hijau
(++)
12. Campuran ditambahkan Padtan Mg yang
0,1 gr Mg dan 2 tets akan digunakan
HCl untuk uji
flavonoid
berwarna putih

Campuran
setelah
ditambahkan
Mg dan HCl
larutan berubah
menjadi
berwarna coklat
dan terdapat
padatan Mg
yang tidak larut.
Hasil uji
flavonoid ini
bernilai negatif
yang artinya
ekstrak daun
kelor tidak
mengandung
flavonoid
13. Dilakukan uji Saponin, Larutan
larutan sampel didihkan dipanaskan dan
lalu dikocok dan terdapat
didiamkan selama 15 gelembung saat
menit pemanasan

Setelah
didiamkan 15
menit tidak
bterdapat
gelembung. Uji
ini
menghasilkan
uji negatif yang
artinya ekstrak
daun kelor tidak
mengandung
saponin.

14. Dilakukan uji steroid Larutan sampel


dan triterpenoid, larutan setelah
sampel diambil 1 ml ditambahkan 2
dan ditambahkan 2 ml ml kloroform
kloroform 70% dan 3 berubah warna
ml H2SO4 pekat menjadi hijau
(++)
Kemudian
campuran
ditambahkan 3
ml larutan
H2SO4 pekat
berubah warna
menjadi merah
kecoklatan yang
menandakan
adanya
triterpenoid
pada ekstrak
daun kelor
15. Dilakukan uji tanin, Larutan sampel
diambil 1ml larutan ditambahkan 14
sampel dan dididihkan ml aquades
kemudian disaring

Campuran
dipanaskan
diatas penangas
air
Campuran
disaring
menghasilkan
filtrat berwarna
hijau (++).
Campuran
setelah
ditambahkan
FeCl3
menghasilkan
warna hijau
kecoklatan yang
menandakan
ekstrak daun
kelor positif
mengandung
tanin.

Anda mungkin juga menyukai