Diantaranya terdapat tiga metode atau langkah yang dapat digunakan untuk
menganalisis kultur strategis suatu negara, yaitu dengan analisis konten, cognitive
mapping, analisis simbol, dan analisis empiris. Pertama adalah mlalui analisis konten.
Johnston (1995) menyebutkan bahwa untuk menemukan sebuah kultur strategi suatu
negara dibutuhkan analisis konten yang mendalam terhadap satu objek kebijakan.
Analisis mendalam terhadap salah satu objek tersebut dapat dilakukan dengan
mempelajari pola dalam periode waktu, baik era kontemporer dan sejarahnya. Apabila
terdapat kesesuaian dalam peringkat preferensinya, maka terdapat suatu kultur
strategi dalam objek tersebut. Semakin banyak ditemukan kesesuaian dalam setiap
periodesasi waktunya, maka semakin kuat sebuah kultur strategis suatu negara. Hal
ini kemudian memunculkan perdebatan, bahwa sebuah kultur strategis merupakan
pola yang secara langsung diturunkan, nilai atau pola lama yang digunakan kembali,
perubahan dari pola sebelumnya, refleksi dari subkultur sebuah negara, atau non-
existent atau kehampaan.
Lackman (t.t dalam Johnston 1995) mencontohkan beberapa objek pada suatu negara
yang dapat dianalisis, diantaranya adalah dari segi hard power seperti ahli strategi,
pemimpin militer, dan elit sekuritas nasional, hingga desain dan penyebaran senjata
yang digunakan. Analisis konten secara mendalam harus bersifat eclectic atau
berdasar dari berbagai sumber, karena metode yang berbeda dapat menghasilkan
hasil yang berbeda. Perbedaan yang ada kemudian digunakan sebagai cross-check
dalam menemukan kultur strategis suatu negara. Proses cross-check inilah yang
kemudian disebut sebagai cognitive mapping dan analisis simbol (Johnston 1995).
Metode kedua adalah cognitive mapping, yang mana cara kerjanya adalah bagaimana
suatu kebiasaan dapat mendorong penentu kebijakan untuk mengambil suatu
tindakan, kemudian menemukan keterkaitan antara bentuk kebijakan yang berbeda
dan kepentingan yang ingin dicapai oleh suatu negara, baik dalam nilai positif atau
negatif. Dapat dikatakan bahwa dalam metode inilah seorang peneliti dapat menerka
tindakan atau kebijakan apa yang akan diambil suatu negara dalam sebuah isu.
Metode analisis konten, cognitive mapping dan analisis simbol kemudian dapat
digunakan untuk menemukan kultur strategis suatu negara. Namun, seperti yang
telah penulis tekankan di awal, bahwa preferensi merupakan poin penting dalam
menentukan kultur strategis suatu negara. Oleh karena itu, metodologi ketiga yaitu
analisis empiris hadir untuk menganalisis dampak kultur strategis terhadap perilaku
strategis yang merupakan preferensi kebijakan suatu negara. Terdapat tiga langkah
untuk mengkaji dan menghubungkan kultur strategis dengan perilaku strategis
menurut Johnston (1995). Pertama, menguji keberadaan dan kesesuaian antara
peringkat preferensi strategis di seluruh objek analisis dalam jangka waktu tertentu.
Kedua, menguji keberadaan dan kesesuaian antara peringkat preferensi yang
ditemukan objek, contohnya adalah dokumen kebijakan yang diambil dari proses
pengambilan keputusan pada satu periode, dengan periode yang lain. Dalam hal ini,
terdapat prasyarat pada dokumen kebijakan yang diuji. Prasyarat pertama, dokumen
kebijakan terdiri atas dokumen yang telah dianalisis sebagai objek kultur strategis dan
yang lain adalah yang tidak dianalisis. Prasyarat kedua, dokumen kebijakan memiliki
konteks strategis yang berbeda, atau dalam masalah yang berbeda, dan tentunya
dalam waktu yang berbeda. Kemudian langkah ketiga dalam mengkaji kesesuaian
kultur strategis dengan preferensi kebijakan negara adalah membandingkannya
dengan perilaku politik-militer. Diasumsikan bahwa isu keamanan dan stabilitas
negara merupakan kepentingan utama suatu negara, sehingga penting untuk
membandingkan antara kultur strategis dengan kebijakan politik-militer suatu
negara.
Analisis kultur strategis telah digunakan oleh peneliti untuk membaca situasi
hubungan internasional era kontemporer. Terdapat contoh penggunaan analisis
kultur strategis yang sekaligus menunjukkan bagaimana praktik penggunaan analisis
kultur strategis itu sendiri. Salah satunya adalah Willis Stanley yang telah melakukan
analisis terhadap kultur strategis Iran dalam penelitiannya yang berjudul “The
Strategic Culture of the Islamic Republic of Iran” pada tahun 2006. Dalam analisisnya,
Stanley menunjukkan bagaimana sebuah analisis kultur strategis dilakukan. Pertama,
Stanley menekankan gagasan bahwa luasnya analisis kultur strategis hanya dapat
dikelola dan digunakan ketika diarahkan oleh pertanyaan tertentu. Hal ini penting
untuk mempersempit analisis terhadap kultur strategis suatu negara. Stanley (2006
dalam Johnson 2006) menekankan analisisnya terhadap Weapons of Mass
Kedua, analisis kultur strategis dilakukan dengan meneliti dan memahami latar
belakang negara terkait, baik dari sejarah rezim, geografi, simbol sosial internal
negara, dan interaksi umum dengan negara-negara lain. Hal inilah yang kemudian
menjadi landasan untuk menganalisis lebih jauh mengenai Iran dengan latar belakang
sejarah mulai dari munculnya masyarakat Neolitik dan pertanian sekitar tahun 8000
sebelum masehi sampai era kontemporer. Kemudian untuk mengaitkannya dengan
bahasan WMD, Stanley (2006 dalam Johnson 2006) melakukan studi mendalam
terhadap retorika politik nasional, percakapan pribadi, pelajaran di sekolah, karya
seni dan simbol-simbol yang menghiasi tempat-tempat umum dan swasta, serta
peristiwa sejarah traumatis yang dapat membentuk psikologi sosial suatu negara.
Dapat dikatakan bahwa analisis kultur strategis merupakan analisis yang fokus dan
mendalam terhadap suatu objek yang dipilih sebagai representasi kultur suatu negara.
Referensi:
Johnson, Jeannie (2006). “Strategic Culture: Refining the Theoretical Construct”,
prepared for the Defense Threat Reduction Agency Advanced Systems and
Concepts Office.