Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Aliansi Strategic KLM – Nortwest


MANAGEMENT STRATEGIK
DOSEN PENGAMPU
Dra. YOESTINI, M.Si.

Nama :
- DELABRILIANO ISMAIL 12030116140142
- KUKUH HERWIBAWA 12030116140092
- NANANG FEBRIARDI S 12030116120059
- RUDOLF JOSUA 12030116140177
Kelas : C

Fakultas Ekonomika dan Binsnis


Universitas Diponegoro
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aliansi strategic merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi di setiap sektor bisnis.
Strategi bersaing dan saling menjatuhkan sama lain sudah semakin ditinggalkan. Para
pembisnis menyadari bahwa dari pada mereka saling menjatuhkan maka lebih baik mereka
bekerja sama saling melengkapi dan saling menguntungkan. Pada era globalisasi saat ini
banyak perusahaan yang menerapkan dan menjalankan startegi aliansi yang dibuktikan dengan
banyakanya pertumbuhan dan penyebaran aliansi strategik dengan berbagai bentuk
kolaborasinya, baik antar perusahaan maupun antar grup dalam skala internasional.
Besarnya kemungkinan ini disebabkan oleh perubahan – perubahan yang mendasar dalam
ekonomi global seperti semakin meningkatnya tingkat persaingan, perkembangan teknlogi
yang cepat, meningkatnya biaya pembangunan, biaya produksi dan biaya pemasaran produk-
produk baru. Untuk bersaing dalam arena global, perusaahaan tidak dapat menanggung biaya
tetap yang sangat besar. Biaya dan risiko untuk mendirikan jaringan distribusi, logistik,
manufaktur, penjualan, dan litbang di setiap pasar seluruh dunia akan menjadi sangat besar
apabila ditanggung sendiri. Selain itu, dibutuhkan waktu untuk membangun keahlian karyawan
senditi dan membina hubungan baik dengan pemasok. Pada gilirannya akan diperlukan mitra
bisnis dalam hal tersebut untuk meningkatkan mekanisme keuntungan bagi perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Aliansi Strategic ?
2. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi Aliansi Strategic dari KLM-Nortwest ?
3. Apa kelebihan dan kekurang Aliansi Strategic KLM-Nortwest ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan apa itu Aliansi strategic.


2. Mendeskripsikan faktor – faktor yang mempengaruhi Aliansi Strategic dari KLM-
Northwest.
3. Mendekripsikan Kelebihan dan Kekurangan Aliansi Strategic dari KLM-Nortwest.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi Aliansi strategik


Aliansi strategis adalah kerjasama (partnerships) antara dua atau lebih perusahaan atau
unit bisnis yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang signifikan secara strategis yang
saling menguntungkan (Elmuti dan Kathawala, 2001, p.205). Bentuk hubungan simbiosis
mutualistis yang dilakukan oleh perusahaan ini untuk memperoleh teknologi guna mendapat
akses dalam pasar yang spesifik, untuk menurunkan resiko keuangan, menurunkan resiko
politik, serta untuk mencapai atau menjamin keunggulan persaingan (Wheelen dan Hunger,
2000 dalam Elmuti dan Kathawala, 2001, p. 206).

Pada prinsipnya, aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk saling berbagi biaya, resiko
dan manfaat. Alasan rasional ditempuhnya aliansi strategi adalah untuk memanfaatkan
keunggulan sesuatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang
dimiliki partnernya (Kuncoro, 1994, p. 30). Dengan demikian, masing-masing pihak yang
beraliansi saling memberikan kontribusi dalam pengembangan satu atau lebih strategi kunci
dalam bidang usaha yang dialiansikan. Jadi, apapun bentuk serta lingkup kegiatan yang
dilakukan, semua pihak menghendaki suatu keuntungan serta manfaat bersama yang diciptakan
melalui interaksi terpadu.

Wujud konkrit yang dapat diharapkan dari aliansi strategis adalah pengembangan
produk (product development) dan pengembangan pasar (market development) untuk satu atau
kelompok produk tertentu, tanpa harus menghilangkan sepenuhnya ciri khas yang dimiliki
perusahaan sebelumnya (Utomo, 1994, p. 25).

Aliansi strategis merupakan suatu proses belajar dalam suatu organisasi. Pembelajaran
melalui aliansi strategis tersebut, menurut Li dan Chen (1999, p. 39) meliputi 3 area fungsi
yaitu technology, manufacturing, dan marketing. Pengkategorian ini dilakukan karena
pengertian aliansi strategis yang sangat luas dalam lintas aktifitas fungsinya.
A. Technological Capabilities

Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan memerlukan upaya untuk menghadapi


pesaing yang selalu berkejar-kejaran untuk melakukan inovasiinovasi, baik yang
menyangkut teknologi yang digunakan untuk proses produksi maupun inovasi terhadap
produk itu sendiri (Kotabe, 1990, P. 23).

Salah satu fungsi dan tujuan aliansi strategis adalah untuk membangun dan
mengembangkan fungsi operasi, fasilitas dan proses, dan membuka peluang pada
kemampuan dan pemahaman baru, pengetahuan baru serta teknologi baru (Mokler, 2001,
p. 92). Kemampuan teknologi yang dibangun dalam aliansi strategis meliputi kerjasama
dalam aktivitas rantai nilai seperti research and development (R&D) dan permesinan
(engeneering) (Das, Sen dan Sengupta, 1998, p. 28) dalam hubungan aliansi strategis,
terdapat pengaruh yang kuat pada perencanaan research and development (R&D Plans) dan
pengenalan produk baru.

Hal tersebut diatas mengarahkan pada pengertian bahwa kemampuan teknologi


yang dibangun dalam aliansi strategis dapat membantu perusahaan dalam mengembangkan
produk. Setidaknya ada 3 alasan yang mendukung hal tersebut seperti yang dikemukakan
oleh Li dan Chen (1999, p. 41) yaitu:

1. Terdapat banyak keuntungan dari pola menanggung biaya Research and


Development (R&D) secara bersama-sama, artinya biaya yang seharusnya
ditanggung satu perusahaan, dalam aliansi strategis, biaya ini menjadi tanggungan
bersama oleh perusahaan peserta aliansi.
2. Terdapat kemungkinan bahwa perusahaan akan memperoleh pengetahuan dan
sumber daya yang mungkin tidak tersedia secara internal apabila perusahaan
bergerak sendiri (tidak melakukan aliansi).
3. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memperluas wilayah pasar produknya.

B. Manufacturing Capabilities

Manufacturing (pabrikan) eksternal membantu pengembangan produk. Suksesnya


produk baru membutuhkan kualitas pabrikan yang tinggi dan biaya pabrikan yang rendah.
Pengetahuan pabrikan baru yang didapatkan melalui aliansi strategis membantu
perusahaan untuk mencapai cita-cita pabrikan tersebut. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Dataquest pada tahun 1990 (Das, Sen dan Sengupta, 1998, p. 42) dalam industri semi
konduktor, banyak perusahaan yang memilih spesialisasi pada pengembangan produk dan
aktifitas teknologi. Mereka mempercayai aliansi strategis untuk memperoleh sumber daya
pabrik. Secara keseluruhan, tampak nyata bahwa perolehan kemampuan pabrikan secara
langsung maupun tidak langsung akan membantu upaya pengembangan produk.

c. Marketing Capabilities

Pengembangan produk banyak dipengaruhi faktor eksternal perusahaan,


diantaranya kemampuan pemasaran (marketing capabilities). Kemampuan komunikasi
dengan pihak luar atau kemampuan berinteraksi dengan sumber daya di luar perusahaan
akan membantu dalam pengembangan produk. Selain itu, penting bagi perusahaan
untuk mengetahui pengetahuan dan preferensi konsumen dalam pengembangan
produk. Pengetahuan pemasaran akan membantu mengidentifikasi permintaan baru
konsumen dan memperkirakan permintaan konsumen di masa datang akan produk baru
serta melihat kesempatan yang ada di pasar (Li dan Chen, 1999, p. 42).

Aliansi pemasaran berbeda dengan aliansi strategis dalam cakupan dan


manfaatnya. Dalam aliansi pemasaran, sumber utama manfaatnya adalah rangsangan
dari permintaan (stimulation of demand). Bentuk yang mungkin dilakukan dalam
kerjasama aliansi adalah penjualan silang produk dan pembagian nama merek,
periklanan atau promosi, saluran distribusi, tenaga penjualan atau kantor penjualan, dan
jaringan kerja dari pemasaran dan pelayanan (Das, Sen dan Sengupta, 1998, p. 29;
Kuncoro, 1994, p. 30). Seperti dalam aliansi, suatu kekhususan dengan distributor atau
pelengkap pabrik produk, dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk memasuki
pasar dalam geografi yang baru.

Dengan melakukan aliansi, maka pihak-pihak yang terkait haruslah menghasilkan


sesuatu yang lebih baik melalui sebuah transaksi. Rekanan dalam aliansi dapat
memberikan peran dalam aliansi strategis dengan sumber daya seperti produk, saluran
distribusi, kapabilitas manufaktur, pendanaan proyek, pengetahuan, keahlian ataupun
kekayaan intelektual. Dengan aliansi maka terjadi kooperasi atau kolaborasi dengan
tujuan muncul sinergi. Dengan aliansi, perusahaan dapat saling berbagi kemampuan
transfer teknologi, risiko, dan pendanaan. Aliansi strategis terkait pula dengan konsep
seperti koalisi internasional, jaringan strategis, joint venture.
1. Faktor-Faktor Eksternal

Dunning (1995) mengatakan bahwa perubahan lingkungan eksternal merupakan alasan


mendasar yang mempengaruhi aliansi stratejik. Perubahan ini mencerminkan
ketidakmampuan sumberdaya internal untuk mencapai keunggulan kompetitif. Oleh karena
itu, dalam rangka untuk memperoleh pemahaman yang lengkap mengenai gerakan dan
strategi kompetitif suatu perusahaan, kita juga harus memahami tingkatan persaingan pada
tingkat nasional, regional dan sektoral. Kita harus mengerti, tidak hanya suatu perusahaan
yang dapat secara bebas memilih strategi mereka sendiri, namun kondisi-kondisi perubahan
yang ada di tingkat nasional dan sektoral juga mendorong mereka untuk melakukan
perubahan dan mengkaji ulang strateginya. Narula & Dunning (1998) menjelaskan dimensi
perubahan lingkungan eksternal yang mendorong aliansi adalah sebagai berikut :

Pertama, proses globalisasi menjadi kekuatan utama di balik pertumbuhan aktivitas


nilai tambah lintas batas negara, yang pada gilirannya meningkatkan saling
ketergantungan ekonomi. Perkembangan globalisasi membawa serangkaian reaksi, yang
di dalamnya terdapat kecenderungan meningkatnya aktivitas-aktivitas perusahaan –baik
domestik maupun internasional- yang harus ditangani tidak hanya melalui internalisasi
pasar produk antara dengan hirarki (baca: hirarchical capitalism), tetapi melalui apa yang
telah disebut “aliance capitalism” (Gerlach, 1992; Dunning, 1995).

Kedua, meningkatnya internasionalisasi dan persaingan menimbulkan kebutuhan


untuk bekerja sama secara regional. Di samping itu, karena “keseluruhan bisnis adalah
lokal” maka perusahaan membutuhkan mitra kerja lokal untuk menangani perbedaan
lingkungan lokal dan budaya. Ketiga, perkembangan teknologi yang cepat, siklus umur
produk yang lebih pendek, dan kenaikan biaya litbang (R&D) telah mendorong
perusahaan-perusahaan untuk mewujudkan riset bersama dan berbagi sumberdaya yang
langka.
Keempat, munculnya banyak pesaing baru dalam bisnis tradisional telah memaksa
perusahaan yang ada untuk membina hubungan dan memperluas jaringan yang erat. Selain
itu, untuk menciptakan penghalang bagi pesaing baru.
Kelima, pergeseran dari produk menuju kompetensi memaksa perusahaan untuk keluar
dan mencari pengetahuan yang saling melengkapi dan kompetensi yang baru. Akibatnya,
bila pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an aliansi menekankan pada produk dan didorong
oleh pasar, pada dasawarsa 1990-an aliansi semakin bersifat kerjasama yang berbasis
pengetahuan dan kompetensi.

2. Faktor-Faktor Internal Yang Menjadi Motif Dan Tujuan Aliansi


Ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan berjuang keras mewujudkan aliansi
strategik, yang dapat dijelaskan oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan.
Rangsangan utama untuk beraliansi adalah kebutuhan untuk bekerja sama untuk mencapai
fleksibilitas, kompetensi inti, dan insentif yang berasal dari otonomi, pada waktu sama
memanfaatkan sumberdaya yang saling melengkapi bagi pembelajaran dan efisiensi
(Freeman & Perez ,1989; Wahyuni, 2003).
Motif dan tujuan perusahaan merupakan faktor pendorong utama aliansi, selain faktor-
faktor lingkungan eksternal perusahaan. Motif dan tujuan dibentuknya aliansi stratejik
setidaknya meliputi (lihat Gambar 1):
(1) Teknologi (know –how);
(2) Aset finansial;
(3) Persaingan;
(4) Akses pada segmen pasar;
(5) Akses terhadap input, output, dan pengalaman manajemen;
(6) Sumberdaya dan kapabilitas yang saling melengkapi.

Setidaknya ada dua alasan mengapa KLM dan Northwest memilih patungan tanpa
menciptakan perusahaan baru (Wahyuni, 2003: 171-2). Pertama , untuk memaksimalkan
jaringan dan memberikan pilihan jalur penerbangan yang paling efisien kepada para
pelanggan. Mereka menyebutnya sebagai economic path indifference. Artinya, tidak ada
perbedaan bagi aliansi ini apakah penumpang terbang dengan pesawat KLM atau
Northwest. Semua pendapatan hasil patungan disatukan dan masing-masing mitra akan
memperoleh bagian laba yang sama. Kedua, peraturan industri penerbangan tidak
mendorong kedua perusahaan ini untuk membentuk patungan murni dengan badan hukum
baru. Isu asal negara memang termasuk hal penting bagi maskapai penerbangan.
ALIANSI STRATEJIK ANTARA KLM DAN NORTHWEST

Perkembangan alliansi dapat di bagi menjadi tiga fase: formasi, operasional, dan evaluasi.
Fase formasi terdiri dari tiga tahapan: courtship, negotiation dan start up. Hubungan KLM
dan Northwest pada setiap fase adalah sebagai berikut:

Fase Formasi: Mengapa Aliansi?

Sejarah mencatat, aliansi KLM dan Northwest merupakan aliansi maskapai


penerbangan yang pertama di dunia yang amat terintegrasi, saling menguntungkan, namun
keduanya tetap beroperasi sebagai perusahaan yang terpisah. Kemitraan antara KLM dan
Northwest dimulai pada tahun 1991. Setidaknya ada dua alasan mengapa KLM dan
Northwest memilih patungan tanpa menciptakan perusahaan baru (Wahyuni, 2003: 171-2).
Pertama , untuk memaksimalkan jaringan dan memberikan pilihan jalur penerbangan yang
paling efisien kepada para pelanggan. Mereka menyebutnya sebagai economic path
indifference. Artinya, tidak ada perbedaan bagi aliansi ini apakah penumpang terbang dengan
pesawat KLM atau Northwest. Semua pendapatan hasil patungan disatukan dan masing-
masing mitra akan memperoleh bagian laba yang sama. Kedua, peraturan industri
penerbangan tidak mendorong kedua perusahaan ini untuk membentuk patungan murni
dengan badan hukum baru. Isu asal negara memang termasuk hal penting bagi maskapai
penerbangan.
Dari sisi KLM, alasan aliansi adalah mencari cara untuk memperluas jaringannya dan
dapat bertahan dalam persaingan global. KLM (Koninklijke Luchvaart Maatschappij), yang
berdiri sejak 1919, memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan penerbangan
lain untuk membangun posisi kompetitif yang berkesinambungan dengan integrasi jaringan
dan koneksitas antara Amerika, Eropa, dan Asia Tenggara. Northwest adalah perusahaan
penerbangan dari Amerika Utara yang memulai operasinya pada tahun 1926. Northwest
merupakan perusahaan penerbangan skala sedang yang beroperasi pada jaringan penerbangan
yang luas di jalur AS-Asia, namun hanya memiliki jaringan yang kecil ke Eropa. Northwest
ingin memperluas operasinya di Eropa.
Manajemen KLM menganalisis seluruh potensi mitra kerja di AS dan memutuskan
bahwa Northwest dapat menjadi mitra terbaik buat KLM. Setidaknya ada 3 alasan yang
mendasari keputusan ini. Pertama, dilihat dari cakupan bisnis, Northwest memiliki kombinasi
yang kuat dalam penumpang dan kargo, yang juga merupakan bisnis inti KLM. Kedua,
mengingat potensi pasar Pasifik, sangat penting bagi KLM untuk mengkombinasikan pasar di
AS, Eropa dan Pasifik. Ketiga, pada waktu itu Northwest merupakan maskapai internasional
Amerika yang memiliki pengalaman yang cukup dibandingkan maskapai Amerika yang lain
seperti Delta dan United Airlines.
Sebelum aliansi dimulai, Northwest merupakan maskapai skala menengah Amerika yang
mengoperasikan jaringan penerbangan yang besar dari AS ke Asia, tetapi memiliki jaringan
penerbangan yang relatif kecil ke Eropa. Agar lebih kompetitif di pasar dunia, Northwest ingin
memperluas operasinya ke Eropa, sedangkan KLM yang beroperasi dari negara yang kecil
melihat kemungkinan perluasan pasar dan masuk ke AS yang merupakan pasar paling besar
bagi Eropa. Dengan menggabungkan kekuatan, Northwest percaya bahwa mereka dapat
memperkuat posisi mereka di Amsterdam, Eropa dan penerbangan ke Timur Tengah, bahkan
lebih jauh. KLM dan Northwest melihat bahwa mereka dapat saling merealisasikan impiannya
melalui aliansi tersebut.

Fase Operasional
Untuk mengelola dan mengkoordinasi aktivitas aliansi ini, kedua maskapai
penerbangan sepakat untuk mendirikan Alliance Steering Committee dan sejumlah tim kerja,
yang terdiri dari subbisnis penumpang, keuangan, operasi dan kargo. Northwest dan KLM
memutuskan untuk mengintegrasikan penjualan mereka dan mengimplementasikan
pendekatan pemasaran yang disebut “a color-blind approach” pada tahun 1998. A color-blind
approach ini merupakan strategi yang pertama kali diterapkan di dunia penerbangan dan
terbukti sangat ampuh sekali untuk mengurangi persaingan antar kedua belah maskapai.
Kontribusi Mitra Bisnis
Adanya perbedaan kontribusi kapasitas tidak menyebabkan konflik karena mereka
secara bersama memutuskan jadual penerbangan. Hampir semua aktivitas yang diperlihatkan
dalam perjanjian diatur secara bersama (joint), kecuali pemasaran (marketing) dan periklanan
(advertising).
Pengendalian
Settlement control aliansi ini dapat dibagi ke dalam 3 aspek, yaitu:

1. Pada umumnya, Alliance Steering Committee mengatur secara keseluruhan pengawasan


aliansi ini.

2. Kontrol sedikit berbeda saat dihubungkan dengan pasar.

3. Kedua mitra (partner) memiliki keahlian yang berbeda yang menghasilkan pengendalian
divisi yang berbeda dan menciptakan pertukaran keahlian yang berbeda pula di antara kedua
perusahaan.

4. Northwest dan KLM membagi kompetensi inti mereka mengenai IT, teknik penjualan,
strategi pemasaran, manajemen hubungan pelanggan, dan manajemen aliansi. Dalam
pemeliharaan dan ground handling, kedua perusahaan mengatur prosedurnya.
Spill Over Control
Mengenai spill-over of control ini, Northwest tidak memiliki masalah karena keterbukaan di
bidang servis seperti penerbangan ini merupakan unsur yang vital sehingga tidak ada rahasia
diantara mereka. Sedangkan KLM menggarisbawahi bahwa normalnya bentuk hubungan R&D
tidak perlu untuk diterapkan dalam aliansi mereka karena aspek berikut:
1. .Kedua maskapai memiliki komitmen jangka panjang

2. Mereka memiliki hubungan dalam lingkup besar dengan banyak bidang yang saling
berhubungan.
Konflik
Selain masalah operasional, pemicu konflik biasanya berasal dari :

1. Orientasi jangka pendek Northwest dan orientasi jangka panjang KLM

2. Memposisikan aliansi pada pasar kompetitif.

3. Strategi bagaimana menghadapi aliansi pesaing seperti Lufthansa/United Airlines, Delta/Air


France.

Selain masalah dominan tersebut, kedua perusahaan itu menghadapi beberapa situasi sulit yang
berpengaruh substansial terhadap hubungan mereka:

1. Selama periode 1994-1997, ada masalah kontrol KLM, perbedaan kualitas, perbedaan
strategi kargo.

2. Masalah besar kedua terjadi pada September 1998, ketika Northwest terbentur dengan
pemogokan satu bulan oleh crew kokpitnya yang menuntut kenaikan gaji.

3. Waktu sulit yang ketiga terjadi selama penyerangan teroris di AS pada 11 September 2001,
yang nyaris menghentikan industri penerbangan.
Komunikasi
Komunikasi merupakan peranan yang penting dalam aliansi KLM-Northwest.
Komunikasi membuat mereka dapat saling berbincang, membangun kepercayaan dan
mengurangi ketidakpastian dalam kemitraannya. Namun karena perbedaan budaya, dalam
komunikasi memerlukan adaptasi terlebih dahulu.
Tahap Evaluasi Dalam Aliansi Stratejik KLM dan Northwest

Dari aliansi ini sasaran KLM dan Northwest tercapai yaitu untuk meningkatkan
pendapatan yang lebih tinggi pada segmen trans-Atlantik dan meningkatkan penguasaan pasar
mereka dengan menawarkan kepada penumpang jadual penerbangan yang lebih bervariasi dari
Eropa ke Amerika maupun sebaliknya. Gambar 5 memperlihatkan perkembangan jaringan dan
profitabilitas selama masa patungan. Keuntungan dibagi merata, operasi aliansi pun melonjak
dua kali lipat sejak 1989, dan menawarkan 32 penerbangan setiap hari yang melayani 32 kota.

Beberapa keuntungan yang diperoleh oleh kedua perusahaan dari hasil aliansi adalah:
1.Bersama-sama mendapatkan keuntungan. Aliansi ini menghasilkan kontribusi yang
signifikan bagi posisi keuangan kedua perusahaan penerbangan.
2.Meningkatkan kesadaran para karyawan di kedua perusahaan penerbangan bahwa aliansi
dapat memperkuat posisi mereka di pasar. Kedua perusahaan harus bekerja sama dan tidak
dapat berjalan sendiri.
3.Melalui kerjasama ini, kedua perusahaan dapat mengatur jaringan North Atlantic secara
terus-menerus, yang kemudian membawa manfaat kepada pelanggan dengan menawarkan
banyak pilihan tujuan penerbangan.
4.Suatu proses pelajaran yang berharga atas bagaimana cara mengorganisasi dan membangun
aliansi tersebut.

Pelajaran yang dapat di petik


Aliansi antara KLM dan Northwest menunjukkan contoh yang menarik mengenai cara
perusahaan mengelola secara kritis hubungan kerja sama mereka dan mengatasi masalah-
masalah persaingan yang muncul di antara mereka. Dikenal sebagai alliansi stratejik pertama
dan penerima anti trust imunity di bidang penerbangan, aliansi antara KLM dan Northwest
telah berkembang dari ”code share flight” menuju kerja sama joint venture yang terintegrasi di
pasar trans Atlantik.

Fase Formasi

Kedua perusahaan penerbangan mempunyai motivasi yang sama dalam membangun


aliansi yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: perluasan jaringan di seluruh dunia,
perbaikan dalam pendapatan bisnis, dan mencapai suatu tingkat biaya kompetitif. Di awal
hubungan kerja sama, mereka hanya memiliki kemitraan code share di mana kedua perusahaan
memiliki 50% kapasitas kursi. Keduanya tetap bersaing satu sama lain, masing-masing
memiliki garis dasar dan sasaran keuntungan yang terpisah satu sama lain.
KLM dan Nortwest sangat menyadari sepenuhnya bahwa persaingan ini tidak kondusif
terhadap hubungan kerja sama mereka karena kepentingan masing-masing maskapai
cenderung untuk berlaku di atas kepentingan bersama, di mana pada akhirnya akan
menghambat optimalisasi jaringan mereka. Menganalisis situasi ini, kedua maskapai
berkesimpulan bahwa mereka harus masuk dalam open sky agreement dan memperoleh anti-
trust immunity untuk merealisasikan impian mereka. Seluruh program dalam fase formasi ini
ditujukan untuk meyakinkan pemerintah di kedua negara agar menyetujui kedua syarat dasar
tersebut.
Fase Operasi

Di dalam industri penerbangan, aliansi ini dikenal sebagai yang paling terintegrasi dan
tahan lama, namun realisasi hubungan kerja sama mereka bukan tanpa masalah. Variabel utama
pada fase operasional yang perlu diperhatikan:
Kontribusi Mitra Bisnis Kedua mitra bisnis dalam aliansi ini memutuskan untuk memberikan
kontribusi yang seimbang dalam hal kontribusi terhadap kapasitas, pembagian teknologi,
keahlian, dan pasar. Di sini tidak terdapat kontribusi yang berupa finansial karena biaya
ditanggung masing-masing Pengendalian
Walaupun pada awal kerja samanya kedua maskapai sepakat pada pembagian 60%-
40%, hal ini tidak mempunyai pengaruh pada perluasan pengendalian dalam aliansi.
Wilayah yang rawan konflik dan hubungan dengan kontribusi Mitra Kerja dan pengendalian
Konflik di dalam aliansi dapat berasal dari masalah-masalah stratejik, masalah keuangan
sampai aspek-aspek operasional dalam aliansi. Ketidaksetaraan dalam kontribusi mitra bisnis
dan pengendalian dapat menyebabkan konflik dalam kerja sama tapi yang paling penting
adalah bagaimana perusahaan-perusahaan dapat mengurangi konflik-konflik tersebut.
Peranan Komunikasi dalam Aliansi
Kurangnya komunikasi dapat menimbulkan konflik dalam aliansi, sedangkan komunikasi
terbuka dapat menjadi peran yang penting dalam menyelesaikan masalah.

Fase Evaluasi
Kedua perusahaan penerbangan memandang positif terhadap aliansi ini. Aliansi telah
berkembang melebihi harapan mereka semula. Mereka telah mencapai tujuan dari aliansi ini,
yaitu meningkatkan pendapatan dari pasar Trans-Atlantik dan memperluas jaringan di seluruh
dunia. Kedua perusahaan sangat optimis dan memandang positif aliansi ini.

Kedua belah pihak menyadari betapa penting aliansi ini untuk bisnis mereka. Bagi
Northwest, aliansi ini memberikan pendapatan 100% di pasar Trans-Atlantik, sedangkan untuk
KLM, joint venture ini berarti garis hidup mereka. Singkatnya, kedua perusahaan ini
menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen jangka panjang untuk mengembangkan
kerjasama ini dengan menggaet lebih banyak partner untuk memperkuat posisi aliansi ini di
dunia penerbangan internasional.
Kesimpulan
Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi ekonomi dan persaingan merupakan faktor
eksternal utama pendorong aliansi strategi. Selain faktor-faktor lingkungan eksternal
perusahaan, motif dan tujuan perusahaan merupakan faktor pendorong utama aliansi. Motif
dan tujuan dibentuknya aliansi stratejik setidaknya meliputi:
(1) Teknologi (know –how);
(2) Aset finansial; (3) Persaingan;
(4) Akses pada segmen pasar;
(5) Akses terhadap input, output, dan pengalaman manajemen;
(6) Sumberdaya dan kapabilitas yang saling melengkapi.

Pengalaman KLM dan Northwest menunjukkan bahwa pemain pertama alliansi di


bisnis penerbangan ini memulai kerjasama mereka dengan perjanjian yang sangat sederhana.
Semakin tinggi tingkat ketergantungan mereka semakin banyak masalah yang dihadapi. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola aliansi adalah bagaimana membagi dan
mengkontrol kontribusi masing-masing partner, kemungkinan munculnya persaingan antar
partner yang notabene pesaing di bisnis yang sama, penanganan konflik dan pentingnya
komunikasi antar partner.
Tidak ada perkawinan yang mulus demikian juga dalam hubungan antar partner dalam
17 alliansi stratejik. Bagaimana menyikapi konflik yang muncul dan menganggap konflik
sebagai kesempatan untuk belajar adalah pemikiran positif yang merupakan kunci survive
KLM dan Northwest hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai