Nama :
- DELABRILIANO ISMAIL 12030116140142
- KUKUH HERWIBAWA 12030116140092
- NANANG FEBRIARDI S 12030116120059
- RUDOLF JOSUA 12030116140177
Kelas : C
Aliansi strategic merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi di setiap sektor bisnis.
Strategi bersaing dan saling menjatuhkan sama lain sudah semakin ditinggalkan. Para
pembisnis menyadari bahwa dari pada mereka saling menjatuhkan maka lebih baik mereka
bekerja sama saling melengkapi dan saling menguntungkan. Pada era globalisasi saat ini
banyak perusahaan yang menerapkan dan menjalankan startegi aliansi yang dibuktikan dengan
banyakanya pertumbuhan dan penyebaran aliansi strategik dengan berbagai bentuk
kolaborasinya, baik antar perusahaan maupun antar grup dalam skala internasional.
Besarnya kemungkinan ini disebabkan oleh perubahan – perubahan yang mendasar dalam
ekonomi global seperti semakin meningkatnya tingkat persaingan, perkembangan teknlogi
yang cepat, meningkatnya biaya pembangunan, biaya produksi dan biaya pemasaran produk-
produk baru. Untuk bersaing dalam arena global, perusaahaan tidak dapat menanggung biaya
tetap yang sangat besar. Biaya dan risiko untuk mendirikan jaringan distribusi, logistik,
manufaktur, penjualan, dan litbang di setiap pasar seluruh dunia akan menjadi sangat besar
apabila ditanggung sendiri. Selain itu, dibutuhkan waktu untuk membangun keahlian karyawan
senditi dan membina hubungan baik dengan pemasok. Pada gilirannya akan diperlukan mitra
bisnis dalam hal tersebut untuk meningkatkan mekanisme keuntungan bagi perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Aliansi Strategic ?
2. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi Aliansi Strategic dari KLM-Nortwest ?
3. Apa kelebihan dan kekurang Aliansi Strategic KLM-Nortwest ?
C. Tujuan Penulisan
Pada prinsipnya, aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk saling berbagi biaya, resiko
dan manfaat. Alasan rasional ditempuhnya aliansi strategi adalah untuk memanfaatkan
keunggulan sesuatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang
dimiliki partnernya (Kuncoro, 1994, p. 30). Dengan demikian, masing-masing pihak yang
beraliansi saling memberikan kontribusi dalam pengembangan satu atau lebih strategi kunci
dalam bidang usaha yang dialiansikan. Jadi, apapun bentuk serta lingkup kegiatan yang
dilakukan, semua pihak menghendaki suatu keuntungan serta manfaat bersama yang diciptakan
melalui interaksi terpadu.
Wujud konkrit yang dapat diharapkan dari aliansi strategis adalah pengembangan
produk (product development) dan pengembangan pasar (market development) untuk satu atau
kelompok produk tertentu, tanpa harus menghilangkan sepenuhnya ciri khas yang dimiliki
perusahaan sebelumnya (Utomo, 1994, p. 25).
Aliansi strategis merupakan suatu proses belajar dalam suatu organisasi. Pembelajaran
melalui aliansi strategis tersebut, menurut Li dan Chen (1999, p. 39) meliputi 3 area fungsi
yaitu technology, manufacturing, dan marketing. Pengkategorian ini dilakukan karena
pengertian aliansi strategis yang sangat luas dalam lintas aktifitas fungsinya.
A. Technological Capabilities
Salah satu fungsi dan tujuan aliansi strategis adalah untuk membangun dan
mengembangkan fungsi operasi, fasilitas dan proses, dan membuka peluang pada
kemampuan dan pemahaman baru, pengetahuan baru serta teknologi baru (Mokler, 2001,
p. 92). Kemampuan teknologi yang dibangun dalam aliansi strategis meliputi kerjasama
dalam aktivitas rantai nilai seperti research and development (R&D) dan permesinan
(engeneering) (Das, Sen dan Sengupta, 1998, p. 28) dalam hubungan aliansi strategis,
terdapat pengaruh yang kuat pada perencanaan research and development (R&D Plans) dan
pengenalan produk baru.
B. Manufacturing Capabilities
c. Marketing Capabilities
Setidaknya ada dua alasan mengapa KLM dan Northwest memilih patungan tanpa
menciptakan perusahaan baru (Wahyuni, 2003: 171-2). Pertama , untuk memaksimalkan
jaringan dan memberikan pilihan jalur penerbangan yang paling efisien kepada para
pelanggan. Mereka menyebutnya sebagai economic path indifference. Artinya, tidak ada
perbedaan bagi aliansi ini apakah penumpang terbang dengan pesawat KLM atau
Northwest. Semua pendapatan hasil patungan disatukan dan masing-masing mitra akan
memperoleh bagian laba yang sama. Kedua, peraturan industri penerbangan tidak
mendorong kedua perusahaan ini untuk membentuk patungan murni dengan badan hukum
baru. Isu asal negara memang termasuk hal penting bagi maskapai penerbangan.
ALIANSI STRATEJIK ANTARA KLM DAN NORTHWEST
Perkembangan alliansi dapat di bagi menjadi tiga fase: formasi, operasional, dan evaluasi.
Fase formasi terdiri dari tiga tahapan: courtship, negotiation dan start up. Hubungan KLM
dan Northwest pada setiap fase adalah sebagai berikut:
Fase Operasional
Untuk mengelola dan mengkoordinasi aktivitas aliansi ini, kedua maskapai
penerbangan sepakat untuk mendirikan Alliance Steering Committee dan sejumlah tim kerja,
yang terdiri dari subbisnis penumpang, keuangan, operasi dan kargo. Northwest dan KLM
memutuskan untuk mengintegrasikan penjualan mereka dan mengimplementasikan
pendekatan pemasaran yang disebut “a color-blind approach” pada tahun 1998. A color-blind
approach ini merupakan strategi yang pertama kali diterapkan di dunia penerbangan dan
terbukti sangat ampuh sekali untuk mengurangi persaingan antar kedua belah maskapai.
Kontribusi Mitra Bisnis
Adanya perbedaan kontribusi kapasitas tidak menyebabkan konflik karena mereka
secara bersama memutuskan jadual penerbangan. Hampir semua aktivitas yang diperlihatkan
dalam perjanjian diatur secara bersama (joint), kecuali pemasaran (marketing) dan periklanan
(advertising).
Pengendalian
Settlement control aliansi ini dapat dibagi ke dalam 3 aspek, yaitu:
3. Kedua mitra (partner) memiliki keahlian yang berbeda yang menghasilkan pengendalian
divisi yang berbeda dan menciptakan pertukaran keahlian yang berbeda pula di antara kedua
perusahaan.
4. Northwest dan KLM membagi kompetensi inti mereka mengenai IT, teknik penjualan,
strategi pemasaran, manajemen hubungan pelanggan, dan manajemen aliansi. Dalam
pemeliharaan dan ground handling, kedua perusahaan mengatur prosedurnya.
Spill Over Control
Mengenai spill-over of control ini, Northwest tidak memiliki masalah karena keterbukaan di
bidang servis seperti penerbangan ini merupakan unsur yang vital sehingga tidak ada rahasia
diantara mereka. Sedangkan KLM menggarisbawahi bahwa normalnya bentuk hubungan R&D
tidak perlu untuk diterapkan dalam aliansi mereka karena aspek berikut:
1. .Kedua maskapai memiliki komitmen jangka panjang
2. Mereka memiliki hubungan dalam lingkup besar dengan banyak bidang yang saling
berhubungan.
Konflik
Selain masalah operasional, pemicu konflik biasanya berasal dari :
Selain masalah dominan tersebut, kedua perusahaan itu menghadapi beberapa situasi sulit yang
berpengaruh substansial terhadap hubungan mereka:
1. Selama periode 1994-1997, ada masalah kontrol KLM, perbedaan kualitas, perbedaan
strategi kargo.
2. Masalah besar kedua terjadi pada September 1998, ketika Northwest terbentur dengan
pemogokan satu bulan oleh crew kokpitnya yang menuntut kenaikan gaji.
3. Waktu sulit yang ketiga terjadi selama penyerangan teroris di AS pada 11 September 2001,
yang nyaris menghentikan industri penerbangan.
Komunikasi
Komunikasi merupakan peranan yang penting dalam aliansi KLM-Northwest.
Komunikasi membuat mereka dapat saling berbincang, membangun kepercayaan dan
mengurangi ketidakpastian dalam kemitraannya. Namun karena perbedaan budaya, dalam
komunikasi memerlukan adaptasi terlebih dahulu.
Tahap Evaluasi Dalam Aliansi Stratejik KLM dan Northwest
Dari aliansi ini sasaran KLM dan Northwest tercapai yaitu untuk meningkatkan
pendapatan yang lebih tinggi pada segmen trans-Atlantik dan meningkatkan penguasaan pasar
mereka dengan menawarkan kepada penumpang jadual penerbangan yang lebih bervariasi dari
Eropa ke Amerika maupun sebaliknya. Gambar 5 memperlihatkan perkembangan jaringan dan
profitabilitas selama masa patungan. Keuntungan dibagi merata, operasi aliansi pun melonjak
dua kali lipat sejak 1989, dan menawarkan 32 penerbangan setiap hari yang melayani 32 kota.
Beberapa keuntungan yang diperoleh oleh kedua perusahaan dari hasil aliansi adalah:
1.Bersama-sama mendapatkan keuntungan. Aliansi ini menghasilkan kontribusi yang
signifikan bagi posisi keuangan kedua perusahaan penerbangan.
2.Meningkatkan kesadaran para karyawan di kedua perusahaan penerbangan bahwa aliansi
dapat memperkuat posisi mereka di pasar. Kedua perusahaan harus bekerja sama dan tidak
dapat berjalan sendiri.
3.Melalui kerjasama ini, kedua perusahaan dapat mengatur jaringan North Atlantic secara
terus-menerus, yang kemudian membawa manfaat kepada pelanggan dengan menawarkan
banyak pilihan tujuan penerbangan.
4.Suatu proses pelajaran yang berharga atas bagaimana cara mengorganisasi dan membangun
aliansi tersebut.
Fase Formasi
Di dalam industri penerbangan, aliansi ini dikenal sebagai yang paling terintegrasi dan
tahan lama, namun realisasi hubungan kerja sama mereka bukan tanpa masalah. Variabel utama
pada fase operasional yang perlu diperhatikan:
Kontribusi Mitra Bisnis Kedua mitra bisnis dalam aliansi ini memutuskan untuk memberikan
kontribusi yang seimbang dalam hal kontribusi terhadap kapasitas, pembagian teknologi,
keahlian, dan pasar. Di sini tidak terdapat kontribusi yang berupa finansial karena biaya
ditanggung masing-masing Pengendalian
Walaupun pada awal kerja samanya kedua maskapai sepakat pada pembagian 60%-
40%, hal ini tidak mempunyai pengaruh pada perluasan pengendalian dalam aliansi.
Wilayah yang rawan konflik dan hubungan dengan kontribusi Mitra Kerja dan pengendalian
Konflik di dalam aliansi dapat berasal dari masalah-masalah stratejik, masalah keuangan
sampai aspek-aspek operasional dalam aliansi. Ketidaksetaraan dalam kontribusi mitra bisnis
dan pengendalian dapat menyebabkan konflik dalam kerja sama tapi yang paling penting
adalah bagaimana perusahaan-perusahaan dapat mengurangi konflik-konflik tersebut.
Peranan Komunikasi dalam Aliansi
Kurangnya komunikasi dapat menimbulkan konflik dalam aliansi, sedangkan komunikasi
terbuka dapat menjadi peran yang penting dalam menyelesaikan masalah.
Fase Evaluasi
Kedua perusahaan penerbangan memandang positif terhadap aliansi ini. Aliansi telah
berkembang melebihi harapan mereka semula. Mereka telah mencapai tujuan dari aliansi ini,
yaitu meningkatkan pendapatan dari pasar Trans-Atlantik dan memperluas jaringan di seluruh
dunia. Kedua perusahaan sangat optimis dan memandang positif aliansi ini.
Kedua belah pihak menyadari betapa penting aliansi ini untuk bisnis mereka. Bagi
Northwest, aliansi ini memberikan pendapatan 100% di pasar Trans-Atlantik, sedangkan untuk
KLM, joint venture ini berarti garis hidup mereka. Singkatnya, kedua perusahaan ini
menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen jangka panjang untuk mengembangkan
kerjasama ini dengan menggaet lebih banyak partner untuk memperkuat posisi aliansi ini di
dunia penerbangan internasional.
Kesimpulan
Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi ekonomi dan persaingan merupakan faktor
eksternal utama pendorong aliansi strategi. Selain faktor-faktor lingkungan eksternal
perusahaan, motif dan tujuan perusahaan merupakan faktor pendorong utama aliansi. Motif
dan tujuan dibentuknya aliansi stratejik setidaknya meliputi:
(1) Teknologi (know –how);
(2) Aset finansial; (3) Persaingan;
(4) Akses pada segmen pasar;
(5) Akses terhadap input, output, dan pengalaman manajemen;
(6) Sumberdaya dan kapabilitas yang saling melengkapi.