Anda di halaman 1dari 5

A.

JUDUL
Pembuatan Preparat Apus Darah Manusia (Homo sapiens)

B. TUJUAN
1. Membuat sediaan apus darah manusia dengan metode Romanowski.
2. Mengamati dan menganalisis hasil pembuatan preparat sediaan apus darah manusia.

C. DASAR TEORI
Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan
darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit
manusia berbentuk sebagai cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti.
Apabila diamati pada apus, ternyata sel-selnya berukuran hampir sama. Leukosit atau sel darah
putih mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Sebenarnya, leukosit merupakan
kelompok sel dari beberapa jenis. Sel neutrofil matang berbentuk bulat dengan diameter 10-12
µm. Intinya tidak berbentuk bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi, bahkan dapat lebih.
Eosinofil memiliki inti yang terdiri atas 2 lobi yang dipisahkan oleh bahan inti sebagai benang.
Basofil berukuran sekitar 10-12 µm sama besar dengan neutrofil. Kurang lebih separuh dari sel
dipenuhi oleh inti yang bersegmen-segmen atau kadang-kadang tidak teratur. Limfosit kecil yang
terdapat paling banyak memiliki inti bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya tampak
gelap karena khromatinnya berkelompok dan tampak tak bernukleolus. Sitoplasmanya sedikit
tampak mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru muda. Monosit memiliki inti dapat
berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Pada sediaan biasanya
menemukan nukleolus. Pada sediaan apus darah, trombosit sering terdapat bergumpal, setiap
keping tampak bagian tepi yang berwarna biru muda yang menemukan hialomer (Subowo,
2002).
Preparat apus/oles/smear adalah prearat yang proses pembuatannya dengan metode
apus/oles/smear, yaitu dengan cara mengapuskan atau membuat lapisan tipis/film suatu bahan
yang berupa cairan/bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak, selanjutnya
difiksasi, diwarnai, dan ditutup dengan gelas penutup untuk diamati di bawah mikroskop. Tujuan
pembuatan preparat ini selain untuk melihat struktur sel penyusun cairan juga untuk mengetahui
berbagai parasit yang biasanya berhubungan dengan diagnosis suatu penyakit (Rudyatmi, 2015).
Biasanya yang sering dibuat sediaan oles adalah darah, walaupun cairan yang lain juga
dapat dibuat sediaan oles, misalnya cairan merah (eksudat) atau jaringan-jaringan tertentu. Darah
ataupun cairan dapat diambil dengan pipet tetes, tetapi untuk darah perifer misalnya ujung jari,
setelah darah keluar dapat diteteskan langsung di atas gelas benda, untuk selanjutnya diproses
(Suntoro, 1983). Langkah-langkah penting di dalam pembuatan sediaan oles adalah sebagai
berikut.

1
1. Tebal film harus diperhatikan.
2. Film kemudian difiksasi agar melekat pada gelas benda sehingga yakin bahwa sel-sel
yang berada di dalamnya tetap normal bentuknya.
3. Memberi warna.
4. Menutup dengan gelas penutup.

Gambar 1.
Alur pembuatan
apus darah

Salah satu pewarnaan sediaan apus adalah pewarnaan giemsa. Pewarnaan ini sering
disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel sumsum, dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah
misalnya dari jenis protozoa antara lain Tripanosoma, Leismanie, Plasmodia, Bartomellae.
Hampir semua larutan baku untuk pewarnaan sediaan oles, pelarutnya adalah methyl alcohol.
Larutan Giemsa 3% yang sudah terlalu tidak akan memberikan hasil pewarnaan yang diharapkan.
Oleh karena itu, pengenceran menjadi 3% hendaknya dibuat pada saat akan mewarnai saja, dan
dibuat secukupnya. Biasanya larutan ini hanya tahan 1-2 hari saja (Suntoro, 1983).
Untuk sediaan oles yang filmnya tipis, waktu yang diperlukan untuk fiksatif kurang lebih
3-4 menit. Untuk film tipis, film-film sumsum, oles jaringan, dan oles eksudat harus difiksasi
dengan methyl alcohol selama 3-5 menit, kemudian dibiarkan kering sampai saat pewarnaan.
Film-film yang tidak segera difiksasi akan memberikan hasil pewarnaan yang tidak memuaskan.
Hasil pewarnaan pada sediaan apus darah manusia: eritrosit berwarna merah muda,
nukleus leukosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma leukosit berwarna sangat ungu muda,
granula dari leukosit eosinofil berwarna ungu tua, granula dari elukosit neutrofil dan leukosit
basofil ungu muda. Menurut pengalaman di laboratorium Fakultas Biologi UGM, sediaan oles
dengan pewarnaan tersebut dapat bertahan 2-5 tahun (Suntoro, 1983).

D. LANGKAH KERJA
Gelas benda dan jarum franke disterilkan dengan alkohol 70%. Ujung jari manis
probandus disterilkan dengan alkohol 70%. Ujung jari manis ditusuk dengan jarum franke steril
hingga mengeluarkan darah. Tetesan darah pertama dihapus dengan kapas, tetesan darah kedua

2
diletakkan pada 0,5 cm dari tepi kanan gelas benda A. Gelas benda B diambil, bagian sisi

pendeknya ditegakkan di sebelah kiri tetesan darah membentuk sudut 45゚. Gelas benda B ditarik

ke arah kanan hingga terjadi kapilaritas. Gelas benda B didorong ke arah kiri gelas benda A
dengan kecepatan konstan dan kuat. Hasil apusan darah dikeringkan pada rak pewarnaan diatas
bak pewarnaan. Film darah ditetesi methyl alcohol hingga menutupi seluruh film dan
dikeringkan. Film tipis ditetesi zat warna Giemsa 3% dan dikeringkan. Gelas benda A dicuci
dengan akuades steril yang mengalir pada bagian yang tidak terdapat apusan darah. Pada ujung
kanan gelas benda A dilekatkan label sesuai identitas preparat. Preparat diamati dengan
prebesaran kuat, difoto, dan dianalisis.

E. HASIL PENGAMATAN

Perbesaran : 40x10
Keterangan :
a. eritrosit
b b. leukosit (neutrofil)

 Eritrosit berbentuk cakram dan ada


lekukan pada sentralnya (bikonkaf)
a dengan warna merah muda agak
transparan.
a  Leukosit ditunjukkan dengan sel
berwarna keunguan dengan inti ungu tua
dan sitoplasma ungu sangat muda.

F. PEMBAHASAN
Pembuatan preparat apus darah manusia menggunakan metode apus/smear/oles. Darah
yang digunakan adalah darah manusia, probandusnya adalah praktikan sendiri. Berdasarkan
pengamatan hasil apusan darah dengan pewarnaan Giemsa, diketahui bahwa sel-sel darah
terwarnai dengan cukup baik. Di dalam plasma darah tersuspensi dua macam sel darah, eritrosit
(sel darah merah) dan leukosit (sel darah putih), dan fragmen sel yang disebut keping darah.
Eritrosit berbentuk bulat pipih atau cakram dengan cekungan di bagian tengah pada kedua sisinya
serta tidak memiliki nukleus. Warna eritrosit yang teramati adalah merah muda agak transparan.
Jumlah sel darah merah pada sediaan apus darah sangat banyak dibandingkan dengan leukosit.
Ukuran eritrosit jauh lebih kecil dari leukosit. Eritrosit berfungsi membawa oksigen (Campbell et
al, 2004). Leukosit berbentuk bulat dengan sitoplasma bewarna sangat ungu muda dengan inti
yang berwarna ungu tua kebiruan. Inti leukosit terwarna kuat karena zat warna Giemsa yang
merupakan zat warna basa dapat diikat dengan baik oleh khromatin-khromatin dalam inti sel

3
yang bersifat asam dan sangat padat. Pada leukosit-leukosit yang diamati, jumlah lobus yang
paling banyak adalah 4 dan yang paling sedikit adalah 3. Oleh karena itu, leukosit-leukosit yang
termati tersebut adalah neutrofil.
Eritrosit memiliki diameter 7,2 µm. Dalam 1 mm3 darah manusia terdapat 5 juta sel darah
merah. Oleh karena itu, pada hasil pengamatan di bawah mikroskop, eritrosit merupakan sel
darah yang paling dominan. Neutrofil termasuk ke dalam jenis leukosit granulosit, namun butir-
butir dalam sitoplasmanya tidak dapat teramati. Dalam 1 mm3 darah manusia terdapat 3000-6000
sel neutrofil, sehingga neutrofil merupakan jenis sel darah putih dengan presentase terbesar, yaitu
60-70%. Neutrofil berfungsi dalam sistem pertahanan garis pertama, karena mempunyai
kemampuan fagositosis dan menghancurkan partikel yang difagositosis dengan enzim-enzim
yang ada (Subowo, 2002).
Proses pembuatan apus darah melibatkan beberapa larutan, yaitu Giemsa 3% sebagai zat
warna, methy alcohol atau methanol sebagai zat fiksatif, alkohol 70% sebagai pensteril dan
aquades steril sebagai zat pencuci. Hampir semua larutan baku untuk pewarnaan sediaan oles,
pelarutnya adalah methyl alcohol. Giemsa 3% sebagai zat warna merupakan campuran antara
eosin dan methylene blue. Eosin dan methylene blue dilarutkan dalam methanol. Ikatan antara
zat warna eosin dan methylene blue dapat menimbulkan warna ungu. Keadaan ini dikenal
sebagai efek Romanowski. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA sehingga akan menimbulkan
kontras antara inti yang berwarna kuat karena mengandung khromatin dengan sitoplasma yang
terwarna lemah atau sangat muda. Methylene blue yang merupakan zat warna basa akan
mewarnai komponen sel yang bersifat asam seperti benang-benang khromatin dan DNA,
sedangkan eosin sebagai zat warna asam akan mewarnai komponen sel yang bersifat basa yaitu
granula dan hemeoglobin. Methyl alcohol atau methanol sebagi zat fiksatif merupakan bentuk
alkohol yang paling sederhana. Kegiatan fiksasi bertujuan mematikan sel-sel darah dengan
mempertahankan bentuk, struktur, maupun ukurannya. Methanol pada proses pembuatan
preparat apus darah mampu mengubah permeabilitas membran sel darah sehingga zat warna
Giemsa dapat masuk ke dalam sel dan mewarnai sel-sel darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembuatan preparat apus darah yaitu kualitas stok giemsa, kualitas pembuatan film tipis darah
(ketebalan sel yang diwarnai akan mempengaruhi hasil pewarnaan), dan kebersihan sediaan
darah (zat warna yang mengendap di permukaan pada akhir permukaan tertinggal pada sel darah
dan mengotorinya. Oleh karena itu, pada akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas dengan air
mengalir) (Tjokronegoro, 1996).
Berdasarkan hasil pengamatan, sel-sel eritrosit dan leukosit pada preparat apus darah yang
dibuat tampak rapat dan menumpuk di beberapa tempat, akan tetapi sel-selnya dapat teramati
dengan baik karena terwarna dengan baik dan masih memiliki banyak tempat yang tidak
mengalami penumpukan sel.

4
G. SIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis di atas, dapat saya simpulkan bahwa:
a) Sel-sel darah (eritrosit dan leukosit) dibuat menjadi preparat dengan metode apus/oles
dan diwarnai dengan metode Romanowski.
b) Preparat apus darah manusia dapat membedakan sel eritrosit dan leukosit. Eritrosit
berbentuk cakram bikonkaf tanpa inti berwarna merah muda agak transparan, sedangkan
leukosit berbentuk bulat dengan inti berwarna ungu kebiruan dan sitoplasma berwarna
ungu sangat muda. Ukuran leukosit lebih besar dari eritrosit.
2. Saran
Untuk melakukan apus darah hendaknya dilakukan dengan posisi tangan yang benar sehingga
memberikan tekanan yang kuat dan mampu mendorong gelas benda dengan kuat dan
kecepatan konstan. Pewarna giemsa hendaknya dipastikan dalam kondisi baik dan tidak
terkontaminasi.

H. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.b. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta:
Erlangga.
Rudyatmi, E. 2015. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi Fmipa Unnes.
Subowo. 2002. Histologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi & Histokimia). Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.
Tjokronegoro, A. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai