yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman kebajikan,
dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Pengertian Wadi`ah menurut
bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau
titip. Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu : Wadi`Ah Yad
Al Amanah dan Wadi`Ah Tad Adh-Dhamanah. Adapun barang yang bisa kita
wadi`ahkan seperti : (1) Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank
dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut, (2) Uang,
jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya, (3) Dokumen (Saham,
Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll), (4) Barang berharga lainnya
(surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)
pemakalah kali ini yaitu tentang WADI`AH, ada baiknya pemakalah mengupas
utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya
1
kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya yang
project dalam bentuk bank tabungan pedesaan di kota kecil Mit Ghamr, Mesir.
Percobaan berikutnya terjadi di Pakistan pada tahun 1965 dalam bentuk koperasi.
Upaya awal penerapan sistem profit dan los sharing (dalam perbankan
syari1ah) adalah yang pertama di Pakistan pada awal bulan Juli tahun 1979. Tahun
1979-1980 Pakistan mensosialisasikan skema pinjam tanpa bunga kepada Petani dan
Nelayan. Tahun 1981 mulai beroperasi 7000 cabang Bank Komersial Nasional
dengan menggunakan sistem syari`ah, dan pada awal tahun 1985 seluruh Perbankan
Syari`ah.
(Bank Islam Malaysia Berhad), berdiri tahun 1983 dan akhir tahun 1999 BIMB
pada dekade 1960 dan beroperasi sebagai RURAL SOCIAL BANK dengan nama
MIT GHAMR BANK oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar, walaupun kecil namun telah
mampu memicu para menlu Negara-negara Islam khususnya anggota OKI untuk
melakukan hal yang sama dan telah terjadi beberapa pertemuan, diawali di Pakistan
Desember 1970. Di Benghaji Libya Maret 1973 kembali diagendakan pada sidang
menlu Oki yang khusus menangani ekonomi dan keuangan, didukung lagi oleh
2
negara-negara Islam penghasil minyak yang mengadakan pertemuan di Jeddah Juli
1973.
Bulan Mei 1974 Negara-negara Islam dan negara OKI kembali mengadakan
pertemuan tentang Bank Pembangunan Islam atau Islamic Depelopment dan telah-
sampai pada penetapan AD/ARTnya, akhirnya di Jeddah 1975 oleh sidang Mentri
Developmen Bank (IDB) dengan anggota, semua anggota OKI dengan modal awal
Saefuddin, M. Amien Azis dan dilakukan uji coba dalam bentuk bank dengan
Tahun 1990 diadakan pembahasan lebih khusus tentang bank syari`ah oleh
MUI di Cisarua Bogor Jawa Barat dan dilanjutkan pada Munas Mui ke IV di Hotel
Sahid Jaya Jakarta tanggal 22 – 25 Agustus 1990 dengan hasil membentuk tim untuk
mendirikan Bank Islam Indonesia. Tanggal 1 November 1991 ditanda tanganilah akte
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dengan saham 84 miliar rupiah. 1 Mei 1991
Bank Muamalat Indonesia menjadi Rp 106 126 382 000,00 diwaktu acara
3
September 1999 BMI telah memiliki 45 Autlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,
reformasi dan telah dikeluarkannya UU. No. 10 Thn 1998 tentang landasan hukum
dan jenis usaha. Ada beberapa jenis prodak bank syari`h pada waktu itu yang
disosialisasikan namun yang paling menonjol adalah Wadi`ah dan Mudharobah. Jadi
yang akan dibahas pemakalah pada makalah ini adalah WADI`AH (Depository)
B. PENGERTIAN WADIAH
produk, yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman
kebajikan, dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Akan tetapi
karena terbatasnya waktu, pada kesempatan ini penulis hanya mengulas tentang
wadi’ah.
Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti
meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau
amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama pikih berbeda pendapat
dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan
wadi`ah itu seperti, Apabila sipenerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut
4
Pengertian wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari
satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan
C. DASAR HUKUM
menerimanya, …..”
5
“…………. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi
jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada
Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk
Dalam dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh
ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi
Al Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
6
Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa
SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek(Jakarta GIP 2001)
hal 35.
MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro
yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah
baik konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang
itu masih milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk
wadi`ah yaitu :
7
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan
penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor
“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah
gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.”
Ada lagi dalil yang menegaskan bahwa Wadi`ah adalah Akad Amanah (tidak ada
jaminan) adalah :
Amr Bin Syua`ib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi SAW
Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa ada imbalan (tabarru)
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa
“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang
untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar
dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu
Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie
8
kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan
tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun.
Wadi`ah dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-
qardh yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar
sama-sama akad tabarruyang jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat
didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-
Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank
uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan
seperti :
1. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional
9
4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga
F. RUKUN WADI`AH
Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya
menitipkannya/menyerahkan.
Dalam perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu
tidak berjalan/terjadi/sah.
dengan jenis akadnya dan sebelum akad diikrarkan batasan-batasan ini harus
diperjelas seperti al-wadi`ah bighar al- `ajr (wadi`ah tanpa jasa) yaitu wadi` tidak
bertanggung jawab terhadap kerusakan barang yang yang bukan karena kelalaiannya
`ajr (wadi`ah dengan jasa) ialah wadi` hanya menjaga barang titipan sesuai dengan
10
Kecerobohan/kelalaian (tagshir) dari pihak penerima titipan itu biasa terjadi
dan sering terjadi. Adapun kelalaian itu banyak ragamnya namun yang biasa terjadi
ialah menjaga titipan tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh mudi`. Ini biasa
terjadi pada wadi`ah bi `ajr, namun bila wadi` lalai dari yang diamanatkan maka
tadi. Kesalahan yang lain membawa barang titipan bepergian (safar) tanpa ada
sebelumnya pembolehan dari mudi`, maka wadi` harus bertanggung jawab atas
kehilangan barang tersebut, dalam hal ini wadi`sedang tidak bepergian. Apabila
wadi` menerima wadi`ah sedang ia dalam bepergian maka wadi` sudah bertanggung
pulang. Seterusnya kesalahan yang lain adalah menitipkan wadi`ah kepada orang lain
yang bukan karena udzur, tidak melindungi barang titipan dari hal-hal yang merusak
atau hilang maka penerima titipan harus mengganti dengan yang sejenis atau sama
nilainya (qima)
Ta`adli hampir sama dengan taqshir bedanya ialah taqshir adalah kelalaian
penerima titipan karena ia tidak mematuhi akad wadi`ah sedangkan ta`addli adalah
setiap perilaku yang bertentangan dengan penjagaan barang, diantara bentuk taqshir
11
dan tabungan. Sementara itu pada bank syariah dalam penghimpunan dananya selain
bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah (tabungan)
namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro ada yang seperti
deposito. Dilihat dari sunber modal yang terbesar selain modal dasar tadi maka
dan simpanan ini dalam perbankan dapat disamakan dengan giro dan tabungan
terbagi atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga
khusus). Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada Shahib
Sesuai dengan pembagian wadi’ah di atas, maka wadi’ah yad al- amanah,
pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau
barang yang ditipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak
12
Pembeda Akad Wadiah Akad Mudharabah
Nasabah tidak mendapatkan
Bagi hasil bagi hasil, nasabah hanya Nasabah mendapatkan nisbah (bagi
(Keuntungan) mendapatkan bonus secara hasil atau keuntungan).
sukarela dari pihak bank.
Nasabah berperan sebagai
Nasabah berperan sebagai sohibul
Peran nasabah muwadi (penitip uang atau
mal (pemilik modal).
barang).
Dana yang disimpan di bank Syariah
Dana yang disimpan di bank
Status uang disebut sebagai bentuk investasi,
Syariah hanya bersifat
atau barang karena nasabah mendpatkan nisbah
simpanan atau titipan.
(bagi hasil atau keuntungan).
dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah
si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak dilarang
untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan
secara advance.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-
ialah:
1. Bersifat titipan,
13
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,
pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.(lihat Fatwa DSN
No. 02/DSN-MUI/IV/2000.)
Tetapi dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil mengombinasikan
persentase.
Produk/jasa Akad
Sertifikat wadiah Bank Indonesia (SWBI) Wadiah
Giro (Rp/USD/SD) Wadiah Yad Dhamanah
Tabungan Qurban Wadiah Yad Dhamanah
Tabungan Haji Wadiah Yad Dhamanah
I. PENUTUP
Dari hasil uraian pemakalah ini pembaca diharapakan dapat mengerti dan
memahami apa itu bank syari`ah, bagaimana proses pelaksanaannya, produk apa saja
14
syariah adalah untuk membersihkan penyimpanan maupun penginvestasian dana
masyarakat sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan As-
Sunnah, sehingga kita dapatkan apa yang telah Allah janjikan kelak diyaumil akhir
dan terlepas dari azab siksa kubur dan api neraka naujubillahi minzalik.
kita yang selama ini terbiasa dengan yang namanya royalti sehingga dalam
keluarganya. Namun bagi kita yang mempunyai jiwa mujahid dan mujahidah tidak
perlu berkecil hati terus berusaha dan berusaha membertikan penerangan dan
pengertian bagi saudara-saudara kita yang belum mengerti dan paham setidak-
15
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001.
2005
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta:
16
Aplikasi Perbankan Syariah Kontemporer
Konsep Operasional Bank Syari’ah
Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem
operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari
lima dasar aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah
. Berikut adalah kelima konsep dan produk perbankan syariah menurut PSAK :
Al-Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila
nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian
titipan.
Wadiah Yad Al-Amanah adalah titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan
barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip
Wadiah Yad adh-Dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip
dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut
diperoeh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah
17
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan
mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika
usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemililk dana, kecuali
jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. Mudharabah terdiri dari dua jenis,
yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana
dalam pengelolaan investasinya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana
mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan
modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-
sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan
maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi
hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dua jenis al-
musyarakah:
1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
18
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen
bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Implikasinya berupa:
a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual
dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini
disebut salam paralel.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai
penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara
umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat
bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara Istishna maka
hal ini disebut istishna paralel.
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
19
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa.
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk
yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima
kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Akad
wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain, dalam pengiriman transfer, penagihan
hutang baik melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
b. Al-Kafalah
Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful
(penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu
kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
c. Al-Hawalah
Adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan
piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada
entitas lain
d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang
atau gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan
untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq
dan shadaqah.
20
Fungsi Perbankan Syari’ah dalam Perekonomian
1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan
seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang
berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank
yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa
bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak
kredit yang bermasalah atau macet.
21
2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta
tetap.
3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran
uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek
wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya
adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling
membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.Keadilan
mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas
proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan
bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.Kegiatan bank syariah dalam
hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.Penentuan
harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah
penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan
menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini
prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.
22
kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi
juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara
muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak
perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank
Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.
Perbankan Syariah
Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank
Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi
pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk
kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama
masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam
seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan
keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi
a. Al-baqarah : 278-279
“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
c. An-nisaa : 130
“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….
23
d. Ar-ruum : 39
“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah
itu tidak bertambah……..”
Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW.
Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak
dipandang sebagai komoditi.
24