Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS APPERTUM

I. KONSEP DASAR
1. Definisi
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan
tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Vulnus appertum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan biasanya
karena tarikan atau goresan benda tumpul.
Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi
kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul yaitu:
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel

2. Etiologi
1) Mekanik
(1) Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
(2) Benda tumpul
(3) Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
2) Non Mekanik
(1) Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
(2) Trauma fisika
- Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer,
heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.

- Luka akibat suhu rendah


Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel,
- Luka akibat trauma listrik
- Luka akibat petir
- Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
(3) Radiasi

3. Klasifikasi
1) Berdasarkan derajat kontaminasi
(1) Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi
untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring, traktus
respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka
tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1%-5%.
(2) Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar
3% - 11%.
(3) Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
(4) Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa
sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti
perforasi visera, abses dan trauma lama.
2) Berdasarkan penyebab
(1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
- Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit
akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan
tumpul
- Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
Adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan
benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada
kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun
benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya minimal
tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan adanya
kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme
terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
- Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan
kulit
- Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/ miring
terhadap kulit
- Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara
tegak lurus terhadap permukaan kulit.
- Vulnus laseratum (luka robek) atau appertum
Luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya
karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai
pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan
dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga
lapisan otot.
(2) Luka akibat kekerasan setengah tajam
- Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut
(3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
- Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus
dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-
hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ),
dimana bentuk luka teratur
- Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya
kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya.
Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan
luka tidak begitu lebar.
(4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
(5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
- Vulnus combutio
- Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan
arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam.
Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa
3) Sumber lain menyatakan pembagian umum luka :
(1) Simple, bila hanya melibatkan kulit.
(2) Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam (50%)
misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau
kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
1) Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2) Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan
biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
3) Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
- Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
- Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
- Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
- Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
- Tenderness/keempukan
- Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
- Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
- Pergerakan abnormal
- Krepitasi
1) Vulnus kontusio

Luka Memar
Pendarahan tepi : pendarahan tidak dijumpai pada lokasi yang bertekanan,
tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk pendarahan akan menepi
sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan.
Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan, setelah
sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna kuning.

2) Vulnus eksoriasi

Luka lecet
Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini menyebabkan luka
tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah tergantung pada jaringan
yang terekspos / rusak

3) Vulnus laseratum

Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan


sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi
akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
Bentuk luka tidak beraturan, tepi tidak rata, akar rambut tampak hancur atau
tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut, sering tampak luka lecet,
memar disekitar luka.

4) Vulnus morsum

Luka mempunyai tepi rata


Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus ,hematoma
atau luka robek dengan tepi rata
Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu
dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit
Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar
yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia

5) Vulnus scisum

Luka sayat lebar tapi dangkal


Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang lebih
dalam (Kartikawati, 2011)
6) Vulnus punctum

Kedalaman luka melebihi panjang luka


Kerusakan pembuluh darah tepi

7) Vulnus sclerotum

Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang berada


dibawahnya
Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih lanjut
Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar

8) Vulnus combutio
(1) Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali, sembuh,
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
(2) Luka bakar derajat 2
(3) erusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema, subkutan,
luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam, 28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
(4) Luka bakar derajat 3
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-
putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak
sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
5. Patofisiologi
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan
prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang
mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan
khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian
pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan
menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan
histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan
edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan
monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat
oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel
masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu
dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka
diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru:
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan
granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi
dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan
lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah
seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan
penyembuhan luka.
3) Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan
berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna
pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal
Web of caution

Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul, Non mekanik:
tembakan/ledakan, gigitan bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
binatang

Kerusakan integritas
jaringan
Kerusakan intergritas Traumatic jaringan
kulit
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas darah
Rusaknya barrier
jaringan
pertahanan primer
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer
Terpapar lingkungan
Keluarnya cairan tubuh
Stimulasi
neurotransmitter Hipotensi, hipovolemi,
Resiko tinggi infeksi
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, prostagladin) hipoksia, hiposemi

Resiko syok :hipovolomik


Nyeri akut
ansietas

Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas
fisik
6. Komplikasi
1) Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah
3) Infeksi
4) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
5) Kontraktur
6) Hipertropi jaringan parut

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka
bakar mengalami kehilangan volume
2) Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
3) Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan
volume cairan dan gangguan Na-K pump
4) Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan
kehilanga protein
5) Faal hati dan ginjal
6) CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT
dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
7) Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
8) Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
9) Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya
terdapat emboli paru/edema paru
10) ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

8. Penatalaksanaan Medis
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
(1) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
(2) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
1. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2. Halogen dan senyawanya
- Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas
dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
- Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena
tidak menguap.
- Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk
antiseptik borok.
- Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah
larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak
menusuk hidung.
3. Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob
4. Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts)
5. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6. Derivat fenol
- Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah
dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
- Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
7. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam
pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini
sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%.
Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal.
NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l
(ISO Indonesia,2000).

1) Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan
dalam pembersihan luka yaitu :
(1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing.
(2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
(3) Berikan antiseptik
(4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
(5) Bila perlu lakukan penutupan luka

2) Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.

3) Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga
proses penyembuhan berlangsung optimal.

4) Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.

5) Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
II. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan
vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:
1) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera , kemerah-merahan.
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa tidur.
7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d diskontuinitas jaringan.
2) Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
3) Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
4) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
5) Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
6) Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pendarahan.

3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri muncul akibat jaringan kulit, jaringan otot,
jaringan saraf terinfeksi oleh bakteri pathogen. Penggandaan zat-zat racunnya
sehingga mengakibatkan perubahan neurologis yanng sangat besar.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
KH :
(1) pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan
penghilang nyeri.
(2) Pasien rileks.
(3) Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.

Intervensi :
(1) Kaji tanda tada vital.
(2) Lakukan ambulasi diri.
(3) Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
(4) Berikan obat sesuai petunjuk.

2) Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri. Gangguan kebutuhan
istirahat dan tidur adalah gangguan jumlah kualitas tidur.
Tujuan : gangguan istirahat tidur tetasi
KH :
(1) Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam pada
mata.
(2) Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.
Intervensi :
(1) Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.
(2) Berikan posisi nyaman pada klien.
(3) Anjurkan minum hangat.
(4) Kolabirasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.
3) Gangguan eliminasi BAB / konstipasi b/d penurunan mobilitas usus aadalah
suatu penurunan frekwensi defekasi yag normal pada seseorang, di sertai
gangguan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses
yang sangat keras dan kering.
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
KH :
(1) Pasien mempertahankan / menetapkan pola nominal fungsi usus.
(2) Konsistensi feses normal.
(3) Perut tidak kembung.
Intervensi :
(1) Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
(2) Anjurkan untuk ambulasi sesuai kemampuan.
(3) Berikan obat laksatif pelembek feses bila di perlukan.

4) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.


Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik
KH :
(1) Mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh
yang terkena.
(2) Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
(3) Kemungkinan melakukan aktifitas.
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.
(2) Bantu dalam aktifitas perawatan diri.
(3) Pantau respon pasien terhadap aktivitas.

5) Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.


Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit.
KH :
(1) Bebas tanda tanda infeksi.
(2) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
Intervensi :
(1) Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka.
(2) Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.
(3) Observasi tanda-tanda infeksi.

6) Resiko infeksi sekunder b/d perawatan luka tidak efektif.


Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut.
KH :
Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus
Intervensi :
(1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
(2) Pantau ssuhu tubuh secara teratur.
(3) Berikan antibiotik secara teratur.

7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pendarahan.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi
KH :
Keseimbangan cairan yang adekuat ditandai dengan TTV yang stabil , turgor,
kulit normal, membran rukosa lembab, pengeluaran urine yang sesuai.
Intervensi :
(1) Kaji pengeluaran dan pemasukan cairan.
(2) Pantau tanda-tanda vital.
(3) Catat munculnya mual muntah.
(4) Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
(5) Pantau suhu kulit, palpasi, denyut perifer.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting
Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company

Edsel I. Laceration, Eyelid (serial online). Last update Apr 26, 2012. Available
from: URL: http://emedicine. medscape. com/article/1212531-overview.

Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Jeffrey P, George C, Robert AG. 2009. Eyelid Trauma and


Reconstruction Techniques. In. Yanoff M, Duker J. Ophtalmology. 3th
Edition. China: Elsevie

Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC

Kozier. 1995. Fundamental of Nursing. New York: Addison Wesley.

Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius

NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and Classification.


West Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai