Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Susu adalah hasil sekresi dari kelenjar mamae oleh semua mamalia yang

diperoleh dari ambing yang bersih dan sehat serta tidak dicampur atau

ditambahkan bahan apapun. Bagian utama susu terdiri dari air, protein,

karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim serta vitamin A, B, C dan D. Produksi

susu sapi di Indonesia memiliki hasil yang cukup banyak, akan tetapi susu sangat

mudah dan cepat mengalami kerusakan oleh bakteri pembusuk. Kandungan gizi

yang tinggi pada susu tersebut menjadikannya sebagai salah satu media bagi

pertumbuhan mikroba. Kontaminasi oleh mikroba menyebabkan susu menjadi

tidak layak untuk dikonsumsi.

Untuk meminimalisasi pertumbuhan mikroorganisme agar susu dapat

disimpan lebih lama maka perlu dilakukan penanganan lebih lanjut, salah satu

caranya yaitu dengan melakukan diversifikasi produk. Salah satu contoh produk

diversifikasi susu yaitu susu bubuk, susu kental manis, youghurt, es krim, keju,

mentega dan lain-lain dengan melalui berbagai proses. Selain itu susu juga dapat

diolah menjadi tahu susu.

Selama ini masyarakat di Indonesia kurang mengetahui produk

diversifikasi seperti tahu susu. Tahu susu adalah hasil olahan air susu yang

mempunyai bentuk dan warna mirip tahu kedelai namun teksturnya (kekenyalan)

lebih halus dan baunya lebih menyerupai bau keju (Dewanti, 2000). Tahu susu

telah dibuat di berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera Utara, Jawa Barat,

Jawa Timur dan lain-lain. Prinsip pembuatan tahu susu adalah dengan

1
menggumpalkan protein (kasein) yang terdapat didalam susu dengan

menggunakan bahan penggumpal alami maupun penggumpal buatan.

Umumnya bahan penggumpal yang biasa digunakan dalam pembuatan

tahu adalah asam cuka, batu tahu, biang tahu dan bahan kimia lainnya. Pembuatan

tahu dengan penggumpal asam cuka memiliki keuntungan yaitu dapat menghemat

biaya bahan (koagulan yang murah) serta mudah didapatkan. Namun produk tahu

dengan penggumpal kimia menghasilkan limbah yang dapat mengganggu

lingkungan sekitar. Disamping itu, asam cuka yang dipergunakan dalam

pembuatan tahu di Indonesia adalah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat,

alias cuka makan, dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kilogram kedelai

kering sebanyak 74 ml atau sekitar 16,4% dari berat kering kedelai (Sarwono et

al., 2001). Pemberian asam cuka yang terlalu banyak pada tahu sangat tidak

dianjurkan karena dapat menyebabkan peningkatan asam lambung apabila

mengkonsumsi tahu tersebut.

Oleh sebab itu, penggunaan bahan penggumpal kimia perlu didampingi

oleh pemberian bahan alami yang dapat membantu mengurangi level pemberian

asam cuka, serta dapat membantu mengoptimalkan hasil tahu. Adapun bahan yang

dapat digunakan sebagai pendamping asam cuka yaitu kitosan. Kitosan banyak

digunakan di berbagai industri kimia antara lain sebagai koagulan dalam

pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis penih yang akan ditanam,

adsorben ion logam, bidang farmasi, pelarut lemak dan pengawet makanan serta

kitosan memiliki kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri yang

disebabkan kitosan memiliki kation bermuatan positif yang mampu menghmbat

pertumbuhan bakteri dan kapang (Mekawati et al., 2000).

2
Penelitian mengenai penggunaan kitosan sebagai campuran dalam

pembuatan tahu telah dilakukan seperti dalam penelitian Manurung (2000) dengan

menggunakan penambahan konsentrasi kitosan 0%, 1%, 2% dan 3% dengan

perlakuan terbaik pada penambahan konsentrasi kitosan 2% terhadap pH, total

bakteri, kadar protein dan penilaian organoleptik sesuai dengan persyaratan SNI

01-3142-1998 dan dapat memperpanjang masa simpan. Dari penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan hasil rendemen tahu susu tanpa

penambahan larutan kitosan dan penambahan larutan kitosan (0,5%, 1%, 1,5%

dan 2%) masing-masing yaitu 10,68%, 12,13%, 10,68%, 15,05% dan 23,30%.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Beberapa Level Larutan

Kitosan Sebagai Campuran Bahan Koagulan terhadap Rendemen, Kadar

Air, Hardness dan Daya Simpan(Fisik) Tahu Susu”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian beberapa level larutan kitosan berpengaruh pada

rendemen, kadar air, hardness dan daya simpan (fisik) tahu susu?

2. Pada level berapakah yang memberikan sifat terbaik diantara perlakuan

terhadap kualitas tahu susu?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa

level larutan kitosan sebagai campuran bahan koagulan pada pembuatan tahu

terhadap kualitas tahu susu yang dimanifestasikan dalam rendemen, kadar air,

hardness dan daya simpan (fisik) tahu susu.

3
Manfaat penelitian ini, bagi peneliti adalah sebagai referensi bahwa

kitosan dapat dijadikan sebagai campuran bahan koagulan pada produk tahu susu.

Sedangkan manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah menambah wawasan

dan kreatifitas mengenai penggunaan kitosan dalam pembuatan tahu susu. Serta

penelitian ini juga akan memberikan manfaat terhadap kelestarian lingkungan

terkhusus pada penanganan limbah industri tahu.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian beberapa level larutan

kitosanmemberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen, kadar air, hardness,

dan daya simpan (fisik) tahu susu. Penambahan bahan koagulan tersebut dapat

meningakatkan rendemen, menurunkan kadar air, menstabilkan hardness, dan

dapat memperpanjang masa simpan tahu susu.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Susu

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141-1998, susu murni

adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh

dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi

atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu

adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan

makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan

tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai

nilai gizi yang sempurna (Wardana, 2012).

Susu dikenal sebagai bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia,

karena didalam susu mengandung air, protein, karbohidrat, enzim-enzim, mineral,

gas serta vitamin A, B, C, D dalam jumlah yang memadai (Almatsier, 2002).

Kandungan nutrisi yang tinggi pada susu tersebut mudah rusak karena adanya

kontaminasi mikroba. Disisi lain, kandungan nutrisi yang tinggi dapat

dimanfaatkan sebagai substrat bagi mikroba bakteri asam laktat untuk

menghasilkan produk yang diingikan seperti keju (Widodo, 2003). Komposisi

unsur-unsur gizi tersebut sangat beragam tergantung beberapa faktor seperti faktor

keturunan, jenis hewan, pakan yang meliputi jumlah dan komposisi pakan yang

diberikan, iklim, lokasi, prosedur pemerahan serta umur sapi (Muharastri, 2008)

Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa

sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode

5
pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi (Lingathurai et al., 2009).

Adapun komposisi rata-rata susu (%) dari berbagai hewan mamalia adalah seperti

pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Komposisi rata-rata susu (%) dari berbagai hewan mamalia


Hewan Lemak Protein Laktosa Mineral Bahan Kering
Sapi 4.00 3.50 4.90 0.70 13.10
Kerbau 12.40 6.03 3.74 0.89 13.91
Domba 6.18 5.15 4.17 0.93 16.43
Kambing 4.09 3.71 4.20 0.78 12.68
Kuda 1.59 2.69 6.14 0.51 10.96
Manusia 3.70 1.63 6.98 0.21 12.57
Sumber : Aritonang (2017).

2.2. Tahu Susu

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil

penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono et al.,

2006). Tahu susu merupakan hasil olahan air susu yang mempunyai bentuk dan

warna mirip tahu kedelai namun teksturnya (kekenyalan) lebih halus dan baunya

lebih menyerupai bau keju. Tahu susu dapat dibuat dari susu segar maupun susu

yang telah layu. Untuk pembuatan tahu susu diperlukan enzim proteolitik untuk

menggumpalkan susu (Dewanti, 2000). Pembuatan tahu susu pada prinsipnya

adalah sama dengan pembuatan tahu dari kacang kedelai bahkan lebih singkat

waktu pengolahannya (Rokhayati, 2011). Penggumpalan susu dalam proses

pembuatan tahu susu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan

penambahan bahan pengasam (acidulant), enzim proteolitik dan alkohol serta

dapat dipercepat dengan pemanasan (Krisnaningsih et al., 2014).

Tahu merupakan bahan makanan yang cepat rusak karena kadar air dan

protein tahu yang tinggi, masing-masing 86% dan 8-12% dan kandungan lemak

6
(4,8%) serta karbohidrat (1,6%). Tahu dapat bertahan selama 1-2 hari saja. Setelah

lebih dari sehari, rasa tahu akan menjadi asam dan terjadi perubahan warna, aroma,

dan tekstur sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Brananda et al., 2013).

Faktor yang mempengaruhi suatu mutu tahu susu adalah pemberian

penggumpal. Penggumpal yang biasa digunakan adalah penggumpal kimia antara

lain kalsium atau magnesium klorida; kalsium sulfat; glukano-D-laktone; dan

penggumpal asam (asam laktat, asam asetat) (Anggraini et al., 2013). Selain itu

ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi mutu tahu yaitu adanya bakteri yang

tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat termodurik, adanya

bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses pembuatan tahu sampai

selesai, suhu penyimpanan dan adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh

jenis mikroba tertentu yang dapat menghidrolisis lemak tahu (Mustafa, 2006).

Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Syarat mutu tahu


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan :
a. Bau Normal
b. Rasa Normal
c. Warna Putih mormal atau kuning normal
d. Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak
berjamur
2. Abu % b/b Maksimal 1,0
3. Protein (N x 6,25) % b/b Minimal 9,0
4. Lemak % b/b Minimal 0,5
5. Serat kasar % b/b Maksimal 0,1
6. Bahan tambahan % b/b Sesuai SNI 01-0222-M dan peraturan
pangan Ment.Kes No.722/Ment.Kes/per/IX/1988
7. Cemaran arsen Mg/kg Maksimal 1,0
8. Cemaran mikroba
- E. Coli APM/g/ Maksimal 6
- Salmonella 25g Negatif/25 gram
Sumber :Badan Standarisasi Nasional (1998)

7
2.3. Asam Cuka

Asam cuka atau asam asetat merupakan senyawa kimia asam organik

(CH3-COOH) yaitu asam karboksilat yang sering digunakan dalam pemberi rasa

dan aroma dalam makanan. Bentuk murni asam atetat adalah asam asetat glacial

yang memiliki ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik

didih 118°C) mampu bercampur dengan air dan pelarut organic (Hewitt, 2003).

Asam cuka merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting.

Asam cuka digunakan dalam produksi polimer, seperti polietilena tereftalat,

selulosa cuka, dan polivinil cuka maupunberbagai macam serat. Dalam industri

makanan, asam cuka digunakan sebagai pengatur keasaman (Nugroho, 2012).

Asam asetat berperan sebagai pengawet yang mana asam asetat akan

menurunkan pH bahan pangan sehingga dapat menghambat bakteri pembusuk dan

jumlah asam pada asam asetat juga akan menyebabkan denaturasi protein bakteri.

Asam asetat juga mampu memperbaiki tekstur, menambahi cita rasa dan

mengurangi rasa manis (Winarno, 2008). Penggumpalan protein oleh asam cuka

akan berlangsung secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan susu,

sehinggga sebagian protein yang semula tercapur dala susu akan terperangkap

didalamnya dan akan menggumpal dengan adanya asam sehinggga mengeluarkan

air (whey) (Paramitha, 2017). Asam cuka yang dipergunakan dalam pebuatan tahu

di Indonesia adalah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat, alias cuka

makan. Dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74

ml atau sekitar 16,4% dari berat kering kedelai. Penambahan asam cuka itu

dilakukan pada saat suhu sari kedelai antara 80-90°C (Sarwono et al., 2001).

8
2.4. Kitosan

Kitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan

sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan.

(Bautista-Banos, 2006). Kitosan adalah produk turunan dari polimer kitin, yakni

produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang

dan rajungan. Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-20%) dan

kalsium karbonat (45%-50%) (Pratiwi et al., 2008). Kadar kitin dalam berat udang

bekisar 60%-70% dan bila diproses menjadi khitosan menghasilkan yield 15%-20

(Pratiwi et al., 2008).

Untuk memperoleh (isolasi) khitin dari cangkang udang melibatkan

proses-proses pemisahan mineral (demineralisasi) dan pemisahan protein

(deproteinasi). Proses deproteinasi untuk menghilangkan kandungan protein

dalam bahan baku yang pada mulanya protein ini berikatan kovalen dengan khitin,

menggunakan larutan basa NaOH panas dalam waktu yang relatif lama. Proses

demineralisasi untuk menghilangkan garam-garam inorganik atau kandungan

mineral yang ada pada khitin terutama CaCO3 menggunakan larutan asam HCl

encer pada suhu kamar (Rokhati, 2006).

Kitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan

asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangakn

dalam larutan alkali, kitosan asam akan mengendap (Kusumawati, 2009). Kitin

dan kitosan berisfat non toksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat

biokompatibel. Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam, memiliki

viskositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakterisitik

kitosan merupakan reaksi kitin (Nugroho, 2012). Penambahan 2% kitosan

9
meningkatkan kekuatan gel tahu sebesar 5-35%, umur simpannya selama 2-10

hari dan menurunkan kadar air tahu sebesar 1-3% (Chang et al., 2003).

Karakteristik kitosandapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karateristik kitin dan kitosan


Proses Deproteinasi Demineralisasi Deasetilasi
Warna Kuning keruh Kuning keruh Berubah warna dari
kemerahan oranye (lebih kuning pucat menjadi
menjadi kuning muda) menjadi putih kekuningan
keruh oranye. kuning pucat.
Zat yang Penambahan HCl 2 N NaOH 50 % (merusak
Ditambahkan NaOH 7% (NaOH (terbentuk zat warna).
tak berwarna gelembung gas
menjadi coklat artinya ada CO2
dan terbentuk yang terbentuk)
endapan)
Pengurangan 42,65% (Tanda 62,18% 7,078% (mengalami
Massa proses (menunjukkan deasetilasi)
penghilangan larutnya mineral
protein dari kulit pada crude
udang) chitin)
Hasil akhir Crude Kitin Kitin Kitosan
Derajat - 37,25 % 79,32 %
Deasetilasi
Sumber :(Widarta, 2004)

2.5. Rendemen

Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui banyaknya curd yang

terbentuk setelah kasein susu digumpalkan dan telah dipisah dengan whey

(Husain, 2016). Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan berat

curd yang dihasilkan semakin banyak (Irmayanti, 2016). Ketika susu dicampur

dengan asam, maka susu akan mengeluarkan ion hidrogen dan akan menyerang

molekul air yang lain (Malaka, 2010).

10
Berdasarkan penelitian Marlina (2007) yang menggunakan bahan

penggumpal dari ekstrak belimbing wuluh bahwa semakin banyak konsentrasi

pemberian bahan penggumpal meningkatkan persentase produk tahu susu yang

dihasilkan. Nurlaela (2010) menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

bahan penggumpal dari ekstrak belimbing wuluh menyebabkan persentase produk

yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena

ketidakstabilan protein terhadap asam pada saat proses proteolitis, semakin

banyak konsentrasi bahan penggumpal yang ditambahkan semakin tinggi pula

tingkat keasaman dan semakin tinggi proteolitis yang terjadi sehingga protein

larut dalam whey (Nurlaela, 2010).

Kadar lemak susu mempengaruhi nilai rendemen dan kekerasan tahu.

Semakin tinggi kadar lemak susu yang digunakan sebagai bahan baku, akan

menghasilkan persentase rendemen tahu yang lebih besar, sedangkan tingkat

kekerasan tahu semakin meningkat dengan berkurangnya kadar lemak susu

(Herawati, 2011). Susu yang mengandung lebih banyak lemak dan protein akan

mempengaruhi jumlah curd yang terbentuk terutama kandungan kasein. Kasein

merupakan unsur utama yang mempengaruhi yield (persentase produk) keju yang

menyebabkan total padatan keju semakin tinggi (Sameen et al., 2008).

2.6. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan

banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan

dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap

100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan

11
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa

waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).

Kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang sangat

besar pengaruhnya terhadap daya tahan bahan pangan tersebut, semakin tinggi

kadar air bahan pangan maka semakin cepat terjadi kerusakan. Begitu sebaliknya,

semakin rendah kadar air bahan pangan maka bahan pangan tersebut semakin

tahan lama (Andarwulan et al., 2011). Kadar air suatu bahan menunjukkan

banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam

persen berat basah (wet basis) atau dalam persen berat kering (dry basis). Kadar

air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan

kadar air berat kering dapat lebih dari 100%. Kadar air berat basah (b.b) adalah

perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan

(Rahmawan, 2001).

Penggunaan kitosan sebagai bahan koagulan memberikan pengaruh yang

sangat nyata terhadap kadar air tahu susu. Semakin tinggi konsentrasi kitosan

yang digunakan, maka semakin rendah kadarair yang dihasilkan.Hal ini karena

kemampuan protein untuk mengikat air (water holding capacity) semakin kuat

akibat adanya penambahan kitosan dimana kitosan yang digunakan dilarutkan

menggunakan asam (Hasiholan, 2012). Semakin tinggi kitosan yang ditambahkan

maka semakin tinggi kemampuan mengikat air pada protein tahu tersebut,

sehingga membentuk daya ikat protein dengan air semakin kuat, air bebas terikat

menjadi air terikat, hal ini menyebabkan kadar air semakin menurun. (Poedjiadi

et al., 2006).

12
2.7. Hardness

Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari

beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur

pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk

indera mulut dan penglihatan. Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata

untuk tujuan peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik

fungsional yang menuruti selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik

fungsional tersebut diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk pangan

olahan seperti kerenyahan, keliatan, dan sebagainya (Midiyanto et al., 2014).

Menurut Midiyanto et al. (2014) nilai tekstur tahu dipengaruhi oleh lama

dan suhu koagulasi. Nilai tekstur tahu yang tinggi diduga disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu lama penekanan curd dan pengepresan. Semakin singkat

waktu koagulasi dan suhu koagulasi yang digunakan maka ada kecenderungan

tekstur tahu yang dihasilkan cenderung lunak (USDA, 2005).

Tahu lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur yang halus

dengan kadar air berkisar antara 84 sampai 90 %. Kekerasan kemungkinan

dikarenakan oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu (Estiasih, 2005).

Diduga tahu yang keras memiliki struktur yang lebih padat karena molekul

proteinnya sangat dekat akibat hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi

(Midiyanto et al., 2014). Pengelompokan nilai tekstur tahu dengan tekstur mulai

keras, kenyal, maupun lunak (lembek). Pengelompokan tekstur tahu dapat dilihat

pada Tabel 4 berikut.

13
Tabel 4. Pengelompokan tekstur tahu
Kategori Nilai tekstur
Keras 7 – 9,00 N/m2
Kenyal 5 – 7,00 N/m2
Lembek / lunak 3 – 5,00 N/m2
Sumber : Midiyanto et al. (2014)

2.8. Daya Simpan (Fisik)

Menurut Arpah (2007), umur simpan adalah waktu hingga produk

mengalami suatu tingkat degradasi mutu tertentu sehingga tidak layak dikonsumsi

atau tidak lagi sesuai dengan kriteria yang tertera pada kemasannya (mutu tidak

sesuai lagi dengan tingkatan mutu yang dijanjikan), akibat breaksi deteriorasi

yang berlangsung. Reaksi deteriorasi menyebabkan penurunan mutu dan

mengantarkan produk ke suatu kondisi mutu yang rendah sehingga tidak layak

dikonsumsi (Rizqi, 2017). Salah satu faktor terjadinya reaksi penurunan mutu

adalah karena adanya pertumbuhan mikroba (Arpah, 2007).

Menurut Pelczar et al. (2007), khamir dan kapang dapat tumbuh dalam

suatu substrat atau mediu berisikan gula yang dapat menghambat bakteri. Sifat

pertumbuhan yang khas pada kapang adalah berbentuk kapas dan dapat ditemukan

pada buah-buahan yang membusuk dan selai. Selain itu, kapang dapat mencegah

bahan-bahan organik kompleks menjadi lebuh sederhana (Buckle, 2007). Selain

aktivitas mikroba, umur simpan produk juga bergantung pada pH dalam produk.

Tahu normal tanpa bahan pengawet menunjukkan kekuatan yang sangat lemah

yaitu hanya sekitar 1 hari, sedangkan produk tahu yang telah dikombinasikan

dengan gel kitosan sebagai bahan pengawet alami dapat bertahan selama 14 hari

tanpa mengalami perubahan warna dan juga bau, namun setelah melebihi 14 hari,

14
produk tahu menjadi asam dan berubah warna menjadi keruh serta adanya jamur

di permukaan produk tahu (Indrawijaya et al., 2017).

15
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Materi Penelitian

Bahan yang dibutuhkan penelitian ini antara lain susu sapi segar berasal

dari peternakan di Limau Manis sebanyak 27,5 liter untuk pembuatan tahu susu.

Kemudian asam cuka 25% sebanyak 2224 ml yang diperoleh dari pasar tradisional

di kota Padang dan aquades. Selanjutnya kitosan seberat 6 gram yang diperoleh

dari CV. Chimultiguna Indramayu.

Alat yang digunakan untuk penelitian antara lain kompor, pengaduk,

loyang, kain bleaching, gelas ukur, alat press, baskom plastik, magnetic stirer,

dan thermometer. Alat yang diperlukan untuk analisis antara lain neraca analitik,

aluminium foil, cawan porselen, oven 60ºC dan 110ºC, dan Texture Analyzer

Brookfield CT2 serta kotak plastik.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Percobaan Penelitian

Metode ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan

Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 4 ulangan.Susunan

perlakuan penelitian adalah sebagai berikut.

A = Pemberian 0% larutan kitosan (kontrol)

B = Pemberian 0,5% larutan kitosan

C = Pemberian 1% larutan kitosan

D = Pemberian 1,5% larutan kitosan

E = Pemberian 2% larutan kitosan

16
Model matematika rancangan yang digunakan menurut Steel dan Torrie

(1995) adalah:

Yij = µ + αi + βj + €ij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke- i dan

ulangan ke –j

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke– i

βj = Pengaruh perlakuan ke- j

€ij =Pengaruh sisa dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke–i dan

ulangan ke- j

i = Banyak perlakuan (1, 2, 3, 4, 5)

j = Banyak kelompok ulangan (1, 2, 3, 4)

Tabel 5. Bagan pengamatan untuk setiap perlakuan


Perlakuan Rata-
Ulangan Total
A B C D E rata

𝑌̅Y11-
1 Y11 Y21 Y31 Y41 Y51 ∑ Y11-Y51
51
𝑌̅Y12-
2 Y12 Y22 Y32 Y42 Y52 ∑ Y12-Y52
Y52
𝑌̅Y13-
3 Y13 Y23 Y33 Y43 Y53 ∑ Y13-Y53
Y53
𝑌̅Y14-
4 Y14 Y24 Y34 Y44 Y54 ∑ Y14-Y54
Y54
Total ∑ Y1 ∑ Y2 ∑ Y3 ∑ Y4 ∑ Y5 ∑ Y...
Rataan 𝑌̅1 𝑌̅Y2 𝑌̅ 3 𝑌̅ 4 𝑌̅ 5 𝑌̅

17
Menurut Steel dan Torrie (1995) jika antar perlakuan berbeda nyata

(P<0,05) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) maka dilakukan uji lanjut dengan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Tabel 6.Analisis keragaman rancangan acak kelompok (RAK)


F tabel
SK DB JK KT Fhit
0.05 0.01
Perlakuan t-1= JKP KJP/db KTP/KTS
Kelompok n-1=3 JKK JKK/db KTK/KTS
Sisa (t-1)(n-1) JKS JKS/db
Total tn-1= 19 JKT
Keterangan :

F Hitung > F Tabel 0,05 berarti berbeda nyata (*)

F Hitung > F Tabel 0,01 berarti berbeda sangat nyata (**)

F Hitung < F Tabel antar perlakuan berbeda tidak nyata (ns)

3.2.2. Peubah yang Diukur

a. Rendemen (Modifikasi Irmayanti., 2016)

Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui banyaknya curd yang

terbentuk setelah kasein susu digumpalkan dan telah dipisah dengan whey. Nilai

rendemen yang tinggi dan persentase whey yang rendah menunjukkan banyaknya

curd yang terbentuk. Nilai rendemen dapat dihitung dengen menggunakan rumus

sebagai berikut, ditentukan dalam persentase :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑢𝑟𝑑 (𝑔)


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) = × 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑢 (𝑔)

b. Uji Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC,

2005).

18
a. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada

suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan

uap air dan ditimbang (A).

b. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B)

kemudian dioven pada suhu 100-105ºC selama 6 jam.

c. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C).

Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.

d. Penentuan kadar air

Dihitung dengan rumus sebagai berikut:


𝐵 ˗˗ 𝐶
Kadar air (%) = 𝐵 ˗˗ 𝐴 × 100%

Keterangan : A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel awal (g)

C = berat cawan + sampel kering (g)

c. Uji Hardness (Laboratorium instrumental THP, 2018)

Tekstur tahu yakni berupa kekerasannya (hardness) diukur dengan metode

kompresi (compression) menggunakan alat Texture Analyzer. Tekstur analysis

berhubungan dengan evaluasi karakteristik mekanik dimana suatau material

dikenakan sebuah gaya yang dikendalikan, sehingga didapat sebuah kurva

deformasi sebagai respon material tersebut. Cara kerja dari texture analyzer

adalah :

1. Setting alat

2. Atur tekanan

3. Atur kedalaman (ukuran sampel)

19
4. Speed

5. Hasil uji texture analyzer

N Angka yang muncul pada alat x (kg) 9.8


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 produk ( ) =
cm2 luas jarum pada alat

d. Daya Simpan (Fisik) (Modifikasi Setyadi, 2008).

Sampel tahu diamati secara visual dan dilakukan penilaian setiap 0, 12, 24,

36, 48, dan 60 jam pengamatan. Parameter-parameter yang menunjukkan mutu

tahu yang buruk adalah adanya lendir, teksturnya lunak, adanya kapang, dan

berbau asam. Penilaian kriteria mutu sensori tahu mengacu pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Penilaian kriteria mutu sensori tahu


Nilai Parameter
Penampakan Warna Bau Tekstur
2 Permukaan Putih cerah Khas tahu Kompak dan
halus tanpa segar (++++) kenyal
lendir
1 Mulai Putih kusam Sedikit asam Mulai lunak
berlendir (+) (+++) dan lengket
(+)
0 Berlendir (++) Abu-abu Bau asam dan Rapuh,
kusam basi basah, dan
lengket (++)

3.3. Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Asam Cuka 2 % (Modifikasi Indriyanti,

2008)

Larutan asam cuka 2% didapatkan dengn melakukan pengenceran yaitu

dengan mencampurkan 24 ml larutan asam cuka 25% dengan 276 ml aquades

dalam gelas ukur.

Rumusnya: V1 x K1 = V2 x K2

V1 x 25 = 300 ml x 2

20
V1 = 600/25

V1 = 24 ml

Dimana : V1 = volume asam cuka yang dibutuhkan

V2 = volume asam cuka yang diinginkan

K1 = konsentrasi asam cuka

K2 = konsentrasi asam cuka yang diinginkan

Asam cuka 24 ml

Dimasukkan ke gelas ukur

Campur aquades hingga volume 300


ml

Dihomogenkan

Larutan asam cuka 2%

Gambar 1. Bagan pembuatan larutan asam cuka 2% (Modifikasi

Indriyanti, 2008).

3.3.2. Pembuatan Larutan Kitosan 2% (Modifikasi Indrawijaya et al.,

2017)

Larutan kitosan 2% dibuat dengan cara mula-mula serbuk kitosan

ditimbang sebanyak 6 gram. Lalu dicampurkan kedalam larurtan asam cuka 2%

dan dilarutkan dengan magnetic stirer hingga kitosan larut dalam asam cuka.

21
Timbang serbuk kitosan sebanyak 6 gram

Campurkan dengan larutan asam cuka 2% sebanyak 300 ml

Larutkan dengan magnetic stirer selama 7 jam

Tunggu sampai kitosan larut dalam asam cuka

Larutan kitosan 2%

Gambar 2. Bagan pembuatan larutan kitosan 2 % (modifikasi

Indrawijaya et al., 2017).

3.3.3. Pembuatan Tahu Susu (Modifikasi Astawan, 1989)

a. Pembuatan tahu susu dimulai dengan menyediakan susu sapi yang

disaring. Susu dipanaskan pada suhu 72 oC diaduk perlahan.

b. Penambahan bahan penggumpal pada susu dengan suhu 72 oC


diaduk selama 15 menit hingga menggumpal (jenis jumlah bahan
penggumpal yang ditambahkan ke dalam masing-masing susu
adalah larutan asam cuka sebanyak 40 ml serta perlakuan
pemberian larutan kitosan 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dari
volume susu).
c. Kemudian panaskan susu yang menggumpal hingga suhu 90°C

sambil diaduk lalu matikan kompor.

22
d. Saring susu yang telah diberi bahan penggumpal untuk

memisahkan hasil gumpalan tahu susu dengan whey susu untuk

mendapatkan gumpalan protein.

e. Pengepresan dengan beban seberat 500 gram selama 20 menit.

Susu sapi Penyaringan

Pemanasan suhu 65-72oC selama 15 menit

Pengadukan

Pemberian larutan Penambahan bahan koagulan larutan asam


kitosan sebanyak
cuka sebanyak 40 ml dan perlakuan
0%, 0,5%, 1%, 1,5 %
dan 2% dari volume
susu
Terjadi koagulasi

Pemanasan hingga suhu 90°C

Whey Penyaringan penggumpalan protein


dan penggumpalan
Pengepresan berat beban 500 gram
dan penggumpalan
Tahu Susu
dan penggumpalan
Gambar 3. Bagan pembuatan tahu susu (Modifikasi Astawan, 1989)

3.4.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas

Peternakan dan di Laborotorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas

Padang dari bulan ... sampai bulan... 2018.

23
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Utama. Jakarta.

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian


Rakyat. Jakarta.

Anggraini, R.P., A.H.D. Rahardjo dan R.S.S. Santosa. 2013. Pengaruh level
enzim bromelin dari nanas masak dalam pembuatan tahu susu terhadap
rendemen dan kekenyalan tahu susu. Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official


Analytical Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington DC.

Aritonang, S.N. 2017. Susu dan Teknologi. Padang. Lembaga Pengembangan


Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas.

Arpah. 2007. Penetapan kadaluarsa pangan. Departemen Teknologi Pangan dan


Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 13-114.

Astawan dan Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Jakarta: CV. Akademika Pressindo.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141-


1998 tentang Air Susu Murni. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-


1998 tentang Syarat Mutu Tahu. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Bautista, B.A.N., M.G.L.Hernandez and V. Velazquez. 2006. Kitosan as a


potential natural compound to control pre and postharverst diseases of
horticultural commodities. Crop Protection Elsevier Lstd hal. 108 – 118.

Brandanda, H.P.,K. Terip, dan R. Herla. 2013. Pengaruh konsentrasi larutan


kitosan jeruk nipis dan lama penyimpanan terhadap mutu tahu segar.
Jurnal Sains Universitas Sumatera Utara, Medan,Vol. 1 Hal : 1-7.

Buckle, K.A., R.A Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.
365.

Chang, K.L.B., Y.S. Lin, and R.H. Chen. 2003. The effect of kitosan on the gel
properties of tofu (soybean curd). Journal of Food Engineering, 57, pp.
315–319.

Dewanti. 2000. Teknologi Pengolahan Hasil Ternak. Fakultas Teknologi


Pertanian. Malang: Universitas Brawijaya.

24
Estiasih, T. 2005. Kimia dan Teknologi Pengolahan Kacang -kacangan.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Hasiholan, B. 2012. Pengaruh konsentrasi larutan kitosan jeruk nipis dan lama
penyimpanan terhadap mutu tahu segar. Program Studi Ilmu Dan
Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Herawati, H. 2011. Peluang pemanfaatan tapioka termodifikasi sebagai fat


replacer pada keju rendah lemak.Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Bogor.

Hewitt, P.G. 2003. Conseptual Integrated Science Chemistry. Pearson Education,


Inc. San Fransisco.

Husain, N. I. 2016. Rendemen dan kualitas organoleptik dangke dengan


penambahan berbagai level garam (NaCl). Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Indrawijaya, B., A. Paradiba dan S.A. Murni. 2017. Uji organoleptik dan tingkat
ketahanan produk tahu berpengawet kitosan. Fakultas Teknik UNPAM.
Tanggerang.

Indriyanti, N.T. 2008. Pengaruh perbedaan jenis kedelai dan bahan penggumpal
terhadap kadar protein, sifat organoleptik dan daya terima pada pembuatan
tahu. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Irmayanti. 2016. Nilai rendemen dan karakteristik organoleptik dangke berbahan


dasar susu segar dan susu bubuk komersial. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makassar.
Krisnaningsih, A. T.N., M. Hayati. 2014. Pemanfaatan berbagai ekstrak buah
lokal sebagai alternatif acidulant alami dalam upaya peningkatan kualitas
tahu susu. Fakultas Peternakan Universitas Kanjuhuran. Malang.
Kusumawati, N. 2009. Pemanfaatan limbah kulit udang sebagai bahan baku
pembuatan membran ultrifikasi. Prosen. 13 (2): 113-120.
Lingathurai, S., P. Vellathurai, S. E. Vendan and A. A. P Anand. 2009. A
comparative study on the microbiological and chemical composition of cow
milk from different locations in Madurai, Tamil Nadu. Indian Journal of
Science and Technology. Vol.2 No 2 (Feb. 2009):51 54. ISSN: 0974- 6846.
India.

Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Manurung, J. 2000. Perbedaan konsentrasi kitosan terhadap tingkat kesukaan dan


saya simpan tahu.Marlina, E. 2007. Studi tentang penggunaan ekstrak
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap rendemen, bahan kering, pH,
dan kesukaan tahu susu.Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

25
Mekawati, F.E., D. Sumardjo. 2000. Aplikasi kitosan hasil transformasi kitin
limbah udang (Penaeus merquiensis) untuk adsorpsi ion logam timbal.
Jurnal Sains dan Matematika. FMIPA UNDIP. Vol 8 (2) hal. 51-54.

Midiyanto, D. N. dan S. S., Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu
Untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan Dalam Standar
Nasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.259-
267. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.

Muharastri, Y. 2008. Analisis kepuasan konsumen susu UHT merek Real Good di
kota Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian Institut Teknologi Bandung. Bogor.

Mustafa, R. M. 2006. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam


Pengawetan Tahu. Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Nugroho, A.T. 2012. Studi waktu fermentasi dan jenis aerasi terhadap kualitas
asam cuka dari nira aren (Arenga pinnata). Skripsi. Fakultas Materatika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurlaela, L. 2010. Penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) pada


proses pembuatan keju tipe cottage ditinjau dari persentase produk, kadar
protein, dan tingkat kesukaan.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto

Paramitha, D. A.P. 2017, sifat organoleptik tahu susu dengan jumlah pemakaian
koagulan yang berbeda. Program Tudi Manajemen Kuliner Politeknik
Pariwisata Batam Purwadi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Vol. 2
No. 02.

Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 2007. Dasar-dasar Mikrobilogi. UI Press. Jakarta.

Poedjiadi, A., dan S., Titin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

Pratiwi, R D., A.E. Suryaningsih, F. Alhidayat, H. Widodo dan S.E. Kartika. 2008.
Pelatihan pembuatan kitosan dari limbah udang sebagai bahan pengawet
alami untuk memperlama daya simpan pada makanan di kelurahan
pucangsawit. Proposal PKMM Dikti. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rahmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas


Pertanian. Direktorat Pendidikan Kejuaraan. Jakarta.

Rizqi, M., E. Afrianto dan R.I. Paratama. 2017. Pendugaaan umur simpan
menggunakan metode accelerated shelf life test (ASLT) model Arrhenius
pada Fruit Nori. Universitas Padjajaran. Bandung.

26
Rokhati, N. 2006.Pengaruh derajat deasetilasi khitosan dari kulit udang terhadap
aplikasinya sebagai pengawet makanan. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Rokhayati, U. 2011. Pengaruh penggunaan asam cuka dan substitusi susu kedelai
terhadap bau tahu susu.Jurnal Inovasi, 8 (1), hlm.113-122.

Safrizal, R. 2010. Kadar Air Bahan. Teknik Pasca Panen. Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Aceh.

Sameen, A., F.M. Anjum, N. Huma and H. Nawaz. 2008. Quality evaluation of
mozarella cheese from different milk sources. Pakistan Journal of
Nutrition 7(6): 753-756.

Sarwono, B. dan Y.P. Saragih. 2001. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Setyadi, D. Pengaruhpencelupan tahu dalam pengawet asam organik terhadap
mutu sensori dan umur simpan. Skripsi. Fakulta stEknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie.1995. Prinsip Dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometric Ed. 2 Cetakan 2 Ahli Bahasa Bambang
Sumatri.Gramedia. Jakarta.

USDA. 2005. Nutrition Facts and Analysis for Tofu, Extra Firm, Prepaved with
Nigari. http://www.nutritiondata.com/. Tanggal akses 18 Januari 2018.

Wardana, A. S. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.

Widarta, R.A. 2004. Pembuatan membran kitosan untukproses pengolahan limbah


deterjen.Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.

Widodo. 2003. Mikrobiologi Pangan dan Industri Hasil Ternak. Lacticia Press.
Yogyakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-BRIO Press. Bogor.

27
LAMPIRAN

Susu sapi segar 200 ml Kitosan

Asam cuka 25% Larutan asam cuka 2%

Magnetic stirrer Larutan kitosan

28
Whey Kotak 6 x 5 x 4 cm

Tahu susu tanpa larutan Tahu susu koagulan larutan

kitosan (kontrol) kitosan 0,5%

Tahu susu koagulan larutan Tahu susu koagulan larutan

kitosan 1% kitosan 1,5%

29
Tahu susu koagulan larutan Tofu komersial

kitosan 2%

30

Anda mungkin juga menyukai