Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Ekologi
FAKTOR PEMBATAS

Nama : Ace Islamyah

NIM : G011181462

Kelas : Dasar-Dasar Ekologi E

Kelompok : II

Asisten : 1. Anindita Pratiwi

2. Adhelya Batari Cahyani

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada suatu makhluk hidup atau organisme didalam lingkungan atau habitatnya
selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh
terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan
mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak
mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan
berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan waktu.
Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini , sehingga
hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk
komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.
Lingkungan organisme tersebut merupakan suatu kompleks dan variasi faktor yang
beraksi berjalan secara simultan, selama perjalan hidup organisme itu. Ada kalanya
tidak sama sekali, hal ini tidak saja bergantung pada besaran intensitas faktor itu dan
faktor – faktor lainnya dari lingkungan, tetapi juga kondisi organisme itu, baik
tumbuhan maupun hewan. Faktor - faktor tersebut dinamakan faktor pembatas.
Dengan mengetahui faktor pembatas (limiting factor) suatu organisme dalam suatu
ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi di mana organisme tidak dapat
bertahan hidup.
Berdasarkan uraian diatas, umumnya suatu organisme yang mempunyai
kemampuan untuk melewati atau melampaui pembatasnya maka ia memiliki
toleransi yang besar dan kisaran geografi penyebaran yang luas pula. Sebaliknya jika
organisme tersebut tidak mampu melewatinya maka ia memiliki toleransi yang
sempit dan memiliki kisaran geografi penyebaran yang faktor sempit pula. Tidak
sedikit didapati pula bahwa ada organisme tertentu yang tidak hanya beradaptasi
dengan faktor pembatas lingkungan fisik saja, tetapi mereka bisa memanfaatkan
periodisitas alami untuk mengatur dan memprogram kehidupannya guna mengambil
keuntungan dari keadaan tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui aspek faktor pembatas cahaya dan air
sebagai komponen utama lingkungan tanaman dan pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman pada tahap awal.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu mahasiswa diharapkan dapat memberika
pengetahuan tentang batas-batas toleransi tanaman terhadap cahaya dan angin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaruh Air terhadap Pertumbuhan Tanaman
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya.
Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktivitas
metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.
Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap
kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan
mengurangi pengembangan sel dan sintesis dinding sel (Gardner et al., 1991).
Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif adalah berkembangnya daun-
daun yang ukurannya lebih kecil, yang dapat mengurangi penyerapan cahaya.
Kekurangan air juga mengurangi sintesis klorofil dan mengurangi aktivitas beberapa
enzim (misalnya nitat reduktase). Kekurangan air justru meningkatkan aktivitas
enzim-enzim hidrolisis (misalnya amilase) (Hsiao et al. dalam Gardner et al. 1991).
Cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas (biomassa)
tanaman, karena menurunnya metabolisme primer, penyusutan luas daun dan
aktivitas fotosintesis. Penurunan akumulasi biomassa akibat cekaman air untuk setiap
jenis tanaman besarnya tidak sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh tanggap masing-
masing jenis tanaman. Penurunan akumulasi biomasaa tanaman obat jenis pegagan
(Centella asiatica L.) mencapai 48,9% pada cekaman kekeringan 50% kapasitas
lapang (KL) dan tidak mampu tumbuh pada cekaman air 40% Kapasitas Lapang
(Rahardjo et al., 1999).
2.2 Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Tanaman
Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman
per satuan luas dan persatuan waktu. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan
berpengaruh nyata pada sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas
cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk
membentuk karbohidrat (Asadi et al, 1997). Menurut Bey dan Las (1991),
mekanisme pengaruh radiasi surya pada tanaman terdiri atas fotoenergi (fotosintesis)
dan foto stimuls yang terdiri atas proses pergerakan dan proses pembentukan
(klorofil, pigmen, perluasan daun, pertunasan dan pembungaan). Setiap tanaman atau
pohon memiliki toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari.
Cahaya yang redup akan mengakibatkan lambatnya laju fotosintesis, sehingga
dapat menghambat proses pertumbuhan salah satunya adalah penambahan luas daun.
Cahaya atau radiasi pada lahan penelitian rata-rata adalah 39,28 gram kal/hari. Luas
daun berpengaruh pada kapsitas penangkapan cahaya. Cahaya dibawah optimum
akan menyebabkan jumlah cabang menurun dan berakibat pada karakteristik daun
salah satunya adalah luas daun. Unsur radiasi matahari yang penting salah satunya
adalah intensitas cahaya. Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman
mengefisiensikan penangkapan cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi
intensitas cahaya rendah. Cahaya berperan penting pada pembentukan klorofil,
sehingga menjadi salah satu faktor pembatas pembatas pertumbuhan., karena
terdapat hubungan antara radiasi dan hasil fotosintesis (Setyanti dkk, 2013)
2.3 Kebutuhan Air terhadap Pertumbuhan tanaman
Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda, tergantung jenis tumbuhan dan fase
pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan cekaman air
(water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran dan laju
evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan (Levitt, 1980).
Sebaliknya pada musim penghujan, tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air.
Perakaran tumbuhan tumbuh ke dalam tanah yang lembab dan menarik air sampai
tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air yang dapat diserap dari tanah oleh akar
tumbuhan disebut air yang tersedia. Air yang tersedia merupakan perbedaan antara
jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air dalam tanah pada
persentase pelayuan permanen. Air pada kapasitas lapang adalah air yang tetap
tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi;
sedangkan air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila pada kelembaban
tanah tersebut tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan tidak akan segar
kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100% (Gardner et al., 1991).
2.4 Faktor Pembatas pada Tanaman
Menurut RA Hutagalung, 2010 ada beberapa faktor pembatas pada tanaman
yaitu:
1. Faktor Fisik sebagai Pembatas dalam Ekosistem
Dengan mengetahui faktor pembatas (limiting factor) suatu organisme dalam
suatu ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi di mana organisme tidak
dapat bertahan hidup.(Champbell, 2000).
Umumnya suatu organisme yang mempunyai kemampuan untuk melewati atau
melampaui faktor pembatasnya maka ia memiliki toleransi yang besar dan kisaran
geografi penyebaran yang luas pula. Sebaliknya jika organisme tersebut tidak mampu
melewatinya maka ia memiliki toleransi yang sempit dan memiliki kisaran geografi
penyebaran yang sempit pula. . (RA Hutagalung, 2010)
Tidak sedikit didapati pula bahwa ada organisme tertentu yang tidak hanya
beradaptasi dengan faktor pembatas lingkungan fisik saja, tetapi mereka bisa
memanfaatkan periodisitas alami untuk mengatur dan memprogram kehidupannya
guna mengambil keuntungan dari keadaan tersebut. (RA Hutagalung, 2010)
Faktor pembatas fisik bagi suatu organisme kita kenal secara luas di antaranya faktor
cahaya matahari, suhu, ketersediaan sejumlah air, gabungan antara faktor suhu dan
kelembaban, dan lain sebagainya.
2. Faktor Kimiawi dan Nonfisik Ekosistem
Faktor pembatas nonfisik adalah unsur-unsur nonfisik seperti zat kimia yang
terdapat dalam lingkungan akan menjadi faktor pembatas bagi organisme-organisme
untuk dapat hidup dan berinteraksi satu sama lainnya.(RA Hutagalung,2010)
Kondisi lingkungan perairan (aquatic) berbeda dengan kondisi lingkungan daratan
(terrestrial), terutama ditinjau dari keberadaan unsur kimiawi seperti; O2, CO2, dan
gas-gas terlarut lainnya yang dapat diperoleh organisme di lingkungannya.(RA
Hutagalung, 2010).
Garam biogenik adalah garam-garam yang terlarut dalam air, seperti karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), posfor (P), kalium (K), kalsium
(Ca), dan magnesium (Mg). Zat kimia ini merupakan unsur vital bagi keberlanjutan
organisme tertentu.(RA Hutagalung, 2010
Tanah terdiri atas bahan induk, bahan organik, dan mineral yang hasil
pencampurannya dapat membentuk tekstur tanah tertentu. Ruang-ruang antara hasil
pencampuran bahan-bahan tadi diisi oleh gas dan air. Kondisi tekstur dan
kemampuan tanah inilah yang akan menentukan ketersediaan unsur hara bagi
tumbuhan dan hewan di atasnya.(Soeraatmadja, 1987).
Tumbuhan perdu yang mempunyai daun lebar lebih tahan terhadap keterbatasan
sinar matahari, sedangkan tumbuhan rerumputan sangat membutuhkan sinar
matahari. Lebar atau kecil daun berpengaruh langsung terhadap kemampuan
tumbuhan untuk melakukan kegiatan fotosintesis dan penguapan (transpirasi).
Semakin lebar daun semakin tinggi kemampuan fotosintesis dan semakin besar pula
penguapan. (Soeraatmadja, 1987).
Faktor cahaya, temperatur, dan kadar garam dalam ekosistem perairan akan
berinteraksi bersama menjadi faktor pembatas utama terhadap keberadaan
organisme. Hal ini dapat dilihat jelas pada perbedaan jenis organisme yang biasa
didapati di dekat muara sungai dengan yang terdapat di lepas pantai atau laut
dalam.(RA Hutagalung, 2010).
2.5 Hukum Faktor Pembatas
Hukum Leibig menyebutkan bahwa "sesuatu organisme tidak lebih kuat dari
pada rangkaian terlemah dari rantai kebutuhan ekologinya". Hukum Leibig adalah
hukum atau ketentuan fenomena alam pada ekosistem tertentu yang menyatakan
bahwa organisme tertentu hanya dapat bertahan hidup pada kondisi faktor tertentu
dalam keadaan minimum.(RA Hutagalung, 2010).
Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa organisme tertentu dapat
bertahan hidup tidak hanya ditentukan oleh faktor pembatas minimum saja, tetapi
juga ditentukan oleh faktor pembatas maksimum. Dengan mengetahui batas toleransi
suatu organisme maka hal ini dapat membantu memahami pola dan penyebaran
organisme pada ekosistem tertentu.Untuk menyatakan batas toleransi suatu
organisme sering dipakai istilah yang umum, yaitu berawalan steno yang berarti
sempit dan eury yang berarti lebar/luas.(RA Hutagalung, 2010).
Untuk dapat bertahan dan hidup di dalam keadaan tertentu, suatu organisme
harus memiliki bahan-bahan penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan dengan
keadaan tertentu. Apabila keperluan mendasar ini hanya tersedia dalam jumlah yang
paling minimum maka akan bertindak sebagai faktor pembatas. Walaupun demikian,
seandainya keperluan mendasar yang hanya tersedia minimum berada dalam waktu
"sementara" tidak dapat dianggap sebagai faktor minimum karena pengaruhnya dari
banyak bahan sangat cepat berubah.(Uya, 2010)
Ternyata kondisi minimum dari suatu kebutuhan mendasar bukan merupakan
satu-satunya faktor pembatas kehidupan suatu organisme, tetapi juga dalam keadaan
terlalu maksimumnya kebutuhan tadi sehingga dengan kisaran minimum-maksimum
ini dianggap sebagai batas-batas toleransi organisme untuk dapat hidup. Namun,
dalam kenyataan tidak sedikit organisme yang mempunyai kemampuan untuk
"relatif" mengubah keadaan lingkungan fisik guna mengurangi efek hambatan
terhadap pengaruh lingkungan fisiknya.(Uya, 2010)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Pada hari minggu, tanggal 20 Oktober 2018 pukul 08.00
WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, cangkul, sekop,
ember, parang, oven, timbangan dan alat tulis menulis.
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah pupuk kandang, label, polybag
ukuran (30x40), benih dan tanah.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1. Membersihkan lahan yang akan digunakan.
2. Mengisi polybag dengan media tanam berupa tanah dan pupuk kandang (2:1)
kemudian jenuhkan dengan air.
3. Merendam benih yang akan digunakan.
4. Melakukan penanaman sesuai perlakuan dan tenpatkan secara acak pada
polybag.
5. Melakukan penyulaman jika ada tanaman yang mati.
6. Melakukan penyiangan jika ada gulma.
7. Menyiram tanaman pagi dan sore
3.4 Perlakuan
Perlakuan yang dicobakan:
1. Faktor pembatas cahaya
A1 = Intensitas cahaya 0%
A2 = Interaksi cahaya 100%
2. Faktor pembatas air
B1 = Pemberian air setiap hari
B2 = Pemberian air setiap 3 hari
B3 = Pemberian air setiap 5 hari
B4 = Pemberian air setiap 7 hari
Tiap perlakuan terdiri dari atas 2 polybag sehingga terdapat 12 polybag
dan setiap polybag terdiri atas 1 tanaan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum faktor pembatas pada jagung adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan faktor pembatas cahaya minggu pertama
Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (Helai)
Perlakuan
1 2 1 2
A1
0 0 0 0
(0% Cahaya)
A2
24 15,5 3 4
(100% Cahaya)

Tabel 2. Hasil pengamatan faktor pembatas cahaya minggu kedua


Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (Helai)
Perlakuan
1 2 1 2
A1
9 8,5 2 2
(0% Cahaya)
A2
32 22 4 4
(100% Cahaya)

Tabel 3. Hasil pengamatan faktor pembatas air minggu pertama


Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (Helai)
Perlakuan
1 2 1 2
B1 (1 x 1) 27 25,5 4 4
B2 (1 x 3) 20 20,5 3 4
B3 (1 x 5) 12 12 3 3
B4 (1 x 7) 11 7 3 3
Total 70 65 10 14
Tabel 4. Hasil pengamatan faktor pembatas air minggu kedua
Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (Helai)
Perlakuan
1 2 1 2
B1 (1 x 1) 35 32 5 4
B2 (1 x 3) 24,5 23 5 5
B3 (1 x 5) 19,5 18 4 4
B4 (1 x 7) 11 16 3 4
Total 90 89 17 17

Tabel 5. Berat kering jagung dengan pembatas cahaya


Sesudah di Keringkan (gram)
Jenis Daun

1 2
A1 (0% Cahaya) 0,0 0,0
A2 (100% Cahaya) 1,8 1,0

Tabel 6. Berat kering jagung dengan pembatas air


Setelah di Keringkan (gram)
Jenis Daun
1 2
B1
2,3 1,5
(penyiraman setiap hari)
B2
1,6 1,7
(penyiraman setiap tiga hari sekali)
B3
0,9 0,8
(penyiraman setiap lima hari sekali)
B4
1,1 0,8
(penyiraman setiap tujuh hari sekali)
4.2 Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa untuk
faktor pembatas cahaya pada minggu pertama dengan perlakuan 0 % cahaya,
tanaman tidak tumbuh, dan kemudian minggu berikutnya tumbuh dan memiliki
tinggi, untuk tanamam 1 yaitu 9 cm dan tanaman 2 yaitu 8,5, akan tetapi sangat
berbeda dengan tinggi tanaman yang perlakuannya 100 % cahaya dimana tinggi
tanaman pada minggu pertama tanaman 1 24 cm dan tanaman 2 memiliki tinggi 15,5
cm. Kemudian pada minggu ke dua tingginya bertambah menjadi 32 dan 22 cm.
Kemudian untuk jumlah helai, dimana pada perlakuan 0 % cahaya pada minggu
pertama tidak tumbuh, kemudian minggu berikutnya menjadi 2 helai, hal ini sangat
berbeda dengan jumlah helai yang perlakuannya 100 % cahaya dimana jumlah helai
pada minggu pertama 3 helai kemudian minggu berikutnya bertambah menjadi 4
helai , jadi dapat dibandingkan bahwa jumlah helai tanaman yang diberi intensitas
cahaya 0 % lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberi intensitas cahaya 100 %.
Hal ini sesuai dengan pendapat Puspitasari, (2012) menyatakan bahwa setiap
tumbuhan mempunyai kebutuhan intensitas radiasi matahari yang berbeda-beda
sesuai dengan kondisi di lapang selain faktor genetiknya. Kondisi tersebut secara
bersamaan akan mempengaruhi sifat-sifat morfologi dan fisiologi tanaman
bersangkutan. Lebih jauh dijelaskan bahwa jumlah daun merupakan cerminan
potensi tanaman dalam menyediakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis.
Tanaman yang tumbuh dengan naungan akan memiliki kompensasi hasil asimilasi
yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang tumbuh di tempat dengan cahaya
matahari yang optimal.
Kemudian untuk faktor pembatas air pada minggu pertama dengan perlakuan
penyiraman setiap hari sudah tumbuh dengan tinggi 27 cm, minggu berikutnya
tingginya 35 cm, akan tetapi sangat berbeda dengan tinggi tanaman dengan
perlakuan penyiraman hanya 3 hari sekali dan setiap 5 hari sekali, dimana tinggi
tanaman yang penyiramannya 3 hari sekaliyaitu 20 cm kemudian minggu berikutnya
24,5 cm dan untuk penyiraman 5 hari sekali 12 cm kemudian pada minggu
berikutnya19,5 cm dan penyiraman 7 hari sekali 11 cm, kemudian pada minggu
berikutnya tetap 11 cm, jadi dapat dibandingkan bahwa untuk tanaman yang
penyiramannya setiap hari itu lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman
yang hanya disiram setiap 3 hari sekali ataupun 5 hari sekali dan 7 hari sekali saja.
Kemudian untuk jumlah helai, dimana pada minggu pertama dengan perlakuan
penyiraman setiap hari itu tumbuh sebanyak 4 helai, kemudian minggu selanjutnya
sebanyak 5 helai, hal ini tentu berbeda dengan jumlah helai pada tanaman yang
penyiramannya hanya 3 hari sekali ataupun 3 hari sekali bahkan 5 hari sekalipun.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rohmani (2013), yang menyatakan bahwa air
merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup
memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah
karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah
keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.
Hasil yang diperoleh dari penimbangan tersebut sebelum dioven adalah untuk A1
dengan perlakuan 0% cahaya 0,0 gram, untuk A2 dengan perlakuan 100% cahaya 1,8
gram, untuk B1 dengan perlakuan penyiraman setiap hari 2,3 gram, untuk B2
dengan perlakuan penyiraman setiap 3 hari sekali 1,6 gram, untuk B3 dengan
perlakuan penyiraman setiap 5 hari sekali 0,9 gram, dan untuk B4 dengan perlakuan
penyiraman setiap 7 hari sekali 1,1 gram.
BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan pada praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada minggu pertama dengan perlakuan 0 % cahaya, tanaman tidak tumbuh, dan
kemudian minggu berikutnya tumbuh dan memiliki tinggi, untuk tanamam 1
yaitu 9 cm dan tanaman 2 yaitu 8,5, akan tetapi sangat berbeda dengan tinggi
tanaman yang perlakuannya 100 % cahaya dimana tinggi tanaman pada minggu
pertama tanaman 1 24 cm dan tanaman 2 memiliki tinggi 15,5 cm. Kemudian
pada minggu ke dua tingginya bertambah menjadi 32 dan 22 cm.
2. Pada perlakuan 0 % cahaya pada minggu pertama tidak tumbuh, kemudian
minggu berikutnya menjadi 2 helai, hal ini sangat berbeda dengan jumlah helai
yang perlakuannya 100 % cahaya dimana jumlah helai pada minggu pertama 3
helai kemudian minggu berikutnya bertambah menjadi 4 helai
3. Faktor pembatas air pada minggu pertama dengan perlakuan penyiraman setiap
hari sudah tumbuh dengan tinggi 27 cm, minggu berikutnya tingginya 35 cm,
akan tetapi sangat berbeda dengan tinggi tanaman dengan perlakuan penyiraman
hanya 3 hari sekali dan setiap 5 hari sekali, dimana tinggi tanaman yang
penyiramannya 3 hari sekaliyaitu 20 cm kemudian minggu berikutnya 24,5 cm
dan untuk penyiraman 5 hari sekali 12 cm kemudian pada minggu
berikutnya19,5 cm dan penyiraman 7 hari sekali 11 cm, kemudian pada minggu
berikutnya tetap 11 cm,
1.2 Saran
Praktikan harus lebih serius dalam mengamati serta semua harus mengamati dan
juga asisten lebih fokus dalam mengawasi praktikan dalam pengamatan agar semua
praktikan mau serius dalam pengamatan.
LAMPIRAN

Gambar 1: Tanaman Gambar 2: Tanaman


dengan Intensitas cahaya 0% dengan Intensitas cahaya 100%

Gambar 3: perbedaan tinggi ketik


Diberi perlakuan faktor pembatas air

Gambar 4 : berat Gambar 5: Berat Gambar 6: Berat Gambar 7 : Berat


tanaman 1 A1 Tanaman 2 A1 Tanaman 1 A2 Tanaman 2 A2

Gambar 8: Berat Gambar 9: Berat Gambar 10: Berat Gambar 11 : Berat


Tanaman 1 B1 Tanaman 2 B1 Tanaman 1 B2 Taman 2 B2
Gambar 12: Berat Gambar 13: Berat Gambar 14: Berat Gambar 15: Berat
Tanaman 1 B3 Tanaman 2 B3 Tanaman 1 B4 Tanaman 2 B4
DAFTAR PUSTAKA
Arsadi D, Arsyad M, Zahara H, Damijati,. 1997. Pemuliaan Kedelai untuk Toleransi
Naungan dan Tumpangsari. Jurnal Agroteknologi Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor 1(2): 15-20.
Campbell. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Erlangga; Jakarta.
Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.
Hutagalung, RA., 2010. Ekologo Dasar. Erlangga; Jakarta.
Las dan Bey, A. 1991. Metode Kausal dan Time Series Dalam Analisis Data Iklim.
Institut Pertanian Bogor. 45 Halaman.
Levitt, J. 1980. Responses of Plant to Environmental Stresses, Volume II: Water,
Radiation, Salt, and Other Stresses. New York: Academic Press.
Puspitasari, Ervin dkk. 2012. Program Kreatif Mahasiswa: Pengaruh Intensitas
cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine
Max) Bidang Kegiatan Pkm Artikel Ilmiah (Pkm Ai). Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan PGRI. Madium.
Rahardjo, M., S.M.D. Rosita, R. Fathan, dan Sudiarto. 1999. Pengaruh cekaman air
terhadap mutu simplisia pegagan (Centella asiatica L.). Jurnal Littri 5 (3):
92- 97.
Rohmani, Yudi Miftahul. 2013. Jurnal Faktor Pembatas: Vol. 1, No, 1, P:1-6
Soeraatmadja. 1987. Ilmu Lingkungan. ITB; Bandung.
Uya. 2010. Komponen Ekosistem. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai