Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HAEMOROID

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Oleh:
Kelompok 4
Tingkat 2C
Sifa Nova Rahmawati (P17320117015)
Renika Mardiyanti (P17320117021)
Defita Addhini (P17320117033)
Dianita Putri (P17320117036)
Vina Elvira (P17320117045)
Diana Arfiana (P17320117099)
Dewi Kania Oktaviani (P17320117123)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
Jalan Dr. Otten No. 32 Bandung 40171 Telepon (022) 4231057
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah menganai “Asuhan Keperawatan pada Pasien
Haemoroid” ini yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I dapat diselesaikan dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Penulis mengucapkan terima kasih pada Ibu Yati Tursini selaku dosen yang membimbing dan
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami haemoroid dan
obstruksi intestinal. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah dibuat untuk masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak di masa
mendatang. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................1


DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................4
1.3 Tujuan ...............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Penyakit Hemoroid ........................................................................5
2.1.1 Pengertian ...................................................................................................5
2.1.2 Etiologi ........................................................................................................5
2.1.3 Anatomi Fisiologi .......................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................................7
2.1.5 Diagnostik/Data Penunjang ........................................................................11
2.1.6 Penatalaksanaan ..........................................................................................11
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Hemoroid ................................14
2.2.1 Pengkajian ...................................................................................................14
2.2.2 Diagnosa .....................................................................................................14
2.2.3 Intervensi.....................................................................................................14
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................32
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................32
3.2 Saran ...................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemoroid merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan dalam praktik sehari-
hari, namun sudah dalam keadaan lanjut. Hemoroid merupakan jaringan normal pada setiap
orang. Namun, hemoroid dapat menimbulkan gejala dan ketidaknyamanan karena banyak
faktor (Riwanto, 2010). Beberapa faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain adalah
keturunan, kurangnya makan makanan yang berserat, kurang minum air, proses mengedan
yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih menggunakan jamban duduk & terlalu
lama duduk di jamban), adanya tekanan intraabdomen yang meningkat karena kehamilan,
usia tua, konstipasi kronik, kurang olahraga dan pergerakan minimal (Simadibrata, 2009).
Feses lebih sulit dieliminasi akibat konsumsi serat yang rendah, diikuti dengan
konsumsi air yang kurang dapat menyebabkan feses menjadi kering dan keras. Hal ini
menyebabkan terjadinya konstipasi yang merupakan risiko terjadinya hemoroid karena harus
mengejan lebih kuat saat defekasi (Kusharto, 2006; Makmun, 2011).
Faktor risiko kejadian lainnya adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat
dipengaruhi oleh pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan terlalu lama duduk, terlalu lama
berdiri atau pekerjaan berat seperti kuli berada pada risiko tinggi untuk kejadian hemoroid
(Ansari et al, 2014). Seseorang dengan pekerjaan yang berat tentu akan memiliki aktivitas
fisik yang berat pula. Aktivitas fisik berat memiliki risiko 2,79 kali terhadap kejadian
hemoroid (Nugroho, 2014).
Belum banyak data mengenai prevalensi hemoroid di Indonesia. Namun dari
penelitian yang telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah pasien yang
didiagnosis hemoroid pada tahun 2009-2011 berjumlah 166 orang dengan prevalensi
69,17% (Wandari, 2011). Sedangkan, pasien yang menderita hemoroid di RSUD Dokter
Soedarso Pontianak pada tahun 2009-2012 berjumlah 113 orang (Putra, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mempelajari kasus
hemoroid agar dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan yang sesuai terutama
dalam konteks keperawatan medical bedah.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hemoroid?
2. Apa yang menyebabkan hemoroid?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi gastrointestinal dan hemoroid?
4. Bagaimana patofisiologi hemoroid?
5. Apa saja data penunjang penyakit hemoroid?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit hemoroid?
7. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien hemoroid?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan yang sesuai terhadap
pasien dengan penyakit hemoroid.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian hemoroid.
2. Untuk mengetahui penyebab hemoroid.
3. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi gastrointestinal dan hemoroid.
4. Untuk memahami patofisiologi hemoroid.
5. Untuk mengetahui data penunjang penyakit hemoroid.
6. Untuk mengetahui tatalaksana penyakit hemoroid.
7. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien hemoroid.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hemoroid


2.1.1 Pengertian
Menurut beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah ;
1. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006).
2. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam plexus hemoroidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
3. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
4. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu
thrombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid
adalah pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.
2.1.2 Etiologi
Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor
etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong
(2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan
perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum

3
terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
Penyebab dari hemoroid dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peningkatan tekanan intra-abnomen. Misalnya: kegemukan , kehamilan
konstipasi
b. Komplikasi dari penyakit cirrhosis hepatis
c. Terlalu banyak duduk
d. Tumor abnomen/pelvis
e. Mengejan saat BAB
f. Hipertensi portal
g. Usia tua
h. Hubungan seks perianal
i. Kurang olahraga/imobilisasi
j. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
k. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
2.1.3 Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari
colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk
lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid
bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi
oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri
sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga
proksimal colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan
kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian
proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria
sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

4
Alur balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-
vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1) kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa
haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon.
Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang
defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek
gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna
berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis
kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai
rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi
rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus
anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot
dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara
bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.

5
2.1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain
dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena
sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan
pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal,
dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri
dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Prolapse dapat disebabkan oleh spasme pada sfingter internal sebagai akibat
dari peningkatan tekanan yang mendorong benjolan melalui sfingter internal dan
dalam waktu saat benjolan terdorong keluar.
Komplikasi yang berhubungan dengan hemoroid internal meliputi pendarahan,
prolapses, dan thrombus. Hemoroid yang tersusun dari jaringan vascular spor,
menimbulkan perdarahan. Darah tersebut tampak pada WC duduk dan tisu toilet
atau permukaan tempat duduk. Kekurangan zat besi sebagai akibat dari anemia
dapat berkembang jika darah berkurang dalam periode waktu lama.
Trombis dalam hemoroid eskternal sebagai akibat dari pembekuan darah dalam
vena homoroid. Thrombosis ini berhubungan dengan peningkatan beban berat,
mengejan. Klien yang nyeri hebat secara tiba-tiba pada anusnya, tingkat nyeri akan
bertambah apabila klien duduk saat defekasi. Thrombosis pada hemoroid eksternal
selalu diikuti oleh prolapse thrombosis hemoroid internal. Jika pembekuan darah
pada permukaan kulit maka dapat menimbulkan ulserasi (Sylvia Anderson, 1995).
Manifestasi klinis
a Timbul rasa gatal dan nyeri
b Gangguan pada anus: nyeri, konstipasi, perdarahan.
c Benjolan pada anus yang menetap pada hemoroid eksternal. Pada hemoroid
internal benjolan pada anus tanpa prolapse mukosa dan keduanya sesuai dengan
gradasinya.
6
d Dapat terjadi anemia bila hemoroid mengalami perdarahan kronik.
e Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi.
f Bila terdapat bekuan darah pada saat gerak, maka dapat menyebabkan infeksi
dan menimbulkan rasa nyeri.
Klasifikasi
Ada dua jenis hemoroid, yaitu:
a. Hemoroid eksternal
Pembesaran vena rektalis inferior yang terletak dibawah linea dinata dan
ditutup epitel gepeng, anoderm serta kulit peranal. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1) Nyeri sekali akibat peradangan.
2) Edema akibat thrombosis.
3) Nyeri yang semakin bertambah.
b. Hemoroid internal
Pembesaran vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan
media yang timbul di atas lenia dinata dan dilapisi oleh mukosa.
Hemoroid internal dibagi menjadi empat derajat:
1) Derajat I
Dilatasi pleksus hemoroid superior yang tidak mengalami prolapse dan
hanya terdapat luka kecil yang masuk pada anak kanal.
2) Derajat II
Pada waktu gerak benjolan keluar (prolapse) dan waktu selesai berak,
masuk sendiri tanpa didorong dengan jari/secara spontan.
3) Derajat III
Benjolan yang keluar sewaktu berak tidak dapat masuk sendiri tanpa
didorong dengan jari/secara manual.
4) Derajat IV
Benjolan mengalami inkarserasi dan tidak dapat didorong masuk ke anus.
Komplikasi
a Perdarahan. Bila perdarahan akut dapat terjadi syok hipovolemik, sedangkan
perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia.
7
b Inkarserasi dapat berkembang yang kemudian menjadi iritasi dan infeksi
sehingga dapat terjadi sepsis.

2.1.5 Pathways Haemoroid


Pre Operasi Hemoroid

8
Post Operasi Hemoroid

9
2.1.6 Diagnostik
a. Inspeksi
Kemungkinan tidak ditemukan apa-apa, mungkin terlihat benjolan
hemoroid internal/eksternal yang prolapse.
b. Pemeriksaan rektal secara langsung
Mengetahui adalah bunyi pada sfingter internal dan biasanya pada laki-
laki muda terdapat bunyi yang cepat.
c. Colok dubur
Tidak ditemukan benjolan kecuali sudah terjadi thrombus, pemeriksaan ini
harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan/penyakit lain.
d. Anoscopy
Pemeriksaan untuk mengetahui adakah terjadi pergeseran pada organ
dalam dibagian bawah yang menyebabkan hemoroid.
e. Sigmordscopy dan barium enema
Pemeriksaan pada usus/kolon sigmoid untuk mengetahui adakah kanker
atau inflamasi. Pemeriksaan ini penting terutama pada klien umur > 40 tahun.
f. Proktoscopy
Pemeriksaan untuk melihat lokasi hemoroid internal yang ada pada tiga tempat
utama.

2.1.7 Penatalaksanaan
a. Pengobatan konservatif
1) Bedres dilakukan bila nyeri menggangu aktivitas
2) Laxantia
3) Hindari konstipasi dengan cara banyak makan makanan yang mengandung
serat tinggi, banyak minum dan makan buah
b. Rendaman duduk
Rendaman dilakukan setelah mandi dengan air hangat kurang lebih 15-20
menit. Rendaman sebaiknya dilakukan setelah BAB dengan tujuan untuk

10
mengurangi nyeri, merangsang sirkulasi darah, reabsorpsi edema, desinfektan
dan membersihkan luka.
c. Operatif
1) Rugger band ligation: dengan bantuan anascopy
2) Cryosurgical hemoroidektomi jarang dilakukan kalau penyembuhan luka
lama
3) Lasettherapi dilakukan pada hemoroid eksternal
4) Sifat cepat dan tidak nyeri.
Penatalaksanaan hemoroid tergantung pada macam dan derajat hemoroidnya:
a. Hemoroid ekternal
Pada keadaan sudah mengalami thrombus dapat dilakukan
hemoroidektomi. Hemoroid eksternal yang mengalami thrombosis tampak
sebagai benjolan yang nyeri pada anal verge. Jika pasien membaik dan hanya
mengeluh nyeri ringan, pemberian analgesik, sitzbaths, dan pelunak feses.
Tetapi jika pasien mengeluh nyeri yang parah, maka eksisi dibawah anestesi
local dianjurkan. Pengobatan secara bedah menawarkan penyembuhan yang
cepat, efektif dan memerlukan waku hanya beberapa menit dan segera
menghilangkan gejala. Penatalaksanaan secara bedah yaitu pasien berbaring
dengan posisi menghadap ke lateral dan lutut dilipat (posisiseems), dasar
hematom diinfiltrasi dengan anestetik lokal. Bagian atas bokong didorong untuk
memaparkan thrombosis hemoroid. Kulit dipotong berbentuk elips
menggunakan gunting iris dan forsep diseksi; hal ini dengan segera
memperlihatkan bekuan darah hitam yang khas didalam hemoroid yang dapat
dikeluarkan dengan tekanan atau diangkat keluar dengan forsep.
b. Hemoroid internal
Pengobatan hemoroid internal tergantung dari derajat hemoroidnya.
1) Derajat I
Konservatif dengan diet berserat dan laxantia ringan
2) Derajat II
konservatif
11
3) Derajat III
Operatif / hemoroidektomi. Pengobatan dengan krioterapi pada derajat
III dilakukan jika diputuskan tidak perlu dilakukan hemoroidektomi.
Pengobatan dengan criyosurgery (bedah beku) dilakukan pada hemoroid
yang menonjol, dibekukan dengan CO2 atau NO2 sehingga mengalami
nekrosis dan akhirnya fibrosis. Tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang dibekukan (nekrosis) sukar ditentukan luasnya.
4) Derajat IV
Operatif, cara whileheat.
Hemoroidektomi dilakukan pada pasien yang mengalami hemoroid yang
menahun dan mengalami prolapsus besar (derajat III dan IV). Ada 3 prinsip
dalam melakukan hemoroidektomi yaitu pengangkatan pleksus dan mukosa,
pengangkatan pleksus tanpa mukosa, dan pengangkatan mukosa tanpa pleksus.
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode :
a. Metode Langen – beck
Yaitu dengan cara menjepit radier hemoroid interna, mengadakan jahitan
jelujur klem dengan catgutcrhomic No.00, mengadakan eksisi diatas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jahitan jelujur dibawah klem diikat, diikuti
usaha kontinuitas mukosa. Cara ini banyak dilakukan karena mudah dan
tidak mengandung risiko pembentukan jaringan parut sirkuler yang biasa
menimbulkan stenosis.
b. Metode whitehead
Yaitu mengupas seluruh. Hemoroidalis dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu,
sambil mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
c. Metode stapled: yaitu dengan cara mengupas mukosa rektum.
Metode ini lebih unggul dan lebih banyak dipakai karena perdarahannya
dan nyeri post operasinya berkurang dibandingkan dengan metode yang lain.

12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Hemoroid
2.2.1 Pengkajian

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis.
Konsep dasar asuhan keperawatan pada hemoroid dan obstruksi intestinal juga berbeda.
Dapat dilihat perbedaannya pada pembahasan sebelumnya. Seperti asuhan keperawatan pada
umumnya, asuhan keperawatan pada hemoroid dan obstruksi gastrointestinal juga dimulai
dengan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca umumnya dan penulis khususnya dapat
memahami konsep penyakit hemoroid dan obstruksi intestinal. Sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat dan maksimal di kemudian hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Diyono & Mulyanti, Sri (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Jakarta
:KENCANA Prenada Media Group
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi, 2015. Panduan Penyusunan Asuhan
KeperawatanProfesional Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction
Price& Wilson,. (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit,Edisi 6,Volume
1. Jakarta:EGC.
Suratun&Lusianah (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta : TIM
Tiara, Ayu (2012). Asuhan Keperawatan Ileus. Tersedia:
https://www.google.co.id/amp/s/ayutiara.wordpress.com/2012/08/09/catatan-kuliah-
_asuhan-keperawatan-ileus/amp/. Diakses pada tanggal : 28 September 2018
Hemoroid. 2012. Tersedia: http://repository.maranatha.edu/2676/3/0910132_Chapter1.pdf.
Diakses pada tanggal: 28 September 2018.

15

Anda mungkin juga menyukai