Anda di halaman 1dari 14

Uji Perbandingan Operasioanl Quinine dan Artesunate terhadap

Pengobatan Malaria Berat di Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan di


Republik Demokratik Kongo : Studi MATIAS

Abstrak

Latar belakang : Republik Demokratik Kongo (DRC) memiliki jumlah kasus malaria berat
tertinggi di dunia. Pada awal 2012, National Malaria Control Program (NMCP) mengubah
kebijakan dalam mengobati malaria berat pada anak-anak dan orang dewasa dari injeksi
quinine menjadi injeksi artesunat. Untuk menginformasikan mengenai injeksi artesunat,
diperlukan penelitian operasional untuk mengidentifikasi kendala dan tantangan dalam
menerapkan kebijakan tersebut.
Metode : Dilakukan perbandingan antara injeksi quinine pada 350 pasien berusia 2 bulan
atau lebih di delapan fasilitas kesehatan dari Oktober 2012 hingga Januari 2013 dan injeksi
artesunat pada 399 pasien di fasilitas yang sama dari April hingga Juni 2013. Karena ini
adalah studi implementasi, concurrent randomized controls tidak mungkin dilakukan. Empat
komponen kunci yang dievaluasi adalah: 1) penilaian klinis, 2) time dan motion, 3) kelayakan
dan akseptabilitas, dan 4) biaya keuangan.
Hasil :
Waktu yang dibutuhkan untuk keluar rumah sakit lebih cepat pada artesunat dibandingkan
dengan kelompok kina. Demikian pula, interval saat masuk hingga dimulainya pengobatan
intravena (IV) dan waktu pembersihan parasit lebih cepat pada kelompok artesunat.
Keseluruhan waktu yang dibutuhkan mulai pra-administrasi hingga manajemen pasien oleh
staf dan petugas kesehatan juga lebih cepat pada kelompok artesunat. Di rumah sakit dan
pusat kesehatan, biaya total rata-rata per pasien yang dirawat karena malaria berat dengan
injeksi artesunat adalah USD 51,94 (16,20) dan 19,51 (9,58); sedangkan injeksi kina
menghabiskan USD 60,35 (17,73) dan 20,36 (6,80) masing-masing di rumah sakit dan pusat
kesehatan.
Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa injeksi artesunat di DRC lebih mudah
digunakan dan biayanya juga lebih rendah dibandingkan injeksi kina. Temuan ini
memberikan dasar dalam merekomendasikan injeksi artesunate di DRC.
Kata Kunci : Malaria, Malaria berat, Democratic Republic of the Congo, DRC, Kinshasa,
Injeksi quinine, Injeksi artesunate.
LATAR BELAKANG
Republik Demokratik Kongo (DRC) memiliki jumlah kasus malaria berat tertinggi di dunia.
kombinasi artesunat ditambah amodiakuin (AS-AQ) digunakan sebagai pengobatan lini
pertama untuk malaria tanpa komplikasi pada tahun 2005, dengan ACT sebagai lini kedua
kedua, kemudian artemether dan lumefantrine (AL) ditambahkan pada 2010. Sementara itu,
injeksi kina menjadi obat lini pertama yang direkomendasikan pada kasus kegagalan
pengobatan dan malaria berat.
Pada tahun 2010, penelitian AQUAMAT menunjukkan bahwa pengobatan malaria berat
dengan artesunat mengurangi jumlah rata-rata kasus pada anak-anak Afrika (<15 tahun)
sebesar 22,5% dibandingkan dengan injeksi quinine. Sebelumnya, keuntungan artesunat
dibandingkan terhadap quinine telah ditunjukkan oleh penelitian SEAQUAMAT terhadap
orang dewasa di Asia Tenggara. Hasil penelitian tersebut digunakan sebagai rekomendasi
dalam penggunaan injeksi artesunat sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria berat
pada anak maupun dewasa di guideline WHO tahun 2011. Namun, kasus delayed anemia
hemolitik sekunder akibat injeksi artesunat yang dilaporkan masih kontrovrsial. Sehingga
profil keamanan jangka panjangnya masih dalam tahap evaluasi. Disisi lain, injeksi artesunat
memberikan keuntungan dibandingkan kina, seperti menghilangkan kebutuhan akan infus
maupun pemantauan jantung, serta risiko hipoglikemia.
Pada tahun 2012, NMCP Congo, dengan dukungan dari kementerian terkait, memutuskan
untuk mengadopsi pedoman pengobatan malaria berat dari WHO, yang sangat menganjurkan
injeksi artesunat daripada kina atau artemether sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria
berat. Implementasi injeksi artesunat selama 3 tahun telah dimasukan dalam rencana strategis
nasional.
Transisi ini akan membutuhkan banyak adaptasi operasional maupun klinis. Untuk
mendukung proses ini, dibutuhkan pengalaman dalam menangani kendala dan tantangan
yang ada, sesuatu yang semuanya harus dipertimbangkan oleh negara-negara yang hendak
mengimplementasikan hal tersebut. Data ini adalah penting karena tiga alasan: 1)
implementasi pengobatan baru yang lebih baik berdasarkan parameter operasional kuantitatif;
2) mengidentifikasi dan mengatasi kendala dalam pelatihan penyedia layanan kesehatan; dan,
3) memberikan argumen yang kuat dan relevan apabila staf kesehatan enggan perubahan
dalam alur pengobatan malaria berat.
Penelitian MATIAS ini bertujuan untuk mendukung penerapan injeksi artesunat sebagai
pengobatan lini pertama malaria berat di DRC dengan melakukan asesmen pada 4 komponen
kunci yaitu 1) penilaian klinis, 2) time dan motion, 3) kelayakan dan akseptabilitas, dan 4)
biaya keuangan.

METODE
Desain penelitian
Penelitian MATIAS adalah penelitian observasional pada pasien berusia 2 bulan atau lebih
dengan malaria berat dan melalui 2 fase pengobatan. Di fase pertama, antara Oktober 2012
dan Januari 2013, pasien malaria berat diobati dengan injeksi (IV) kina. Kemudian, antara
April dan Juni 2013, pasien malaria berat dirawat dengan injeksi (IV) artesunat.
Empat komponen yang dievaluasi adalah : 1) penilaian klinis : dinilai berdasarkan informasi
yang didapat dari pasien, 2) time dan motion, 3) kelayakan dan akseptabilitas, dan 4) biaya
keuangan. Pada komponen kelayakan dan akseptabilitas diperlukan studi lebih mendalam dan
telah dipublikasikan di tempat lain (Ntuku et al., komunikasi pribadi).
Subyek penelitian (populasi, kriteria inklusi, kriteria eksklusi)
Populasi penelitian terdiri dari pasien yang dirawat dengan malaria berat pada Oktober 2012
hingga Juni 2013. Pasien memenuhi kriteria inklusi jika mereka lebih tua dari 2 bulan,
memenuhi kriteria WHO untuk malaria Plasmodium falciparum parah, memiliki tes
diagnostik cepat positif (RDT) untuk P. falciparum (SD Bioline Malaria Antigen P.f / Pan
Standard Diagnostics Inc, Yongin, Korea Selatan) dan / atau apusan darah tebal Giemsa
positif, dan mereka/saudara/wali mereka memberi persetujuan tertulis (informed consent).
Pasien dikeluarkan (eksklusi) jika mereka mengalami adverse effect terhadap derivat kina dan
/ atau artemisinin, atau jika ada riwayat pengobatan anti-malaria yang adekuat selama lebih
dari 24 jam sebelum masuk. Wanita yang diketahui hamil atau diduga hamil di semua
trimester selama fase kedua (artesunat) tidak dimasukkan ke kriteria inklusi dan diobati
dengan quinine sesuai dengan pedoman nasional. Status kehamilan ditentukan secara detail
melalui riwayat pasien dan / atau melalui tes kehamilan yang positif.

Persetujuan informed consent ditandatangani dalam bahasa Prancis atau dalam bahasa lokal
oleh semua peserta atau dari kerabat maupun wali mereka. Karena sifat penyakit yang
mengancam jiwa, persetujuan awal diperoleh dari kerabat atau wali yang menyertainya atas
nama pasien, jika perlu, persetujuan akhir diminta segera setelah pasien dapat memutuskan
atau menanggapi. Karena ini adalah studi observasional, maka peneliti tidak melakukan
intervensi dalam manajemen pasien, yang mana kebijakan diserahkan sepenuhnya pada
dokter yang menangani. Ethical clearance diperoleh dari Komite Etika baik dari Canton
Basel, Swiss (EKBB, Ref No 201/12) dan dari Komite Etika Sekolah Kesehatan Masyarakat
Kinshasa.

Rancangan penelitian
Lokasi penelitian terdiri dari tiga rumah sakit dan lima pusat kesehatan di satu kawasan
perkotaan dan tiga kawasan pedesaan (HZ) di DRC, dimana mencerminkan fasilitas
kesehatan di negara tersebut (Gbr. 1). Sampel diperoleh dari rumah sakit kesehatan
masyarakat yang besar (Institut Médical Evangélique, Kimpese, Bas Kongo); satu rumah
sakit misionaris berukuran sedang, rumah sakit nirlaba (St Luc Kisantu); dan rumah sakit
pemerintah berukuran sedang (Center Hospitalier Roi Baudouin). Sebagai tambahan, lima
pusat kesehatan di kawasan pedesaan dipilih dalam waktu yang sama (Pusat Kesehatan Bita,
Pusat Kesehatan Menkao, Kesehatan Pusat Ngeba, Pusat Kesehatan CECO, Pusat Kesehatan
La Famille) (Gbr. 1 dan File tambahan 1)

Intervensi
Selama fase pertama, pasien menerima injeksi kina sesuai dengan pedoman pengobatan
nasional. Dosis awalnya 20 mg garam kina / kg dalam 5-10 ml larutan glukosa isotonik (5%)
per kgBB yang diinfuskan selama 4 jam. Setelah 8 sampai 12 jam dari pemberian dosis awal,
dosis pemeliharaan 10 mg garam kina / kgBB diberikan. Dosis pemeliharaan diulang setiap
12 jam sampai pasien dapat memperoleh perawatan oral. Pasien yang menerima artesunat
diberikan secara IV dengan dosis 2,4 mg / kgBB pada saat masuk, 12 jam pertama, dan 24
jam pertama, dan kemudian setiap hari sekali sampai perawatan oral dapat diberikan.

Setiap vial mengandung 60 mg bubuk artesunat yang terlarut dalam 1 ml natrium bikarbonat
dan kemudian diencerkan dengan larutan salin normal atau dekstrosa 5% sebelum dilakukan
injeksi IV. Setidaknya tiga dosis artesunat harus diberikan sebelum beralih ke perawatan oral.
Obat-obatan yang digunakan untuk penelitian disediakan secara gratis oleh produsen
(Artesunat, Guilin Pharmaceutical Co Ltd, Shanghai, Cina) dan oleh agen pendanaan, berupa
obat-obatan untuk Malaria Venture (MMV) (kina).

Keluaran studi
Keluaran hasil studi ditentukan dengan menentukan masing-masing dari keempat komponen
studi. Untuk komponen penilaian klinis, keluarannya adalah: 1) durasi rawat inap, ditentukan
melalui waktu sejak pendaftaran di rumah rumah sakit hingga dipulangkan; 2) waktu dari
masuk rumah sakit hingga memulai perawatan parenteral; 3) waktu dari mulai pengobatan
parenteral hingga inisiasi perawatan oral; 4) waktu pembersihan parasit (PCT), didefinisikan
sebagai waktu dari inisiasi perawatan parenteral pada pasien hingga gambaran darahnya
negatif; dan 5) status klinis saat dipulangkan. Untuk komponen waktu dan motion, keluaran
utamanya adalah waktu kumulatif yang diperlukan untuk semua langkah mulai dari persiapan
obat, administrasi dan pengelolaan pasien. Untuk komponen kelayakan dan akseptabilitas,
keluaran utamanya adalah apa yang dirasakan oleh penyedia layanan kesehatan dalam
mengelola pasien, kemudahan dalam menerapkan pengobatan, dan apa yang dirasakan oleh
pasien / pengasuh. Hasil ini dilaporkan secara terpisah (Ntuku et al. dalam persiapan). Untuk
komponen biaya, keluaran utamanya adalah total biaya manajemen pasien, termasuk
perawatan.

Metode statistika
Keluaran yang berkelanjutan dideskripsikan dengan menggunakan mean dan standar deviasi,
atau median dan 90% jangkauan pusat jika distribusinya miring. Hasil dikotomi diringkas
sesuai proporsi. Karakteristik klinis disajikan oleh kelompok umur <5 tahun dan ≥5 tahun.
Data yang miring, seperti waktu hingga keluaran hasil, dibandingkan dengan menggunakan
uji non-parametrik Wilcoxon. Kertas kuesioner divalidasi dalam perangkat lunak EpiData
versi 3.1 (The Epi-Asosiasi Data, Odense, Denmark) dan dianalisis di Stata versi 12.1 (Stata
Corp, College Station, TX, USA).

Kunci prosedur
Sebelum fase pertama penelitian, semua pengamat dan staf yang terlibat dalam penelitian di
setiap rumah sakit / pusat kesehatan diberikan pelatihan 3 hari tentang prosedur penelitian.
Laboran mendapatkan pelatihan mengenai pembuatan dan pembacaan apusan darah tebal,
sebelum fase yang kedua, laboran diberi pelatihan tentang pengukuran hemoglobin (Hb)
dengan sistem HemoCue 201 plus (Angelholm, Swedia). Simulasi wawancara dilakukan
untuk memperoleh informed consent. Peneliti utama mengambil bagian dalam sesi tentang
mengisi formulir laporan kasus (CRF). Perawat dan dokter menghadiri pelatihan terpisah
tentang cara pelaporan kejadian adverse effect. Setelah selesai Tahap pertama, petugas
kesehatan yang terlibat dalam penelitian di Kinshasa diberi pelatihan 2 hari tentang
pemberian injeksi artesunat. Alat-alat medis yang dikembangkan oleh MMV digunakan
untuk pelatihan. Selain itu, setiap lokasi menerima sepuluh dosis injeksi artesunat untuk
tujuan pelatihan, memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk menjadi terbiasa dalam
penggunaan obat baru. Setiap minggunya, supervisor melakukan kunjungan untuk memantau
penelitian yang sedang berjalan.

Asesmen pasien
Informasi demografi dan riwayat pengobatan klinis diperoleh dari tiap pasien, dokter maupun
perawat yang terlibat dalam penelitian. Pengecatan Giemsa pada hapusan darah tebal
dilakukan setiap 12 jam selama 24 jam pertama dan kemudian setiap 24 jam hingga negatif
atau pasien pulang. Untuk perhitungan PCT, hapusan darah tebal dibaca ulang untuk
meningkatkan kualitas penelitian.
Kadar Hb dinilai secara sistematis menggunakan HemoCue 201 plus + fotometer selama fase
kedua, saat masuk rumah sakit, saat pulang, dan pada kunjungan lanjutan pada hari ke 7, 14,
21, dan 28. Pengujian menggunakan HemoCue dapat memberi perubahan dalam protokol
penelitian karena adanya laporan anemia hemolitik selama pengobatan artesunat. Untuk
memastikan alat fotometer berfungsi baik, cairan yang mengandung Hb tinggi maupun
rendah dimasukkan setiap minggunya. Mengingat ini merupakan penelitian observasional, tes
laboratorium tidak dilakukan secara sistematis dan kebijakannya diserahkan kepada dokter
atau perawat setempat, kecuali untuk tes parasitologis yang diperlukan dalam studi serta
penilaian Hb selama tahap kedua. Saat masuk, yaitu mulai awal hingga akhir pengobatan
parenteral, serta saat keluar, data pasien harus direkam selama kedua fase perawatan.
Pengobatan parenteral dilakukan sesuai dengan lini pertama yang direkomendasikan,
sedangkan pemberian kombinasi oral AS-AQ atau AL diberikan saat dalam fase artesunat,
atau dengan tablet kina dalam fase kina. Dosis pertama pengobatan oral diberikan pada tiap-
tiap fasilitas kesehatan oleh perawat yang bertanggung jawab. Dosis lanjutan kemudian
diberikan di rumah, sesuai instruksi yang diberikan kepada orang tua dan wali. Pasien
dipulangkan atas keputusan dokter yang ada /perawat, setelah penilaian klinis akhir. Selama
fase pertama penelitian, pasien diminta untuk kembali ke rumah sakit / pusat kesehatan untuk
follow-up 7 hari setelah pulang serta menilai status klinis dan kepatuhan mereka terhadap
terapi oral. Pada fase kedua penelitian, pasien diminta untuk kembali pada hari ke 7, 14, 21,
dan 28 setelah pulang untuk menilai status klinis dan kepatuhan terhadap terapi oral serta
untuk menentukan level Hb mereka pada titik waktu tersebut.

Time dan motion


Time dan motion terdiri dari 1) pembagian tugas-tugas utama, dan 2) mengamati setiap tugas
untuk menilai waktu rata-rata yang diperlukan untuk setiap pengobatan. Jumlah rata-rata
waktu yang dihabiskan untuk setiap tugas digunakan untuk itu menghitung total waktu rata-
rata untuk menyelesaikan suatu proses. Di masing-masing dari ketiga rumah sakit yang
berpartisipasi, setiap perawat dalam penelitian mengawasi komponen time dan motion
sepanjang penelitian. Pada lima pusat kesehatan dalam penelitian, petugas pusat kesehatan
bertanggung jawab dalam pengukuran. Oleh karena itu, jumlah pasien yang di follow-up
terbatas karena perawat tidak selalu tersedia. Kegiatan yang diamati meliputi: 1) tugas
praadministrasi (meliputi persiapan semua bahan dan cairan injeksi, mencari vena, mengatur
infus jika menggunakan kina), 2) pemberian obat, dan 3) semua kegiatan lain yang berkaitan
dengan manajemen pasien. Pengamatan dilakukan oleh perawat menggunakan stopwatch dan
checklist untuk mencatat lamanya waktu yang diperlukan pada setiap tugas. Perjanjian antar
pengamat tidak secara formal dinilai. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk semua tugas juga
dicatat pada checklist yang sama dan informasi ini digunakan juga untuk menghitung biaya
keuangan.

Biaya komponen pengobatan


Analisis biaya keuangan dilakukan oleh penyedia pelayanan, akuntansi hanya untuk
menghitung biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dan pusat kesehatan. Data biaya secara
lengkap dalam penelitian digunakan untuk 386 pasien dengan pengobatan kina dan untuk 333
pasien dengan pengobatan artesunat. Untuk memperkirakan biaya unit rata-rata, digunakan
kurs pada tahun 2014 (USD 0,00107 ke Franc Kongo). Biaya pengobatan dibagi menjadi
empat kategori utama: 1) biaya obat (kina parenteral dan artesunat oral theraphy), 2) biaya
diagnostik (apusan darah), 3) biaya peralatan (set infus, cairan IV, jarum suntik), dan 4) biaya
rawat inap (biaya konsultasi, tempat tidur, transfusi darah, dan asuhan keperawatan). Biaya
peralatan, apusan darah dan kina parenteral diperkirakan dari daftar harga rumah sakit / pusat
kesehatan, serta biaya rawat inap itu sendiri. Biaya dosis penuh untuk kina parenteral dan
artesunat juga dihitung, karena dalam penelitian ini menghindari penggunaan kembali obat
setelah dibuka, dan karenanya sebagian ampul yang digunakan harus dibuang. Artesunat
digunakan dalam vial 60 mg, sesuai formula WHO pada saat itu. Biaya pengobatan oral
dengan AS-AQ / AL dimasukkan dalam analisis meskipun disubsidi oleh GFATM pada
fasilitas kesehatan terpilih.
Biaya perawatan tambahan dan diagnostik, selain obat parenteral dan apusan darah tebal,
tidak termasuk dalam perhitungan. Biaya spesifik yang terkait dengan komorbiditas, dengan
pengecualian transfusi darah (anemia berat), tidak dipertimbangkan dalam perhitungan
karena mereka akan memerlukan tingkat pemantauan klinis yang tidak mungkin dilakukan
dalam penelitian ini.

Hasil
Peniaian klinis
Sebanyak 749 pasien didapatkan dari delapan tempat, kelompok kina berjumlah 399 orang
dari Oktober 2012 hingga Januari 2013 (studi tahap satu), dan 350 di kelompok artesunat dari
April hingga Juli 2013 (studi tahap dua). Kelompok kina terdiri dari 248 (62%) anak-anak
usia antara 2 hingga 59 bulan, dan 151 (38%) orang berusia 5 tahun ke atas. Kelompok
artesunat terdiri dari 215 (61%) anak-anak usia antara 2 dan 59 bulan dan 135 (39%) individu
berusia 5 tahun ke atas. Karakteristik demografi untuk kedua kelompok sama (Tabel 1).
Semua pasien dinyatakan positif malaria, baik dengan apusan darah tebal maupun RDT.

Seluruh kematian adalah 2,8% (21/749), dengan 3,8% untuk pasien yang diobati dengan kina
(15/399) dan 1,7% untuk pasien yang diobati dengan artesunat (6/350) (p = 0,110). Sebagian
besar kematian (13 dari 21, 62%) terjadi di dalam 24 jam pertama setelah masuk, di mana
sembilan dari 15 berasal dari kelompok kina (dengan dua pasien belum menerima
pengobatan) dan empat dari enam berasal dari kelompok artesunat (tidak ada yang tidak
menerima perawatan). Dari delapan kematian yang terjadi setelah 24 jam, enam berasal dari
kelompok kina dan dua berasal dari kelompok artesunat. Kelemahan adalah manifestasi
paling sering dari malaria berat saat masuk pada anak-anak usia antara 2 hingga 59 bulan di
kelompok kina (204/248, 82%) dan kelompok artesunat (171/215, 80%), serta pada individu
5 tahun ke atas (122 /151, 81% dan 120/135, 90%).
Distres pernapasan dan kejang juga merupakan gejala tersering saat masuk pada kedua
kelompok. Jumlah total pasien yang menerima transfusi darah adalah 214 (29%), dengan 128
(32%) dan 88 (25%) masing-masing berasal dari kelompok kina dan artesunat. Lima persen
pasien di bawah rejimen kina memiliki gejala sisa saat keluar, dibandingkan dengan rejimen
artesunat hanya didapatkan 3% pasien dengan gejala sisa. Penurunan kadar Hb di salah satu
kunjungan follow up sering dilaporkan selama pemberian rejimen artesunat. Pengobatan kina
oral selama 7 hari sering diresepkan setelah pengobatan injeksi awal quinin (92%),
sedangkan AS-AQ adalah obat oral yang paling sering diresepkan (97%) setelah injeksi
artesunat untuk semua umur. Kepatuhan pasien dinilai melalui durasi pengobatan dan jumlah
tablet oral yang diberikan. Sebanyak 236 kelompok kina (85%) dan 308 kelompok artesunat
(99%) sepenuhnya patuh pada pengobatan.
Waktu untuk keluar sedikit lebih cepat pada kelompok artesunat dibandingkan dengan
kelompok kina. Kematian didapatkan sedikit lebih tinggi pada kelompok kina, hal ini tentu
menyebabkan waktu untuk tinggal di rumah sakit lebih pendek tetapi efeknya tidak sebanding
karena tingkat kesembuhan yang rendah. Interval antara masuk dan dimulainya pengobatan
parenteral secara signifikan lebih pendek pada kelompok artesunat dibandingkan dengan
kelompok kina, dua (0–15) berbanding tiga (0–20) jam (p <0,001). Interval dari dimulainya
pengobatan parenteral hingga memulai pengobatan oral sedikit lebih lama di kelompok
artesunat 45 (32–56) berbanding 39 (12–67) jam dalam kelompok kina, p <0,001).
Sedangkan waktu untuk membersihkan parasit adalah 23 (11-49) jam untuk artesunat dan 24
(10–82) jam untuk kina (p <0,001) (Tabel 3).

Time dan Motion


Staf memerlukan waktu yang lebih singkat untuk semua pekerjaan selama fase artesunat.
Total waktu yang dibutuhkan mulai dari pra-administrasi hingga manajemen pasien adalah
33 menit (10–60) untuk artesunat dan 36 (13–92) menit untuk kina.

Analisis biaya
Di rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan, rata-rata (SD) total biaya per pasien yang
dirawat karena malaria berat dengan suntikan artesunat adalah USD 51,94 (16,20) dan 19,51
(9,58); serta USD 60,35 (17,73) dan 20,36 (6,80) untuk injeksi kina. Rincian biaya untuk
masing-masing lokasi penelitian adalah ditunjukkan pada Tabel 6.

Pembahasan
Penelitian ini adalah penelitian pertama yang mengukur parameter operasional dalam
pengelolaan pasien dengan malaria berat yang diobati dengan injeksi artesunat. Injeksi
artesunat lebih unggul daripada kina untuk hampir semua parameter yang dinilai.
Selanjutnya, dari perspektif penyedia, biaya keseluruhan lebih rendah untuk injeksi artesunat
di rumah sakit dan juga pusat-pusat kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai
aspek operasional, keamanan dan kemanjuran. Namun, tidak ada alasan dari hasil yang
diperoleh yang menyatakan bahwa pasien bernasib lebih buruk dengan injeksi artesunat
dibandingkan dengan kina parenteral.
Alasan utama untuk melakukan penelitian dalam dua fase adalah kebutuhan untuk
mendapatkan data operasional yang dapat dibandingkan antara rejimen baru dan rejimen
lama. Karena banyak aspek dalam pelayanan kesehatan yang bersifat khusus, maka dari itu
kontrol terbaik adalah diri sendiri. Desain studi terkuat adalah randomized concurrent control
trial dengan fasilitas kesehatan yang cukup untuk memperhitungkan variabilitas, tetapi
terdapat keterbatasan waktu yang menghalangi pendekatan semacam itu. Desain yang
diuraikan di sini adalah yang paling cocok dengan rencana Kementerian Kesehatan saat ini
dalam meningkatkan penggunaan artesunat. Parameter operasional dalam mengobati malaria
berat tidak mungkin banyak berubah jika dibandingkan dengan penelitian. Maka dari itu,
meski tidak acak, desain ini memungkinkan perbandingan yang masuk akal dari kedua
rejimen dalam implementasi di dunia nyata. Meski injeksi kina telah menjadi andalan untuk
mengobati malaria berat selama bertahun-tahun, hampir tidak ada data dalam literatur yang
mengukur parameter operasionalnya.

Dalam penelitian ini, pasien yang dirawat dengan malaria berat mengalami penundaan rata-
rata 3 jam sebelum menerima dosis awal kina dibandingkan artesunat yang hanya 2 jam
(Tabel 3). Penundaan waktu ini tergantung pada beberapa faktor yang harus diselidiki lebih
lanjut. Secara khusus, hal tersebut bisa mencerminkan kesulitan penggunaan kina melalui IV.
Meskipun sebanding dalam persiapannya, kina adalah obat yang sulit diberikan karena profil
keamanannya yang sempit; dimana membutuhkan perhitungan dosis yang benar, dengan
begitu perlu dipertimbangkan pengobatan kina saat ini untuk menghindari overdosis dan
konsekuensi serius pada pasien.

Dalam percobaan AQUAMAT, risiko anak meninggal selama menunggu untuk menerima
kina hampir empat kali lebih tinggi daripada risiko pada anak-anak yang diobati dengan
artesunat. Penundaan ini menambah waktu yang dibutuhkan untuk merujuk, dimana kondisi
pasien dapat memburuk. Dalam penelitian ini, 2 pasien meninggal sebelum menerima kina
dibandingkan dengan kelompok artesunat dimana tidak ada yang tidak menerima artesunat.
Karena penundaan ini cukup penting untuk kedua rejimen, maka untuk mengurangi hal
tersebut diperlukan suntikan artesunat di kemudian hari.

Kesulitan lain dalam pemberian kina adalah perbedaan waktu interval antara awal terapi
parenteral dan inisiasi perawatan oral. Kurang keberanian dalam mengubah dosis sesuai
riwayat pemberian kina sebelumnya berpotensi membatasi jumlah dosis yang diterima
pasien. Menurut arahan DRC nasional tentang pengobatan malaria berat, jumlah dosis kina
yang diberikan harus diminimalkan sampai pasien dapat menoleransi obat oral. Dalam
penggunaan artesunat dalam penelitian ini, WHO merekomendasikan minimal tiga suntikan
selama 24 jam pertama, terlepas dari kemampuan pasien untuk mentoleransi obat oral. Ini
mungkin adalah salah satu penjelasan mengapa interval waktu untuk memulai terapi oral
cukup panjang.

Rejimen artesunat membersihkan parasit lebih cepat daripada rejimen kina, yang mana
memperpendek lama rawat inap di rumah sakit. Pengurangan lama rawat inap di rumah sakit
mengurangi biaya perawatan malaria dan meminimalkan dampak sosial ekonomi pada pasien
dan keluarga mereka. Hal ini sangat penting bagi orang miskin dan kelompok populasi yang
lebih rentan.

Perkiraan biaya perawatan pasien dengan malaria berat dalam penelitian ini mirip dengan
yang diperhitungkan dalam penelitian sebelumnya, meskipun lebih rendah dari yang
dilaporkan oleh Kyaw et al., yang menggunakan pendekatan analisis biaya yang lebih rinci.
Biaya sangat bervariasi, tergantung pada tingkat dan jenis fasilitas (publik, pribadi atau
misionaris). Perkiraan gabungan total biaya antara artesunat dibandingkan dengan kina di
pusat-pusat kesehatan adalah USD 19,51 (9,58) berbanding 20,36 (6,80), sementara di rumah
sakit total biaya artesunat lebih rendah, USD 51,94 (16,20) berbanding USD 60,35 (17,73).
Biaya rawat inap merupakan perbedaan yang diamati antara rumah sakit dan pusat kesehatan.
Biaya rawat inap di setiap rumah sakit dan pusat kesehatan dilakukan dengan
memperhitungkan sejumlah parameter, yang meliputi biaya tenaga kerja, dan organisasi
layanan kesehatan.

Karena tidak mungkin untuk menganalisis semua biaya pasien, khususnya biaya yang
berkaitan dengan adanya komorbiditas, total biaya perawatan jelas diragukan. Untuk tujuan
penelitian ini, vial kina baru digunakan, tetapi hal ini tidak dibutuhkan. Hasilnya, biaya obat
kemungkinan terlalu tinggi. Namun tidak semua persiapan dan pemberian obat termasuk
dalam perhitungan biaya karena pusat kesehatan kekurangan tenaga dan ketidakmampuan
untuk secara andal mengamati kasus yang paling parah yang mana membutuhkan perawatan
yang cepat.
Hasil memperlihatkan bahwa keseluruhan waktu yang dihabiskan mulai praadministrasi
hingga perawatan selesai pada pasien membutuhkan waktu yang lebih sedikit pada artesunat
dibandingkan kelompok kina. Meskipun secara statistik signifikan, perbedaan waktu ini lebih
kecil dari yang diharapkan mengingat bahwa artesunat lebih mudah digunakan. Ini bisa
dijelaskan oleh kenyataan bahwa tenaga kesehatan memiliki waktu terbatas untuk terbiasa
mempersiapkan dan menggunakan artesunat sebelum memulai terapi pada pasien di fase
kedua. Oleh karena itu, perbedaan keseluruhan waktu dapat terus meningkat seiring waktu,
apabila pemerintah mendukung penggunaan artesunat. Keseluruhan waktu yang dihabiskan
petugas pada perawatan pasien juga lebih rendah dengan pemberian artesunat dibandingkan
dengan kina. Hal ini tentunya akan memberikan lebih banyak waktu untuk merawat pasien
lain, yang mengarah ke pada meningkatnya kualitas perawatan secara keseluruhan.

Kesimpulan
Penelitian ini memberikan bukti deskriptif pertama kali mengenai efektivitas dan kepraktisan
penggunaan artesunat suntik untuk mengobati malaria berat di rumah sakit dan pusat
kesehatan di DRC. Dari parameter operasional dan biaya yang dinilai, injeksi artesunat lebih
unggul daripada injeksi kina. Ditambah dengan nya kemanjuran artesunat yang lebih tinggi,
temuan ini dapat menjadi dasar untuk beralih ke penggunaan artesunat. Penelitian ini juga
menyediakan beberapa data operasional dan biaya yang berguna untuk otoritas nasional dan
untuk manajer kesehatan setempat yang berencana untuk transisi.

Pelatihan tenaga kesehatan jelas merupakan faktor kunci transisi ke artesunat, termasuk juga
perubahan kebiasaan dan perilaku penyedia pelayanan.

Penelitian MATIAS lebih lanjut telah berkontribusi memberi bukti bahwa injeksi artesunat
adalah pilihan perawatan yang lebih baik daripada injeksi kina untuk pasien dengan malaria
berat. Temuan ini menyarankan transisi ke obat baru harus dipercepat secepat mungkin.
Kementerian Kesehatan DRC saat ini meningkatkan penggunaan artesunat suntik di sektor
publik, dengan dukungan GFATM dan mitra lainnya, yang mana kemungkinan akan cakupan
100% dari kasus rawat inap dalam Periode 3 tahun.
CRITICAL APPRAISAL

A. Population
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang dirawat dengan malaria berat
pada Oktober 2012 hingga Juni 2013. Pasien dikatakan memenuhi kriteria inklusi
jika mereka berusia lebih dari 2 bulan, memenuhi kriteria WHO untuk malaria berat
Plasmodium falciparum, memiliki tes diagnostik cepat positif (RDT) untuk P.
falciparum dan/atau apusan darah tebal Giemsa positif, dan mereka/saudara/wali
mereka memberi persetujuan tertulis (informed consent). Pasien dikeluarkan
(eksklusi) jika mereka mengalami adverse effect terhadap derivat kina dan / atau
artesunat, atau jika ada riwayat pengobatan anti-malaria yang adekuat selama lebih
dari 24 jam sebelum masuk. Wanita yang diketahui hamil atau diduga hamil di semua
trimester selama fase kedua (artesunat) tidak dimasukkan ke kriteria inklusi dan
diobati dengan quinine sesuai dengan pedoman nasional. Status kehamilan ditentukan
secara detail melalui riwayat pasien dan/atau melalui tes kehamilan yang positif.

B. Intervention or Indicator

Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi dua fase. Selama fase
pertama, pasien menerima injeksi kina sesuai dengan pedoman pengobatan nasional.
Dosis awalnya 20 mg garam kina/kgBB dalam 5-10 ml larutan glukosa isotonik (5%)
yang diinfuskan selama 4 jam. Setelah 8 sampai 12 jam dari pemberian dosis awal,
dosis pemeliharaan 10 mg garam kina / kgBB diberikan. Dosis pemeliharaan diulang
setiap 12 jam sampai pasien dapat memperoleh perawatan oral. Pada fase kedua,
pasien yang menerima artesunat diberikan secara IV dengan dosis 2,4 mg/kgBB saat
masuk, 12 dan 24 jam pertama, dan kemudian setiap hari sekali sampai perawatan
oral dapat diberikan. Setidaknya tiga dosis artesunat harus diberikan sebelum beralih
ke perawatan oral.

Indikator yang dinilai dalam penelitian ini adalah 1) penilaian klinis, 2) time
dan motion, 3) kelayakan dan akseptabilitas, dan 4) biaya keuangan.
C. Comparison
Penelitian ini membandingkan antara injeksi Kina terhadap Artesunate dalam
pengobatan malaria berat di Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan di Republik
Demokratik Kongo.

D. Outcome
Penelitian ini memberikan bukti mengenai efektivitas dan kepraktisan
penggunaan artesunat suntik untuk mengobati malaria berat di rumah sakit dan pusat
kesehatan di DRC. Dari parameter operasional (komponen klinis, time&motion, dan
kelayakan serta akseptabilitas) dan biaya yang dinilai, injeksi artesunat lebih unggul
daripada injeksi kina. Ditambah dengan kemanjuran artesunat yang lebih tinggi,
temuan ini dapat menjadi dasar untuk beralih ke penggunaan artesunat.

E. Valid
Walaupun desain studi paling tepat adalah randomized concurrent control
trial, desain ini sudah cukup akurat karena dilakukan bersamaan dengan rencana
Kementerian Kesehatan saat ini yang sedang meningkatkan penggunaan artesunat.
Maka dari itu, meski tidak acak, desain ini memungkinkan perbandingan yang masuk
akal dari kedua rejimen.

F. Important
Di beberapa negara, salah satunya Republik Demokratik Kongo (DRC),
injeksi kina merupakan pilihan pertama pada kasus malaria berat. Namun belum ada
literatur yang mengukur parameter operasional injeksi kina. Penelitian ini dilakukan
untuk mendapatkan data operasional yang dapat membandingkan antara rejimen baru
(artesunat) dan rejimen lama (kina) dimana keuntungan yang didapatkan melalui
artesunat lebih besar dibandingkan quinine. Dengan begitu, penelitian ini
menyediakan beberapa data operasional dan biaya yang berguna untuk otoritas
nasional dan untuk manajer kesehatan setempat yang berencana untuk transisi.

G. Applicable
Diperlukan penelitian tambahan dengan desain randomized concurrent control
trial pada fasilitas kesehatan untuk memperhitungkan variabilitas dalam penelitian.

Anda mungkin juga menyukai