E14 Gim
E14 Gim
Kayu lapis adalah suatu produk yang dibuat dengan cara menyusun vinir
bersilangan tegak lurus yang direkat dengan perekat. Tujuan dari penelitian ini
adalah menguji dan menganalisis karakteristik kayu lapis yang direkat dengan
perekat epoxy extreme demp-x serta membandingkannya dengan standar SNI 01-
5008.2-2000 dan SNI 01-5008.7-1999. Penelitian ini menggunakan perlakuan
kadar air dengan presentase 8%, 40%, 50%, dan 60% serta berat labur perekat 200
dan 225 g/m2. Karakteristik kayu lapis diuji melalui pengukuran sifat fisis
meliputi kadar air, kerapatan, stabilitas dimensi, dan delaminasi. Pengujian sifat
mekanis meliputi Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), dan
keteguhan rekat. Kayu lapis yang telah memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000
adalah pengujian delaminasi dan kayu lapis yang memenuhi standar SNI 01-
5008.7-1999 adalah pengujian MOR tegak lurus serat serta keteguhan rekat.
Kata kunci: epoxy extreme demp-x, kayu lapis, sifat fisis, sifat mekanis
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini berjudul “Karakteristik Kayu Lapis yang Direkat dengan Perekat Epoxy
Extreme Demp-x” yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai dengan Juli
2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis, beserta kepada staf Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu
(TPMK), staf Laboratorium Biokomposit, staf Laboratorium Rekayasa Desain dan
Bangunan Kayu (RDBK) atas bantuannya selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, adik, teman dan
sahabat di Departemen Hasil Hutan 47 khususnya Nursinta Arifiani Rosdiana dan
Vini Alvionita Sihombing atas dukungan dan doanya selama ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Tamaella Setiawati, Muhammad Faisal Nurhuda,
dan Ermy Puspita Sari yang telah membantu dan selalu memberikan semangat
selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2014 di Laboratorium
Biokomposit, Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, serta
Laboratorium Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Bahan
Bahan baku kayu yang digunakan dalam penelitian ialah vinir kayu sengon
(Falcataria moluccana) yang didapatkan dari PT. Sumber Graha Sejahtera,
Serang. Perekat yang digunakan yaitu epoxy extreme demp-x dan air.
Alat
Alat yang digunakan antara lain moisture meter, caliper, oven, waterbath,
desikator, timbangan elektrik, alat kempa dingin, baskom, kape, dan alat uji
Universal Testing Machine (UTM) merk Instron.
Prosedur Penelitian
Prosedur Pengujian
Kadar Air
Contoh uji berukuran 100 x 100 mm dtimbang untuk mengetahui berat awal
(BA). Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)oC sampai mencapai
berat konstan lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang sehingga
diperoleh berat kering tanur (BKT). Besar nilai kadar air dihitung dengan rumus:
BA - BKT
Kadar air (%) = x 100
BKT
Keterangan :
BKU : Berat Awal
BKT : Berat Kering Tanur
Kerapatan (ρ)
Contoh uji yang dipakai ukurannya sama dengan contoh uji kadar air yaitu
berukuran 100 mm x 100 mm. Contoh uji diukur panjang, lebar, dan tebalnya
dengan alat pengukur kaliper (VKU). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk
4
mendapatkan nilau berat kering udara (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan
rumus:
BKU
Kerapatan (g/cm³) =
PxLxT
Keterangan :
BKU : Berat Kering Udara (g)
P : Panjang (cm)
L : Lebar (cm)
T : Tebal (cm)
Kembang Susut
Contoh uji berukuran 50 mm x 25 mm diukur tebal, lebar, dan panjang
dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal dalam kondisi
kering udara. Contoh uji direndam dalam air pada suhu 25°C selama 24 jam
kemudian diukur dimensinya kembali sehingga diperoleh dimensi akhir. Nilai
pengembangan volume dihitung dengan rumus:
DB - DA
Pengembangan volume (%) = x 100
DA
DA - DB
Susut Volume (%) = x 100
DA
Keterangan:
DA : Dimensi Awal (cm)
DB : Dimensi Akhir (cm)
Delaminasi
Contoh uji berukuran 75 mm x 75 mm dilakukan perendaman dalam air
mendidih selama 4 jam kemudian contoh uji dikeringkan dalam oven dengan suhu
60 ± 3°C selama 20 jam, selanjutnya dilakukan perendaman kembali kedalam air
mendidih selama 4 jam lalu contoh uji dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ±
3°C selama 3 jam. Contoh uji tersebut diukur presentase lepasnya bagian garis
rekat antar lapisan (rasio delaminasi) dengan rumus:
PL3
MOE (kg/cm2) =
4Ybh 3
Keterangan:
MOE : Modulus of Elasticity (kg/cm2)
∆P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg)
L : Jarak bentang (cm)
∆Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)
3PL
MOR (kg/cm2) =
2bh 2
Keterangan :
MOR : Modulus of Rupture (kg/cm2)
P : Beban maksimum (kg)
L : Panjang bentang (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)
Gambar 2 Contoh uji MOE dan MOR sejajar serat permukaan kayu lapis
6
Gambar 3 Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus serat permukaan kayu lapis
Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan
yang diletakkan pada arah vertikal. Berdasarkan jenis perekat yang digunakan,
pengujian perekat epoxy tidak dipersyaratkan dalam kondisi tertentu sehingga
pengujian dilakukan dalam kondisi kering tanpa perlakuan pendahuluan. Nilai
beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan
rekat dihitung dengan rumus:
B
Keteguhan Geser Tarik (kg/cm2) =
PxL
Keterangan:
f : Koefisien, nilainya tergantung rasio tebal lapisan inti dengan lapisan
muka.
P : Panjang bidang geser (cm)
L : Lebar bidang geser (cm)
B : Beban tarik (kg)
Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor perlakuan, yaitu kadar air kayu (A) dan
berat labur perekat (B). Faktor A yakni kadar air 8% (A1), 40% (A2), 50% (A3),
dan 60% (A4). Faktor B meliputi berat labur 200 g/m2 (B1) dan 225 g/m2 (B2).
Tiap perlakuan dilakukan perulangan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan. Model
statistika rancangan percobaan ialah sebagai berikut:
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan ke-1 yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor α dan taraf
ke-j faktor β
µ : Nilai rata-rata sebenarnya
α : Kadar air (faktor 1)
β : Berat labur perekat (faktor 2)
i : 1,2,3,4 (α)
j : 1,2 (β)
k : Ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3
αi : Pengaruh faktor kadar air pada taraf ke-i
βj : Pengaruh faktor berat labur perekat pada taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi pada faktor α pada taraf ke-i dengan faktor β pada
taraf ke-j
εijk : Kesalahan percobaan
8
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam kayu atau
produk kayu terhadap berat kering tanurnya yang dinyatakan dalam persen
(Haygreen dan Bowyer 2003). Hasil pengujian kadar air menunjukkan nilai kadar
air kayu lapis berkisar antara 9.38–17.25%, sedangkan SNI 01-5008.2-2000
mensyaratkan nilai kadar air maksimum untuk kayu lapis yaitu 14%. Dilihat dari
data penelitian yang didapatkan, nilai kadar air yang memenuhi standar hanya
pada perlakuan kadar air 8%. Perlakuan kadar air 40, 50, dan 60% tidak
memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000. Kadar air yang masih belum memenuhi
standar tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, vinir yang digunakan adalah
vinir basah dengan kadar air lebih tinggi atau 40-60%. Kedua, waktu
pengkondisian yang kurang lama yaitu hanya kurang lebih dua minggu. Waktu
tersebut belum cukup menurunkan kadar air hingga kadar air kesetimbangan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (2003) yang menyatakan
bahwa banyaknya air yang tinggal di dalam dinding sel suatu produk akhir
tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat
produk tersebut di tempatkan di kemudian hari. Hasil penelitian kadar air tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5.
20 16.2
18 15.76 17.02 17.25
14.98 16.29
16
Kadar Air (%)
14
12 9.38 9.4 SNI 2000
10
8 200 g/m²
6
4 225 g/m²
2
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kayu lapis dengan perlakuan kadar air
8% dan berat labur 200 g/m2 memiliki nilai kadar air yang paling rendah dengan
nilai 9.38%. Rosihan (2005) menyatakan bahwa kadar air kayu lapis berbanding
lurus dengan nilai kadar air kayu penyusunnya. Kayu lapis dengan perlakuan
kadar air 8% sebelum dilaburi perekat, vinir kayu dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan oven hingga kadar air mencapai 8%, dengan demikian ketika
dilakukan pengujian kadar air, kayu lapis tersebut memiliki nilai kadar air yang
9
terendah. Sedangkan kayu lapis dengan perlakuan kadar air 60% dan berat labur
225 g/m2 memiliki nilai kadar air yang paling tinggi yaitu 17.25%.
Berdasarkan analisis keragaman (anova), perbedaan perlakuan kadar air,
berat labur, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada
pengujian kadar air. Kadar air dipengaruhi oleh faktor dari kayu dan faktor di luar
kayu. Faktor dari kayu adalah sifat higroskopis kayu, dimana kayu memiliki
kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan air sehingga kadar air dapat
berubah sesuai dengan kondisi suhu dan kelembaban di lingkungannya (Sam 2001
dalam Fauziah 2011).
Kerapatan
0.4 0.36
0.3
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Stabilitas dimensi
Pengembangan Dimensi
Kayu memiliki sifat higroskopis yang dapat menyerap atau melepaskan uap
air sesuai dengan kadar air di lingkungannya sehingga kayu mudah mengalami
perubahan dimensi, terutama jika terjadinya perubahan kadar air dibawah titik
jenuh serat. Perubahan dimensi dapat terjadi dalam bentuk pengembangan atau
penyusutan dimensi panel. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan
kayu lapis terhadap kelembaban dan cuaca lingkungan sekitar.
Pengembangan dimensi kayu lapis terdiri atas pengembangan panjang, lebar,
dan tebal. Nilai pengembangan dapat diperoleh dengan cara membandingkan
dimensi kayu kering udara panel terhadap dimensi kayu basah panel. Hasil nilai
pengembangan dimensi panjang berkisar antara 0.40-0.94%. Nilai pengembangan
dimensi lebar berkisar antara 0.93-1.13%. Nilai pengembangan dimensi tebal
menunjukkan besaran nilai yang berkisar antara 2.42-5.17%. Hasil nilai
pengembangan dimensi pada kayu lapis dapat diamati pada grafik yang tersaji
pada Gambar 7.
6 5.16 5.17
Pengembangan Dimensi (%)
5
4 3.46 3.45
2.88 2.99 3.02
3 2.42 Panjang
2 Lebar
1.13 1.13 1.06 0.94 0.97 0.98 0.93 1.1
1 0.8 0.94 0.66 0.74
0.4 0.41 0.4 0.46 Tebal
0
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
Perlakuan Kadar Air
Keterangan:
A1 = Kadar air 8% + berat labur 200 g/m2 C1 = Kadar air 50% + berat labur 200 g/m2
A2 = Kadar air 8% + berat labur 225 g/m2 C2 = Kadar air 50% + berat labur 225 g/m2
B1 = Kadar air 40% + berat labur 200 g/m2 D1 = Kadar air 60% + berat labur 200 g/m2
B2 = Kadar air 40% + berat labur 225 g/m2 D2 = Kadar air 60% + berat labur 225 g/m2
Selain itu, kayu lapis pada kadar air 40, 50, dan 60% memberikan pengaruh yang
sama terhadap delaminasi kayu lapis.
Gambar 7 menjelaskan bahwa kayu lapis dengan perlakuan kadar air 8%
menghasilkan nilai pengembangan dimensi yang tinggi. Hal ini diduga karena
faktor sifat perekat yang kental. Pelaburan perekat tidak merata sehingga masih
ada rongga sel kayu yang tidak terkena perekat, ini yang menyebabkan mudahnya
air masuk ke dalam kayu. Dapat dilihat pula, pengembangan terbesar adalah
pengembangan pada dimensi tebal. Sekino et al. (1997) mengemukakan bahwa
pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi akibat pengembangan
dinding sel atau perubahan rongga akibat menyerap air, rongga akan mengecil
pada saat pengempaan mudah kembali ke ukuran semula karena perekat tidak
dapat memasuki rongga dan mengikatnya dengan baik sehingga pengembangan
tebal menghasilkan nilai pengembangan dimensi yang terbesar.
Penyusutan Dimensi
Nilai penyusutan dimensi diperoleh dengan cara membandingkan dimensi
kering udara panel terhadap dimensi kering oven panel. Hasil perhitungan
menunjukkan penyusutan dimensi panjang berkisar antara 0.50–0.94 %. Nilai
penyusutan lebar berkisar antara 0.80–1.06%. Sedangkan nilai penyusutan
dimensi lebar berkisar antara 1.44–1.87%.
2 1.85 1.87
Penyusutan Dimensi (%)
Haygreen dan Bowyer (1996), variasi nilai penyusutan dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran dan bentuk contoh uji, laju pengeringan kayu,
serta kerapatan atau berat jenis kayu dimana semakin tinggi nilai berat jenis atau
kerapatan kayu, nilai susutnya akan semakin besar begitu pula sebaliknya,
Pengembangan dan penyusutan kayu lapis arah panjang memiliki nilai yang
terkecil jika dibandingkan dengan arah lebar dan arah tebal. Tsoumis (1991)
menyatakan bahwa nilai pengembangan dan penyusutan kayu lapis pada arah
panjang atau lebar 10–25 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan
ketebalannya. Semakin kecil pengembangan dan penyusutan kayu lapis yang
dihasilkan maka akan semakin baik dalam penggunaannya di kehidupan sehari-
hari.
Delaminasi
0.4
Delaminasi (%)
0.3
80000
MOE (kg/cm²)
72622
57954 58388 SNI 1999
60000 55218 52409
44843 45056
40000 35361 200 g/m²
20000 225 g/m²
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Nilai MOE yang rendah diduga karena kerapatan kayu lapis dan kayu
penyusunnya. Kerapatan yang semakin tinggi mengakibatkan nilai MOE yang
semakin tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Menurut Pandit dan Kurniawan
(2008), sengon merupakan kayu cepat tumbuh yang memiliki kelas kuat IV-V
dengan kerapatan sebesar 0.33 g/cm3. Kerapatan kayu sengon yang tergolong
reandah tersebut mengakibatkan nilai MOE yang rendah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Haygreen dan Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa penentu utama
sifat MOE adalah kerapatan kayu dan kadar perekat. Semakin banyak kadar
perekat maka semakin tinggi kekuatan kayunya. Berat labur perekat 225 g/m2
menghasilkan nilai MOE yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat labur 200
g/m2, sehingga berat labur yang lebih banyak menghasilkan garis rekat yang lebih
banyak dan ikatan rekat yang lebih kuat karena perekat dapat lebih banyak masuk
ke dalam kayu. Menurut Martawijaya (2005), MOE kayu solid sengon dalam
kondisi basah sebesar 33 000 kg/cm2 dan dalam kondisi kering sebesar 44 500
kg/cm2. Nilai MOE kayu lapis sengon lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
solid sengon. Hal ini diduga oleh adanya perekat pada vinir yang dapat
meningkatkan kekuatan kayu lapis. Nugraha (2014) menyatakan bahwa nilai
MOE yang besar diduga karena vinir yang lebih tipis memiliki ikatan rekat yang
lebih kuat akibat banyaknya garis perekat dan penetrasi perekat yang lebih baik
sehingga saat diberikan beban akan lebih kuat menahan gesekan antar lapisan.
14
Hasil analisis keragaman (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat
labur, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap MOE sejajar serat kayu lapis yang dihasilkan.
SNI 1999
8000 6756 6776 5770
5679 5674 5695
6000 4730 4731
200 g/m²
4000
225/m²
2000
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
tinggi daripada kekuatan tarik tegak lurus serat maka kayu lapis akan memiliki
keteguhan sejajar serat yang tinggi pula. Sebaliknya pada keteguhan tegak lurus
serat, bagian yang mengalami tegangan tarik adalah kayu pada arah tegak lurus
seratnya yang diketahui mempunyai keteguhan yang rendah. Nuryawan et al.
(2008) menyebutkan bahwa nilai kekuatan lentur sejajar serat akan lebih tinggi
dibandingkan dengan kekuatan lentur tegak lurus serat. Hal ini terjadi karena pada
pengujian kekuatan lentur sejajar serat beban seolah-olah memotong serat,
sedangkan pada pengujian kekuatan lentur tegak lurus serat beban seolah-olah
membelah serat. Beban yang memotong serat lebih sulit dibandingkan dengan
membelah serat.
250 244.67
196.68
200 169.05
150 200 g/m²
100
225 g/m²
50
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
berat labur, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap MOR sejajar serat.
120
100 78.09 83.58 79.21 82.41
80
60 200 g/m²
40 225 g/m²
20
0 SNI 1999
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Keteguhan Rekat
keteguhan rekat kayu lapis hasil pengujian telah memenuhi standar. Pizzi (1994)
menyatakan bahwa perekat epoxy memiliki ikatan rekat yang kuat maka kayu
lapis dengan perekat epoxy akan memiliki keteguhan yang baik sehingga nilai
yang dihasilkan memenuhi standar SNI.
25 23.76
21.98
Keteguhan rekat (kg/cm²)
19.82 19.95
20 17.29 16.98 17.34 17.52
15
SNI 1999
10 200 g/m²
5 225 g/m²
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Berdasarkan hasil penelitian, kayu lapis yang memiliki kadar air yang tinggi
(40-60%) ternyata mampu menghasilkan nilai keteguhan rekat yang tinggi. Hal ini
disebabkan kayu lapis tersebut direkat dengan perekat epoxy extreme demp-x.
Hasil penelitian ini dapat membantah standar SNI yang menyebutkan bahwa batas
kadar air vinir untuk pembuatan kayu lapis yaitu dibawah 14%, karena dapat
dibuktikan pada hasil penelitian ini bahwa vinir berkadar air tinggi dapat
menghasilkan kayu lapis dengan keteguhan rekat yang tinggi. Perekat epoxy ini
dirancang untuk penggunaan bahan baku dalam kondisi yang basah. Hasil uji
analisis keragaman (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat labur,
dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
keteguhan rekat retak kupas terbuka.
20
14.66 14.95
15 13.1 12.22 SNI 1999
11.16
10 8.16 8.02 200 g/m²
5 225 g/m²
0
8% 40% 50% 60%
Perlakuan Kadar Air
Simpulan
Karakteristik kayu lapis yang direkat dengan perekat epoxy extreme demp-x
pada perlakuan kadar air 40% dan berat labur perekat 225 g/m2 memiliki sifat fisis
dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kadar air dan berat
labur lainnya. Nilai delaminasi kayu lapis yang dihasilkan telah memenuhi standar
SNI 01-5008.2-2000 serta nilai MOR tegak lurus serat dan keteguhan rekat kayu
lapis yang dihasilkan juga telah memenuhi standar SNI 01-5008.7-1999.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan jenis kayu lain,
tekanan dan waktu kempa yang bervariasi serta mengenai sifat keawetan kayu
lapis menggunakan rayap dan jamur untuk mengetahui sifat dan keawetan kayu
lapis yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, Shmulssky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Science. An Introduction, Fourth Edition. Iowa (US): A Blackwell Publishing
Company.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Kayu Lapis Struktural. Jakarta (ID):
Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Kayu Lapis Penggunaan Umum.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[CV DMP] CV Dwitunggal Mitra Perkasa. 2014. Perekat Epoxy Extreme Demp-x
[Internet]. [diunduh 2014 Nov 3]; Tersedia pada: http://www.dempx-
epoxy.com.
19
Damanik RI. 2005. Kekuatan Kayu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Fauziah WH. 2011. Karakteristik kayu lapis dari jenis kayu berdiameter kecil
(small diameter log) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haygreen JG dan JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu
Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah: Prawiro Hatmojo, Editor.
Terjemahan: Forest Product and Wood Science : An Introduction. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press.
Hindrawan P. 2005. Pengujian sifat mekanis panel struktrural dari kombinasi
bambu tali (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) dan kayu lapis.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kelly MW. 1997. Critical Literature Riview of Relationship Between Processing
Parameters and Physical Properties of Particleboard. General Technical Report
FLL-10
Kliwon S. 2000. Pengembangan tanin sebagai bahan perekat kayu lapis dan papan
partikel. Prosiding Seminar Nasional III MAPEKI; Jatinagor, 22-23 Agustus
2000. Bogor (ID): Pusat Penelitian Hasil Hutan. Hlm 307-315.
Kollman FFP and WA Cote JR. 1984. Principles of Science and Technology. Vol
I. Solid Wood. Springer- Verlag Berlin Heidelberg New York.
Mahfuz. 2008. Penggunaan Bambu Sebagai lnti (Core) Kayu Lapis. Kumpulan
Hasil Penelitian Bidang Kayu, Rotan dan Bambu. Hal 76-86. Balai Riset dan
Standardisasi Industri, Banjarbaru. Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Press.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas
Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Departemen Kehutanan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutnanan.
Massijaya MY. 2006. Plywood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu. Program
Studi Ilmu pengetahuan Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Myal MC. 1989. The Ultimate Glue in Wood Air Craft Building Technique.
Oshkosh (US): The EAA Aviation Foundation Inc.
Nugraha PY. 2006. Studi pembuatan bambu lapis dari anyaman bambu tali
(Gigantochloa apus (J.A & J.H. schulter Kurz) dengan menggunakan perekat
UF dan MF. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugraha RB. 2014. Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir
Terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu (Falcataria moluccana (Miq.) B.
Grimes) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuryawan A, Massijaya MY, Hadi YS. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented
Strand Board (OSB) dari Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil:
Pengaruh Jenis Kayu dan Macam Aplikasi Perekat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan 1 (2): 60-66.
Palupi NP. 2003. Produksi dan karakteristik perekat berbahan baku karet siklo dan
aplikasinya pada pembuatan kayu lapis [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
20
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai
Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Pizzi A, Mittial KL. 1994. Handbook of Adhesive Technology. New York (US):
Marcel Dekke Inc.
Rosihan HA. 2005. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu lapis dari empat jenis
kayu tanaman. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ruhendi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.
Analisis Perekatan Kayu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sekino N, M Inoue, M Irle. 1997. Thickness Swelling and Internal Bond Strength
of Particleboards from Steam-Pretreated Particles. Mokuzai Gakkaishi 43(12):
1009-1015.
Tan Lieke. 1992. Ekstraksi dan Identifikasi Tanin Kulit Kayu Beberapa Jenis
Pohon Serta Penggunannya Sebagai Perekat Kayu Lapis Eksterior. [tesis].
Program Pascasarjana IPB. Tidak dipublikasikan.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,
Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials.Wood Handbook, Wood as
an Engineering Material. Chapter 9. USA (US): Forest Product Society.
21
LAMPIRAN
Perhitungan:
(Berat pikno dan perekat −berat pikno kosong )
Berat jenis =
(Berat pikno dan air −berat pikno kosong )
(57.94−15.85)
= = 1.69
(40.74−15.85)
Kadar Subset
Air N 1 2
4 6 4.7310E3
3 6 5.6853E3 5.6853E3
2 6 5.7247E3 5.7247E3
1 6 6.7980E3
Sig. .137 .098
RIWAYAT HIDUP