Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Malpraktek
Malpraktek dalam keperawatan merupakan istilah yang lebih spesifik
membahas kegagalan seorang profesional dalam bertindak sesuai dengan standar
yang berlaku atau kegagalan untuk memperkirakan konsekuensi dari tindakan
yang dilakukan oleh profesional yang telah memiliki keterampilan dan pendidikan
(Guido, 2006).
Mendefinisikan malpraktek sebagai tindakan yang tidak tepat, tidak beretika,
tidak beralasan dan kurang terampil yang dilakukan oleh seorang professional
Croke (2003).
Malpraktek didefinisikan bervariasi di dalam undang undang sesuai dengan
praktik keperawatan, kebijakan suatu lembaga standar yang telah ditetapkan, yang
semuanya dapat dipertimbangkan di pengadilan. Pengadilan mendefenisikan
malpraktek sebagai kesalahan atau gegabah dalam perawatan menyebabkan
cedera, penderitaan atau kematian pihak yang dirugikan dan merupakan hasil dari
kelalaian, kecerobohan yang mengabaikan aturan dan prinsip keterampilan
profesional yang ditetapkan ataupun bersumber dari niat jahat atau kriminalitas
(Guido, 2006).
Untuk menentukan secara pasti malpraktik, Brent (2001); Lazaro (2004)
menjelaskan 4 kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
1. Kewajiban (duty) Perawat memiliki kewajiban mempergunakan segala ilmu
dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan
beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar asuhan keperawatan. Tugas
yang seharusnya dilakukan perawat tetapi tidak dilakukan kepada pasien.
Dalam hal ini perawat berhutang kewajiban terhadap pasien.
2. Pelanggaran kewajiban (Breach of the duty) Pelanggaran terjadi sehubungan
dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya
dilakukan menurut standar profesinya. Perawat gagal melakukan tanggung
jawabnya sesuai dengan standar keperawatan.
3. Cedera (Injury) Pasien menderita cedera secara langsung emosional atau fisik
pada waktu mendapat pelayanan keperawatan. Cedera bisa baru terjadi, atau
bertambah buruknya cedera yang ada.
4. Mendatangkan akibat (Causation) Pelanggaran terhadap kewajibannya
mendatangkan akibat yang berdampak negatif bagi pasien. Harus ada bukti
kuat bahwa pelanggaran kewajiban oleh praktisi kesehatan menyebabkan hal
yang buruk bagi pasien secara tidak langsung
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu.
Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang
dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F yang
baru setahun buka dengan mengontrak salah satu rumah warga di Kampung
Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai Provinsi
Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun, mengalami benjolan kelenjar
sebesar telur puyuh di bagian punggungnya. Benjolan itu sudah ada sejak masih
bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F menyarankan agar benjolan itu
sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun menyetujui dilakukannya tindakan
operasi dan dilakukan operasi pada tanggal 12 September 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan
operasi bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan
sejawatnya, dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang
ternyata adalah seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi
bersama temannya bernama Ai. Pada saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut
membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama dengan keluarga pasien. Operasi
berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di punggung An. B akhirnya
diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang telah dibuang itu
mengalami perdarahan, sehingga penyembuhan luka cukup lama sampai
memakan waktu enam bulan. Beberapa bulan setelah operasi, tubuh An. B
menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan.
An. B hanya dapat berbaring dan duduk di rumahnya sambil menjalani proses
pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi kepada An.B, klinik dr. F ditutup
dan tidak beroperasi lagi. Perawat Ag sempat membantu biaya pengobatan
sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah kelihatan lagi. Sejak saat itu,
An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak seusianya. Sampai sekarang,
kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki kiri, telapak kaki kanan
berlubang, kencing bernanah dan susah buang air besar. Pihak keluarga akhirnya
mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres Tebing Tinggi,
karena dugaan telah melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses hukum atas
kasus ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi (Sumber:
Posmetro Medan & KPK Pos).

B. Analisa kasus
1. Berdasarkan Konsep
Malpraktik Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik
keperawatan, karena telah memenuhi keempat kriteria (duty, breach of the
duty, injury, causation), yaitu :
a. Perawat Ag berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang perawat
sesuai dengan kewenangannya. Perawat tersebut melakukan hal di luar
kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi lain (dokter).
b. Perawat Ag gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai standar profesi
perawat dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan keperawatan
yang holistik.
c. Perawat Ag membuat pasien menderita cedera fisik dan perdarahan
d. Tindakan operasi mandiri Perawat Ag mendatangkan akibat yang buruk
bagi pasien yaitu pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu
yang lama serta mengalami kelumpuhan.
2. Berdasarkan kajian hukum
a. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB III Hak dan
Kewajiban dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan.
Dalam hal ini klien berhak mendapatkan pengobatan guna mendapatkan
kesehatan dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, serta terjangkau. Pada kasus An. B klien
tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau karena klien mengalami luka yang mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan. Hal ini membuat pengobatan klien semakin lama dan biaya
yang dikeluarkan semakin besar.
b. UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
1) Pasal 32 ayat 2 menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang tindakan
medis kepada perawat dapat dilakukan secara delegatif dan mandat.
Selanjutnya, pada penjelasan ayat 4 dapat diketahui bahwa tindakan
medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif adalah menyuntik,
memasang infus, dan memberikan imunisasi sedangkan secara mandat
yaitu pemberian terapi parenteral dan penjahitan luka. Berdasarkan
kasus diatas, Perawat Ag telah melakukan tindakan pembedahan,
tindakan tersebut di luar kewenangan yang diperbolehkan dalam UU
Keperawatan.
2) Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek
keperawatan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang
bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO, atau
ketentuan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan kode etik
keperawatan (PPNI, 2005), perawat juga berhak menolak tindakan
operasi secara mandiri yang bertentangan dengan kode etik
keperawatan antara perawat dan teman sejawat. Perawat harus
bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
3) Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahwa perawat dalam melaksanakan
praktik keperawatan berkewajiban melaksanakan tindakan pelimpahan
wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi
perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan standar kompetensi
perawat Indonesia merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek
etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan prosedural, pengambilan keputusan klinik
yang memerlukan analisi kritis serta kegiatan advokasi dengan
menunjukkan perilaku caring. Berdasarkan kasus diatas, perawat tidak
melakukan pelayanan keperawatan sesuai ranah kompetensi praktik
profesional, etis, legal dan peka budaya (PPNI, 2005).

Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan dampak


yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada institusi
pemberi pelayanan keperawatan, individu perawat pelaku malpraktek dan
terhadap profesi. Secara hukum Perawat Ag dapat dikenakan gugatan
hukum pidana dan perdata, sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat
dikenakan sanksi disiplin profesi perawat yang akan dikeluarkan oleh
Konsil Keperawatan.
BAB III
PENUTUP

A. kesimpulan
Malpraktek dalam keperawatan merupakan istilah yang lebih spesifik
membahas kegagalan seorang profesional dalam bertindak sesuai dengan standar
yang berlaku atau kegagalan untuk memperkirakan konsekuensi dari tindakan
yang dilakukan oleh profesional yang telah memiliki keterampilan dan pendidikan
(Guido, 2006).
Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan dampak yang
luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada institusi pemberi
pelayanan keperawatan, individu perawat pelaku malpraktek dan terhadap profesi.
Secara hukum Perawat Ag dapat dikenakan gugatan hukum pidana dan perdata,
sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat dikenakan sanksi disiplin profesi
perawat yang akan dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brent, N. J. (2001). Nurses and the law: A guide principles and applications.
Pennsylvania: W.B. Saunders Company.

Croke, E.,M. (2003). Nurses, negligence and malpractice. American Journal Nursing,
103(9),54-63. Diunduh dari
http://www.nursingcenter.com/lnc/pdfjournal?AID=423284&an=00000446-
200309000-00017&Journal_ID=&Issue_ID

Guido, G.W. (2006). Legal & ethical issues in nursing. New Jersey: Pearson
Education, Inc.

Lazaro, R. T. (2004). Ethical and legal analysis of a patient case. The Internet Journal
of Allied Health Sciences and Practice, 2(1), 1-6. Diunduh dari http://ijahsp.nova.edu/

Persatuan perawatan nasional Indonesia (PPNI) (2005). Kode etik keperawatan.


Diunduh tanggal 16 November 2014 dari
http://www.inna-ppni. or.id/index.php/kode-etik

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2005). Standar kompetensi perawat


Indonesia. Diunduh tanggal 16 November 2014 dari http://www.inna-ppni.or.id /
index.php/standar-kompetensi

Posmetro. (2013, Mei 6). Bocah lumpuh korban malpraktek UN di rumah. Pos Metro
Medan. Diunduh dari http://www.posmetro-medan.com/?p=9406

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Wanda. (2013, Mei 13). Dioperasi perawat , akhirnya lumpuh. KPK Pos. Diunduh
dari http://kpkpos.com/

Anda mungkin juga menyukai