Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HL Blum, seorang pakar yang selama ini selalu menjadi rujukan dan suhu kesehatan
masyarakat melalui teorinya berpendapat bahwa kesehatan lingkungan dan perilaku manusia
merupakan dua faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap status kesehatan
masyarakat. Komponen perilaku dan komponen kesehatan lingkungan ini merupakan dua
faktor yang paling memungkinkan untuk diintervensi, sehingga telah menjadi kiblat berbagai
tindakan promotif dan preventif pada mayoritas masalah penyakit dan masalah kesehatan.
Saat ini penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit
disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasis lingkungan banyak disebabkan
tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih rendah,
tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri, limbah
pertanian, sarana transportaasi, serta kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan
Pengertian Penyakit merupakan suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan
/atau morfologi suatu organ dan/atau jar tubuh. (Achmadi’05). Sedangkan pengertian
Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda hidup, mati, nyata, abstrak)
serta suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-elemen di alam tersebut.
(Sumirat’96). Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan
fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan
segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian epidemiologi penyakit dan lingkungan fisik
b. Untuk mengetahui penyakit yang disebabkan oleh lingkungan fisik (udara, air dan
tanah)
c. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh lingkungan fisik
(udara, air dan tanah)

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epidemiologi Penyakit dan Lingkungan Fisik


Epidemiologi adalah studi yang mempelajari distribusi (penyebaran) dan faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya suatu penyakit (menular/tidak menular) yang terjadi pada
individu, kelompok atau masyarakat.
Ada beberapa pengertian penyakit menurut Gold Medical Dictionary, penyakit adalah
kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap
rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau
sistem dari tubuh. Sedangkan menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit bukan hanya
berupa kelainan yang terlihat dari luar saja tetapi juga suatu keadaan terganggu dari
keteraturan fungsi dari tubuh.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah suatu
keadaan gangguan bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaaan yang tidak
normal.
Sedangkan lingkungan fisik adalah lingkungan hidup yang meliputi segala sesuatu di
sekitar kita berupa benda mati, seperti kendaraan, gunung, air, sungai, danau, laut, tanah, dan
lain-lainnya. Dalam epidemilogi, lingkungan fisik bersifat abiotik seperti air, udara, tanah,
cuaca, makanan, panas, radiasi, dan lain-lain.

2.2 Penyakit yang disebabkan oleh lingkungan fisik (udara, air dan tanah)
A. ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ISPA dapat meliputi saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah, merupakan infeksi saluran pernapasan yang
berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ
mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti :
sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sumber penyakit ini adalah manusia. Sedangkan Agen ditularkan ke manusia lewat
udara melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung
melalui peralatan yang terkontaminasi saluran pernafasan. Biasanya penularan organisme
terjadi dari orang ke orang, tetapi penularan melalui kontak sesaat jarang terjadi.

2
Penyebab Penyakit ISPA diantaranya : Bakteri streptococcus pneumonia
(pneumococci), Hemophilus influenza, Asap dapur, Sirkulasi udara yang tidak sehat.

B. TBC
Tuberculosis (TBC) adalah batuk berdahak lebih dari 3 minggu, dengan penyebab
penyakit adalah kuman / bakteri mikrobakterium tuberkulosis. Tempat berkembang biak
penyakit adalah di paru-paru. Cara penularan penyakit melalui udara, dengan proses
sebagai berikut :
- Penderita TBC berbicara, meludah, batuk, dan bersin, maka kuman-kuman
TBC yang berada di paru-paru menyebar ke udara terhirup oleh orang lain.
- Kuman TBC terhirup oleh orang lain yang berada di dekaqt penderita.

C. DIARE
Diare adalah suatu penyakit yang biasanya ditandai dengan perut mulas, meningkatnya
frekuensi buang air besar, dan konsentrasi tinja yang encer. Tanda-tanda Diare dapat
bervariasi sesuai tingkat keparahannya serta tergantung pada jenis penyebab diare. Cara
penularan diare melalui :
- Makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang
hinggap pada tinja, karena buang air besar (BAB) tidak di jamban.
- Air minum yang mengandung E. Coli yang tidak direbus sampai mendidih.
- Air sungai yang tercemar bakteri E.coli karena orang diare buang air besar di
sungai digunakan untuk mencuci bahan makanan, peralatan dapur, sikat gigi, dan
lain-lain.
- Tangan yang terkontaminasi dengan bakteri E.coli (sesudah BAB tidak mencuci
tangan dengan sabun)
- Makanan yang dihinggapi lalat pembawa bakteri E.Coli kemudian dimakan oleh
manusia.

D. Penyakit Perut dan Kulit


Tanah dapat masuk kedalam tubuh melalui tanaman yang dikonsumsi, jika
tanaman tersebut tidak dicuci sampai bersih. Kuman yang terdapat pada tanah yang
termakan ini dapat menimbulkan amoebiasis atau infeksi lambung akut. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mencucinya dengan benar sebelum memasak dan memakannya.

3
Menjaga kebersihan yang tepat adalah penting untuk menghindari infeksi tersebut.
Tanah yang terkontaminasi juga dapat menyebabkan sakit kepala, kelelahan, mual, dan
iritasi mata. Jika terjadi kontak langsung antara tanah yang tercemar dengan kulit, maka
ini dapat menyebabkan infeksi kulit seperti gatal-gatal dan kurap.

2.3 Epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh lingkungan fisik (udara, air dan tanah)
a. ISPA
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan
angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut
mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak, baik di negara
berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang
diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA.
Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang 2 bulan.
Berdasarkan hasil survei kematian balita tahun 2005 diketahui 23,6% balita
meninggal karena pneumonia sedangkan menurut SDKI 1991-2003 dan survei morbiditas
ISPA 2004 angka kesakitan pneumoni balita mencapai 5,12%. (Depkes, 2007)
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh
data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten
Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini
berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia balita di Indonesia berkisar 2,3 juta.
Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991
hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat
pada kelompok umur 0-6 bulan.
Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang
kematian pada anak,terutama pada bayi kurang dari dua bulan.Dari survey kesehatan

4
rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahi bahwa anka mobiditas pada bayi akibat
pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar 40,6%,sedangkan angka mortalitas pada
bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36%.
Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat
pennyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita
menduduki peringkat kedua (13%).
b. TBC
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2% - 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis
dari semua data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit,
lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan
dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka kematian dan
demografi.
Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan oleh
National Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja sama dengan
National Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini
mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah tangga di 30
propinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru yang dapat digunakan untuk
memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang lebih
akurat mengenai masalah TBC.
Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan
Tingkat Pelaporan 1995 – 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak
tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus
TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA
positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan
umur, terlihat angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua
(dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi
pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004]

5
c. Diare
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare.
Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak
didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan
salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan,
tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4 persen.
Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. Bayi meninggal karena
kekurangan cairan tubuh. Diare masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia.
Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup
tinggi. Kematian akibat penyakit diare di Indonesia juga terukur lebih tinggi dari
pneumonia (radang paru akut) yang selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal
kematian bayi.
Menurut Departemen KesehatanRI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun
2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap
tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan
umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hamper
sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan
dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi
dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan
protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh(Suharyono,2003).
Diare masih merupakan masalah kesehatan tidak saja di negara berkembang tetapi
juga di negara yang sudah maju sampai saat ini. Setiap tahun diperkirakan terdapat 4
milyar kasus diare akut. Kematian akibat diare karena infeksi berkisar 3-5 juta jiwa
pertahun. Di negara maju seperti Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat
ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter.
Sementara itu di Indonesia kasus diare akut karena infeksi menduduki peringkat
pertama sampai keempat diantara pasien-pasien yang berobat ke rumah sakit. Untuk
negara berkembang lainnya di Asia terutama Asia Selatan dan Tenggara, Amerika Selatan
dan Afrika, kejadian diare masih tinggi, walaupun usaha-usaha WHO untuk
mengantisipasi hal tersebut sampai saat ini telah menunjukkan perbaikan dari tahun ke
tahun.

6
d. Perut dan Kulit
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara frekuensi
tertinggi pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi pada 10-12%
anak laki-laki usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak perempuan cenderung
lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki (Perempuan : Laki-laki = 5:3).
Sakit perut ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun dan diatas 15 tahun
(Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).
Skabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei. Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi
yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies
sekitar 6% - 27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
(Sungkar, S, 1995).
Ada dugaan bahwa setiap sikius 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak
factor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain social ekonomi yang
rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti -
ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi.
Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur,
lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda-benda lainnya. Cara penularan
(tranmisi) :
- Kontak langsung misal berjabat tangan, tidur bersama dan kontak seksual.
- Kontak tak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain -
lainnya.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Epidemiologi adalah studi yang mempelajari distribusi (penyebaran) dan faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya suatu penyakit (menular/tidak menular) yang terjadi pada
individu, kelompok atau masyarakat.
Sedangkan lingkungan fisik adalah lingkungan hidup yang meliputi segala sesuatu di
sekitar kita berupa benda mati, seperti kendaraan, gunung, air, sungai, danau, laut, tanah, dan
lain-lainnya. Dalam epidemilogi, lingkungan fisik bersifat abiotik seperti air, udara, tanah,
cuaca, makanan, panas, radiasi, dan lain-lain. Untuk penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan fisik (udara, air dan tanah) diantaranya ISPA, TBC, Diare, Perut dan Kulit.

3.2 Saran
Kami sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari
tentang epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh lingkungan fisik. Dan harapan kami
makalah ini tidak hanya berguna bagi kami tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir
dari kami walaupun makalah ini kurang sempurna kami mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai