Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Ilmu bedah dan radiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran
hewan yang sangat penting untuk perkembangan dunia kesehatan hewan.
Pelayanan bedah dan radiologi dilakukan apabila penanganan medis secara klinis
sulit memberikan hasil maksimal dan hanya dengan tindakan kooperatif yang
dapat memberikan kesembuhan maksimal.
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
(LeMone dan Burke, 2008). Pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan
pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan tindakan perbaikan dan
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi memiliki tujuan untuk menghilangkan gangguan penyakit,
mempercantik hewan dan sterilisasi. Salah satu tindakan operasi yang bertujuan
menghilangkan gangguan penyakit adalah cystotomy. Cystotomy merupakan
tindakan operasi dengan cara membuka vesica urinaria karena ada indikasi
kalkuli, rupture, neoplasia, infeksi atau kelainan lain yang hanya dapat ditangani
dengan operasi.
Sedangkan David Diamond (2009) menambahkan bahwa Cystotomy
adalah suatu prosedur pembedahan di mana suatu goresan dibuat kedalam
kandung kencing. Prosedur bisa dilakukan untuk banyak pertimbangan, yang
paling umum untuk memudahkan perpindahan batu dari kandung kencing dan
urethral. Indikasi lain meliputi membantu untuk mendiagnosa tumor kandung
kencing, perbaikan saluran kencing dan ruptur kandung kencing, dan membantu
dalam diagnosa infeksi saluran perkencingan.
Menurut Ettinger (1975), indikasi untuk dilakukan operasi cystotomy karena
urolith akan menyumbat traktus urinariaus sehingga urin tidak dapat dikeluarkan
dan karena penyakit yang tidak dapat ditangani dengan cara tanpa operasi, apalagi
jika pasien menderita infeksi saluran urinaria. Gangguan terhadap vesica urinaria
dapat terjadi karena adanya endapan garam-garam fosfat, oksalat, cystin dan urat
pada vesica urinaria. Pertumbuhan jaringan yang abnormal pada dinding vesica
urinaria juga akan merangsang terbentuknya tumor atau neoplasma yang akan
mengganggu fungsi vesica urinaria sebagai penampung urin.

Tujuan
Kasus bedah mandiri Cystotomy bertujuan untuk mengetahui tatalaksana
pra-bedah, pembedahan, terapi pasca bedah, penanganan kasus yang
membutuhkan tindakan cystotomy.

Manfaat
Menambah wawasan dan keterampilan dalam menangani kasus-kasus
dengan cara cystotomy sehingga kedepannya dapat diterapkan untuk menangani
kasus-kasus yang terjadi pada vesica urinaria.

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Urinaria Anjing


Sistem urinaria terdiri dari dua buah ginjal, ureter, vesica urinaria dan
uretra. Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari
darah., lalu secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur yang berguna,
dan mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Ginjal berperan utama
dalam pemeliharaan cairan serta elektrolit dan mengatur tekanan darah. Hasil
metabolisme dibuang dari tubuh melalui ginjal dalam bentuk urin, dialirkan
melalui ureter dan ditampung sementara dalam kandung kemih (vesica urinaria)
untuk selanjutnya dibuang keluar melalui urethra (Dellman, 1992).
Ginjal terletak pada bagian dorsal rongga abdomen pada tiap sisi dari aorta
dan vena cava tepat pada posisi ventral terhadap beberapa vertebrae lumbal
pertama. Ginjal dikatakan retroperitoneal artinya letaknya di luar rongga
peritoneal. Faktor yang mempengaruhi kerja ginjal adalah komposisi darah,
tekanan darah arteri, hormon dan sistem saraf otonom. Suplai darah ke ginjal
sangat ekstensif bila dibandingkan dengan besarnya ginjal. Dua arteri renale
mengalirkan darah sebanyak seperempat dari keseluruhan darah yang beredar
(Frandson, 1996).
Ureter adalah saluran muskuler yang mengalirkan urin dari pelvis ginjal ke
vesica urinaria. Masing-masing ureter bergerak ke arah caudal dan masuk ke
vesica. Cara masuk ureter menembus dinding blader sedemikian rupa, sehingga
membentuk suatu katup yang mencegah arus balik urine ke ginjal.Vesica urinaria
merupakam organ muskuler berongga yang ukuran dan posisinya bervariasi
tergantung pada jumlah urin yang ada di dalamnya. Vesica yang kosong
merupakan struktur berdinding tebal, berbentuk seperti buah pear yang terletak
pada alas pelvis. Peritonium menutupi bagian cranial dari vesica urinaria, bagian
caudal ditutupi oleh fascia pelvis. Vesica urinaria disuplai oleh arteri-arteri yang
berasal dari arteri pudenda, cabang dari arteri obturatoria dan arteri umbilikalis
(Frandson, 1996). Vesica urinaria dibagi menjadi bagian leher atau cervic vesicae
yang dihubungkan dengan urethra, bagian cranial yang tumpul atau fundus

3
vesicae dan badan vesica urinaria atau corpus vesicae (Frandson, 1996). Uretra
merupakan bagian terluar dari saluran urinaria, terbentang dari vesica urinaria
hingga busur ischial.

Gambar 1. Anatomi Sistem Urogenital Anjing Betina (Anonim, 2012)

Mikturisi adalah istilah yang berarti keluarnya urin dari vesica urinaria.
Dalam keadaan normal, ini merupakan aktivitas yang dirangsang oleh terjadinya
distensi vesica urinaria karena masuknya urin melalui ureter. Vesica urinaria
akan beraksi terhadap masuknya urin secara bertahap sampai tekanannya cukup
tinggi untuk merangsang pusat reflek yang terdapat di dalam corda spinalis. Hal
ini akan menyebabkan timbulnya kontraksi dinding vesica urinaria melalui saraf-
saraf parasimpatik sacral. Reflek mengosongkan vesica urinaria dicegah oleh
kontrol volunter dari spincter eksternal yang mengelilingi leher vesica urinaria
tersebut (Frandson, 1996).

4
2.2 Cystotomy
Cystotomy merupakan tindakan operasi untuk membuka vesica urinaria
karena indikasi adanya kalkuli, diverticulum, rupture, neoplasia, infeksi dan
kelainan lain yang membutuhkan tindakan operasi (Bojrab, 1975). Cystotomy
dilakukan dengan jalan membuka dinding vesica, agar bagian dalam vesica dapat
teramati. Komplikasi yang mungkin terjadi karena cystotomy antara lain cystitis
yaitu peradangan pada vesica urinaria. Cystitis dapat terjadi karena factor
infeksius dan non infeksius. Factor infeksius dapat terjadi karena infeksi bakteri
seperti Proteus sp., E. coli, streptococci dan staphylococci. Bakteri ini masuk
lewat peralatan yang tidak steril, urin yang mengkontaminasi rongga abdomen.
Faktor non infeksius dapat berasal dari sabun, shampoo, pemasangan kateter,
penyempitan lumen vesica urinaria, rupture vesica urinaria terjadi karena trauma
saat irigasi atau karena pemasangan kateter. Cystitis dapat mengakibatkan hewan
mengalami hematuria (darah dalam urin), polyuria, uremia (urea dalam darah)
(Archibald, 1974).

2.3 Indikasi Cystotomy


Kalkuli/Urolith
Urolithiasis adalah pembentukan urolit di bagian system urinaria baik di
dalam pelvis maupun di sepanjang bagian traktus urinary bagian bawah. Urolit
berasal dari Kristal urin yang tidak larut akibat suatu proses fisiologis dan
patologik baik perolehan atau congenital yang bersifat komplek. Urolith dapat
terjadi baik pada hewan jantan maupun betina, tapi lebih sering menyebabkan
obstruksi pada jantan karena berhubungan dengan diameter uretra yang kecil dan
salurannnya lebih panjang (Fathahillah, 2006).
Urolit merupakan polikristal yang terdiri atas Kristal organic atau
anorganik dan matriks organic, serta unsur lain dalam jumlah kecil. Urolit diberi
nama berdasarkan komposisinya, letak atau bentuknya. Kalkuli di dalam vesica
urinaria dapat berbentuk tunggal atau multipel, ukurannya bervariasi, kadang-
kadang berbentuk seperti pasir sehingga urin terlihat keruh dengan permukaan

5
yang halus, kasar bahkan tidak beraturan. Warnanya dapat putih, kuning, coklat,
kehijuan, tergantung unsur mineral yang menyusunnya (Archibald, 1965).
Beberapa urolith yang sering ditemukan adalah:
- Urolit urat
Berbentuk bulat atau oval, permukaannya halus, tersusun dari NH4
urat, biasanya kecil, berlapis-lapis konsentris seperti kulit telur mudah
pecah, berwarna kuning kecoklatan hingga kehijauan.
- Urolit oksalat
Berbentuk bulat atau oval, tersusun dari kalsium oksalat, dan sering
mengandung kalsium fosfat, biasanya kecil sangat keras dan rapuh (mudah
pecah, permukaannya ada yang halus atau tidak beraturan), berwarna krem
sampai coklat, tapi dapat berwarna hijau kecoklatan.

Gambar 2. Urolith oksalat

- Urolit cystine
Berbentuk bulat atau oval, biasanya kecil permukaannya halus,
terdiri dari asam amino cystine, empuk, mudah dihancurkan, berwarna
krem kekuningan, kuning kehijauan sampai coklat.
- Urolit struvit
Berbentuk bulat atau persegi, kadang berbentuk seperti pelvis
renalis, ureter, vesica urinaria atau uretra. Tersusun dari Mg++, NH4+,
fosfat. Berwarna putih, kuning sampai coklat, agak keras dan rapuh, jika
digerus hancur seperti kapur, permukaannya halus atau kasar tanpa
tonjolan.

6
Gambar 3. Urolith struvit
- Urolit silikat
Tersusun dari silikat, keras, permukaannya kasar dan berspikulum
(kadang-kadang ada yang berbentuk jackstone), berwarna coklat.
- Kalsium karbonat
Bentuknya keras, permukaannya halus, berwarna muda.

2.4 Luka dan Kesembuhan Luka


Luka
Luka dapat didefinisikan sebagai kerusakan jaringan pada jaringan tubuh
yang menderita kehilangan kesinambungan. Luka biasanya disebabkan karena
trauma yang berasal dari luar tubuh baik yang disengaja maupun tidak (Robbins,
1984). Luka iris adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam, tepi luka berbatas
jelas dan halus, dan kerusakan yang ditimbulkan bersifat ringan, luka ini paling
sering ditemukan pada luka operasi dengan harapan kesembuhan primer
(Archibald, 1965).

Kesembuhan luka
Secara alami jaringan yang mengalami luka akan memperbaiki diri yang
dikenal dengan kesembuhan luka alami. Setelah terjadinya luka akan terjadi
vasokontriksi pada mikrosirkulasi lokal. Trombosit akan mengikat kolagen yang
terpapar dan bereaksi dengan trombin membentuk bekuan darah. Adanya fibrin
didalam bekuan darah akan melekatkan jaringan yang berdekatan sehingga

7
terbentuk kesatuan luka yang menyambung sehingga tertutuplah luka (Robbins
dkk, 1984).
Setelah kurang lebih 10 menit terjadi vasodilatasi aktif pembuluh darah
karena pengaruh histamin dan vasoaktif lainnya, kemudian membran basalis
terpapar dan plasma bocor keluar sehingga permeabilitas meningkat. Dalam
beberapa jam proses luka, sel darah putih menempel pada endotel mikrosirkulasi
dan merayap ke arah luka. Dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka,
eritrosit, leukosit polimorfonuklear, makrofag dan fibrin sudah tertimbun didaerah
luka yang mengalami peradangan (Archibald, 1974). Dua puluh empat jam
setelah terjadi luka sejumlah sel polimorfonuklear didaerah tepi luka irisan
menebal karena aktifitas mitosis sel basal. Dalam 24-48 jam jumlah fragmen akan
meningkat sehingga kedua tepi luka yang teriris menyambung (Archibald, 1974;
Robbins dkk,1984).
Pada hari ketiga sebagian besar selnya adalah makrofag. Makrofag ini
mempunyai peranan pada suatu tahap krisis dalam merangsang fase penyembuhan
berikutnya dengan menarik fibroblast dan mempengaruhi pematangan,
pembelahan dan sintesis kolagen (Robbins dkk, 1984). Pada hari kelima serabut
kolagen menjadi melimpah dan menjebatani tepi luka. Selama minggu kedua
terjadi granulasi kolagen yang kontinyu dan proliferasi fibroblast. Pada waktu ini
proses pemulihan kolagen dimulai yang disempurnakan dengan peningkatan
akumulasi kolagen dibawah keropeng luka disertai dengan regresi pembuluh
darah (Robbins dkk,1984).
Kesembuhan luka melewati beberapa tahapan kesembuhan luka yaitu :
1. Fase peradangan (Inflamatory phase)
Fase ini diawali dengan adanya perdarahan yang membersihkan dan
memenuhi bagian kulit yang terluka segera setelah terjadi trauma.
Pembuluh-pembuluh darah akan menyempit selama kurang lebih 5-10
menit untuk membatasi hemoragi namun kemudian berdilatasi dan
melepaskan fibrinogen dan elemen penjendalan (clotting elemen) ke
daerah luka. Transudat fibrin dan plasma akan memenuhi daerah luka,
menyumbat pembuluh limfe, menlokalisasi radang dan melekatkan tepi

8
luka. Mediator peradangan misal histamin dan serotonin akan dilepaskan
segera setelah luka terbentuk. Fase ini berlangsung selama 2-3 hari dan
bertahan sampai kurang lebih 5 hari.
2. Fase debrikasi (debriment phase)
Fase ini ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil dan monosit ke
daerah luka. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 6-12 jam setelah terjadinya
luka. Infiltrasi netrofil dan monosit akan menginisiasi debrikasi. Monosit
akan berubah menjadi makrofag pada daerah luka kurang lebih setelah 24-
48 jam. Makrofag akan menyingkirkan jaringan nekrotik, bakteri dan
material asing. Limfosit akan menyususul tertarik pada daerah luka setelah
netrofil dan makrofag.
3. Fase perbaikan (Repair phase)
Fase ini biasa terjadi 3-5 hari setelah luka terjadi. Ada beberapa proses
yang terlibat dalam fase ini :
a. Fibroblas dan collagen
Fibroblas akan bermigrasi menuju daerah yang mengalami luka
setelah fase peradangan terlewati (2-3 hari). Fibroblas akan
menginvasi luka untuk mensintesis dan mendeposit collagen, elastin
dan proteoglikan yang akan mengalami maturasi membentuk jaringan
fibrous. Setelah 5 hari regangan pada daerah sekitar luka
menyebabkan fibroblast, fibrin dan pembuluh kapiler untuk terposisi
paralel dengan tepi luka. Jumlah dari collagen mencapai jumlah
maksimum setelah 2-3 minggu.
b. Jaringan granulasi (Granulation tissue)
Jaringan granulasi akan mengisi dan melindungi luka dengan
jalan menciptakan barier terhadap infeksi. Jaringan ini juga
menciptakan lapisan dasar untuk terjadinya migrasi epitel dan
merupakan sumber dari sel-sel fibroblast khusus yang dinamakan
myofibroblast.

9
c. Epitelialisasi
Proses epitelialisasi dimulai dalam waktu 24-48 jam pada luka
dengan tepi luka teraposisi dengan baik. Pada luka yang terbuka,
proses dimulai setelah lapisan jaringan granulasi terbentuk, biasanya
setelah 4-5 hari. Pada awalnya lapisan epitel yang terbentuk hanya 1
lapis sel (one cell layer) yang rapuh. Lapisan ini akan menebal dengan
terbentuknya lapisan-lapisan baru.
d. Kontraksi luka (wounds contraction)
Kontraksi luka akan memperkecil besar luka dimana proses ini
terjadi melalui kontraksi dari myofibroblast yang terdapat pada
jaringan granulasi. Proses ini terjadi bersamaan dengan terbentuknya
jaringan granulasi dan epitelialisasi. Secara umum luka akan mengecil
sebesar 0,6-0,7 mm per hari. Proses ini akan terhambat oleh adanya
fiksasi luka, inelastisitas atau adanya tarikan pada luka. Proses ini juga
terhambat jika perkembangan myofibroblast berkurang, pemberian
obat antiinflamasi steroid, obat antimicrotubular dan pemberian
musculo relaxan lokal. Proses ini akan berhenti setelah tepi luka
bertemu, adanya regangan yang berlebihan atau tidak tersedia cukup
myofibroblast.
4. Fase Maturasi (Maturation Phase)
Fase ini berlangsung setelah jumlah collagen yang cukup telah
terdeposit pada daerah luka. Proses ini berlangsung setelah 17-20 hari
setelah luka terbentuk dan dapat berlanjut sampai beberapa tahun.
(Fossum, 2002).

2.5 Premedikasi
Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi rasa takut dan kecemasan,
mengurangi sekresi, mencegah aspirasi cairan lambung, dan fasilitasi induksi
anastesi. Salah satu obat yang digunakan yaitu Atropine sulfat yang merupakan
antikolinergik yang paling sering digunakan pada premedikasi. Atropine sulfat
akan memblokade asetilkolin pada pusat post ganglionik system syaraf otonom.

10
Atropine akan mengurangi sekresi mucus dalam mulut, kerongkongan, traktus
respiratorius, dan mendilatasikan bronkus. Selain itu juga dapat mengurangi
aktivitas traktus digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus vagus, mendilatasi
pupil dan paralisa akomodasi. Dosis atropine sulfat untuk anjing dan kucing
adalah 0,02-0,04 mg/kg BB secara subkutan atau intramuskular (Tennant, 2002).

2.6 Anestesi Umum


Anestesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar akibat intoksikasi
susunan saraf pusat yang bersifat reversible, sehingga sensitivitas terhadap
stimulus yang berasal dari luar menurun, respon motorik terstimulasi akan
berkurang (Hall, 1977). Semua zat anestesi umum menghambat system saraf pusat
secara bertahap, mula-mula dari fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang
terakhir dihambat adalah medulla oblongata dimana terletak pusat pernapasan
yang vital (Brander dkk, 1991).

Ketamin
Ketamin bersifat analgesik, analgesik dan kataleptik dengan kerja singkat.
Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem
viseral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya
meninggi. Ketamin memilik kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada
visceral karena itu tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi
(Fossum, 2002).
Pada anjing dan kucing dosisnya yaitu 10-20 mg/kg BB secara
intramuskuler (Kumar, 1997). Konsentrasi efektifnya 10, 50, dan 100 mg/ml dan
cocok untuk injeksi secara intramuskuler atau intravena. Pemberian anestesi
secara intravena sering digunakan untuk mendapatkan induksi anestesi yang
cepat, kemudian dipertahankan dengan obat inhalasi yang tersedia (Mycek, 2001).
Ketika digunakan sebagai obat tunggal, ketamin tidak menghasilkan relaksasi
muskulus skeletal yang baik, dan dapat mencapai recovery dengan segera dan
biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang kucing. Untuk
menghindari efek tersebut, banyak dokter hewan yang menggunakan ketamin

11
bersama-sama dengan diazepam, acepromazin, xylazin, thiobarbiturat, atau
anestesi inhalasi (Lumb dan Jones, 1984).

Xylazine
Xylazine merupakan sedative non narkotik dan analgetika yang paling
baik, serta baik untuk relaksasi muskulus. Aktifitas sedative dan analgetiknya
berhubungan dengan depresan pada system saraf pusat melalui stimulasi pada
reseptor a2. Efek terjadinya relaksasi muskulus disebabkan adanya hambatan pada
transmisi intraneural dari impuls pada system saraf pusat. Xylazine cukup baik
untuk hewan kecil dalam konsentrasi 2% (Lumb dan Jones, 1984). Respirasi dan
denyut jantung akan menurun, serta terjadi perubahan sementara pada
konduktifitas jantung pasca pemberian xylazin. Xylazine memiliki batas
keamanan yang lebar dan peningkatan dosis tidak akan meningkatkan derajat
sedasi, tetapi berefek pada durasinya. Dosis xylazine pada anjing dan kucing
adalah 1-2 mg/kg BB secara intramuscular (Kumar, 1997). Kontra indikasi dari
xylazin sebagai sedative adalah menginduksi bradikardia pada level 2 memblok
arteri. Jika anjing agresif maka pemberian xylazin harus dikombinasikan dengan
atropine secara simultan (Donald, 1982).

Ketamin dan Xylazin


Kombinasi antara ketamin dan xylazin merupakan kombinasi terbaik bagi
kedua gen ini untuk menghasilkan analgesia. Anestesi dengan ketamin-xylazin
memiliki efek lebih pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja,
namun kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi.
Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin xylazin, tetapi hal ini dapat diatasi
dengan pemberian atropine 15 menit sebelum pemberian ketamin xylazin. Efek
anestesi timbul setelah 10-30 menit dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2
jam (Lumb dan Jones, 1984).

12
MATERI DAN METODE

Materi
Alat yang diperlukan antara lain 1 handle scalpel dan blade, 1 gunting
lurus, 1 gunting bengkok, 1 needle holder, 1 pinset anatomis, 1 pinset cirrurgis,
seperangkat hemostatik forceps, 2 allis tissue forceps, duk klem, needle, benang
safil, duk steril, kapas dan kasa steril (tampon).
Bahan lain yang digunakan adalah alkohol 70%, iodium tincture 3%, NaCl
fisiologis, 0,6 ml Atropin sulfat pemberian secara subcutan (SC) sebagai
premedikasi, 1 ml Ketamin dicampur dengan 0,5 ml Xylazin pemberian secara
intramuscular (IM), larutan penstrep, salep Gentamicin 1%, dan vitamin.

Metode
Persiapan Operator dan Co-operator
Meja operasi disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat operasi yang telah
disterilkan diletakkan di meja khusus secara urut dan rapi di dekat meja operasi.
Selama operasi berlangsung, operator dan co-operator harus dalam keadaan steril.
Tangan dicuci dengan sabun kemudian dibilas dengan air yang mengalir mulai
dari ujung jari sampai siku kemudian celupkan pada larutan desinfektan dengan
alkohol 70% lalu dibiarkan hingga kering. Tangan harus dibiarkan dalam posisi
terangkat dan tidak boleh menyentuh barang-barang disekitarnya. Pakaian yang
digunakan operator dan co-operator adalah jas operasi, sarung tangan, masker dan
penutup kepala.

Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan fisik. Jika hasil dari pemeriksaan
hewan dinyatakan memenuhi syarat untuk operasi, maka operasi dapat langsung
dilaksanakan. Sebelum operasi hewan dipuasakan makan terlebih dahulu 7 jam

13
dan puasa minum 1 jam. Tujuan hewan dipuasakan adalah pengosongan lambung
sehingga selama operasi hewan tidak muntah. Disamping itu juga karena
pengaruh anastesi, maka tonus muskulus akan menurun sehingga apabila hewan
tidak dipuasakan makanan dari lambung dapat masuk ke saluran pernafasan
melalui faring. Bila rambutnya kotor dimandikan terlebih dahulu kemudian
dikeringkan dan dilakukan pencukuran rambut. Pencukuran dilakukan searah
rebah rambut dengan sebelumnya diberi air sabun terlebih dahulu.

Anestesi
Terlebih dahulu diberikan premedikasi Atropin sulfat 0,025% dosis 0,6 ml
secara sub kutan kemudian induksi anastesi umum diinjeksikan 15 menit
setelahnya. Induksi anestesi yang digunakan adalah Ketamin HCl 10% dosis 1 ml
yang dikombinasikan dengan Xylazin 2% dosis 0,5 ml secara intramuskuler.

Pelaksanaan operasi
Selama pasien dalam keadaan teranastesi, anastesiolog memonitor
frekuensi denyut jantung dan pernapasan setiap 10 menit. Adapun prosedur
operasi yang dilakukan yaitu:
1. Pelaksanaan operasi dimulai setelah hewan teranastesi, hewan dibaringkan
dorsal recumbency.
2. Hewan disiapkan secara aseptic untuk tindakan pembedahan. Bulu yang
telah dicukur dipasangi kain duk.
3. Incisi dilakukan berturut-turut mulai dari kulit dengan panjang 3-5 cm
tergantung besar kecilnya hewan pada garis median posterior abdomen,
incisi dilanjutkan pada bagian fascia, muskulus dan peritonium.
4. Kedua tepi sayatan pada kulit dijepit dengan allis tissue forcep, kemudian
dengan menggunakan blade buat irisan kecil pada fascia dan diperpanjang
dengan gunting, jari telunjuk digunakan sebagai pemandu dan jari tengah
diletakkan di bagian bawah supaya tidak melukai organ dalam.

14
5. Lalu vesica urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen dan urin yang
terdapat di dalam vesica urinaria dikeluarkan dengan cara menekan vesica
urinaria atau disedot menggunakan spuit.
6. Buat jahitan bantu pada kedua sisi lateral dari vesica urinaria, dan lakukan
incisi pada bagian dorsal dan pada bagian yang sedikit pembuluh darah
untuk menghindari terjadinya pendarahan (bleeding).
7. Sebelum dinding vesica urinaria ditutup, masukkan larutan antibiotik
Penicillin-Streptomycin atau NaCl fisiologis steril ke dalam rongga vesica
urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri.
8. Vesica urinaria ditutup kembali dengan jahitan simple interupted dengan
menggunakan benang safil 3.0.
9. Selama kegiatan operasi, vesica urinaria selalu diteteskan NaCl agar tidak
kering, kemudian dilakukan tes kebocoran dengan memasukkan cairan
NaCl ke dalam vesica urinaria yang telah dijahit menggunakan spuit. Uji
kebocoran dilakukan untuk memastikan bahwa vesica urinaria telah
tertutup rapat, namun apabila terjadi kebocoran, amati bagian yang bocor
dan dilakukan penjahitan ulang pada bagian yang bocor.
10. Setelah penjahitan vesica urinaria selesai, maka dilanjutkan dengan
penjahitan pada peritoneum, musculus dan fascia dengan pola jahitan
simple interupted dengan benang safil 3.0,
11. Selanjutnya kulit dijahit dengan pola jahitan subcuticular dan jahitan bantu
dengan pola jahitan simple interrupted dengan benang safil 3.0.

Perawatan Pasca Operasi


Pasca operasi, hewan dijaga kebersihan dan kesehatannya dengan
menempatkan hewan di dalam kandang yang bersih dan kering. Luka operasi
dijaga kebersihannya dan diperiksa sampai sembuh. Selama waktu tersebut hewan
diberikan makanan lunak sehingga mudah dicerna dan diresepkan obat antibiotik
Amoxycillin, dan antiinflamasi Meloxicam selama lima hari. Selanjutnya luka
operasi dibersihkan dengan iodine tincture 3%, diinjeksikan penstrep dan

15
kemudian dioleskan salep Gentamicin 1%. Pada hari ke lima jahitan yang telah
mengering dan menyatu dilepas.

16
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Pra Operasi


Pada hari Sabtu, tanggal 2 Februari 2019, pukul 14.40 telah dilakukan
operasi cystotomy pada seekor anjing lokal (Canis domesticus) berjenis kelamin
jantan dengan nama Rain, berwarna hitam, umur ±4 bulan dengan berat badan
5kg. Operasi dilakukan di ruang bedah RSHP Prof. Noerjanto Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.
Sebelumnya dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah dengan
menggunakan alat haematologi analyzer. Status yang nampak yaitu keadaan
umum baik dengan body condition score (BCS) 4, tempramen jinak, ekspresi
muka ceria. Pemeriksaan kulit dan rambut; turgor kulit elastis dan rambut agak
kusam tapi tidak rontok. Pemeriksaan selaput lendir konjungtiva mata dan
ginggiva merah muda, CRT < 2 detik.
Pada palpasi lgl. Superficialis tidak ada kebengkakan. Tipe pernafasan
thoracoabdominal normal. Auskultasi jantung sistole dan diastole dapat dibedakan
normal, sistem pencernaan, kelamin dan perkencingan dan syaraf tidak ada
perubahan. Sehari sebelum operasi hewan dimandikan, dipuasakan makan selama
7 jam dan puasa minum selama 1 jam dan beberapa jam sebelum operasi
dilakukan dilakukan pencukuran bulu didaerah yang akan dioperasi.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan fisik


Pemeriksaan Hasil Normal
Suhu 38,8 ºC 37,8-39,5 ºC
Pulsus 113 x/menit 76-148 x/menit
Nafas 33 x/menit 24-42 x/menit

17
Untuk suhu, pulsus, dan frekuensi nafas normal. Untuk hasil pemeriksaan
fisik lengkap terlampir pada lampiran 2. Hasil dari pemeriksaan darah adalah
sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah


Pemeriksaan Hasil Normal
Eritrosit 4,40 x 106/mm3 4,48 – 5,53 x 106/mm3
Hematokrit 32,4 % 30,2– 58,7 %
Hemoglobin 89,5 g/dL 8,6 - 16 g/dalam
Leukosit 27,1 x 103/mm3 4,0 – 17,6x 103/mm3

B. Pelaksanaan Operasi
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, operasi cystotomy segera dilakukan.
Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian premedikasi yaitu Atropin sulfat
0,025% dosis 0,03 mg/kg BB secara sub kutan sebanyak 0,6 cc, lalu diberikan
induksi dengan kombinasi Ketamin HCl 10% dosis 20 mg/kg BB sebanyak 1 cc
secara intramuskuler, dan Xylazin 2% dosis 2 mg/kg BB secara intramuskuler
sebanyak 0,5 cc. Setelah teranestesi hewan diletakkan pada meja operasi dengan
posisi dorsal recumbency dengan keempat kaki difiksasi pada kaki meja operasi.
Daerah yang akan di incisi diolesi dengan alkohol dengan iodium tincture
secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang akan dioperasi) bergerak ke
perifer untuk meminimalisir mikroba-mikroba yang ada, yang akan mencemari
daerah yang akan dioperasi. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan segala
agen penyakit baik itu berupa bakteri, virus maupun spora. Setelah itu duk
dipasang yang kemudian difiksir pada kulit dengan duk klem.

18
a b

Gambar 4. Posisi hewan dorsal recumbency (a), desinfeksi dengan alkohol dan
tincture iodin serta pemasangan kain duk steril (b).

Operasi dilakukan dengan melakukan insisi kulit pada bagian median


posterior tepat di samping penis. Kemudian insisi dilanjutkan pada fascia,
muskulus, dan peritoneum dengan menggunakan scalpel, setelah itu dilakukan
preparir dengan blunt-blunt. Setelah kedua lapisan terinsisi, maka kedua tepi yang
telah disayat dijepit dengan allis tissue forceps untuk memudahkan eksplorasi
vesica urinaria.

a b
Gambar 5. Insisi kulit pada bagian median posterior tepat di samping penis (a),
vesica urinaria yang sudah dikeluarkan (b).

19
Setelah vesica urinaria terlihat, lalu dikeluarkan secara perlahan-lahan.
vesica urinaria diangkat ke permukaan. Sebelum dilakukan insisi pada vesica
urinaria, urin diaspirasi terlebih dahulu dengan cara menekan vesica urinaria atau
dengan menggunakan spuit dengan tujuan agar urin tidak tumpah ke dalam rongga
abdomen. Setelah itu dilakukan jahitan bantu pada sisi vesica urinaria untuk
memudahkan penyayatan sehingga mencegah vesica urinaria masuk kembali ke
dalam rongga abdomen. Pasang jahitan bantu pada kedua sisi lateral dari vesica
urinaria untuk memudahkan insisi pada vesica urinaria. Vesica urinaria disayat
pada bagian yang minim pembuluh darah. Jika terdapat batu (urolith) maka harus
dikeluarkan dari vesica urinaria dan dilakukan teknik swab pada bagian mukosa
yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa kalkuli. Kemudian dilakukan
pembilasan pada vesica urinaria sampai bersih menggunakan NaCl fisiologis
(NaCl 0,9%).

a b c
Gambar 6. Proses aspirasi urine pada vesica urinaria menggunakan spuit (a),
jahitan bantu pada vesica urinaria (b), penjahitan vesica urinaria
dengan pola simple interupted (c).

Vesica urinaria ditutup kembali dengan jahitan simple interupted dengan


menggunakan benang safil 3.0. Sebelum dinding vesica urinaria ditutup,
masukkan larutan antibiotik ke dalam rongga vesica urinaria untuk mencegah
terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan
(Fossum, 2000). Selama kegiatan operasi, vesica urinaria selalu diteteskan NaCl

20
agar tidak kering, kemudian dilakukan tes kebocoran dengan memasukkan cairan
NaCl ke dalam vesica urinaria yang telah dijahit menggunakan spuit. Uji
kebocoran dilakukan untuk memastikan bahwa vesica urinaria telah tertutup
rapat, namun apabila terjadi kebocoran, amati bagian yang bocor dan dilakukan
penjahitan ulang pada bagian yang bocor.
Setelah penjahitan vesica urinaria selesai, maka dilanjutkan dengan
penjahitan pada peritoneum, musculus dan fascia dijahit dengan pola jahitan
simple interupted dengan benang safil 3.0, selanjutnya kulit dijahit dengan pola
jahitan subcuticular dan jahitan bantu dengan pola jahitan simple interrupted
dengan benang safil 3.0. Pola simple interupted pada kulit memiliki banyak
kelebihan, antara lain aposisinya kuat, mudah dikerjakan, mudah dalam
pengambilan benang dan memiliki daya tahan yang lebih besar dibandingkan
dengan pola jahitan simple continious. Kekurangannya adalah operator
membutuhkan waktu lebih lama dalam menjahit (Archibald, 1974).

a b c
Gambar 7. Penjahitan peritoneum, musculus dan fascia dengan pola simple
interupted (a), dan kulit dengan pola subcuticular (b), jahitan bantu
pada kulit dengan pola simple interupted menggunakan benang safil
3.0

Pasca operasi, hewan dijaga kebersihan dan kesehatannya dengan


menempatkan hewan di dalam kandang yang bersih dan kering. Luka operasi
dijaga kebersihammya dan diperiksa sampai sembuh. Selama waktu tersebut

21
hewan diberikan makanan lunak sehingga mudah dicerna dan diresepkan obat
antibiotik Amoxycillin, dan antiinflamasi Meloxicam selama lima hari. Pemberian
Amoxycillin bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder.
Amoxycillin mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotik
berspektrum luas serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme Gram positif dan
Gram negatif, diantaranya spesies Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella,
Shigella, Brucella, E Coli, Klebsiella dan Fungiformis spp (Brander, et al., 1991).
Selanjutnya luka operasi dibersihkan dengan iodine tincture 3%, diinjeksikan
penstrep dan kemudian dioleskan salep Gentamicin 1%. Pada hari ke lima jahitan
yang telah mengering dan menyatu dilepas dan diberikan bioplacenton salep pada
bekas jahitan.

C. Pemeriksaan Pasca Operasi


Monitoring pasca operasi secara intensif dilakukan 2- 6 jam setelah
operasi oleh karena masa recovery setelah pemberian ketamin sebagai anestesi
berlangsung selama 2-6 jam (Sawyer, 1982). Pembiusan dapat menurunkan
aktivitas metabolisme basal sehingga menurunkan suhu tubuh dibawah normal.
Pada umumnya, suhu tubuh mengalami penurunan oleh karena obat anastesi
bekerja pada pusat pengatur suhu tubuh di sistem syaraf pusat, sehingga suhu
tubuh dapat naik turun sesuai dengan pengaruh lingkungannya. Kondisi ini
disebabkan oleh tebal dan lebarnya kain penutup operasi, intensitas lampu operasi,
temperatur ruang operasi, proses anastesi, dan operasi yang lama (Sardjana dan
Kusumawati, 2004).
Respon hewan terhadap obat-obatan anastetik biasanya bervariasi, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Variasi tersebut dihubungkan dengan
perbedaan kecepatan metabolisme, distribusi dan eliminasi obat. Selain itu juga
tergantung pada perbedaan biologis antara lain berat badan, obesitas, umur, jenis
kelamin, spesies, status kesehatan, status nutrisi, dan temperatur tubuh sedangkan
fungsi respirasi dan kardiovaskuler hewan merupakan hal terpenting dari semua
faktor-faktor tersebut (Sardjana dan Kusumawati, 2004).

22
Temperatur anjing setelah operasi normal yaitu 38,8 ˚C. Menurut Surono
(2005), suhu normal anjing adalah 37,8-39,5 0C. Beberapa jam pasca operasi
sampai hari ke lima temperatur anjing berada pada kisaran normal. Ini berarti
kondisi anjing semakin membaik. Di samping itu sejak hari kedua anjing sudah
bisa jalan-jalan dan berlari serta mau makan dan minum dan juga feses normal
padat. Nafas dan pulsus anjing setelah operasi secara umum masih berada pada
kisaran normal yaitu 33 x/menit dan 110 x/menit. Sedangkan menurut Surono
(2005) nafas dan pulsus normal anjing berturut-turut adalah 24-42 kali/menit dan
76-148 kali/menit.
Selama pasca operasi, anjing Rain diberikan Elizabeth collar sebagai
pelindung agar jahitannya tidak digigit. Anjing diajak jalan-jalan setiap pagi dan
sore untuk menjaga metabolism tubuhnya agar menjadi lebih baik, selama pasca
operasi anjing Rain defekasi secara normal, kondisi feses padat dan urinasi juga
normal.
Proses kesembuhan luka dapat dibedakan menjadi proses kesembuhan
primer dan proses kesembuhan sekunder. Kesembuhan primer terjadi apabila
keadaan luka masih baru, pada luka yang diperbaharui, luka dalam keadaan
aseptik, luka yang tidak mengalami perdarahan lagi, tepi luka teriris licin dan
dipertemukan dengan jahitan atau cara lain, suplai darah pada dinding luka cukup
bagus, tidak ada jaringan mati pada tepi luka, harus ada proteksi terhadap infeksi
dan terhadap gangguan pada pertautan tepi lukanya (Fossum, 2002).
Mekanisme kesembuhan luka primer adalah sebagai berikut, apabila
terjadi kelukaan, darah akan mengalir dari pembuluh darah yang terpotong ke
tempat luka, darah kemudian menjendal. Dalam beberapa jam, bekuan darah pada
luka menjadi dehidrasi dan terbentuklah keropeng (scab) yang berfungsi
melindungi luka. Bersamaan dengan reaksi tersebut, permeabilitas kapiler dari
pembuluh darah yang terganggu akibat adanya luka permeabilitasnya menjadi
meningkat dan segera terjadi eksudasi dalam waktu 12 jam yang berisi RBC,
leukosit polimorfonuklear, makrofag dan fibrin mengisi luka. Selanjutnya, sel-sel
kolagen yang terdapat pada luka akan membengkak dan mengalami hialinisasi,
sehingga pada daerah luka akan terasa bengkak dan sakit. Jumlah sel

23
polimorfonuklear akan meningkat pada waktu 24 jam, diikuti dengan fragmentasi
pada 48 jam. Pada 25-72 jam aktifitas makrofag akan meningkat sehingga
jaringan mati didaerah luka sedikit demi sedikit akan dibuang. Peningkatan
fibroblas terjadi pada hari ke-3-5, dan menempatkan dirinya dalam posisi tegak
lurus pada arah irisan luka. Proses pada saat itu lebih cenderung pada fibrogenesis
sehingga disebut juga fase substrat. Setelah pembentukan matriks pada substansi
dasar (24 jam pertama) yang berfungsi untuk deposisi kolagen yang lebih efektif,
terjadi proliferasi epitel yang akan mempertautkan kedua tepi luka. Proses
kesembuhan primer berlangsung cukup singkat, dan hasilnya terjadi kesembuhan
seperti semula, baik keadaan fisik maupun fungsinya (Fossum, 2002).
Proses kesembuhan sekunder, mekanismenya mirip dengan proses
kesembuhan primer, namun merupakan proses kesembuhan yang lama dan
melibatkan terbentuknya jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah jaringan
bentukan baru yang secara komparatif lebih banyak mengandung sel dari pada
jaringan interseluler dan biasanya berwarna merah segar. Kesembuhan sekunder
terjadi pada luka yang lebar, atau luka dengan tepi luka yang tidak baik. Proses
kesembuhan dimulai dengan melibatkan fibroblas dan sel-sel endotelial yang
tumbuh memanjang. Sel endotelial berkembang membentuk tabung-tabung yang
kemudian satu sama lain akan saling beranastomosis membentuk pembuluh darah
(jaringan granulasi). Selanjutnya sel-sel epitelial berproliferasi, berkembang turun
kebawah bertemu dengan jaringan granulasi, membentuk anyaman saling mengisi
satu sama lain dan akhirnya menutup luka. Jaringan parut yang terbentuk oleh
interaksi jaringan granulasi dan sel epitelial yang berproliferasi akan mengalami
pematangan dalam kurun waktu lama, bersamaan dengan pembentukan kembali
jaringan konektiv (Fossum, 2002).
Proses kesembuhan luka pada anjing Rain dapat digolongkan sebagai
proses kesembuhan luka primer karena proses kesembuhannya relatif cepat dan
tepi luka menyatu cukup baik. Pada post operasi, jahitan atau luka bekas operasi
diberi betadine/iodine terlebih dahulu sebelum diberikan salep Gentamicin 1%.
Anjing Rain juga diresepkan obat yang diberikan secara per oral berupa Antibiotik
Amoxicillin, Antiinflamasi Meloxicam dan Vitamin.

24
Pengunaan antibiotik yang tidak benar dapat menyebabkan resistensi.
Resistensi adalah kemampuan bakteri dalam menetralisir dan melemahkan daya
kerja antibiotic (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/ XII/2011). Reeves (2007) mengatakan bahwa antibiotik
adalah obat yang berasal dari seluruh atau dari bagian tertentu suatu
mikroorganisme dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Antibiotika tidak
efektif untuk melawan virus. Antibiotik selain membunuh mikroorganisme atau
menghentikan reproduksi bakteri dapat membantu sistem pertahanan alami tubuh
untuk mengeleminasi bakteri tersebut.
Amoxicillin adalah turunan penisilin, antibiotik ini golongan β-laktam
yang sering digunakan pada kasus infeksi, seperti Staphycoccus aureus karena
absorsi per oral yang baik. Amoxicillin dapat bekerja sebagai bakterisida dengan
menghambat sintesa dinding sel bakteri dan bekerja untuk bakteri yang spektrum
luas yaitu gram positif dan gram negatif. Amoxicilin akan mengasilasi enzim
transpeptidase yang beperan membentuk ikatan silang antar peptidoglikan pada
pembentukan dinding sel sehingga sel bakteri mati akibat lisis (Setiawati, 2015).
Menurut Plumb’s (2008), meloxicam dapat digunakan dalam waktu jangka
pendek (injeksi dosis tunggal) untuk anjing yang berfungsi untuk mengontrol rasa
sakit pasca operasi dan peradangan yang terkait dengan bedah ortopedi dan
ovariohisterektomi. Meloxicam hamper sama dengan NSAID lainnya yang
memiliki aktivitas anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Pada anjing
meloxicam akan diserap dengan baik setelah pemberian melalui oral. Meloxicam
penggunaannya aman karena penggunaannya belum dievaluasi pada anjing yang
berusia kurang dari 6 bulan, tetapi tidak digunakan pada anjing dengan ulserasi,
dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang menderita gangguan hati,
jantung atau fungsi ginjal dan gangguan hemoragik. Efek samping yang umum
dilaporkan adalah muntah, feses lunak, diare, dan insetensia merupakan efek
samping yang paling umum telah dilaporkan.
Vitamin adalah asupan organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh
sehingga perlu diberikan dari makanan. Vitamin C adalah vitamin yang larut

25
dalam air, secara tunggal dapat menghambat proses oksidasi. Vitamin C memiliki
struktur sangat mirip dengan glukosa. Vitamin C bersifat hidrofilik dan berfungsi
paling baik pada lingkungan air sehingga merupakan antioksidan utama dalam
plasma terhadap serangan radikal bebas dan juga berperan dalam regenerasi sel
(Sulistyowati, 2006).

Resep
R/ Amoxicilin 500 mg
m.f pulv dtd da in caps no X
S b.d.d. 1 caps PO
paraf

R/ Meloxicam 5 mg
Selkom C 1/3 kap
m.f pulv dtd da in caps no V
S d.d. 1 caps PO
paraf

R/ Gentamicin Salf 1 Tube


s.u.e
paraf

pro : Rain
Pemilik : Ines

26
KESIMPULAN

Berdasarkan operasi yang telah dilaksanakan hingga perawatan pasca


operasi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Cystotomy pada hewan diindikasikan untuk penanganan kalkuli vesicae,
neoplasia atau terapi akibat traumatik pada vesica urinaria.
2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi diantaranya persiapan dan
perawatan post operasi yang baik dan benar.
3. Pelaksanaan operasi yang aseptis dan ketelitian dalam perawatan pasca
operasi juga berpengaruh pada kesembuhan pasien.
4. Penggunaan anastesi umum pada pelaksanaan cystotomy sangat
mempermudah dan memberikan hasil yang baik.
5. Cystotomy pada anjing Rain berhasil dengan kesembuhan luka primer karena
proses kesembuhannya relatif cepat dan tepi luka dapat bertaut dengan baik.
Kesembuhan luka yang terjadi adalah kesembuhan primer.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Anatomi Sistem Urogenital Anjing Betina.


http://www.vetmed.wsu.edu/cliented/anatomy/dog_ug.aspx (diakses 12
Desember 2012).
Archibald, J., 1974. Canine Surgery. 2nd ed. Veterinary Publications. Inc. Santa
Barbara California.
Bojrab, J. M. 1975. Current Techniques in Amall Animal Surgery. Firs edition.
Lea and Febiger. Philadelphia.
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J., and Jenkins, W.L., 1991. Veterinary
Applied Pharmacologt and Therapeutics, 5th ed., bailere, Tindal.
David Diamond, (2009). Cystotomy in Dogs. http://www.petplace.com/dogs/
cystotomy-in-dogs/page1.aspx
Dellman, 1992. Buku Teks Histologi Veteriner, Edisi Ketiga. Universitas Indonesi
Press Jakarta. PP 437-441.
Donald, CS. 1982. The Practice of Small Animal Anathesia. WB Saunders
Company: Philadelpia.
Ettinger, S.J., 1975. Textbook of Veterinary Internal Medicine Volume 2. Third
Saunder Co., Philadelphia. Hal. 2036, 2083-2104.
Fathahillah, S. 2006. Urolithiasis. www.emedicine.com
Fossum, Theresa Welch, 2002, Small Animal Surgey 2nd edition, Mosby, Texas
Frandson, 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak, edisi ke-4 Gadjah Mada
University Press.
Hall, LW. 1977. Veterinary Anastesia and Analgesia 7th edition. The English
Language Book Society and Baillire Tindall. London
Kumar, A., 1997. Veterinary Surgical Technique, Vikas Publising Hause, New
Delhi, India
Kusumawati, D dan I.K.W. Sardjana,. 2004. Anestesi Veteriner. Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
LeMone, P, Burke, Karen, 2008, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in
Client Care (4th Edition), New Jersey: Prentice Hall Health
Lumb, W.V., and Jones, E.W., 1984. Veterinary Anasthesia, second edition,
Lea&Febiger, Philadelphia.
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan
Bergambar (edisi 2) (Agus, A., penerjemah). Jakarta: Widya Medika.
(Buku asli diterbitkan 1995).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES
/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika.
Plumb’s, D. C. 2008. Veterinary Drug Handbook 6th Edition. Lowa. Blackwell
Publishing.
Reeves, J.C, Gayle, R., dan Lockhart, R., 2007. Keperawatan Medikal Bedah.
Edis Pertama. Salemba, Jakarta.
Robbins, S. L., Cotran, R. S., and Kumar, V., 1984. Pathologic Basic Deseases,
Third Edition. Ed. W. B. Saunders Co., Philadelpia, London, Toronto,
Mexico, Rio de Jenairo, Sydney, Tokyo: 40-81. Surono. 2008. Petunjuk

28
Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKH-UGM
Setiawati A. 2015. Peningkatan resistensi kultur bakteri Staphylococcus aureus
terhadap amoxicillin menggunakan metode adaptif gradual. Jurnal
Farmasi Indonesia. 7 (3). Yogyakarta.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan
(vitamin c, vitamin e dan gluthathion peroksidase) tikus (Rattus
norvegicus galur Sparague Dawley) hiperkolestrolemik. Universitas
Diponogoro.
Tennant, B. 2002. BSVA Small Animal Formulary 4th. British Small Animl
Veterinary Association: England.

29

Anda mungkin juga menyukai