Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rectal
lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranium (di luar rongga
kepala).
Anak yang pernah kejang tanpa deman dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu
tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.
Beberapa faktor penting pada kejang demam adalah demam, umur, dan genetik.
Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Sedangkan faktor genatik
yaitu pada orang tua dan saudara kandung dan umur meliputi perkembangan
terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
nutrisi rendah.
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran napas atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-
kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

97
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi pada peningkatan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 30oC) yang disebabkan oleh proses ekstracranium.
(Ngastiyah, 2000).
Kejang adalah malfungsi dari system listrik otak yang terjadi karena
muatan neuron kortikal. Kejang dapat bermanifestasi sebagai konvulsi
(kontraksi dan relaksasi otot involunter). Perubahan pada perilaku, sensasi,
atau persepsi, halusinasi visual dan auditorius serta perubahan kesadaran atau
tidak ssadar. (Donna L. Wong, 2003).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
(FKUI, 2002).
Kejang demam adalah kejang umum yang memiliki pencetus dan
terjadi pada penyakit demam akut pada anak yang sehat. Kejang demam dapat
diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan kompleks. (M.
William Schwartz, 2004).

II. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi,
kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menimbulkan kejang.
Faktor penting pada kejang demam adalah demam, umur, genetic,
prenatal dan perinatal.

98
III. PATOFISIOLOGI

INFEKSI

SUHU TUBUH MENINGKAT

KESEIMBANGAN MEMBRAN
SEL NEURON TERGANGGU

DIFUSI IOM K+ & Na+


TERGANGGU

MUATAN LISTRIK LEPAS DAN


MENYEBAR BERLEBIHAN KE
SELURUH TUBUH

KEJANG

JIKA TERJADI LAMA &


BERLUBANG

KERUSAKAN DI MEDIAL
LOBUS TEMPORALIS

KELAINAN ANATOMIS OTAK

EPILEPSI
PERKEMBANGAN
MENTAL & NEUROLOGI
TERGANGGU

Gg. TNTELEK BELAJAR IQ <

99
IV. MANIFESTASI KLINIS
a. Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik tonik
bilateral.
b. Mata terbalik ketas dengan disertai kekakuan atau kelemahan.
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal.
d. Umumnya berhenti sendiri setelah terjadi kejang.
e. Berlangsung sebentar tidak lebih dari 15 menit.
f. Kejang dapat disertai hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari.
g. Suhu tubuh mencapai 390c atau lebih.
h. Kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit.
i. Mengantuk singkat pasca kejang.
j. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan
penyebab organic (infeksi/toksik).

 Livingston membagi kejang demam atas 2 golongan yaitu:


1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsy yang di propokasi oleh demam (epilepsy triggered off fever)

Disub bagian anak FKUI-RSCM Jakarta criteria Livingtone tersebut setelah


dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana yaitu:

1. Umum anak ketika kejang anatara 6 bulan sampai 4 tahun.


2. Kejang berlangsung hanay sebentar saja tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
6. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang nrekuensi kejang
bangkitan dalam 1 minggu tidak melebihi 4 kali.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan ciran serebrospinal
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis terutama pada
pasien kejang demam yang pertama.
2. Elektroensefalografi (EEG)
Tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam yang pertama.

100
3. Pemeriksaan laboratorium rutin
4. Pungsi Lumbal
Harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan untuk melihat
apakah terjadi meningitis karena pada bayi-bayi tersebut seringkali kejala
meningitis tidak jelas.
5. Pemeriksaan CT Scan atau MRI
Pada pengamatan kejang adalah controversial. Hasilnya pada penggunaan
rutin tindakan ini pada penderita dengan kejang tanpa demam pertama dan
pemeriksaan neurologis normal dapat diabaikan, dengan demikian CT
Scan atau MRI harus dicadangkan untuk penederita yang adanya dicurigai
Lesi intrackranial atas dasar riwayat atau pemeriksaan neurologis
abnormal.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Jangan panik.
2. Mulut dimasukan tong spatel yang sudah dibalut kasa untuk menceganh
agar lidah tidak tergigit.
3. Miringkan posisi kepala untuk mencegah aspirasi.
4. Seluruh badan di lap dengan air hangat di kipas sampai panas tubuhnya
turun.

Faktor yang perlu dikerjakan

1. Memberantas kejang secepat mungkin


a. Pemberian diazepam bila pasien datang dalam kedaan status
konvulsivus.
b. Jika tidak ada diazepam dapat diberikan fenobarbital secara
intramuscular denga dosis :
 Awal pada bayi baru lahir 30 mg/kg/kali
 Bayi berumur 1 bulan / 1 tahun 50 mg/kg/kali
 Satutahun ketas 75 mg/kg/kali
2. Pengobatan penunjang
a. Semua pakaian ketat di buka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
c. Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen,
bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
3. Pengobatan ruatan
a. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, pasien
yang menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran

101
antikonvulsan dan antipiretik yang harus diberikan kepada anak bila
menderita demam lagi.
b. Profilaksis jangka panjang.
c. Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis
terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah pasien untuk mencegah
terulangnya kejang dikemudian hari. Obat yang dipergunakan untuk
Profilaksis jangka panjang adalah :
 Fenobarbital : 4-5 mg/kg BB/hari.
Efek samping : kelainan otak, irritable, hiperaktif, pemarah, dan
agresif.
 Asam Valvorat : 15-40 mg/kg BB/ hari.
Efek samping : hepatoksik, namun tidak menyebabkan kelainan
watak.
4. Mencari dan mengobati penyebab
5. Penyebab kejang demam biasanya adalah infeksi respiratotius bagian atas
atau otitis media. Oleh karena itu pemberian antibiotik yang adekuat perlu
untuk mengobati penyakit tersebut.

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Kaji riwayat kesehatan sekarang dan masa lalu, terutama yang
berkaitan dengan neonatal,orenatak dan perinatal.
b. Kaji riwayat aktivitas kejang yang mencangkup lembaran perilaku
anak selama kejang, waktu ketika kejang terjadi, adanya foktor
pencetus,durasi perkembangan.
c. Lakukan pengkajian fisik dan neurologis.
d. Lakukan pemerikasaan diagnostic.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.
b. Hipertermi berhubungan dengan penurunan basal metabolisme,
penyakit, dehidrasi.
c. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
d. Resiko tinggi cidera, hipoksia dan aspirasi berhubungan dengan
aktivitas motorik dan kehilangan kesadaran ( kejang tonik klonik).
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh.
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit kronis.

102
h. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakit.

3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI


a. Hipertermi berhubungan dengan penurunan basal metabolisme,
penyakit, dehidrasi.
TUJUAN : Suhu tubuh anak kembali normal
KH : Suhu tubuh N. (36-370c)
Turgor kulit normal
Membrane mukosa bibir lembab

Intervensi
 Monitor suhu tubuh dan tanda-tanda vital
R/ untuk mengetahui adanya perubahan pada klien
 Berikan antipiretik (acetaminophen) sesuai indikasi
R/ antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam
 Pakaikan pakaian tipis pada anak
R/ untuk mempermudah pemindahan panas secara konveksi
untuk menurunkan panas
 Menggunakan tapid bath sesuai indikasi
R/ mandi air hangat atau tapid dapat menurunkan panas

Implementasi
 Memonitor suhu tubuh dan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan bila
periu.
 Memberikan obat antipiretik sesuai indikasi, memonitor
effektivitas obat 30-60 menit sesudah pemberian obat.
 Memakai pakaian yang tipis pada anak untuk mempermudah
perpindahan suhu tubuh secara konveksi.
 Menggunakan tapid baht sesuai indikasi (suhu 400c)

Evaluasi
 Anak dapat mempertahankan suhu tubuh normal.
 Mendomonstrasikan atau mengekspresikan rasa nyaman.
 Dapat bermain atau beraktivitas seperti biasanya dan istirahat
yang cukup.

b. Resiko tinggi terjadinya kerusakan sel otak berhubungan dengan


kejang.
Tujuan : Kerusakan sel otak tidak terjadi
KH : Aliran darah ke otak lancer, peredaran oksigen ke otak tidak
terganggu

103
Intervensi
 Baringkan pasien ditempat yang rata, miringkan kepala dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibalut dengan kassa.
R/ Untuk mencegah cedera pada anak, aspirasi isi lambung
 Singkirkan benda-banda yang ada di sekitar pasien lepaskan
pakaian yang menggangu.
R/ untuk mengurangi resiko cidera pada anak dan mamudahka
aliran pernapasan.
 Isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh sampai 4L/menit.
R/ kekurangan oksigen pada anak dapat mengakibatkan kerusakan
otak dan dapat terjadi kelumpuhan sampai denga retardasi mental
bila kerusakan berat.

Implementasi

 Membaringkan pasien di tempat yang rata,


 Menyingkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien dan
melepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan
 Menghisap lendir sampai bersih dan memberikan oksigen sesuai
kebutuhan.

Evaluasi

 Tidak terjadi kerusakan pada sel otak


 Tidak terjadi gangguan pemenuhan oksigen
 Kejang tidak terjadi

c. Resiko tinggi cidera, hipoksia dan aspirasi berhubungan dengan


aktivitas motorik dan hilangnya kesadaran (kejang tonik klonik)
Tujuan : Cedera, hipoksia dan aspirasi tidak terjadi.
KH : Anak tidak mengalami cedera fisik ataupun mental anak
tidak menunjukan tanda-tanda aspirasi RR dalam batas
normal.

Intervensi

 Hitung lamanya kejang


R/ untuk menentukan durasi kemungkinan hipoksia
 Jangan berusaha merenstrain anak atau menggunakan paksaan.
R/ untuk mencegah cidera anak atau diri sendiri
Cegah anak dari membenturkan kepala pada obyek yang keras
R/ dapat menyebabkan cedera selama sentakan otot tidak
terkontrol
 Bila mungkin posisikan anak dengan kepala pada garis tengah.
R/ untuk nemingkatkan ventilasi yang adekuat

104
 Pertahankan agar penghalang tempat tidur tetap terpasang.
R/ untuk menghindari jatuh.

Implementasi

 Menghitung lamanya kejang


 Tidak menstrain anak dan menggunakan paksaan
 Mencegah anak dari membenturkan kepala pada objek yang
keras
 Memberikan posisi dengan kepala pada garis tengah
 Mempertahankan agar penghalang tempat tidur tetap terpasang.

Evaluasi
 Kejang tidak terjadi
 Cidera tidak terjadi
 Hipoksia dan aspirasi tidak terjadi.

105
DAFTAR PUSTAKA

Broyles, bonita E, nursing care of children principles and parciece, North


California, 1997 , division of harcout Brace and Company

Spearkathel morgar (1999), pediatric care planning, edisi 3, springhouse


cooperation.pennsylvania: springhouse

Wong, donna, L, pedoman klinis keperawatan pediatric,edisi 4.Jakarta: EGC,2003

106
107

Anda mungkin juga menyukai