Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan
kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan di wujudkan melalui suatu
usaha atau tindakan. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan baik keseimbangan fisiologi
maupun psikologos. Ada beberapa factor yang mempengaruhi kebutuhan dasar
manusia yaitu :
1. Penyakit adalah keadaan sakit maka beberapa fungsi organ tubuh
memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2. Hubunga keluarga,hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya.
3. Konsep diri,terutama konsep diri yang positif memberikan makna dan
keutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat memberikan perasaan
yang positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang dirinya
akan mudah berubah,mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan
cara hidup yang sehat sehingga lebih mudah memenuhi kebutuhan
dasarnya.
4. Tahap perkembangan,setiap tahap perkembangan,manusia mempunyai
kebutuhann yang berbeda ,baik kebutuhan biologis,psikologis,social,
maupun spiritual.
Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama, walauun setiap
oranng memiliki perbedaan dalam bidang social,budaya,persepsi dan
pengetahuan. Secara umum kebutuhan dasar setiap manusia sesuai dengan
tingkat prioritasnya. Sebagian pemenuhan kebutuhan dasar dapat ditunda
walaupun umumnya harus dipenuhi.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dari rasa aman ?
2. Bagaimana konsep dari rasa nyaman ?
3. Apa saja factor yang mempengaruhi rasa aman dan nyaman ?
4. Apa itu kehilangan dan berduka ?
5. Apa yang dimaksud dengan penyakit kronis ?
6. Apa yang dimaksud dengan terminal ?
7. Bagaimana kecemasan itu ?
8. Bagaimana manajemen stress ?
9. Bagaimana procedural dari pembersihan lingkungan pasien (perbed) ?
10. Bagaimana procedural mencuci tangan aseptik dan anti septik?
11. Bagaimana procedural menggunakan apd,barak scort,sarung
tangan,dan penutup kepala ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dari rasa aman
2. Untuk mengetahyi konsep dari rasa nyaman
3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi rasa aman dan nyaman
4. Untuk mengetahui kehilangan dan berduka
5. Untuk mengetahui penyakit kronis
6. Untuk mengetahui apa itu terminal
7. Untuk mengetahui apa itu kecemasan
8. Untuk mengetahui bagaimana manajemen stress
9. Untuk mengetahui procedural pembersihan lingkungan pasien (perbed)
10. Untuk mengetahui procedural mencuci tangan aseptic dan anti
septic
11. Untuk mengetahui procedural menggunakan apd, barak scort
,sarung tangan , dan penutup kepala ?
1.4 MANFAAT`
1. Untuk memahami konsep dari rasa aman

2
2. Untuk memahami konsep dari rasa nyaman
3. Untuk memahami factor yang mempengaruhi rasa aman dan nyaman
4. Untuk memahami kehilangan dan berduka
5. Untuk memahami penyakit kronis
6. Untuk memahami apa itu terminal
7. Untuk memahami apa itu kecemasan
8. Untuk memahami bagaimana manajemen stress
9. Untuk memahami procedural pembersihan lingkungan pasien (perbed)
10. Untuk memahami procedural mencuci tangan aseptic dan anti
septic
11. Untuk memahami procedural menggunakan apd, barak scort
,sarung tangan , dan penutup kepala ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP RASA AMAN


Menurut koziar (2010), mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan
bebas dari segalah fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
2.1.1 Klasifikasi Kebutuhan Rasa Aman
1. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan
mengurangi atau mengelurkan ancaman pada tubuh atau kehidupan.
Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya, pada
lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap
komplikasi seperti infiksi, oleh karena itu bergantung pada
profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil
prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis.
Misalnya, seorang perawat atau tenaga kesehatan lain mungkin
perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur
sebelum memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi. (Potter&Perry, 2005).
2. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia
harus memahami apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk
anggota keluarga dan profesional pemberi perawatan kesehatan.
Seseorang harus mengetahuai apa yang diharapkan dari prosedur,
pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam
lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman

4
keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak
dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu
memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis merekat
tanpa bantuan dari profesional pemberi perawatan kesehatan.
Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih renta untuk
terancam kesejahteraan fisik dan emosinya, sehingga intervensi
yang dilakukan perawat adalah untuk membantu melindungi
mereka dari bahaya. (Potter&Perry, 2005).
2.1.2 Lingkup Kebutuhan dan Keamanan
Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan
psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan
dan kelangsungan hidup klien.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan
terhadap oksigen, kelembaban yang optimum, nutrisi, dan suhu
yang optimum akan mempengaruhi kemampuan seseorang.
a. Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan di rumah adalah sistem
pemanasan yang tidak berfungsi dengan baik dan pembakaran
yang tidak mempunyai sistem pembuangan akan
menyebabkan penumpukan karbondioksida.
b. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan
keamanan klien, jika kelembaban relatif tinggi maka
kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat.
c. Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan
tepat atau benda yang dapat menyebabkan kondisi-kondisi

5
yang tidak bersih akan meningkatkan resiko infeksi dan
keracunan makanan.
2. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan
a. Di rumah
b. Di RS : Mikroorganisme
c. Cahaya
d. Kebisingan
e. Cedera
f. Kesalahan prosedur
g. Peralatan medik, dll

3. Cara Meningkatkan Keamanan pada Pasien

a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri


b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
c. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
d. Penghalang sisi tempat tidur
e. Bel yang mudah dijangkau
f. Meja yang mudah dijangkau
g. Kereta dorong ada penghalangnya
h. Kebersihan lantai
i. Prosedur tindakan

2.2 KONSEP RASA NYAMAN


Potter & Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti
dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

6
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah
lainnya.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASA AMAN DAN
NYAMAN
Potter & Perry, 2006 menyebutkan bahwa keamanan adalah kondisi
bebas dari cedera fisik dan psikologis . Keselamatan adalah suatu keadaan
seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan.
Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dilakukan untuk menjaga
tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau petugas lainnya
yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Faktor yang mempengaruhi
keamanan dan keselamatan meliputi:
1. Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan
mudah mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
2. Status Mobilisasi
Status fisik dengan keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan
otot, dan kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko cedera
3. Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi
terhadaprangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan
penglihatan.
4. Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit
5. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran yang menurun, pasien koma menyebabkan
responterhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur.

7
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak
diterima dengan baik.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan
dapat diprediksi sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan
mudah menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko
terhadap penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok
usia anak-anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri.
2.4KEHILANGAN DAN BERDUKA
2.4.1 KEHILANGAN
1. Definisi Konsep Kehilangan
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Kehilangan adalah
penarikan sesuatu dan/atau seseorang atau situasi yang berharga/
bernilai, baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi.
Kehialangan pribadi adalah segala kehiolangan signifikan yang

8
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi
apabila sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba,
diketahui, atau dialami. Tipe dari kehilangan memengaruhi tingkat
distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan
distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka. Namun perawat
harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang
kehilangan sangat bersifat indivisualistis.
Kehilangan dan kematian adalah realistas yang sering terjadi
dalam lingkungan asuhan keperawatan. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan berduka. Ketika merawat klien dan
keluarga, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan, atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi memengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien
dan keluarganya selama kehilangan dan kematian. Kehilangan adalah
situasi actual atau potensial ketika sesuatu yang dihargai, telah berubah,
tidak lagi ada, atau menghilang. Seseorang dapat kehilangan citra
tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik
pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun
keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau
tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatic. Dalam
persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme koping, dan
sistempendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap respons individu
dalam menghadapi proses kehilangan tersebut. Apabila proses
kehilangan tidak dibarengi dengan koping yang positif atau penanganan
yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan
individu atau part of being matur-nya.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Menurut Lambert dan Lambert (1985) kehilangan adalah

9
suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan.
Kehilangan yang bersifat actual ini mudah diidentifikasi.
1. Sumber Kehilangan
Beberapa sumber kehilangan antara lain:
1) Aspek diri
Kehilangan pada aspek diri dapat meliputi kehilangan
anggota tubuh (missal ekstremitas atas akibat kecelakaan),
kehilangan fungsi fisiologis organ, kehilangan aspek psikologis,
atau hambatan pada tumbuh kembang.
2) Objek eksternal
Kehilangan objek eksternal dapat meliputi kehilangan
objek hidup (missal hewan kesayangan) atau objek tak hidup
(misal harta benda).
3) Lingkungan yang dikenal
Kehilangan ini meliputi kehilngan lingkungan yang biasa
dikenal oleh klien, misalnya lingkungan fisik yang ditempati
oleh klien atau libngkungan yang pernah ditinggali oleh klien,
dan telah menjadi bagian dari kehidupannya. Respons ini
biasanya muncul apabila terjadi musibah banjir, badai, tanah
longsor yang menyebabkan hilangnya suatu tempat atau daerah
yang dicintai.
4) Orang yang dicintai
Kehilangan orang yang dicintai sifatnya dapat menetap atau
sementara. Kehilangan menetap contohnya adalah kematian
orang tua, anak, suami/ istri,sanak saudara, dan lain-lain.
Sementara kehilangan yang sifatnya sementara contohnya
ketidakmampuan menjalankan peran karena sakit. Respons
dalam menghadapi peristiwa kehilangan yang menetap dalam

10
proses tumbuh kembang normal dapat diantisipasi melalui proses
kematangan psikologis, atau melalui pengalaman sebelumnya.
2. Jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan. Yaitu:
1) Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang
telah menjadi using, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena
bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki
orang tersebutterhadap benda yang dimilikinya dan kegunaan
dari benda tersebut.
2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah
dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional.
3) Kehilangan orang terdekat/orang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna
atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat
stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa
dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Oleh karena
keintiman, intesitas, dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan
yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi. Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-
anak, saudara kandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan
rekan kerja. Artis atau atlet yang terkenal mungkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa

11
banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang
terdekat.
4) Kehilangan aspek diri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan ada;ah kehilangan diri atau
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan
terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental,
peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek
diri munhgkin sementara atau menetap, sebagian atau komplet.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologi, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat
mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, payudara.
Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control
kandung kemih atau usu, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilanagn fungsi psikologis mencakup kehhilangan
ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek
atau cinta, perkembangan, atau situasi. Kehilanagn seperti ini
dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak
hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan, tetapi juga dapat
mengalami perubahan permanendalam citra tubuh dan konsep
diri.
5) Kehilangan hidup
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan,
pikiran, dan respons pada kegiatan dan orang di sekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespons berbeda tentang kematian. Doka (1993)
menggambarkan respons terhadap penyakit yang mengancam
hidup ked lam empat fase. Fase prediagnostik terjadi ketika
diketahui ada gejala klien atau factor risiko penyakit. Fase akut

12
berpusat pada krisis diagnosis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusan, termasuk medis interpersonal, psikologis
seperti halnya cara menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase
kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya,
yang sering melibatkan serangkaian krisis yang diakibatkannya.
Akhirnya terjadi pemulihan atau fase terminal. Kadang dalam
fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami pemulihan.
Klien yang mengalami fase terminal ketika kematian bukan lagi
halnya kemungkinan, tetapi itu sudah pasti terjadi. Pada setiap
hal dari penyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan
kehilangan yang beragam dan terus berubah.
Selain itu ada jenis-jenis kehilangan, yaitu:
a) Fisik atau actual
Jenis kehilanag ini sifatnya nyata dan dapat dikenali oleh orang
lain. Jadi orang lain dapat merasakan apa yang terjadi pada orang
tersebut.
b) Psikologis
Jenis kehilangan ini sifatnya abstrak dan tidak dapat
dilihat oleh orang lain, hanya yang mengalaminya yang bisa
merasakan. Besarnya beban yang dirasakan bergantung pada
beratnya kehilangan atau berartinya objek yang hilang.
c) Antisipasi
Jenis kehilangan ini sebenarnya dapat diantisipasi. Tapi
kebanyakan orang yang mengalami kondisi tersebut kerap
menunjukkan perilaku yang sama seperti orang yang kehilangan
atau berduka, walaupun hal itu belum terjadi pada mereka.
3. Sifat Kehilangan
1) Tiba-tiba (tidak dapat diramal)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah
pada pemulihan berfuka yang lambat. Kematian karena tindak

13
kekerasan, bunuh diri, pembunuhan, atau pelalaian diri akan sulit
diterima.
2) Berangsur-angsur (dapat diramal)
Penyakit yang sangat emnyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional. Klien yang mengalami sakit selama enam bulan atau
kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan orang lain, mengidolasi diri mereka lebih
banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan pada makna
kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima
bantuan memengaruhi apakah yang berduka akan mampu
mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan memengaruhi
dukungan yang diterima.
4. Tips Kehilangan
a) Actual loss, yaitu kehilangan yang dapat dikenal atau
diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan.
b) Perceived loss (psikologis), yaitu perasaan individual,
tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat diraba atau
dinyatakan secara jelas.
c) Anticipatory loss, yaitu perasaan kehilangan terjadi
sebelum kehilangan terjadi. Individu memperhatikan perilaku
kehilangan dan berduka untuk kehilangan yang akan
berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggita) menderita sakit terminal.
5. Rentang Respons Kehilangan
1) Fase peningkatan (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok,tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, denganmengatakan,

14
“tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin
terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosis dengan
penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah letih, lemah,
pucat, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah, dan tidaktahu harus berbuat apa. Reaksi ini
akan berakhir beberapa menit atau beberapa tahun.
2) Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa
marahyang meningkat yang sering diproyeksikan kepada
orang lain atau pada dirinya. Tidak jarang ia menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan,
menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respons fisik
yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tanagn mengepal.
3) Fase tawar-menawar (bargaining)
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan
memohon kemurahan pada Tuhan. Respons ini sering
dinyatakan dengan kata-kata “Kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Jika di keluarga
maka pernyataannya yang sering keluar, “ kalau saja yang
sakit, bukan anak saya”.
4) Fase depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang

15
ditunjukkan antara klien menolak makan, ssah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
5) Fase penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat kepada objek atau orang yang
hilang akan berkurang atau hilang. Individu telah menerima
kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang objek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatiannya akan beralih kepada objek yang baru. Fase ini
biasanya dinyatakan dengan “apa yang dapat saya lakukan
agar cepat sembuh?”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan akan menerima
kehilangan dengan damai, maka mereka akan mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Apabila tidak, maka ia
akan memengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.
6. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan
Ada beberapa factor yang memengaruhi reaksi kehilangan antara
lain:
 Perkembangan
 Keluarga
 Factor sosial ekonomi
 Pengaruh cultural
 Agama
 Penyebab kematian
2.4.2 BERDUKA
1. Definisi Konsep Berduka
Berduka adalah reaksi emosional individu terhadap peristiwa
kehilangan, biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam

16
bentuk perilaku, perasaan, dan pikiran. Berduka adalah proses
mengalami reaksi psikologis, sosial, dan fisik terhadap kehilangan
yang dipersepsikan (Rando, 1991). Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
sedih, gelisah, cemas, sesak napas, susah tidur, dan lain-lain. NANDA
merumuskan dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespons kehilangan yang
actual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek,
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responsnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara actual maupun potensial, hubungan, objek, dan
ketidakmampuan fungsional,
Tujuan berduka adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif
dengan mengintegrasikan kehilangan ke dalam pengalaman hidup
klien. Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas berduka yang
memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper
(1987) merancang tugas dalam akronim “TEAR” sebagai berikut.
a) T – untuk menerima realitas dari kehilangan.
b) E – mengalami kepedihan akibat kehilangan
c) A – menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang,
benda, atau aspek diri yang hilang
d) R – memberdayakan kembali energy emosional ke dalam
hubungan yang baru
1. Respons Berduka
Ada dua respons berduka khusus, pertama, berduka adaptif termasuk
proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan
pengenalanpsikososial. Hal ini dimulai dalam merespon terhadap
kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang

17
kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa
mendatang. Berduka yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima
diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh,
seperti ada lupus eritromatosus sistemik. Klien merasa sehat ketika
didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi
kehilangan di masa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam
situasi seperti ini, berduka adaptif dapat mendalam lama dan dapat
terbuka. Berduka adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas
harapan impian, dan harapan terhadap masa mendatang. Kedua,
berduka terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
yang dapat atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau
didukung secara sosial. Berduka mungkin terselubung dalam situasi
yaitu hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak
didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Berduka ini mencakup
teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan
nontradisional, seperti hubungan di luar perkawinan. Keunikan dari
berduka terselubung menimbulkan situasi yakni perawat sering
menjadi pengganti sosial dan kekeluargaan bagi klien.
2. Teori dan Proses Berduka
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
a. Teori Engel
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal, yaitu:

18
I.Fase I (syok dan tidak percaya)
Respons perilaku yang muncul, seseorang menolak kenyataan
atau kehilangan dan mungkin menarik diri, mengalami perasaan kaget,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan, menerima situasu secara
intelektual tetapi menolaknya secara emosional. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaphoresis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia, dan kelelahan.
II.Fase II (berkembangnya/membangun kesadaran)
Respons perilaku yang muncul, seseorang mulai merasakan
kehilangan secara nyata/akutr dalam arti realita kehilangan mulai
memasuki alam sadar dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan
mungkin diarahkan pada lembaga, perawat, atau orang lain, perasaan
bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Melakukan ritual berkabung misalnya pemakaman.
III.Fase III (restitusi)
Respons perilaku yang mucul, berusaha mencoba untuk sepakat/
damai dengan perasaan yang hampa/kosong yang menyakitkan, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima kehadiran objek baru
untuk menggantikan orang atau objek yang telah hiklang, dapat
menerima hubungan yang lebih mantap dengan individu pendukung,
memikirkan, dan membicarakan kenangan tentang objekyang telah
hilang.
IV.Fase IV (idealization)
Respons perilaku yang muncul, menekan seluruh perasaan yang
negative dan bermusuhan terhadap almarhum, menciptakan gambaran
tentang objek yang hilang. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
dengan sikap tak peduli atau sikap kasar yang pernah ditujukan pada
orang yang telah meninggal, tanpa sadar menginternalisasikan kualitas
positif yang terdapat pada diri orang yang telah meninggal, kenangan

19
akan objek yang hilang tidak terlalu membangkitjan kesedihan,
menuangkan perasaan kepada orang lain.
V.Fase V (reorganization/ the outcomes)
Respoms perilaku yang muncul, perilaku dipengaruhi oleh beberapa
factor, nilai objek yang hilang sebagai sumber dukungan, derajat
kebergantungan pada hubungan, derajat ambivalensi terhadap objek
yang hilang, jumlah dan karakteristik hubungan yang lain, serta jumlah
dan karakteistik pengalaman berduka (yang cenderung kumulatif),
kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Dengan demikian, pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat
menerima kondisinya. Baru kesadaran itu berkembang.
b. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut lima tahap, yaitu:
i.Fase menyangkal (denial), respons individu selama fase ini
adalah menunjukkan sikap tidak percaya dan tidak siap dalam
menghadapi peristiwa kehilangan. Reaksi fisik dapat mencakup
pingsan/syok, menangis, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung
cepat, gelisah, insomnia dan keletihan, tidak bergairah, serta
menunjukkan kegembiraan yang dibuat-buat. Tugas perawat selama
fase ini adalah memberikan dukungan secara verbal.
ii.Fase marah (anger), respons individu selama fase ini adalah
individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mengalami keputusasaan yang bersifat iritabel. Secara mendadak
terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi, dan kehampaan.
Biasanya, kemarahan tersebut diproyeksikan pada benda atau orang
dan ditandai dengan suara keras, meledak-ledak, tangan mengepal,
muka merah padam, perilaku agresif, gelisah, nadi cepat, dan napas
tersengal-sengal. Tugas perawat adalah membantu klien memahami
bahwa rasa marah selama fase ini adalah normal, mencegah klien

20
mengalami depresi akibat kemarahan yang tidak terkontrol, mencari
alternative kebutuhan yang lebih berarti di saat marah, menganjurkan
klien untuk mengontrol emosi, atau mengendalikan perasaannya.
iii.Fase tawar-menawar (bargaining), respons individu selama fase ini
adalah mulai mengungkapkan rasa marah terhadap peristiwa
kehilangan yang terjadi, melakukan tawar-menawar, mengekspresikan
rasa bersalah dan rasa takut terhadap hukuman untuk dosa-dosanya di
masa lalu, baik nyata maupun imaginasi.tugas perawat selama fase ini
adalah mendengarkan dengan penuh perhatian, mempertahankan
kontak mata, dan menganjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaannya, menghilangkan rasa bersalah dan ketakutan yang sifatnya
irasional, dan bila mungkin memberikan dukungan spiritual kepada
mereka.
iv.Fase depresi (depression), respons individu selama fase ini
adalah berduka atas apa yang terjadi, menarik diri, tidak mau
berbicara, putus asa, dan terkadang bicara bebas. Tugas perawat
selama fase ini adalah membantu klien mengekspresikan kesedihannya
dan memberikan dukungan verbal kepada mereka.
v.Fase penerimaan (acceptance), respons individu selama fase ini
adalah mulai kehilangan minat terhadap lingkungan sekitar dan
terhadap individu pendukung. Sejalan dengan itu, individu juga
memulai membuat berbagai rencana guna mengatasi dampat dari
peristiwa kehilangan yang terjadi. Selain itu, pikiran terhadap objek
yang hilang juga sudah mulai berkurang.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan lima fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpeng tindih dan tidakj dapat diharapkan
antara lain shock and disbelief, yearning and protest, anguish,
disorganization, and despair, identification in bereavement,
reorganization and restitution. Durasi kesedihan bervariasi dan

21
bergantung pada factor yang memengaruhi respons kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus-menerus dari kesedihan biasanya rela dalam
6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5
tahun.
d. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respons respons berduka menjadi tiga
kategori, yaitu:
1) Penghindaran, pada tahap ini terjadi suok, menyangkal, dan
tidak percaya.
2) Konfrontasi, pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat
tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka
dan kedukaan merekaan paling dalam dan dirasakan paling akut.
3) Akomodasi, pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan
kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan
sosial dunia sehari-hari yaitu klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
3. Dampak Berduka
Dampak berduka berdasarkan kelompok usia, meliputi:
1) Masa kanak-kanak, dampak berduka di masa ini dapat
mengancam kemampuan tumbuh kembang anak, menyebabkan anak
mengalami regresi, serta membuatnya merasa takut, merasa
ditinggalkan, atau tidak lagi diperhatikan.
2) Remaja dan dewasa muda, peristiwa kehilangan yang terjadi
dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga. Akan tetapi, pada
periode ini individu sudah mulai menerima peristiwa kehilangan
(missal kematian orang tua) sebagai suatu hal yang wajar.
3) Lansia, kematian pasangan (suami/istri) merupakan pukulan
yang sangat berat bagi lansia. Selain itu, gangguan kesehatan juga
meningkat.
4. Respons Individu terhadap Proses Kehilangan dan Berduka

22
Fisiologis Emosional Kognitif
1. Peningkatan 1. Takut 1. Tidak dapat
tekanan darah, 2. Tidak konsentrasi
frekuensi jantung, berdaya 2. Kurang
dan pernapasan 3. Tegang kesadaran tentang
2. Diaphoresis 4. Kehilangan sekitar
3. Insomnia control 3. Praokupasi
4. Letih dan 5. Gugup 4. Blok pikiran
lemah 6. Kurang (tidak dapat
5. Pucat percaya diri mengingat)
6. Sakit dan 7. Tidak dapat 5. Terlalu
nyeri tubuh rileks perhatian
(khususnya dada, 8. Antisipasi 6. Kemampuan
punggung, dan mengalami belajar menurun
leher) kegagalan 7. Orientasi
7. Pusing dan lebih tertuju pada
mau pingsan masa lalu
8. Parastesia dibandingkan masa
9. Anoreksia kini atau masa
10. Gelisah depan
11. Mulut 8. Konfusi
kering 9. Mudah lupa
12. Dilatasi 10. Ruminasi
pupil
13. Suara
tremor/perubahan
nada
14. Gemetar
15. Berdebar-

23
debar
16. Sering
buang air kecil

2.5 PENYAKIT KRONIS


Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degenerative yang
berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih
dari 6 bulan. Rasa sakit yang dideritanya akan mengganggu aktivitasnya sehari-
hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya. (Affleck et al.dalam
Sarafino,2006).

2.5.1 ETIOLOGI PENYAKIT KRONIS


Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat social
ekonomi, dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang
bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya
suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal
dan organ-organ pengindraan. Ada banyak factor yang menyebabkan penyakit
kronis dapat menjadi masalah keehatan yang banyak ditemukan hampir di
seluruh negara, diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang
telah mengarah pada menurunnya angka kematian dan penyakit infeksi dan
kondisi serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur
keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama,
dan gaya hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah
meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer & Bare,2010).
2.5.2 FASE PENYAKIT KRONIS
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada 9 fase dalam penyakit kronis,
yaitu:

24
1. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena
factor-faktor genetic atau perilaku yang meningkatkan ketahanan
seorang terhadap penyakit kronis.
2. Fase trajectory adalah gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan
sering dilakukan pemeriksaan diagnostic.
3. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan
perjalanan penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari
tertangani dalam keterbatasan penyakit.
4. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga
gejala tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
5. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang
berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit untuk penangannya.
6. Fase krtis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau
mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan
kedaruratan.
7. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang
diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
8. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan
penyakit berkembang disertai dengan peningkatan
ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejal-gejala.
9. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan
penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian
hubungan individual.
2.5.3 KATEGORI PENYAKIT KRONIS
Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit
kronis, yaitu:

25
a) Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi
dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak
mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam
kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsy.
b) Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu
terancam dan individu yang menderita penyakit ini bisa merasakan gejala-
gejala penyakit dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah
kanker dan penyakit kardiovaskuler.
c) At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori
sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi pada
risiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah
hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.
2.5.4 TANDA DAN GEJALA
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti,
memiliki factor risiko yang multiple, membutuhkan durasi lama, menyebabkan
kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara
sempurna (Smeltzer & Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah
batuk dan demam yang berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang
berbeda, diare berkepanjangan, kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit
abnormal (Heru,2007).
2.5.5.PENCEGAHAN
Dalam pencegahan penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan
tersier (Djuazi,2009). Pencegahan primer merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa
pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan lingkungan)
dan pencegahan khusus (diujukan kepada orang-orang yang mempunyai risiko
dengan melakukan imunisasi). Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk
menghambat progresivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan

26
secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat
ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ yang
mengalami kecacatan (Budiarto & Anggreni,2007).
2.6 TERMINAL
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit/ sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat
dekat dengan proses kematian.Kondisi tersebut adalah suatu proses yang
rpogresif menuju kematian berjalan melalui suatu proses penurunan fisik,
psikososial dan spiritual bagi individu. Respon pasien dalam kondisi terminal
sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal.Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan
bagipasien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
1. Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/
mengancam hidup, antara lain:
a. Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal, Sirosis
Hepatis, Penyakit Ginjal Kronis, Gagal Jantung, dan Hipertensi.
b. Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca
Liver, Leukemia.
c. Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus, dan lain-
lain.
d. Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia.
e. Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital
(Paru-Paru atau jantung) ginjal, dan lain-lain.
2. Respon terhadap penyakit yang mengancam hidup dibagi kedalam
empat fase, yaitu sebagai berikut:

27
a. Fase Prediagnostik
Terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit.
b. Fase Akut
Terpusat pada kondisi krisis. Pasien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun
psikologis.
c. Fase Kronis
Pasien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
d. Fase Terminal
Dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi
pasti terjadi.
3. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal, antara lain:
a. Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, sirkulasi perifer menurun,
perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
b. Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi.
c. Problem Nutrisi dan Cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi
karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan menyebabkan harus memakai
selimut.
e. Problem Sensori

28
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan
dan meningkatkan kenyaman.
g. Problem Kulit dan Mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang
sering.
h. Masalah Psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara
lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif
dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi/ barrier komunikasi.
i. Perubahan Sosial-Spiritual
Pasien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal
dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
4. Pokok-pokok perawatan pasien terminal yaitu sebagai berikut:
a. Peningkatan Kenyamanan
Kenyamanan bagi pasien menjelang ajal termasuk
pengenalan dan peredaan distress psikobiologis.Perawat harus
memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi pasiensakit terminal.Kontrol nyeri penting karena
mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi

29
psikologis.Pemberian kenyamanan bagipasien terminal juga
mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi.
Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya
untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa
memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang
bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal
adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah
perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di
rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini
kepada keluarga danpasien.Sebagian besar pasien terminal ingin
mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk
melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan
meningkatkan martabat pasien. Perawat tidak boleh memaksakan
partisipasi pasienterutama jika ketidakmampuan secara fisik
membuat partisipasi tersebut menjadi sulit.Perawat bisa
memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkaan pasien
membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk
merespon secara efektif terhadap pasien menjelang ajal.Untuk
mencegah kesepian dan penyimpangan sensori,
perawatmeningkatkan kualitas lingkungan.Lingkungan harus diberi
pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat
dapat mencegah kesepian.Keluarga atau penjenguk harus
diperbolehkan bersamapasien menjelang ajal sepanjang
waktu.Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk
tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat
terakhir hidupnya.

30
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar
dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian
mendekat, pasiensering mencari ketenangan.Perawat dan keluarga
dapat membantu pasien mengekspresikan nilai dan
keyakinannya. pasien menjelang ajal mungkin mencari untuk
menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri
kepada kematian. Pasien mungkin minta pengampunan baik dari
yang maha kuasa atau dari anggota keluarga.Perawat dan keluarga
memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
keterampilan komunikasi, empati, berdoa dengan pasien, membaca
kitab suci, atau mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu
menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai.Semua
tindakan medis, peralatan yang digunakan pada pasien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu
jantung.Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien
terminal harus dijelaskan pada keluarga.

2.7 KECEMASAN
Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya Anxiety berasal dari bahasa
latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Konsep
kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang
stress dan penyesuaian diri (Lazarus, 1961).
1. Johnsto (1971) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena
kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tudak aman, atau adanya
permusuhan dengan orang lain.
2. Freud (dalam arndt,, 1974) menggambarkan dan mendefiinisikan
kecemasan sebagaai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang

31
diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung
dan perasaan. menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang
perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata
lain kecemasan adalah reaksi atau situasi yang dianggap berbahaya.
3. Menurut Post (1978),kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subbjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, dan juga ditandai dengan aktifnya
sistem saraf pusat.
4. Lefrancois (1980) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi
emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan.
Hanya saja menurut Lefrancois pada kecemasan bahaya bersifat kabur,
misalnya ada ancaman, hambatan terhadap keinginan pribadi, dan
perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran.
5. Kartono (1981) juga mengungkapkan bahwa neurosis kecemasan ialah
kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, sungguh
pun tidak adan rangsangan yang spesifik.
Kecemasan adalah sebab dari persepsi terdapat konflik
emosional antara id dan super ego (Freud, 2002). Freud membagi
kecemasan menjadi tiga yaitu:
a. Kecemasan Realitas atau Objektif (reality or objective anxiety). Suatu
kecemasan yangbersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang
menganncam dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan
terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi atau binatang buas.
b. Kecemasan Neurosis (neurotic anxiety). Kecemasan ini memiliki dasar
pada masa kecil, pada konflik pada pemuasan insting dan realitas.
Kecemasan atau ketakutan akan berkembang karena adanya harapan
unutuk memuaskan impuls idtertentu.Hal yang perlu diperhatikan
adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tetapi
merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi apabila insting
dipuaskan.

32
c. Kecemasan Moral (moral anxiety). Kecemasan ini merupakan ketakutan
akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi
mengekspresikan impuls insting yang berlawanan dengan nilai moral
yang termaksud adalah super ego individu tersebut maka ia akan merasa
malu atau bersalah.
2.7.1 Tingkat kecemasan
Jersild (1963) menyatakan ada dua tingkatan kecemasan yaitu:
1) kecemasan normal yaitu pada saat individu menyadari konflik-konflik
dalam diri yang menyebabkan cemas.
2) kecemasan neurosis, ketika individu tidak menyadari adanya konflik
dan tidak mengeratuhi penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat
menjadi bentuk pertahanan diri,
Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan
itu dalam duan tingkat, yaitu sebagai berikut
1. Tingkat Psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala
kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi,
perasaan tidak menentu, dan sebagainya
2. Tingkat Fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau
terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf,
misalnya tidak dapat tidur, jantungberdebar-debar, gemetar, perut mual,
dan sebagainya
2.7.2 Gejala
Gejala-gejala somatic yang dapat menunjukkan kecemasan
adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras,
sering kali buang air, napas sesak disertai tremor pada otot. Kartono
(1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi tidak
stabil, sangat mudah tersinggu dan marah, sering dalam keadaan exited
atau gempar gelisah.
Manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut

33
1. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikuiran seseorang,
sering kali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk
yang akan terjadi.
2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan
tidak menentu seperti gemetar.
3. Perubahan somatic muncul dalam keadaan mulut kering, tangan
dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot,
peningkatan tekanan darah, dan lain-lain. Afektif, diwujudkan
dalam keadaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.
Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari
berbagai kejadian didalam kehidupan atau dapat terletak didalam
diri seseorang. Menurut Murray (dalam arndt. 1974) sumber-
sumber kecemasan adalah kebutuhan untuk menghindaar dari
terluka (harm avoidance), menghindari teracuni (inavoidance),
menghindari dari disalahkan (blame avoidance), dan bermacam
sumber lain.
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanit, Myers (1983)
mengatakan perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya
dibandingkan dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif sedangkan
perempuan lebih sensitive.
2.7.3 Penyebab
 Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud struktur kepribadian terdiri atas tiga elemen yaitu id,
ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls
primitive, ego digambarkan sebagai mediator antar tuntutan dari id
dan superego, sedangkan super ego mencerminkan hati seseorang
dan dikendalikan oleh norma-nirma budaya seseorang. Kecemasan
merupakan konflik emosional antara id dan superego yang berfungsi
untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.

34
2. Teori Interpersonal
Kecemasan terjhadi dari ketakutan akan penolakan Interpersonal, hal
ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti
kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi
sangat tidak berbahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah
biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan.
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil dari frustasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan
suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan, keinginan
untuk menghindarkan rasa sakit.
4. Teori Biologis
a. Menurut selye, otak mengandung reseptor khusus untuk
benzoadiazepina reseptor ini membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam amino butirigamma neuro regulator juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan cemas sebagai halnya dengan endokrin.
b. Menurut W.B Cannon, sentrum-sentrum didalam otak yang
diduga mempunyai pengaruh penting dalam masalah emosi
adalah hipotalamus reticular aktivasi sistem (RAS) dan sistem
limbic. Fungsi dari sistem reticular aktivasi adalah untuk
mempersiapkan areal-areal dalam otak untuk rangsangan yang
akan dating. Sistem limbic adalah bagian dari otak yaitu visceral
brain (otak dalam) yang merupakan satuan integritas dan
menerima impuls dari organ tubuh. Impuls dan visceral dapat
sampai ke korteks melalui sitem limbic. Salah satu aspek yang
penting dalam penyaluran impuls adalah zat-zat katekolamin
neurotransmitter tidak secara homogen tersebar diseluruh otak
tetapi berkonsentrasi di bagian-bagian otak tertentu.

35
c. Dari penyelidikan-penyelidikan telah dibuktikan bahwa
kemampuan untuk mengalami suatu emosi tidak hanya
bergantung pada kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis
emosi yang dialami dan diperhatikan bergantung pada faktor-
faktor dan stimulus dalam lingkungan.
d. Bila pada seseorang terdapat kadar neurotransmitter meningkat,
dia akan merasakan suatu emosi (menangis, tertawa, takut, dan
cemas) dibuktikan juga bahwa kesehatan umum seseorang dapat
sebagai predisposisi kecemasan-kecemasan yang disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengalami stressor.
 Faktor presipitasi
1. Ancaman Integritas Diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap
kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi
lingkungan, sampah, rumah, dan makanan juga pakaian serta trauma
fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti
sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan
biologis.
2. Ancaman Sistem Diri
Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan
interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor
eksternal yang memengaruhi harga diri adalah kehilangan,
dilematik, tekanan, dalam kelompok social maupun budaya.

3. Faktor Lain Menurut Integritas


a. Perbedaan dipengaruhi kecemasan sehingga untuk
menyelamatkan dari stimulus yang mengancam adalah dengan
cara menghindar.

36
b. Individu lahir mempunyai sistem saraf otonom yang lebih peka
terhadap ancaman atau stressor.
c. Masa anak-anak dan dewasa dalam belajar mencari pengalaman
mungkin dengan menentukan tingkat kecemasan dan situasi
yang pada dasarnya akan menimbulkan kecemasan.
d. Ketidakmampuan mengatasi situasi yang berbahaya dengan
adaptif bisa menimbulkan kecenderungan untuk berespons
terhadap kecemasan.
e. Fungsi kognitif dapat berkesinambungan yang berfokus pada
kecemasan sehingga fungsi tesebut mempunyai antisipasi untuk
menahan stimulus yang menimbulkan kecemasan.
f. Seseorang mungkin lebih mudah terancam rasa amannya
terutama trauma inteligensi dan mawas diri.
2.7.4 Ukuran Skala Kecemasan
Ukuran skala kecemasan rentang respons kecemasan dapat
ditentukan dengan gejala yang ada dengan menggunakan Hamilto
anxiety rating scale (Stuart dan Sundeen, 1991), skala HARS terdiri atas
14 komponen yaitu sebagai berikut.
1. Perasaan cemas meliputi cemas, takut, mudah tersinggung, dan firasat
buruk.
2. Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah
terkejut, dan mudah menangis.
3. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, bintang
besar, keramaian lalu lintas, kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas,
bangun lesu, sering mimpi buruk, dan mimpi menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.
6. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat, sedih, bangun dini hari,
berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah-ubah sepanjang
hari.

37
7. Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, ggigi gemertak,
suara tidak stabil.
8. Gejala sensoris meliputi tinnitus, penglihatan kabur, mata merah dan
pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardivaskuler meliputi takikarda, berdebar-debar, nyeri dada,
denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung
hilang sekejap.
10. Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan pada dada, perasaan tercekik,
merasa napas poendek atau sesak, sering menarik napas panjang.
11. Gejala saluran pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual,
muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan
pencernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas
diperut, berat badan menurun, perut terasa panas atau kembung.
12. Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing.
13. Gejala vegetative atau otonom meliputi mulut kering, muka kering,
mudah berkeringat, seing pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri.
14. Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot
meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah.
Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem scoring yaitu sebagai
berikut:
1. Nilai 0 = tidalk ada gejala
2. Nilai 1 = gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada).
3. Nilai 2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada).
4. Nilai 3 = gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada).
5. Nilai 4 = gejala berat sekali (semua gejala ada)
Apabila:
1. skor <14 = tidak ada kecemasan,
2. skor 14-20 = kecemasan ringan
3. skor 21-27 = kecemasan sedang,

38
4. skor 28-41 = kecemasan berat,
5. skor 42-56 = kecemasan berat sekali.
2.7.5 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1991), tingkat kecemasan dibagi
empat, yaitu sebagai berikut:
1. Kecemasan Ringan. Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serrta
menghasilkan kreativitas.
2. Kecemasan Sedang. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah.
3. Kecemasan Berat. Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan
spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada orang lain.
4. Panik. Berhubungan dengan ketakutan dan terror, karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang mengalami panic tidak dapat
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian, peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
kecemasan tidak sebagian sejalan dengan kehidupan dan jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan.
2.7.6 Karakteristik Tingkat Kecemasan
1. Kecemasan Ringan
a. Fisik

39
Sesekali napas pendek, nadi, dan tekanan darah meningkat, gejala
ringan berkeringat.
b. Kognitif
Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks,
konsentrasi pada masalh, menyelesaikan masalah actual.
c. Perilaku dan Emosi
Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadang-kadang meninggi.
2. Kecemasan Sedang
a. Fisik
Sering napas pendek, nadi ekstrasistol, tekanan darah meningkat,
mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, gelisah.
b. Kognitif
Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi,
berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
c. Perilaku dan Emosi
Geerakan tersentak-tersentak, meremas tangan, bicara lebih banyak
dan cepat, susah tidur, serrta perasaan tidak aman.
3. Kecemasan Berat
a. Fisik
Napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan kabur, serta ketegangan.
b. Kognitif
Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan
masalah.
c. Perilaku dan Emosi
Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat.
4. Kecemasan Panik
a. Fisik

40
Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,
hipotensi, koordinasi motorik rendah.
b. Kognitif
Lapang persepsi sangat menyempit, tidak dapat berpikir logis.
c. Perilaku dan Emosi
Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking,
kehilangan control diri, persepsi datar.
2.7.7 Mekanisme Koping
Ketika mengalami kecemasan individu menggunakan
bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya
dalam bentuk ringan, mekanisme koping dapat diatasi dengan menangis,
tidur, tertawa, olahraga, melamun, dan merokok. Namun bila bentuknya
berat seperti panic, ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara
konstruktif melakukan awal penyebab perilaku patologis yang
mengancam ego yakni individu menggunakan energy yang lebih besar
untuk mengatasi ancaman tersebut. Mekanisme koping seseorang yang
digunakan untuk mengatasi kecemasan ringan biasanya akan digunakan
juga apabila mengalami kecemasan yang lebih berat. Kecemasan sedan
dan berat dapat menimbulkan mekanisme koping sebagai berikut.
1. Reaksi Orientasi. pemecahan masalah secara sadar yang berorientasi
terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara
realistic, dapat berupa konstruktif atau destruktif.
a. Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk menghilangkan atau
mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-
sumber ancaman baik secara fisik maupun psikologis.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan,
merubah tujuan, atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi
seseorang.

41
2. Mekanisme Pertahanan Ego. Membantu seseorang unutk mengatasi
kecemasan ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri
dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan keseimbangan.
Lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya
kecemasan. Freud berpendapat bahwa sumber ancaman terhadap ego
tersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dari id dan tuntutan-
tuntutan dari superego.Ego disebut sebagai eksekutif kepribadian,
karena ego mengontrol pintu-pintu kea rah tindakan, memilih segi-segi
lingkungan kemana ia akan memberikan respons, dan memutuskan
insting. Insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha
mengintegrasikan tuntutan id, suoerego, dan dunia luar yang sering
bertentangan. Hal ini sering menimbullkan tegangan berat pada ego dan
menyebabkan tumbulnya kecemasan.
Beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melawan kecemasan antara lain sebagai berikut:
1. Represi. Dalam terminology Freud, represi adalah pelepasan
tanpa sengaja sesuatu dari kesadaran (conscious). Pada
dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak sadar
terhadap sesuatu yang membuat tidak nyaman atau
menyakitkan. Konsep tentang represi merupakan dasar dari
sistem kepribadian Freud dan berhubungan dengan semua
perilaku neurosis.
2. Reaksi Formasi. Reaksi formasi adalah bagaimana
menguibah suatu impuls yang mengancam dan tidak sesuai
serta tidak dapat diterima norma social diubah menjadi suatu
bentuk yang lebih dapat diterima. Misalnya seorang yang
mempunyai impuls seksual yang tinggi menjadi seorang
yang dengan gigih menentang pornografi. Lain lagi misalnya

42
seseorang yang mempunyai impuls agresif dalam dirinya
berubah menjadi orang yang ramah dan sangat bersahabat.
3. Proyeksi. Proyeksi merupakan pertahanan dari individu yang
menggap suatu impuls tidak baik, agresif dan tidak dapat
diterima sebagai bukan miliknya melainkan milik orang lain.
4. Regresi. Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat
individu kembali kemasa periode awal hidupnya yang lebih
menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan yang
saat ini dihadapi. Regresi biasanya berhubungan dengan
kembalinya individu ke suatu tahap perkembangan
osikoseksusal. Individu kembali ke masa dia merasa lebih
aman dari hidupnya dan dimanifestasikan oleh perilakunya
di saat itu, seperti kekanak-kanakan dan perilaku dependen.
5. Rasionalisasi. Rasionalisasi merupakan mekanisme
pertahanan yang melibatkan pemahaman kembali perilaku
kita untuk membuatnya lebih rasional dan dapat diterima
oleh kita. Hal ini dilakukan karena dengan menyalahkan
obyek atau orang lain akan sedikit mengurangi ancaman
pada individu itu.
6. Pemindahan. Suatu mekanisme pertahanan dengan cara
memindahkan impuuls terhadap objek lain karena objek
yang dapat memuaskan id tidak tersedia. Pada mekanisme ini
objek pengganti adalah suatu objek yang menurut individu
bukanlah merupakan suatu ancaman.
7. Sublimasi. Berbeda dengan pemindahan yang mengganti
objek untuk memuaskan id, sublimasi melibatkan perubahan
atau penggantian dari impuls itu sendiri. Energi insting
dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secara social bukan
hanya diterima namun dipuji.

43
8. Isolasi. Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan
yang tidak dapat diterima dengan cara melepaskan mereka
dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat,
merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut
tanpa emosi. Hal ini sering terjadi pada psikoterpi
9. Undoing. Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku
atau pikiran ritual dalam upaya untuk mencegah impuls yang
tidak dapat diterima.
10. Intelektualisasi. Sering bersamaan dengnan isolasi, individu
mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya dan
menutup hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak
dari individu itu sendiri.
2.7.8 Faktor-faktor yang memenngaruhi kecemasan
Tidak semua kecemasan dapat dikatakan bersifat patofisiologis
ada juga kecemasan yang bersifat normal. Faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat kecemasan dari berbagai sumber, yaitu sebagai
berikut.
 Faktor internal
1. Usia. Permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan
bertambahnya usia, pertolongan diminta bila ada kebutuhan akan
kenyamanan, reassurance, dan nasehat-nasehat.
2. Pengalaman. Individu yang mempunyai modal kemampuan
pengalaman menghadapi stress dan punya cara menghadapinya akan
cenderung lebih menggap stress yang berapapun sebagai masalah
yan bisa diselesaikan.
3. Aset fisik. Orang dengan asset fisik yang besar, kuat, dan garang
akan menggunakan asset ini unutuk menghalau stress yang dating
mengganggu.

44
 Faktor eksternal
1. Pengetahuan. Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan
kemampuan intelektual akan dapat meningkatkan kemampuan dan
rasa percaya diri dalam menghadapi stress, menikuti berbagai
kegiatan untuk meningkatkan kemampuan diri akan banyak
menolong individu tersebut.
2. Pendidikan. Peningkatan pendidikan dapat pula mengurangi rasa
tidak mampu untuk menghadapi stress. Semakin tinggi pendidikan
seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi stress yang
ada.
3. Finansial/Material. Aset berupa han]rta yang melimpah tidak akan
menyebabkan individu tersebut mengalami stress berupa kekacauan
financial, bila hal ini terjadi dibandingkan orang lain yang asset
finansialnya terbatas.
4. Keluarga. Linkungan kecil dimulai dari lingkungan keluarga, peran
pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam member dukungan.
5. Obat. Dalam bidang psikiatri dekenal obat-obatan yang tergolong
dalam kelompok antiansietas. Obat ini mempunyai khasiat
mengatasi ansietas sehingga penderitanya cukup tenang.
6. Dukungan Sosial Budaya. Dukungan social dan sumber-sumber
masyarakat serta lingkungan serta individu akan sangat membantu
seseorang dalam menghadapi stressor pemecahan maslah bersama-
sama dan tukar pendapat dengan orang disekitarnya akan membuat
situasi individu lebih siap menghadapi stress yang akan datang.
2.8 MANAJEMEN STRESS
Manajemen stress adalah usaha seorang untuk mencari cara yang paling
sesuai dengan kondisinya mengurangi stress yang ia alaminya. Jadi, semuanya
bertanggung pada kondisi masing-masing individu, tingkatkan stress yang ada,
dan kejadian yang melatar belakangi stressnya. Sering kali stress didefinisikan
dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang.

45
Definisi stress dari stimulus terfokus pada kejadian dilingkungan seperti
misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja.
Sementara itu , definisi stress dari respon mengacau pada keadaan stress, reaksi
seseorang terhadap stress, atau berada dalam keadaan dibawah stress. Definisi
stress dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang memiliki
keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang
memengaruhi asumsi mengenai stressor, sedangkan jika stress didefinisikan
dari respons, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang
akan jadi stressor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat
terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat
mengidentifikasi stress psikologis yang padahal sbenarnya bukan merupakan
stress psikologis. Oleh karena itu, stress merupakan hubungan antara dengan
lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya
dan mengancam kesehatannya. Manajemen stress kemungkinan melihat
promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervensi atau mengubah pertukaran
respon terhadap penyakit. Fukusnya bergantung pada tujuan dari intervensi
keperawatan berdaarkan keperluan klien. Perawat bertanggung jawab pada
implementasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.

2.8.1 Strategi menangani stress


Untuk mencegah mengalami stress, setidaknya ada 3 cara , yaitu
pencegahan primer (primary preventation) , pencegahan sekunder (secondary
preventation ), dan pencegahan sekunder ( tertiary preventation).
1. Pencegahan primer (primary preventation). Dengan cara mengebah cara
melakukan sesuatu. Misalnya : kemampuan mengatur waktu,
kemampuan menyalurkan ,mendegelasikan ,mengorganisasikan menata.

46
2. Pencegahan sekunder (secondary preventation) . strateginya dengan
menyiapkan diri menghadapi stress,dengan cara latihan, diet, relaksasi,
istirahat, meditasi
3. Pencegahan tersier (tertiary preventation). Strateginya kita menangani
dampak stress yang terlanjur ada. Kalau diperlukan, meminta bantuan
jaringan dukungan (jaringan social. Social network ) atau bantuan
professional.
Adapun manajemen stress dapat dilakukan dengan cara :
1. Olahraga teratur
2. Diet dan nutrisi
Makan dan minuman yang dapat memengaruhi perasaan :
a. Alcohol
b. Kafein
c. Minuman ringan
d. Aditif dan bahan pengawet
e. Karbohidrat
f. Gula
g. Makanan yang mengandung vitamin c
h. Menghindari minuman keras
i. Mengatur berat badan
j. Berhenti merokok
3. System pendukung
Seperti keluarga, teman dan rekan kerja
4. Pengaturan waktu ( time management)
Dengan cara mengatur sebaik baiknya, pekerjaan yang dapat
menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari.
5. Humor
6. Istirahat dan tidur
7. Teknik relaksasi

47
Relaksasi proregsif dengan tanpa ketegangan otot dan teknik
manipulasi pikiran mengurangi kompenen fisiologis dan
emosional stress. Teknik relaksasi adalah perilaku yang
dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktik.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi stress dengan cara
relaksasi adalah :
a. Pernapasan ,meditasi ringan empat kali per hari
b. Curhat (mencurahkan isi hati). Curhat tak selalu
menyebalkan untuk pendengar asal bisa menyampaikan
dengan benar.
c. Cari cahaya, cahaya mendorong produksi serotonin,saraf
yang mengendalikan suasana hati.
d. Dengarkan music
e. Relaksasi wajah, untuk mengurangi tekanan yang terjadi
di daerah wajah ,perlahan-lahan naikkan alis mata,
tempelkan lidah ke dinding mulut, lalu tersenyumlah.
f. Pijat telapak ,dengan cara menekan-menekan telapak
kaki dengan jempol
g. Berendam air hangat
h. Alat instan
8. Spiritualitas
9. Terapi psikofarma
10. Terapi somatik
11. Psikoterapi

2.8.2 TEKNIK MANAJEMEN STRESS


A. RELAKSASI
PROCEDURAL TEKNIK RELAKSASI
Pengertian Metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada
pasien yg mengalami nyeri yang kronis. Rileks

48
sempurna yg dapat mengurangi ketegangan otot, rasa
jenuh dara perasaan cemas sehingga mencegah
menghebatnya stimulasi nyeri
Tujuan Untuk dapat menggurangi/menghilangkan rasa nyeri
yang dirasakan
Indikasi Dilakukan untuk pasien yg mengalami nyeri kronis
Pra Interaksi 1. Periksa status dan identifikasi kebutuhan
relaksasi pada pasien, identifikasi, indikasi, dan
kontraindikasi untuk relaksasi.
2. Lakukan pengkajian dan berikan informasi
berkaitan dengan tindakan
3. Siapkan alat dan bahan :
a. APD

Tahap Orinteasi 1. Salam terapeutik


2. Identifikasi pasien dengan 2 identitas
3. Perkenalkan diri perawat
4. Jelaskan tujuan, prosedur tindakan
5. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
6. Menanyakan keluhan
7. Kontrak waktu
8. Kontrak kerja
Tahap kerja 1. Mempersilahkan keluarga pasien menunggu
diluar,karna perawat akan melakukan
tindakan
2. Jaga privacy pasien (tutup
sampiran),pintu/jendela
3. Dekatkan alat
4. Cuci tangan
5. Memakai apd
6. Atur posisi pasien agar rileks tanpa adanya
beban fisik
7. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik
nafas dalam sehingga rongga paru berisi
udara
8. Intruksikan pasien dengan cara perlahan &
menghembuskan udara membiarkanya ke
luar dari setiap bagian anggota tubuh, pada
saat bersamaan minta pasien untuk
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal

49
yang indah dan merasakan betapa
nikmatnya rasanya
9. Instruksikan pasien buat bernafas dengan
irama normal beberapa saat ( 1-2 menit )
10. Instruksikan pasien untuk kembali menarik
nafas dalam, kemudian menghembuskan
dengan cara perlahan & merasakan saat ini
udara mulai mengalir dari tangan, kaki,
menuju keparu-paru seterusnya udara &
rasakan udara mengalir keseluruh bagian
anggota tubuh
11. Minta pasien untuk memusatkan perhatian
pada kaki & tangan, udara yg mengalir &
merasakan ke luar dari ujung-ujung jari
tangan & kai & rasakan kehangatanya
12. Instruksiakan pasien buat mengulani teknik-
teknik ini apabila rasa nyeri kembali lagi
13. Setelah pasien mulai merasakan ketenangan,
minta pasien untuk melakukan secara
mandiri
Tahap terminasi 1. Evaluasi hasil gerakan
2. Lakukan kontrak untuk melakukan kegiatan
selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Lepas apd
5. Cuci tangan
Tahap Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan
keperawatan (nama klien,tanggal,waktu, hasil
yang dicapai, nama terang,paraf)

B. PROCEDURAL RELAKSASI OTOT PROGRESIF

PROCEDURAL RELAKSASI PROGRESIF

Pengertian Relaksasi otor profresif adalah teknik menegangkan


dan merilekskan otot otot. Peregangan dilakukan
selama 5-7 detik, kemudian rileks selama 20-30
detik. Saat inspirasi otot ditegangkan, lalu ekspirasi
secara perlahan ketika relaksasi otot. Dengan

50
berkurangnya ketegangan otot dan emosi, maka dapat
merangsang pelepasan endorphin sehingga
menimbulkan relaksasi

Tujuan 1. Berkurangnya kecemasan klien


2. Berkurangnya rasa nyeri
3. Berkurangnya mual
4. Berkurangnya insomnia
5. Meningkatnya kontrol diri.
Indikasi 1. Nyeri
2. Kecemasan
3. Insomnia
Kontra Indikasi 1. Klien lansia yang mengalami keterbatasan
gerak, misalnya tidak bisa menggerakkan
badannya.
2. Klien lansia yang menjalani perawatan tirah
baring (bed rest).

Pra interaksi 1. Periksa status dan identifikasi kebutuhan


relaksasi pada pasien, identifikasi, indikasi, dan
kontraindikasi untuk relaksasi otot progresif.
2. Lakukan pengkajian dan berikan informasi
berkaitan dengan tindakan
3. Siapkan alat dan bahan :
a. Apd
b. Musik
c. Bantal
Tahap Orientasi 1. Salam terapeutik
2. Identifikasi pasien dengan 2 identitas
3. Perkenalkan diri perawat
4. Jelaskan tujuan, prosedur tindakan
5. Berikan kesempatan pasien bertanya
sebelum kegiatan dilakukan
6. Menanyakan keluhan
7. Kontrak waktu
8. Kontrak kerja

Tahap Kerja 1. Mempersilahkan keluarga pasien untuk


menunggu diluar karna perawat melalukan
tindakan
2. Menutup sampiran
3. Dekatkan alat

51
4. Cuci tangan
5. Memakai apd
6. Atur posisi pasien klien pada tempat duduk atau
tempat tidur yang nyaman. Gunakan bantal
untuk menopang lengan,buat klien dalam
kondisi nyaman
7. Jaga pelaksanaan prosedur untuk tidak terputus
selama 15-30 menit
8. Kurangi cahaya lampu dan putar musik pelan
pelan
9. Intruksikan klien tutup mata pelan pelan,
anjurkan tarik nafas dalam dan hembuskan
secara perlahan (3-6kali) dsn rileks (saat
menginstrusikan pertahanankan suara lemah
lembut)
10. Mulai proses penanganan dan relaksasi diiringi
tarik nafas dan hembuskan secara perlahan
a. Wajah rahang ,mulut (kedipkan mata da
kerutkan wajah lalu rileks )
b. Leher ( tarik dagu ke leher lalu rileks )
c. Tangan kanan( genggam lalu rileks)
d. Lengan kanan (tegangkan siku lau rileks)
e. Tangan kiri ( genggam lalu rileks )
f. Lengan kiri ( tegangkan siku lalu rileks)
g. Punggung ,bahu,dada ( angkat bahu ,lalu
rileks)
h. Abdomen (angkat abdomen lalu rileks)
i. Tungkai atas kanan (tekan ke bawah
dengan kuat lalu rileks)
j. Tungkai bawah kanan (cengkeramkan
jari-jari lalu rileks)
k. Tungkai atas kiri ( tekan ke bawah
dengan kuat lalu rileks)
l. Tungkai bawah kiri (cengkramkan jari
jari lalu rileks)
m. Tambah 3-6 kali napas secara rileks lalu
gerakan kaki,tangan,lengan,tungkai,buka
mata kembali ( orientasi diri)
Terminasi 1. Evaluasi hasil perasaan/ketegangan klien ( atur
kembali posisi dan kenyamanan pasien )
2. Berikan umpan balik positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Bereskan peralatan
5. Lepas apd

52
6. Cuci tangan
Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan
keperawatan (nama klien,tanggal,waktu, hasil
yang dicapai, nama terang,paraf)

C. MAFAS DALAM

TEKNIK NAFAS DALAM


Pengertian Suatu bentuk asuhan keperawatan. Dalam hal
ii,perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalm., nafas lambat ( menahan
inspirasi secara maksimal) ,dan cara mengembuskan
napa secaa perlahan. Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri .
Tujuan a. Memperlambat denyut jantung
b. Mengatur tekanaan darah
c. Menghilangkan ketegangan otot
Mengembalikan keseimbangaan mental dan
emosional batin
Indikasi Dilakukan untuk pasien yg mengalami nyeri kronis
Kontra Indikasi -
Pra interaksi 1. Periksa status dan identifikasi kebutuhan
untuk nafas dalam pada pasien, identifikasi,
indikasi, dan kontraindikasi nafas dalam
2. Kaji berikan informasi terkait dengan
pelaksanaan tindakan
3. Siapkan alat dan bahan

Tahap Orientasi 1. Salam terapeutik


2. Identifikasi pasien dengan 2 identitas
3. Perkenalkan diri perawat
4. Jelaskan tujuan, prosedur tindakan
5. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
6. Menanyakan keluhan
7. Kontrak waktu
8. Kontrak kerja

Tahap Kerja 1. Mempersilahkan keluarga pasien menunggu


diluar karna perawat akan melakukan tindakan

53
2. Tutup sampiran
3. Dekatkan alat
4. Memakai apd
5. Sediakan waktu 5-10 menit
6. Atur posisi duduk/berbaring yang nyaman
7. Putar musik dengan suara pelan dan rileks
8. Redupkan cahaya
9. Tutup mata, letakkan satu tangan pada perut
kanan atas
10. Tarik napas dalam secara perlahan lewat
hidung,rasakan gerakan pelan perut
11. Hembuskan secara perlahan,lewat mulut
12. Fokuskan pada pernapasan,serta rasakan
pergerakan masuknya udara pada tubuh
13. Ulangi tahap 5-6 beberapa kali sampai rileks
14. Buka mata pelan pelan
Terminasi 1. Evaluasi hasil perasaan/ketegangan klien
( atur kembali posisi dan kenyamanan
pasien )
2. Berikan umpan balik positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Bereskan peralatan
5. Lepas apd
6. Cuci tangan
Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan
keperawatan (nama klien,tanggal,waktu, hasil
yang dicapai, nama terang,paraf)

D. GUIDE IMAGETY

TEKNIK GUIDE IMAGETY


Pengertian proses yang menggunakan kekuatan pikiran dengan
menggerakkan tubuh untuk menyembuhkan diri dan
memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi
dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi
sentuhan, penciuman, penglihatan, dan pendengaran.
Imajinasi terbimbing atau imajinasi mental

54
merupakan suatu teknik untuk mengkaji kekuatan
pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk
menciptakan bayangan gambar yang membawa
ketenangan dan keheningan.
Tujuan 1. untuk menurunkan kecemasan, kontraksi otot
dan menfasilitasi tidur
2. Digunakan untuk mengelola stres dan koping
dengan cara berkhayal atau membayangkan
sesuatu.
3. Manfaat guided imagery diantaranya
mengurangi stress dan kecemasan,
mengurangi nyeri, mengurangi efek samping,
mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi
level gula darah (diabetes), mengurangi alergi
dan gejala pernapasan, mengurangi sakit
kepala, mengurangi biaya rumah sakit,
meningkatkan penyembuhan luka dan tulang.
Mekanisme kerja Relaksasi dengan teknik guided imagery akan
membuat tubuh lebih rileks dan nyaman dalam
tidurnya. Dengan melakukan nafas dalam secara
perlahan, tubuh akan menjadi lebih rileks. Perasaan
rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk
menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary
untuk meningkatkan produksi Proopioidmelano-
cortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh
medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga
menghasilkan endorphin sebagai neurotransmitter
yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks.

55
Prosedur 1. Anjurkan klien mengenakan pakaian yang
longgar.
2. Tidur dengan posisi yang nyaman.
3. Anjurkan klien untuk menutup mata dengan
lembut.
4. Minta klien menarik napas dalam dan perlahan
untuk menimbulkan relaksasi.
5. Minta klien untuk menggunakan seluruh
pancaindranya dalam menjelaskan bayangan dan
lingkungan bayangan tersebut.
6. Mulailah membayangkan tempat yang
menyenangkan dan dapat dinikmati.
7. Minta klien untuk menjelaskan perasaan fisik dan
emosional yang ditimbulkan oleh bayangannya, dan
bantu klien untuk mengekplorasi respons terhadap
bayangannya.
8. Ulangi 10 sampai 15 menit sampai Anda tertidur.
9. Ciptakan lingkungan yang sunyi dan bebas dari
gangguan (Berman, 2009).
Sebaiknya dilakukan pada waktu kita kesulitan untuk
memulai tidur. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal dalam relaksasi, ada 3 hal yang harus
diperhatikan, yaitu : posisi yang nyaman, pikiran
yang tenang dan lingkungan yang nyaman. Dengan
melakukan latihan selama tujuh hari, pemenuhan
kebutuhan tidur dapat terpenuhi baik kualitas
maupun kuantitasnya.

E. LATIHAN FISIK

LATIHAN FISIK
Pengertian Latihan fisik merupakan aktivitas yang dilakukan
seseorang untuk meningkatkan atau
memelihara kebugaran tubuh. Latihan fisik umumnya
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori,
tergantung pada pengaruh yang ditimbulkannya
pada tubuh manusia

56
Tujuan 1. Mengurangi stress
2. Meningkatkan kepercayaan diri
3. Membuat tubuh agar sehat
Dapat menenangkat pikiran
Latihan fisik penghilang Berbagai macam latihan fisik dapat membantu
stress menurunkan stress, sehingga Anda tidak harus
melakukan olahraga yang berat untuk membuat
tubuh rileks. Latihan fisik yang mudah dan sederhana
dapat Anda lakukan, seperti berjalan, berlari,
bersepeda, berenang, yoga, tai chi, dan sebagainya.
Namun, yang terpenting adalah melakukannya
dengan rutin dan teratur, maka tubuh akan terbiasa
dengan hal tersebut. Cobalah melakukan olahraga
yang Anda sukai. Selain akan membuat Anda
nyaman ketika melakukannya, mood dan emosi akan
lebih mudah terkontrol sehingga stress pun menurun.
Indikasi Latihan fisik biasa dilakukan oleh semua orang dari
kecil sampai dewasa, orang sakit juga bias
melakukan latihan fisik.
Kontra indikasi Pada dasarnya latihan fisik baik bagi semua orang
tetapi jika kondisi tubuh terlalu lemah dianjurkan
untuk tidak banyak melakukan latihan fisik.

2.9 PROSEDURAL MEMBERSIHKAN LINGKNUNGAN


PASIEN ( PERBED)
PERBED

Pengertian Membersihkan tempat tidur agar tetap bersih ,dank


lien tetap merasa nyaman.
Tujuan 1. Tempat tidur siap digunakan
2. Mencegah infeksi

57
3. Memberikan kenyamanan untuk pasien
Tahap pra interaksi 1. Cek catatan keperawatan dan medis pasien
2. Kaji kebutuhan perawatan diri klien
Alat dan bahan 1. Sprai /laken
2. Stik laken
3. Perlak
4. Selimut
5. Sarung bantal
6. Waskom berisi cairan desinfektan
7. Lap
8. Keranjang tempat linen kotor
9. Troli
10. Bengkok
11. Handscoon
Tahap orientasi 1. Salam terapeutik
2. Identifikasi pasien dengan 2 identitas
3. Perkenalkan diri perawat
4. Jelaskan tujuan, prosedur tindakan
5. Berikan kesempatan pasien bertanya
sebelum kegiatan dilakukan
6. Menanyakan keluhan
7. Kontrak waktu
8. Kontrak kerja

Tahap Kerja 1. Mempersilahkan keluarga pasien menunggu


diluar karna perawat akan melalukan tindakan
2. Tutup sampiran
3. Dekatkan alat
4. Cuci tangan
5. Memakai apd
6. Menganjurkan pasien untuk berbaring

58
terlentang (bila mampu)
7. Memindahkan alat atau perlengkapan milik
klien yang ada di tempat tidur
8. Melepaskan selimut dan laken
tertutup,melipatnya dan meletakkan pada
temapat pakaian kotor
9. Membantu klie tidur miring,menjauhi sisi
perawat dan berpengangan ber rail (bila ada)
dengan tepat memperhatikan keadaa umum
klien
10.Melepas laken, perlak ,stik laken dengan
menggulungnya kearah punggung klien,
bagian kotor berada didalam gulungan
11.Bersihkan tempat tidur dengan air bersih
cairan desinfektan,kemudian keringkan
dengan lap.
12.Menggulung linen bersih ketengah tempat
tidur, dan meletakkannya kebelakang
punggung klien
13. Klien dibantu unuk membalikkan posisi ke
hadapa perawat dengan melewati gulungan
linen bersih tersebut
14.Bersihkan kembali bagian sisi lain bed yang
belum dibersihkan dengan air,cairan
deisinfektan dan keringkan
15. Semua linen kotor diambil kemudian
dimasukkan ke dalam tempat keranjang
pakaian. Gulungkan linen bersih dibetangkan
,di rapikan dengan memasukan sisa sisa linen

59
pada sisi tempat tidur kebawah kasur
16. Klien dikembalikan pada posisi
supinasi(terlentang)
17.Lipat semua bagian ujungnya linen dengan
membuat sudut ,lalu masukan bagian perlak
dan stik laken ke bawah bed
18. Memasang selimut yang bersih
19.Melepas bantal dengan hati hati sambil
menyangga kepala pasien
20.Melepas sarung bantal yang kotor dan
menggantinya dengan bantal bersih
21.Membantu klien tidur dengan posisi nyaman
22.Rapikan alat
23.Buka apd
24.Cuci tangan
Tahap terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Berikan umpan balik positif
3. Lakukan kontrak waktu selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan
keperawatan (nama klien,tanggal,waktu, hasil
yang dicapai, nama terang,paraf)

2.10 PROSEDURAL CUCI TANGAN

Procedural cuci tangan septik& Anti septic


Pengertian Mencuci tangan dengan teknik aspetik merupakan
tindakan membersihkan seluruh permukaan kedua

60
tangan bersama-sama dengan menggunakan sabun di
bawah air mengalir
Tujuan Untuk menjaga tangan agar tetap bersih dan terhindar
dari kuman
Alat dan bahan 1. Air mengalir
2. Sabun antiseptik/antimikroba
3. Tisu pengering
Tahap kerja 1. Lepaskan terlebih dahulu aksesoris yang
berada di tangan.
2. Periksa permukaan area tangan dari
perlukaan
3. Gulung lengan baju sampai ke
pertengahan lengan bagian bawah.
4. Pertahankan agar baju yang dipakai tidak
bersentuhan dengan bak cuci tangan.
5. Nyalakan kran air perlahan. Jaga aliran air
jangan sampai menyemprot.
6. Pertahankan lengan lebih rendah dari siku
dengan teliti, basahi seluruh tangan dengan
air mengalir.
7. Gunakan sabun antiseptik pada telapak
tangan sebanyak 5 cc.
8. Gosokkan dan ratakan antiseptik di kedua
telapak tangan.
9. Gosokkan punggung tangan kanan dengan
telapak tangan kiri dengan jemari saling
menjalin lalu lakukan pada tangan yang
lain selama 8 kali putaran
10. Gosokkan kedua telapak tangan dengan
jemari saling menyilang selama 8 kali
putaran
11. Gosokkan punggung jemari dengan
telapak tangan dalam posisi saling
mengunci selama 8 putaran.
12. Genggam ibu jari tangan kiri dengan
tangan kanan kemudian gosok secara
memutar lalu lakukan pada tangan yang
lain selama 8 kali putaran.

61
13. Gosokkan memutar ujung jemari tangan
kiri pada telapak tangan kanan lalu
lakukan pada tangan yang lain selama 8
kali putaran.
14. Bilas kedua tangan dengan air
15. Keringkan dengan tissue sekali pakai,
mulai dari ujung jari ke arah tangan
sampai benar-benar kering
16. Matikan kran air dengan menggunakan
tissue tersebut untuk menutup kran
17. Pertahankan tangan tidak menyentuh baju
atau benda-benda lain yang kotor.

Tahap terminasi 1. Evaluasi hasil gerakan


2. Lakukan kontrak untuk melakukan
kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan

2.11 PROSEDURAL MENGGUNAKAN APD


2.11.1 BARAK SCORT

MELAKUKAN BACK MASSAGE (BACKRUB)

Pengertian melakukan tindakan pemijatan pada punggung untuk


memperlancar sirkulasi aliran darah.
Tujuan 1. Melancarkan sirkulasi darah
2. Meningkatkan fungsi jaringan saraf.
3. Menurunkan ketegangan otot.
4. Melarutkan lemak.
5. Menstimulasi sirkulasi kulit.
6. Menimbulkan relaksasi yang dalam.
7. Mengurangi nyeri pada tengkuk.
8. Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung

62
fungsi setiap organ internal.

Prosedur : 1. Selimut
Persiapan alat 2. Lotion
3. Handuk
4. Bedak ( bila perlu )
5. Penghangat Lotion ( bila perlu )
Preinteraksi 1. Cek catatan keperawataan dan catatan medis pasien
2. Siapkan alat-alat
3. Identifikasi factor atau kondisi yang dapat
menyebabkan kontra indikasi
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi 1. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan,prosedur,dan lamanya tindakan pada
pasien atau keluarga
Tahap kerja a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Lakukan pijatan pada daerah yang dirasakn nyeri
selama 5 – 10 menit
d. Lakukan masase dengan menggunakan telapak tangan
dan jari dengan tekanan halus.
e. Teknik masase dengan gerakan tangan selang – seling
(tekanan pendek, cepat dan bergantian tangan), dengan
menggunakan telapak tangan dan jari tangan dengan
memberikan tekanan ringan. Dilakukan bila nyeri di
pinggang. (gambar 8.1)
f. Teknik remasan, dapat dilakukan bila nyeri terjadi
pada daerah di sekitar bahu.
g. Teknik masase dengan gerakan menggesek dengan
menggunakan ibu jari dan gerakan memutar. Masase

63
ini dilakukan bila nyeri dirasakan didaerah pungggung
dan pinggang secara menyeluruh
h. Teknik eflurasi dengan kedua tangan apat dilakukan
bila nyeri terjadi di daerah punggung dan pinggang
i. Teknik petriasasi dengan menekan punggung secara
horizontal.
j. Teknik tekanan menyikat dengan menggunakan ujung
jari, digunakan pada akhir pijatan daerah pinggang .
k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
l. Catat tindakan dan respons pasieb terhadap tindakan.

Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan pasien)


2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan umpan balik positif
4. Kontrak pertemuan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
6. Bereskan alat-alat
7. Cuci tangan.
Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan

2.11.2 SARUNG TANGAN


SARUNG TANGAN
Pengertian Menggunakan alat pelindung diri (sarung
tangan/handscoon) yang kelengkapan yang
wajib digunakan saat bekerja untuk menjaga
keselamatan perawat dari orang di
sekelilingnya
Tujuan 1. Melindungi diri sendiri dari bakter
2. Menjaga keselamatan pasien dan

64
perawat
Alat 1. Sepasang sarung tangan/handscoon
Prosedur 1. Mencuci tangan
2. Buka pembungkus sarung tangan
dengan hatihati ,pilih sarung tangan
sesuai ukuran
3. Mengambil sarung tangan bagian
kanan,kemudian yang kiri
4. Masukkan jari tangan ke dalam sarung
tangan kanan,kemudian kiri.

2.11.3 PENUTUP KEPALA


Penutup kepala
Pengertian Menggunakan alat pelindung diri (penutup
kepala) yaitu kelengkapan yang wajib
digunakan saat bekerja untuk menjaga
keselamatan perawat terutama kepala
Tujuan 1. Melindungi diri sendiri dari bakteri
2. Menjaga keselamatan
Alat 1. Penutup kepala
Tahap kerja 1. Mencuci tangan
2. Mengambil alat (penutup kepala)
3. Pakailah pelindung kepala sesuai
ukuran menutupi rambut

65
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Dari makalah ini dapat disimpulkan manusia tidak luput dari kebutuhan
dasar manusia terutama kebutuhan rasa aman dan nyaman. Rasa aman keadaan
bebas dari segalah fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan
kebutuhan rasa nyaman suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Dan ada factor factor yang mempengaruhi yaitu emosi,mobilitas , gangguan
persepsi sensori dan lain lain
3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami
penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan,guna memaksimalkan
pemahaman mengenai konsep rasa aman dan nyaman.

66

Anda mungkin juga menyukai